PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN Alisma plantago DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-WETLAND)

dokumen-dokumen yang mirip
Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Constructed Wetlands)

Keywords:Equisetum hyemale, SSF-Wetland, wastewater

Key word: constructed wetland, hotel waste water, water bamboo plant

Model Fisik Sub Surface Flow Constructed Wetland Untuk Pengolahan Air Limbah Musala Al-Jazari Fakultas Teknik Universitas Riau

STUDI CONSTRUCTED WETLAND SEBAGAI SOLUSI PENCEMARAN DI SUB DAS TUKAD BADUNG KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Dosen Magister Ilmu Lingkungan dan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNDIP Semarang

SKRIPSI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN LAHAN BASAH BUATAN MENGGUNAKAN RUMPUT PAYUNG (CYPERUS ALTERNIOFOLIUS) Oleh :

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 4 (2015)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

PENURUNAN BOD DAN COD PADA AIR LIMBAH KATERING MENGGUNAKAN KONSTRUKSI WETLAND SUBSURFACE-FLOW DENGAN TUMBUHAN KANA (Canna indica)

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk

Pengaruh Ukuran Efektif Pasir Dalam Biosand Filter Untuk Pengolahan Air Gambut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KETEBALAN MEDIA TERHADAP LUAS PERMUKAAN FILTER PADA BIOSAND FILTER UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 5, Nomor 1, Januari 2017 (ISSN: )

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

PENGOLAHAN AIR GAMBUT DENGAN TEKNOLOGI BIOSAND FILTER DUAL MEDIA

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. air limbah. Air limbah domestik ini mengandung kotoran manusia, bahan sisa

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN SUBSURFACE FLOW CONSTRUCTED WETLAND PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI AIR KEMASAN (STUDI KASUS : INDUSTRI AIR KEMASAN XYZ)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN RUMPUT LAUT MENGGUNAKAN PROSES FITOREMEDIASI

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

BAB III METODOLOGI. Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Studi Literatur. Pembuatan Reaktor.

Anis Artiyani Dosen Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah Nya

POTENSI DAN PENGARUH TANAMAN PADA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN SISTEM CONSTRUCTED WETLAND

Penurunan BOD dan COD Pada Air Limbah Katering Menggunakan Konstruksi Subsurface- Flow Wetland dan Biofilter Dengan Tumbuhan Kana (Canna indica)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN MENGGUNAKAN TANAH GAMBUT DAN TANAMAN AIR DOMESTIC WASTEWATER TREATMENT USING PEAT SOIL AND WATER PLANTS

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

UJI KEMAMPUAN SLOW SAND FILTER SEBAGAI UNIT PENGOLAH AIR OUTLET PRASEDIMENTASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

REMOVAL CEMARAN BOD, COD, PHOSPHAT (PO 4 ) DAN DETERGEN MENGGUNAKAN TANAMAN MELATI AIR SEBAGAI METODE CONSTRUCTED WETLAND DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Efektifitas Backwashing Untuk Menjaga Kinerja Rapid Sand Filter Di Daerah Gambut Hugo Pratama 1), Yohanna Lilis Handayani 2), Bambang Sujatmoko) 3

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

APLIKASI BIOSAND FILTER DENGAN PENAMBAHAN MEDIA KARBON (ARANG KAYU) UNTUK PENGOLAHAN AIR SUMUR DAERAH GAMBUT

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup sebagian besar terdiri dari air. Disamping sebagai bagian penyusun

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat. Kehadiran jasa laundry memberikan dampak positif yaitu dapat

kini dipercaya dapat memberantas berbagai macam penyakit degeneratif.

DARI IPAL INDUSTRI FARMASI DENGAN SISTEM

APLIKASI WETLAND. Prayatni Soewondo PRODI TEKNIK LINGKUNGAN, FTSL, ITB

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

Pengolahan Limbah Domestik Kawasan Pesisir Dengan Subsurface Constructed Wetland Menggunakan Tanaman Jatropha curcas L.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

ANALISIS KUALITAS KIMIA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO TAHUN

Kata Kunci: arang aktif, tempurung kelapa, kayu meranti, COD.

BAB I PENDAHULUAN. usaha dari laundry di dalam perkembangan aktivitas masyarakat saat ini (Antara dkk.

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

BAB III METODE PENELITIAN

PENAMPILAN SARINGAN PASIR LAMBAT PIPA (SPL-P) PADA BERBAGAI TINGGI GENANGAN (HEADLOSS) DALAM MEMISAHKAN POLUTAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

Tembalang, Semarang

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS KUALITAS LIMBAH CAIR PADA INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (IPLC) RUMAH SAKIT UMUM LIUN KENDAGE TAHUNA TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya gangguan terhadap kesehatan masyarakat (Sumantri, 2015). Salah satu

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. gugus amino yang bersifat basa dan memiliki inti benzen. Rhodamin B termasuk

ANALISIS PENGOLAHAN HASIL SAMPING N₂O DENGAN KARBON AKTIF DAN SEDIMENTASI UNTUK MENURUNKAN NILAI TDS DAN TSS

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN METODE FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN TYPHA LATIFOLIA

Suwondo, Sri Wulandari dan Syaiful Anshar Degradasi Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Penambahan 55

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. limbah yang apabila tanpa pengolahan lebih lanjut akan sangat berbahaya bagi

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dangkal di Yogyakarta secara bakteriologis telah tercemar dan kandungan nitrat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Natalina 1 dan Hardoyo 2. Surel : ABSTRACT

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

Keywords: Hospital Wastewater, COD, Echinodorus palaefolius, Actived Carbon

1. PENDAHULUAN. yang disebabkan limbah yang belum diolah secara maksimal.

Transkripsi:

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN TANAMAN Alisma plantago DALAM SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-WETLAND) Amalia Masturah 1) Lita Darmayanti 2) Yohanna Lilis H 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru 28293 E-mail: amalia.masturah@yahoo.com, litlit98@yahoo.com, ylilish@gmail.com ABSTRACT The rapid growth of the Indonesian population will produce more and more wastewater. Throwing domestic wastewater directly without treatment had caused the water pollution. One of simple, easy, low cost in maintenance and operation technology to decrease the pollutant in wastewater is constructed wetland. This research is aimed to know the efficiency and the best of detention time Subsurface Flow Wetland 2 levels with peat soil media and plant of Alisma plantago in treatment of domestic wastewater. The quality parameters of water that was tested are ph, COD, and TSS. Statistic calculation that was used in this research is Anova (Analysis of variance) of one way. The best efficiency for ph 31.7%, COD 82.1% and TSS 90.3% in variance 4 with time of detention 4 days in reactor 1 and 1 day in reactor 2. The results showed that the constructed wetland 2 levels using peat soil media and plant of Alisma plantago can improve the quality of wastewater. Keywords: Wastewater, constructed wetland, alisma plantago. PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin pesat juga akan menghasilkan air limbah yang semakin banyak. Pembuangan air limbah domestik secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan pencemaran air. Hal ini harus diminimalisir dengan pemilihan dan penerapan teknologi pengolahan air limbah domestik yang sederhana, mudah, dan murah dalam sistem pengoperasian dan perawatannya. Salah satu teknologi tepat guna yang mampu mengolah air limbah domestik adalah constructed wetland atau lahan basah buatan dengan memanfaatkan tanaman. Salah satu jenis constructed wetland yang banyak digunakan adalah Surface Flow constructed wetland (SSF-Wetland) atau sistem lahan basah aliran bawah permukaan. Pemanfaatan tanaman air dalam SSF-Wetland selain dapat mengolah kandungan pencemar, juga menjadi salah satu upaya untuk mengoptimalkan kebutuhan lahan agar dapat dimanfaatkan menjadi taman. Salah satu tanaman hias yang memiliki kemampuan untuk mengolah kandungan pencemar di air adalah melati air (Alisma plantago). Hal ini dapat diamati dari struktur tanaman melati air yang memiliki akar serabut dan batang yang berongga. Rongga batang yang besar mampu menyuplai oksigen ke akar dalam 1

jumlah yang besar dan akar tanaman berfungsi untuk menyerap unsur hara yang berasal dari air limbah (Suhardjo, 2008). Tanaman melati air ini selain mempunyai kemampuan untuk mengolah kandungan pencemar pada air juga memiliki nilai estetika bagi lingkungan. Penelitian-penelitian mengenai SSF-Wetland ini telah banyak dilakukan, beberapa di antaranya Supradata (2005), yang membuat SSF dengan variasi media berupa pasir dan tanaman air berupa bintang air. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar limbah untuk parameter ph, Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS). Nilai-nilai parameter setelah terjadi penurunan yang diteliti oleh Supradata ini telah sesuai dengan standar baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Hajri (2012), membuat SSF-Wetland dengan variasi media berupa tanah gambut dan tumbuhan air berupa rumput mendong dengan waktu detensi 2, 3, 4, dan 5 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan terhadap semua parameter ph, TSS, dan COD, tetapi untuk parameter COD masih berada di atas standar yang yang ditetapkan oleh pemerintah untuk kualitas limbah domestik. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat bahwa masih banyak variasi yang dapat digunakan, maka dilakukan variasi dengan mengubah reaktor menjadi 2 (dua) tingkat menggunakan media gambut dan tanaman hias melati air dengan jumlah waktu detensi yang sama dengan peneliti terdahulu yaitu Hajri (2012). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas dan waktu detensi terbaik SSF-Wetland 2 tingkat dengan media tanah gambut dan tanaman hias melati air (Alisma plantago) dalam mengolah air limbah domestik. Manfaat lainnya adalah untuk mengevaluasi dan menganalisis air hasil pengolahan berdasarkan parameter ph, COD, dan TSS. TINJAUAN PUSTAKA Air limbah adalah air buangan yang berasal dari usaha atau kegiatan manusia baik dalam rumah tangga, pertanian, perdagangan maupun industri yang mengandung zat yang membahayakan bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya. Sedangkan air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, apartemen, dan asrama, hal ini dikemukakan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) nomor 112 Tahun 2013 tentang baku mutu air limbah domestik yang disebutkan pada pasal 1 ayat 1. Beberapa parameter kunci untuk mengetahui kualitas air limbah adalah ph, Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS). Nilai ph atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. Nilai ph normal adalah 7 sementara bila nilai ph lebih besar dari 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan nilai ph lebih kecil dari 7 menunjukkan zat tersebut bersifat asam. COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Semakin sedikit kandungan udara di dalam air maka 2

angka COD akan semakin besar. Besarnya angka COD tersebut menunjukkan bahwa keberadaan zat organik di air berada dalam jumlah yang besar. Organik-organik tersebut mengubah oksigen menjadi karbondioksida dan air sehingga perairan tersebut menjadi kekurangan oksigen. Hal inilah yang menjadi indikator seberapa besar pencemaran di dalam limbah cair oleh pembuangan domestik dan industri. Semakin sedikit kadar oksigen di dalam air berarti semakin besar jumlah pencemar (organik) di dalam perairan tersebut. TSS adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter lebih kecil dari 1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri dari bahanbahan tersuspensi (diameter lebih kecil dari 1 μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Penyisihan polutan pada SSF-Wetland ini terdiri dari tiga proses, yaitu fisik, kimia, dan biologi. Proses secara fisik yang terjadi adalah proses sedimentasi, filtrasi, dan adsorpsi oleh media tanah yang ada. Menurut Wood dalam Supradata (2005), dengan adanya proses secara fisik ini dapat mengurangi konsentrasi COD dan BOD solid maupun TSS, sedangkan COD dan BOD terlarut dapat dihilangkan dengan proses gabungan kimia dan biologi melalui aktivitas mikroorganisme maupun tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja constructed wetland ini adalah media, tanaman, mikroorganisme, dan waktu detensi. Standar parameter ph, COD, dan TSS berdasarkan Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Standar baku mutu air limbah Parameter Satuan Kadar Maksimum ph - 6-9 BOD mg/l 100 TSS mg/l 100 Sumber: Kepmen LH nomor 112 Tahun 2013 Metode yang digunakan untuk menganalisa hasil pengujian adalah analisis varian (Anova). Anova adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total data menjadi komponen-komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman (Walpole dalam Mu jizah, 2010). Anova digunakan untuk menguji rata-rata hitung untuk lebih dari dua kelompok sampel. Prosedur yang digunakan dalam analisis anova ini adalah prosedur one way anova atau sering disebut dengan perancangan sebuah faktor, yang merupakan salah satu alat analisis statistik anova yang bersifat satu arah. Langkah pengujian one way anova ini terdiri dari dua prosedur yaitu tes homogenitas dan pengujian anova (uji F). Tes homogenitas dilakukan untuk menguji asumsi dasar ini dapat dilihat dari hasil tes homogenitas dari varian dengan menggunakan uji levene statistic. Pengujian anova (uji F) digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa semua kelompok mempunyai mean populasi yang sama adalah uji F. Harga F diperoleh dari rata-rata jumlah kuadrat (mean square) antar kelompok yang dibagi dengan rata-rata jumlah kuadrat dalam 3

kelompok. Setelah mendapatkan hasil F hitung dan F tabel, lalu membandingkan hasilnya. Jika F hitung lebih besar dari F tabel maka variasi yang dilakukan memiliki pengaruh kepada parameter yang diuji, begitu pula sebaliknya. METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Membuat 2 (dua) buah constructed wetland dengan ukuran 100 cm x 30 cm x 50 cm. 2. Menyiapkan media berupa tanah gambut dan kerikil. 3. Menyiapkan tanaman hias melati air. 4. Mengisi constructed wetland yang telah siap untuk digunakan dengan media sesuai urutan yaitu kerikil setinggi 10 cm dan tanah gambut 20 cm, selanjutnya ditanam tanaman hias melati air di dalam media. 5. Mengisi reaktor dengan air sampai batas ketinggian media. 6. Mengaklimatisasi tanaman selama 47 hari. Mengontrol tanaman melati air agar tetap tumbuh dengan baik. Memasukkan air limbah secara perlahan sebanyak 10-15 liter pada hari-hari terakhir proses aklimatisasi, agar tanaman dapat lebih menyesuaikan dengan kondisi air limbah. 7. Mengambil air limbah domestik di komplek perumahan di Marpoyan. 8. Memasukkan air limbah domestik yang telah diambil ke dalam reaktor setelah masa pemeliharaan selama 2 (dua) bulan. 9. Sebelum memasukkan air limbah ke dalam reaktor, terlebih dahulu menguji nilai ph menggunakan ph meter, selanjutnya membawa sampel air limbah domestik dari perumahan tersebut ke laboratorium untuk mengetahui kadar COD dan TSS yang terkandung di dalamnya. 10. Memasukkan air limbah tersebut melalui inlet yang telah tersedia di reaktor wetland yang pertama. 11. Mendiamkan air limbah yang telah dimasukkan selama satu hari. 12. Mengeluarkan air limbah tersebut melalui lubang outlet menuju reaktor ke-2 (dua) setelah satu hari. 13. Mendiamkan air limbah yang masuk ke dalam reaktor ke-2 (dua) selama satu hari. 14. Mengeluarkan air limbah hasil pengolahan constructed wetland secara perlahanlahan menggunakan ember kecil sebagai tempat penampungan air. 15. Setelah mengeluarkan air limbah tersebut lalu menguji nilai ph menggunakan ph meter, selanjutnya sampel hasil outlet dibawa ke laboratorium untuk mengetahui kadar COD dan TSS. 16. Melakukan 2 (dua) kali pengolahan untuk satu variasi dengan variasi waktu detensi dapat dilihat pada Tabel 2. 4

Tabel 2. Variasi waktu detensi Waktu detensi Variasi Reaktor 1 (hari) Reaktor 2 (hari) 1 1 1 2 2 1 3 3 1 4 4 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Aklimatisasi Masa aklimatisasi dilakukan selama 47 hari. Aklimatisasi ini bertujuan agar tanaman dapat beradaptasi dengan media dan air limbah yang akan digunakan. Selama 30 hari pertama, tanaman diaklimatisasi dengan air bersih, sedangkan 17 hari selanjutnya tanaman diaklimatisasi dengan air limbah secara bertahap, yaitu sebanyak 30%, 50%, dan 100%. Analisis ph Gambaran analisis serta efisiensi ph air limbah domestik setiap variasi setelah melalui constructed wetland dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1. Variasi Running ke- Tabel 3. Penurunan nilai ph variasi 1-4 Parameter Ph Inlet Outlet 1 Outlet 2 Out-1 Out-2 1 2 3 4 1 9,8 6,9 6,2 29,6 10,1 2 10,0 7,2 6,4 28,0 11,1 1 9,5 6,9 6,2 27,4 10,1 2 10,2 7,4 6,6 27,5 10,8 1 10,0 7,4 6,6 26,0 10,8 2 10,4 7,7 6,9 26,0 10,4 1 10,1 7,7 6,9 23,8 10,4 2 9,8 7,6 6,8 22,4 10,5 5

% Penurunan total nilai ph 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 1 2 3 4 Running-1 36.7 34.7 34.0 31.7 Running-2 36.0 35.3 33.7 30.6 Rata-rata 36.4 35.0 33.8 31.1 Gambar 1. Grafik persentase efisiensi total nilai ph variasi 1-4 Dari Tabel 3 dan Gambar 1 dapat dilihat persentase penurunan dari nilai ph untuk setiap variasi. Variasi 1 memiliki penurunan total tertinggi dari tiga variasi lainnya. Pada variasi 1 ini terjadi penurunan yang lebih tinggi pada outlet 1 dibandingkan dengan outlet 2 dengan waktu detensi yang sama. Proses pengolahan pada parameter ph ini terjadi akibat peranan tanah gambut yang bersifat asam, sehingga air limbah yang sebelumnya bersifat basa dapat turun nilai phnya. Namun yang kita harapkan bukan penurunan nilai ph yang tinggi tapi menetralkan nilai ph agar tidak mencemari lingkungan nantinya. Peranan tanaman adalah mengurangi lajunya penurunan nilai ph oleh tanah yang bersifat asam tadi. Semakin lama waktu detensinya maka tumbuhan semakin memiliki waktu dalam memerankan fungsinya untuk mengurangi lajunya penurunan ph air limbah. Hal ini dapat dilihat dari efisiensi outlet 1 untuk setiap variasi, semakin lama waktu detensinya maka semakin kecil penurunannya. Hal ini berarti tanaman dapat menahan laju penurunan ph dengan waktu yang cukup untuk memerankan fungsinya dengan baik. Selain karena tanah gambut dan tanaman, dengan adanya 2 reaktor ini maka pengolahan yang terjadi pada reaktor 2 dapat lebih optimal. Hal ini karena reaktor 2 mengolah polutan yang sebelumnya telah diolah oleh reaktor 1, sehingga beban kerja dari reaktor 2 menjadi lebih sedikit. Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa semua variasi dapat menurunkan nilai ph sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen LH) nomor 112 Tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik, yang mensyaratkan nilai ph sebesar 6-9. Namun dari semua variasi, yang terbaik adalah variasi 4 dengan waktu detensi 4 (empat) hari pada reaktor 1 dan 1 (satu) hari pada reaktor 2. Hal ini karena variasi 4 dapat menurunkan nilai ph air limbah yang bersifat basa menjadi netral yaitu mendekati 7. Pada variasi 1 nilai ph memang sudah memasuki standar namun masih mendekati batas standar yaitu 6. Dikawatirkan nilai ini 6

akan menurun lagi, sehingga yang terbaik adalah ph yang mendekati netral yaitu 7. Hasil perhitungan anova untuk parameter ph dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil perhitungan anova untuk kualitas ph Sumber variasi dk JK KT F-Hitung F-Tabel Rata-rata 1,0 9296,7 8965,5 Antar kelompok 3,0 29,5 9,8 Dalam kelompok 4,0 1,1 0,3 Total 8,0 9327,3 37,2 6,59 Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang mengatakan rata-rata pengaruh keempat variasi tersebut sama, tidak dapat diterima. Hal ini berarti variasi waktu detensi memberikan nilai ph rata-rata yang berbeda secara signifikan, dengan kata lain variasi waktu detensi memberikan pengaruh pada penurunan nilai ph pada air limbah. Analisis COD Gambaran analisis serta efisiensi COD air limbah domestik setiap variasi setelah melalui constructed wetland dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 2. Variasi Running ke- Tabel 5. Penurunan nilai COD variasi 1-4 Parameter COD Inlet Outlet 1 Outlet 2 Out-1 Out-2 1 2 3 4 1 416,0 314,0 279,0 42,2 11,1 2 394,0 277,0 246,0 45,2 11,2 1 422,0 244,0 217,0 53,9 11,0 2 458,0 251,0 223,0 59,2 10,8 1 492,0 227,0 202,0 53,9 11,0 2 407,0 166,0 148,0 59,2 10,8 1 517,0 130,0 116,0 74,9 10,8 2 727,0 146,0 130,0 79,9 11,0 7

% Penurunan total nilai COD 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 1 2 3 4 Running-1 32.9 48.6 58.9 77.6 Running-2 37.6 51.3 63.6 82.1 Rata-rata 35.2 49.9 61.3 79.8 Gambar 2. Grafik persentase efisiensi total nilai COD pada variasi 1-4 Dari Tabel 5 dan Gambar 2 dapat dilihat penurunan dari nilai COD untuk setiap variasi. Variasi 4 dengan waktu detensi 4 (empat) hari di reaktor 1 dan 1 (satu) hari di reaktor 2 memiliki efisiensi total tertinggi dari tiga variasi lainnya. Efisiensi penurunan yang dapat dicapai yaitu sebesar 82,1% dengan penurunan dari inlet sebesar 727 mg/l menjadi 146 mg/l pada outlet 1 dan ketika diolah kembali oleh reaktor 2 menjadi 130 mg/l. Lamanya waktu detensi berpengaruh terhadap penurunan COD air limbah, hal ini dapat dilihat dari efisiensi outlet 1 untuk setiap variasi yang semakin lama waktu detensinya maka semakin besar penurunannya. Tanah gambut dan tanaman dapat membantu penurunan COD. Waktu yang cukup akan membuat tanaman memerankan fungsinya dengan baik. Selain itu dengan adanya 2 reaktor ini maka pengolahan yang terjadi dapat lebih optimal. Reaktor 2 mengolah polutan yang sebelumnya telah diolah oleh reaktor 1, sehingga beban kerja dari reaktor 2 menjadi lebih sedikit. Jika dibandingkan dengan Hajri (2012), dapat dilihat bahwa penelitian lanjutan ini memiliki efisiensi penurunan parameter yang lebih tinggi dan dapat mencapai standar Kepmen LH nomor 112 tahun 2013 yang mana pada penelitian sebelumnya pada parameter COD belum maksimal dan masih berada di atas standar kualitas air limbah. Nilai efisiensi yang didapat sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia sesuai dengan Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik, yang mensyaratkan nilai COD maksimal 200 mg/l. Hasil perhitungan anova untuk parameter COD dapat dilihat pada Tabel 6. 8

Tabel 6. Hasil perhitungan anova untuk kualitas COD Sumber variasi dk JK KT F-Hitung F-tabel Rata-rata 1,0 25610,9 25610,9 Antar kelompok 3,0 2124,6 708,2 Dalam kelompok 4,0 35,8 9,0 79,0 6,59 Total 8,0 27771,4 Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel, yang menunjukkan bahwa hipotesis yang mengatakan rata-rata pengaruh keempat waktu detensi tersebut sama, tidak dapat diterima. Artinya variasi waktu detensi memberikan nilai COD rata-rata yang berbeda secara signifikan, dengan kata lain variasi waktu detensi memberikan pengaruh yang signifikan pada penurunan nilai COD pada air limbah. Analisis TSS Gambaran analisis serta persentase TSS air limbah domestik setiap variasi setelah melalui constructed wetland dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 3. Variasi Running ke- Tabel 7. Penurunan nilai TSS variasi 1-4 Parameter TSS Inlet Outlet 1 Outlet 2 Out-1 Out-2 1 2 3 4 1 87,0 29,0 20,0 66,7 31,0 2 105,0 31,0 22,0 70,5 29,0 1 108,0 29,0 20,0 73,1 31,0 2 125,0 31,0 22,0 75,2 29,0 1 117,0 27,0 19,0 76,9 29,6 2 102,0 23,0 16,0 77,5 30,4 1 145,0 29,0 20,0 80,0 31,0 2 124,0 18,0 12,0 85,5 33,3 9

% Penurunan total nilai TSS 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 1 2 3 4 Running-1 77.0 81.5 83.8 86.2 Running-2 79.0 82.4 84.3 90.3 Rata-rata 78.0 81.9 84.0 88.3 Gambar 3. Grafik persentase efisiensi total nilai TSS pada variasi 1-4 Dari Tabel 7 dan Gambar 3 dapat dilihat penurunan dari nilai TSS untuk setiap variasi. Variasi 4 dengan waktu detensi 4 (empat) hari di reaktor 1 dan 1 (satu) hari di reaktor 2 memiliki efisiensi total tertinggi dari tiga variasi lainnya. Efisiensi penurunan yang dapat dicapai yaitu sebesar 90,3 % dengan penurunan dari inlet sebesar 124 mg/l menjadi 18 mg/l pada outlet 1 dan ketika diolah kembali oleh reaktor 2 menjadi 12 mg/l. Pada penyisihan kadar TSS terjadi proses sedimentasi dan filtrasi. Proses sedimentasi ini terjadi akibat gaya gravitasi di dalam reaktor, sedangkan proses filtrasi terjadi ketika partikel tersaring secara mekanis saat melewati media berupa tanah gambut dan akar tanaman. Lamanya waktu detensi berpengaruh terhadap penurunan TSS air limbah, hal ini dapat dilihat dari efisiensi outlet 1 untuk setiap variasi yang semakin lama waktu detensinya maka semakin besar penurunannya. Hal ini berarti tanaman dapat membantu penurunan TSS dengan waktu yang cukup agar tanaman dapat memerankan fungsinya dengan baik. Selain karena tanaman, dengan adanya 2 reaktor ini maka pengolahan yang terjadi pada reaktor 2 dapat lebih optimal, hal ini karena reaktor 2 mengolah polutan yang sebelumnya telah diolah oleh reaktor 1, sehingga beban kerja dari reaktor 2 menjadi lebih sedikit. Nilai efisiensi ini sudah dapat memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia sesuai dengan Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik, yang mensyaratkan nilai TSS maksimal 100 mg/l. Hasil perhitungan anova untuk parameter TSS dapat dilihat pada Tabel 8. 10

Tabel 8. Hasil perhitungan anova untuk kualitas TSS Sumber variasi dk JK KT F-Hitung F-Tabel Rata-rata 1,0 55202,4 55202,4 Antar kelompok 3,0 109,2 36,4 Dalam kelompok 4,0 11,1 2,8 13,1 6,59 Total 8,0 55322,7 Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel, yang menunjukkan bahwa hipotesis yang mengatakan rata-rata pengaruh keempat waktu detensi tersebut sama, tidak dapat diterima. Artinya variasi waktu detensi memberikan nilai TSS rata-rata yang berbeda. Dengan kata lain, variasi waktu detensi memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada penurunan nilai TSS pada air limbah. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Constructed wetland dengan media tanah gambut dan tanaman Alisma plantago bisa digunakan untuk mengolah limbah domestik. 2. Constructed wetland menghasilkan efisiensi total tertinggi untuk parameter ph yaitu 36,7%, COD sebesar 82,1%, dan TSS sebesar 90,3%. 3. Dari empat variasi, berdasarkan perhitungan anova yang terbaik adalah yang memberikan efisiensi penurunan paling besar, dalam penelitian ini variasi terbaik adalah variasi empat dengan waktu detensi 4 (empat) hari pada reaktor 1 dan 1 (satu) hari pada reaktor 2. 4. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa constructed wetland dengan media tanah gambut dan tanaman Alisma plantago mampu memperbaiki kualitas air limbah domestik sesuai dengan standar baku mutu yang ditetapkan Kepmen LH nomor 112 Tahun 2013. DAFTAR PUSTAKA Hajri, Bagus. 2012. Pengolahan Limbah Domestik Gray Water dengan Sistem SubSurface Flow Constructed Wetland dengan Variasi Waktu Detensi. TA. Universitas Riau. Pekanbaru Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003. Baku Mutu Air Limbah Domestik. Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup. Mu jizah, Siti. 2010. Pembuatan dan Karekterisasi Karbon Aktif dari biji Kelor (Moringa oleifera. Lamk) dengan NaCI Sebagai Bahan Pengaktif. Skripsi Jurusan Kimia Fakultas Sain dan Teknologi. TA. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim: Malang. Suhardjo, Drajat. 2008. Penurunan COD, TSS dan Total Fosfat pada Septic Tank Limbah Mataram Citra Sembada Catering dengan Menggunakan Wastewater Garden. TA. Universitas Islam Indonesia: Jakarta Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifolius Dalam sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan. Tesis Magister Ilmu Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro. 11