BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2 MANAJEMEN DAN MANAJER

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA DI PENGUSAHAAN HUTAN ALAM CV. Pangkar Begili, Kalimantan Barat IDA FITRIYANI

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 4 OPERASIONAL 4.1 Legalitas dan Persyaratan Lisensi

IV. GAMBARAN UMUM. A. Profil Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung. melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 3 OBJEK PENELITIAN. IKH termuat di dalam Akte Pendirian Perseroan. Akte ini telah disahkan oleh

MODUL PERKULIAHAN ORGANIZATION THEORY AND DESIGN POKOK BAHASAN : Struktur organisasi. Tatap Muka Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA

BAB III STRUKTUR ORGANISASI DAN PENGELOLAAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Dinas Tenaga Kerja Kota Bandar Lampung

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

PEDOMAN KERJA BERBASIS STRUKTUR ORGANISASI

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. di Surabaya-Jawa timur. Pertama berdiri dengan Nama Balai Informasi dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KOTA BENGKULU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.557/Menhut-II/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PEMANTAUAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI

BAB II GAMBARAN UMUM DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 54 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II URAIAN TEORITIS. terhadap produktivitas karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero)

BAB II BAHAN RUJUKAN. manajemen, disebut manajemen sumber daya manusia karena bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memproduksi barang-barang yang berkualitas demi meningkatkan daya

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN KUDUS

Presented by : M Anang Firmansyah KOMITMEN KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara yang saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Sumber Daya Manusia

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Manajemen dan Manajer

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 35 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang ideal untuk memberikan pelayanan publik secara baik dan maksimal.

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkecil adalah sebuah keluarga dan tentunya setiap orang dilahirkan dalam sebuah

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1991 TENTANG LATIHAN KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPEMIMPINAN. Bab 12

BAB 2 TINJAUAN UMUM BALAI LATIHAN KERJA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 21 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia, modal dan informasi menempati posisi yang. amat strategis dalam mewujudkan tersedianya barang dan jasa.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR: 13 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN menjadi Rp 335 triliun di tahun Perkembangan lain yang menarik dari

BAB 2 MANAJEMEN DAN MANAJER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah sistem pendelegasian wewenang

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG

Pemangku Kepentingan, Manajer, dan Etika

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1994 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mary Parker Follet : the art of getting things done trough the others.. seni mencapai sesuatu melalui orang lain

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I KETENTUAN U M U M

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 3. Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentan

BAB II URAIAN TEORITIS. Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PDAM Tirtamusi Palembang. Teknik

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN Nomor : P. 8/VI-SET/2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

METODE DAN JENIS PELATIHAN

MAKALAH KEPEMIMPINAN KONSEP KEPEMIMPINAN

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa, Tetapi organisasi harus dapat menciptakan juga lingkungan kerja yang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG JABATAN FUNGSIONAL ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB II URAIAN TEORITIS. meningkatkan efektivitas kerja pada perusahaan penerbangan PT. Mandala

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS - DINAS DAERAH KABUPATEN SIGI

BAB II LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran : Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Nomor : P.06/VI-SET/2005 Tanggal : 3 Agustus 2005

BAB I PENDAHULUAN. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi Organisasi dalam Manajemen Proyek

PERATURAN PEMERINTAH 15 TAHUN 1994 TENTANG PENGANGKATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM JABATAN STRUKTURAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Terwujudnya Masyarakat Tenaga Kerja Kabupaten Bandung yang Mandiri, Produktif, Profesional dan Berdaya Saing

9. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

tugas yang dilakukannya. Sumber Daya Manusia yang disoroti pengembangannya dalam penelitian ini adalah SDM karyawan sebuah perusahaan di Surabaya,

Fakultas Komunikasi dan Bisnis Inspiring Creative Innovation. Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan

BAB VII MANAJEMEN,DAN KEPEMIMPINAN DALAM BISNIS. Copyright 2005 by South-Western, a division of Thomson Learning, Inc. All rights reserved.

Evolusi Teori. Manajemen Manajer. Teori Manajem en Klasik

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Daya Manusia Kehutanan Sumber daya manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan. Dalam teori ekonomi mikro, sumber daya manusia dianggap sebagai faktor produksi langsung, tetapi saat sekarang ini sumber daya manusia juga dapat berperan sebagai faktor penunjang atau penghambat bagi proses produksi kehutanan, atau dapat dikatakan sebagai kekuatan lingkungan. Pengalaman menunjukkan bagaimana suatu proses produksi kehutanan yang telah ditata dengan baik kemudian mengalami kegagalan akibat gangguan sumber daya manusia, seperti misalnya penyerobotan hutan untuk pertanian pangan, perladangan yang membakar hutan, penciutan areal hutan akibat pembangunan, dan sebagainya. Atas dasar peranan sumber daya manusia sebagai produsen disamping konsumsi, faktor produksi disamping faktor penunjang/penghambat, maka ruang lingkup sumber daya manusia di bidang kehutanan pada kenyataannya meliputi: 1. Aparatur Pemerintah 2. Pengusaha hutan swasta dan BUMN 3. Masyarakat sekitar hutan (regional, nasional dan internasional, laki-laki dan perempuan, dan sebagainya) (Darusman 2002). Pengarahan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dalam Darusman (2002) menyatakan bahwa diantara enam butir stategi pelaksanaan kebijakan kehutanan, butir peningkatan kualitas sumber daya manusia menempati posisi yang cukup penting, yaitu nomor dua setelah peningkatan kualitas sumber daya alam hutan. Dalam pengembangannya tersebut, ciri utama yang harus dimiliki oleh sumber daya manusia kehutanan, terdiri atas: (1) komitmen, dedikasi, dan loyalitas terhadap organisasi, (2) wawasan hasil kerja, (3) kecakapan komunikasi, (4) kemampuan berpartisipasi, (5) rasa keterlibatan sosial, (6) kecakapan profesional,

4 (7) keterbukaan terhadap perubahan, (8) apresiasi terhadap kelebihan orang lain dan kebenaran, (9) perilaku produktif dan lainnya. 2.2. Kondisi Sumber Daya Manusia Kehutanan Sumber daya manusia di bidang kehutanan di Indonesia dapat dipilah menjadi: sumber daya manusia aparatur pemerintah, sumber daya manusia pengusaha, sumber daya manusia masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan sumber daya manusia yang profesional akan memberikan pelatihan kepada tenaga kerja sehingga mereka belajar dan melakukan pekerjaan berdasarkan pelatihan yang telah diberikan (Ingham 1991). Para pengusaha hutan sebagai sumber daya manusia kehutanan kebanyakan masih belum profesional, baik sebagai pengusaha secara umum maupun sebagai pengusaha kehutanan. Sebagai pengusaha secara umum, masih ditemukan kasus-kasus pengusaha yang tidak memahami adanya prinsip log atau pohon marginal, tidak memahami pentingnya hutan normal bagi kesinambungan dan keseimbangan cash flow perusahaan, disamping bagi kelestarian hutannya sendiri. Machrany dalam Darusman (2002) mengemukakan permasalahan sumber daya manusia kehutanan sebagai berikut: (1) telah terjadi penurunan produktivitas tenaga kerja kehutanan dari laju pertumbuhan 1,56% pada pelita I menjadi 2,9% di Pelita IV, (2) telah terjadi underemployment di bidang kehutanan, yakni pada tahun 1988 dari 274 ribu tenaga kerja di bidang kehutanan, 59% diantaranya bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan (3) terdapat kekurangan yang sangat besar pada kemampuan penyediaan tenaga kerja menengah dibandingkan dengan kebutuhaannya. Selain itu, para profesional kehutanan belum diberikan kesempatan untuk menerapkan/melaksanakan keprofesionalannya. Hal ini dapat dilihat secara objektif melalui empat dimensi penggunaan tenaga kerja sebagai berikut: 1. Jumlah, yakni berapa bagian posisi-posisi keprofesian kehutanan yang diisi oleh profesional kehutanan. Terdapat banyak HPH dan industri hasil hutan yang masih terlalu sedikit menempatkan profesional kehutanan di posisi-posisi yang sesuai dalam perusahaannya. 2. Kualifikasi, yakni berapa bagian posisi-posisi keprofesionalan tersebut diisi dengan kualifikasi kehutanan yang cocok/sesuai dengan pemilahan keahlian

5 sarjana/diploma kehutanan yang benar-benar dikuasainya. Seringkali para pengusaha menempatkan sarjana/diploma baru bukan pada bidang yang sesuai dengan keahliannya. 3. Profesi kehutanan (misalnya: perencanaan hutan, pembinaan hutan dan eksploitasi hutan) yang benar-benar diberikan kepada profesional kehutanan. Kejadian di lapangan yang sering terjadi adalah bidang pekerjaan yang sangat strategis dari kepentingan profesi seperti eksploitasi hutan justru tidak diberikan kepada profesional kehutanan. 4. Level pekerjaan, yakni pada sebaran level pekerjaan dari pekerjaan/ pelaksana sampai ke pimpinan/pengambil keputusan, sampai level teratas apa profesional kehutanan ditempatkan (Darusman 2002). 2.3. Pengusahaan Hutan Kegiatan pengusahaan hutan yang sebagian besar pada hutan produksi alam dilakukan dengan sistem HPH/IUPHHK yang diberikan kepada badan usaha swasta dan BUMN dengan penambahan kepemilikan saham oleh koperasi. HPH merupakan suatu kebijakan hukum yang dibuat pemerintah, terutama produk hukum yang dikeluarkan oleh jajaran instansi kehutanan. HPH sendiri selain bertujuan untuk menambah devisa negara juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan ( Arief 2001). Kegiatan utama dalam pengusahaan hutan adalah penebangan pohon, penyaradan, pengangkutan kayu, rehabilitasi hutan bekas tebangan, pengendalian dampak lingkungan, serta pembinaan masyarakat desa sekitar hutan. Sebelum empat kegiatan ini dilaksanakan didahului dengan pelaksanaan penataan batas kawasan, pembukaan wilayah hutan dan penataan hutan menjadi blok-blok tebangan (Kartodihardjo 2006). Menurut PP no. 21 tahun 1970 dalam Salim (1997) menyatakan bahwa salah satu kewajiban pemegang izin HPH adalah wajib menaati peraturan di bidang perburuhan dan wajib mempekerjakan secukupnya tenaga ahli kehutanan yang memenuhi syarat di bidang perencanaan dan penataan hutan, pengukuran, dan pengujian kayu. Selain itu Perusahaan HPH harus mengusahakan tidak hanya sekedar pemenuhan jumlah tenaga teknis kehutanan, tetapi juga dalam peningkatan kualitasnya ( Dephut 1998).

6 Hal ini juga diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor: P.8/VI-SET/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) untuk mempekerjakan sarjana kehutanan dan tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari. Dalam pasal 2 dinyatakan bahwa Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Alam atau IUPHHK pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman wajib mempekerjakan sarjana kehutanan atau tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari (GANIS PHPL). Tenaga sarjana kehutanan adalah tenaga terdidik strata satu bidang kehutanan dari perguruan tinggi nasional dan atau luar negeri. Sedangkan tenaga teknis pengelolaan hutan produksi lestari (GANISPHPL) adalah tenaga teknis di bidang pengelolaaan hutan dengan kompetensi masing-masing sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/menhut- II/2008 tentang kompetensi dan sertifikasi tenaga teknis pengelolaan hutan produksi. 2.4. Manajemen Sumber Daya Manusia Michael J. Jucius dalam Siagian (2006) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai bagian dari manajemen yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap fungsi mencari, mendapatkan, mengembangkan, memelihara dan menggunakan suatu angkatan kerja sebaik-baiknya sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat berjalan dengan lancar. Perencanaan sumber daya manusia harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Manfaat yang dapat diambil dari perencanaan sumber daya manusia antara lain: (1) organisasi dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada dalam organisasi secara lebih baik, (2) produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui perencanaan sumber daya manusia, (3) perencanaan sumber daya manusia berkaitan dengan penentuan kebutuhan akan tenaga kerja di masa depan, baik dalam arti jumlah dan kualifikasi untuk mengisi berbagai jabatan dan penyelenggaraannya berbagai aktivitas baru kelak, (4) dengan perencanaan tenaga kerja akan diperoleh

7 informasi mengenai ketenagakerjaan, (5) perencanaan sumber daya manusia merupakan dasar bagi penyusunan program kerja bagi satuan kerja yang menangani sumber daya manusia dalam organisasi ( Siagian 2006). Berkaitan dengan perencanaan sumber daya manusia, Siagian ( 2006) menyatakan bahwa peningkatan produktivitas kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi mutlak perlu dijadikan sasaran perhatian manajemen. Peranan manajemen sangat strategis dalam peningkatan produktivitas, yaitu dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan fungsi-fungsi manajemen, menciptakan sistem kerja dan pembagian kerja, menempatkan orang-orang yang tepat pada pekerjaan yang sesuai, serta menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman (Arfida 2003) Pengarahan Menteri Kehutanan Republik Indonesia menyatakan bahwa langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi masalah struktur tenaga kerja kehutanan yang masih berupa piramida terbalik dirumuskan sebagai berikut: (1) peningkatan pendidikan menengah kehutanan, (2) pelatihan tenaga-tenaga menengah yang ada, (3) peningkatan pendidikan profesional di perguruan tinggi (Darusman 2002). Pengembangan sumber daya manusia di bidang kehutanan memerlukan sistem perencanaan tenaga kerja kehutanan terpadu, dengan cara (Gani 1991): 1. Memperkirakan kebutuhan tenaga kerja, baik tenaga kerja kehutanan yang terampil, terdidik menurut jenis, tingkat pendidikan, dan keahlian. 2. Memperkirakan penyediaan tenaga kerja terdidik, ahli, dan terampil sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang dibutuhkan. 3. Perencanaan pendidikan, baik formal maupun non formal.

8 PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN PERUSAHAAN SUPRA SARANA 1. KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH 2. HUBUNGAN INDUSTRIAL 3. MANAJEMAN K A R Y A W A N 1. PENDIDIKAN 2. LATIHAN 3. ETOS KERJA 4. MOTIVASI KERJA 5. SIKAP MENTAL 6. FISIK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN PERRUSAHAAN 1. KESELAMATAN DAN 1. UPAH KESEHATAN KERJA 2. JAMSOSTEK 2. SARANA PRODUKSI 3. KEAMANAN 3. TEKNOLOGI LINGKUNGAN KERJA KESEJAHTERAAN SARANA PENUNJANG Gambar 1 Peningkatan Produktivitas Karyawan Perusahaan (Arfida 2003) Simanjuntak dalam Darusman (2002) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan melalui tiga jalur yang harus seimbang, yakni jalur pendidikan formal, latihan kerja dan pengembangan di tempat kerja. Strategi tiga jalur ini diperlukan karea keadaan lapangan kerja yang sangat beragam dan berubah cepat dari apa yang dilakukan pendidikan formal. Sementara itu, jenjang pendidikan formal tetap diperlukan untuk keteraturan jenjang karir tenaga kerja.

9 Latihan adalah semua proses untuk menambah kemampuan dan keahlian pegawai dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Jenis-jenis latihan untuk pekerjaan operatif (bukan pimpinan) antara lain: 1. On the job training (latihan di tempat kerja). Peserta latihan biasanya bekerja dan diawasi langsung oleh mandor atau pelatih, atau karyawan senior. Melalui cara ini pengalaman kerja dapat langsung diperoleh. Dengan kata lain peserta latihan belajar melalui bekerja 2. Apprenticeship training (magang). Peserta latihan belajar pada karyawan senior di bawah pengawasan tenaga ahli. Biasanya keahlian diperoleh diperoleh dalam waktu yang relatif lama 3. Vestibule training. Suatu latihan yang memberi kesempatan kepada peserta untuk mengikuti kursus singkat pada tempat yang terpisah dari lingkungan pekerjaan, tetapi hampir mendekati keadaan pekerjaan sesungguhnya. Para peserta latihan diberi pelajaran dan tugas-tugas yang akan dilakukan nanti dalam pekerjaan sesungguhnya. Jenis-jenis latihan untuk mandor dan manajer (pimpinan) antara lain: metode konferensi, metode pemberian kuliah, rotasi jabatan, metode kasus, proses insiden, metode simulasi, dan metode latihan kepekaaan ( Sudarsono 1992). Muhammadi mengemukakan pentingnya sistem Latihan Kerja Nasional, terutama di bidang kehutanan, yang meliputi proses: standarisasi kualifikasi ketrampilan, uji ketrampilan, sertifikasi, lisensi dan akreditasi (Darusman 2002). Terdapat tujuh manfaat yang dapat diambil dari penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, yaitu peningkatan produktivitas organisasi, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, proses pengambilan keputusan lebih cepat dan tepat, meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi, mendorong sikap keterbukaan manajemen, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, dan penyelesaian konflik secara fungsional ( Siagian 2006). 2.5 Struktur Organisasi Perusahaan Organisasi adalah sistem yang yang menghubungkan sumber-sumber daya sehingga memungkinkan pencapaian tujuan atau sasaran tertentu (Flippo 1984).

10 Dalam proses pengorganisasian, manajer mengalokasikan keseluruhan sumber daya organisasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat berdasarkan suatu kerangka kerja organisasi tersebut. Kerangka kerja organisasi tersebut disebut sebagai desain organisasi (organizational design). Bentuk spesifik dari kerangka kerja organisasi dinamakan dengan struktur organisasi (organizational structure). Struktur organisasi pada dasarnya merupakan desain organsasi dimana manajer melakukan alokasi sumber daya organisasi, terutama terkait dengan pembagian kerja dan sumber daya yang dimiliki organisasi serta bagaimana keseluruhan kerja tersebut dapat dikoordinasikan dan dikomunikasikan (Saefullah dan Sule 2008). Menurut Hasibuan (2008) suatu struktur organisasi akan memberikan informasi tentang: 1. Tipe organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi tentang tipe organisasi yang dipergunakan perusahaan, apa line organization, line and staff organization atau functional organization. 2. Pendepartemenan organisasi, artinya struktur organisasi akan memberikan informasi mengenai dasar pendepartemenan, apakah berdasarkan fungsi-fungsi manajemen, wilayah, produksi dan lain sebagainya. 3. Kedudukan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai apakah seseorang termasuk kelompok manajerial atau karyawan operasional. 4. Jenis wewenang, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang wewenang yang dimiliki seseorang, apakah line authority, staff authority atau functional authority. 5. Rentang kendali, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai jumlah karyawan dalam setiap departemen (bagian). 6. Manager dan bawahan, artinya struktur organisasi memberikan informasi mengenai garis perintah dan tanggung jawab, siapa atasan dan siapa bawahan. 7. Tingkatan manajer, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang top manager, middle manager dan lower manager. Top manager adalah pimpinan tertinggi dari suatu perusahaan, yaitu direktur utama dan dewan komisaris. Corak kegiatan top manager adalah memimpin organisasi, menentukan tujuan dan kebijakan pokok (basic policy). Middle manager adalah pimpinan menengah dari suatu perusahaan, yaitu kepala divisi, kepala

11 unit, kepala bagian, dan pimpinan cabang. Corak kegiatan middle manager adalah memimpin lower manager dan menguraikan kebijakan pokok yang dikeluarkan oleh top manager. Lower manager adalah pimpinan terendah yang secara langsung memimpin, mengarahkan dan mengawasi para karyawan pelaksanan dalam mengerjakan tugas-tugasnya, supaya tujuan-tujuan perusahaan tercapai. 8. Bidang perkerjaan, artinya setiap kotak dalam struktur organisasi memberikan informasi mengenai tugas dan pekerjaan serta tanggung jawab yang dilakukan pada bagian tersebut. 9. Tingkat manajemen, artinya sebuah struktur organisasi tidak hanya menunjukkan manajer dan bawahan secara perorangan, tetapi juga herarki manajemen secara keseluruhan. Semua karyawan yang melapor kepada orang yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal dimana mereka di tempatkan dalam organisasi. 10. Pimpinan organisasi, artinya struktur organisasi memberikan informasi tentang apakah pimpinan tunggal atau pimpinan kolektif atau presidium. Untuk memperlihatkan struktur organisasi, manager biasanya menyusun suatu bagan organisasi yang menggambarkan diagram fungsi-fungsi, bagian (departemen) atau jabatan dalam suatu organisasi dan menunjukkan hubungan satu dengan yang lainnya. Unit-unit organisasi yang terpisah biasanya digambarkan dalam bentuk kotak yang dikaitkan satu sama lain oleh garis-garis tebal yang menunjukkan garis komando dan saluran komunikasi yang resmi (Stoner dan Freeman 1991).