I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan dalam pengertiannya merupakan suatu kesatuan ekosistem yang terdiri dari sekumpulan vegetasi berkayu yang didominasi oleh pepohonan. Hutan yang ditumbuhi pepohonan tersebut dapat berperan sebagai penyerap untuk mengurangi emisi CO 2 karena selama pohon tumbuh akan menyerap CO 2 melalui proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai biomassa di dalam organ tumbuhan sepanjang tidak terbakar atau lapuk (terdekomposisi). Selain itu, hutan merupakan komponen kunci yang berperan dalam menjaga keseimbangan CO 2 di dunia karena hutan mempunyai kemampuan dalam menyerap maupun melepaskan CO 2 melalui proses fotosintesis. Kemampuan inilah yang menjadikan hutan mampu mengurangi emisi CO 2 dan menstabilkan iklim dunia. Kimmins (2004) menyatakan bahwa ekosistem hutan dapat berfungsi sebagai penyerap gas-gas rumah kaca (GRK) dengan cara mentransformasi CO 2 dari udara menjadi simpanan karbon (C) dalam komponen-komponen ekosistem hutan seperti pohon, tumbuhan bawah dan tanah. Dibanding ekosistem daratan lainnya, hutan merupakan ekosistem penyimpan karbon terbesar. Hutan mempunyai kemampuan untuk menyerap karbon dioksida (CO 2 ) dan mampu menyerap karbon sekitar 16,5 juta metrik ton karbon selama 40 tahun melalui pertambahan produksi bersih biomassa karbon melalui tegakan hutan (Whitmore 1985 dalam Tarigan 2011). Supiandi (2010) menyatakan bahwa masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca secara signifikan,
2 sehingga menyebabkan akumulasi panas di atmosfer yang mempengaruhi sistem iklim global. Hal ini menyebabkan naiknya temperatur rata-rata bumi yang dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan iklim atau tepatnya perubahan beberapa variabel iklim seperti suhu udara dan curah hujan. Mudiyarso (2003) mengemukakan bahwa tanpa adanya gas-gas rumah kaca (GRK), atmosfer bumi akan memiliki suhu 34ºC lebih dingin dari kondisi saat ini. Hal ini akan berdampak besar terhadap kesejahteraan manusia pada umumnya, bahkan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana alam di belahan dunia, seperti kenaikan permukaan laut, meningkatnya badai atmosferik, peningkatan bertambahnya jenis dan populasi organisme penyebab penyakit. Pemanasan global terjadi tidak lepas dari semakin berkurangnya vegetasi hutan di bumi yang berfungsi sebagai penyerap panas dari radiasi matahari dan sebagai penyimpan karbon melalui biomassa tubuhnya. Fungsi hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon inilah yang apabila dirusak akan terjadi peningkatan akumulasi karbon di udara. Rusaknya vegetasi hutan selain oleh aktivitas manusia juga di sebabkan oleh bencana alam salah satunya adalah erupsi gunung merapi. Erupsi merapi yang terjadi pada tahun 2010 mengakibatkan produksi biomassa hutan disekitar gunung merapi menjadi terganggu dan rusak. Hal ini berdampak pada kondisi tutupan lahan pada kawasan tersebut. Hoer (2012) menyatakan bahwa penutupan lahan sebelum erupsi 2010 dari hasil penafsiran citra landsat 7 ETM + liputan tahun 2008 yang dilakukan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura menunjukan masih nampak penutupan lahan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dengan kondisi
3 berhutan seluas 4.841,44 Ha atau 78,79 % dari luas Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Luasan ini didominasi kelas penutupan hutan kering primer seluas 2.031,49 Ha atau 33,06 % dari luas Taman Nasional. Sedangkan untuk kelas penutupan hutan tanaman terjadi pengurangan lahan sebesar 678,69 Ha. Banyaknya lahan hutan yang hilang saat erupsi merapi tahun 2010 menyebabkan penurunan penyerapan karbon oleh hutan. Sebagian wilayah di sekitar gunung merapi terutama kawasan hutan rakyat yang terkena aliran awan panas serta material vulkanik lainnya mengalami kehancuran. Hutan rakyat yang hasilnya dimanfaatkan oleh sebagian penduduk sebagai mata pencaharian setidaknya mengalami kerusakan seluas 840 Ha. Jenis tanaman rusak yang biasa dimanfaatkan penduduk di kawasan hutan rakyat adalah sengon, mahoni, mindi, Multi Purpose Trees Species (MPTS), dan bambu dengan kerusakan senilai Rp.75,74 Miliar serta kerugian sebesar Rp.48,62 Miliar (BNPB, 2011). Hutan rakyat juga mempunyai peran yang cukup besar dalam mengendalikan pemanasan global melalui fungsinya sebagai penyerap karbon (Raharjo dalam Choirudin, 2009). Salah satu jenis tumbuhan yang tumbuh mendominasi di hutan rakyat Dusun Ngandong Kecamatan Girikerto Kabupaten Sleman Yogyakarta adalah bambu. Bambu tergolong tumbuhan yang memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbon karena memiliki mekanisme C4 dalam proses fiksasi karbon sementara pohon pada umumnya merupakan tumbuhan C3. Tumbuhan C4 memiliki keunggulan dalam proses fiksasi karbon dibandingkan tumbuhan C3, terutama pada kondisi lingkungan yang kering, suhu tinggi serta keterbatasan karbondioksida. Bambu juga memiliki beberapa kelebihan antara lain
4 pertumbuhannya cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, memiliki sifat mekanis yang baik, pengolahannya hanya memerlukan alat yang sederhana(lakitan, 1993). Banyaknya tumbuhan bambu yang mati pada saat terjadi erupsi merapi menyebabkan kehilangan biomasa dan karbon dari ekosistem hutan rakyat Dusun Ngandong Kecamatan Girikerto Kabupaten Sleman Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bambu yang mati meninggalkan tunggak-tunggak bambu yang menarik untuk diteliti mengenai seberapa besar pengaruh erupsi terhadap produksi biomassa dan karbon bambu. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar kandunganbiomassa dan karbon bambu petung (Dendrocalamus asper) serta besar CO 2 yang dapat diserap bambu petung (Dendrocalamus asper)di hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. 2. Seberapa besar produksi hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. 3. Seberapa besar pengaruh erupsi Gunung Merapi 2010 terhadap biomassa bambu petung (Dendrocalamus asper) di hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta.
5 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Mengetahui besarnya kandungan biomassa dan karbon bambu petung (D.asper) serta besar CO 2 yang dapat diserap bambu petung (D.asper) di hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. 4. Mengetahui besarnya produksibersih hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. 5. Mengetahui besarnyapengaruh erupsi Gunung Merapi terhadap kandunganbiomassa bambu petung (D.asper) di hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal sebagai berikut: 1. Dapat memberikan informasi awal terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi hutan terutama untuk jenis bambu petung (D.asper) yang tumbuh di hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman Yogyakarta. 2. Dapat dijadikan acuan untuk kegiatan rehabilitasi lahan hutan di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi(TNGM) khususnya di hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman Yogyakarta.
6 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian ini memberikan informasi mengenai produksi biomassa dan karbon pada bambu petung (D. asper) dan pengaruh erupsi Gunung Merapi tahun 2010 terhadap produksi hutan rakyat Dusun Ngandong dengan melihat perbedaan kandungan biomassa sebelum dan sudah erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang ada di kawasan hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten SlemanYogyakarta. Belum pernah ada penelitian yang mengkaji tentang produksi biomassa dan karbon yang dikaitkan denganadanya erupsi merapidi hutan rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta.Kawasan hutan rakyat Dusun Ngandong dipilih karena tanamannya didominasi oleh jenis bambu yang salah satunya bambu petung (D.asper). Bambu memiliki daya serap karbondioksida (CO 2 ) yang lebih besar karena bambu memiliki mekanisme fotosintesi C4 sedangkan pohon jenis lain memiliki mekanisme C3;artinya fotosintesis bambu lebih efisien yaitu dengan menyerap kembali sebagian karbon dioksida yang dihasilkan dari proses fotosintesis tersebut.bambu petung (D. asper) adalah salah satu jenis bambu yang tumbuh mendominasi di Hutan Rakyat Dusun Ngandong setelah bambu apus (Gigantochloa apus).beberapa ringkasan hasilpenelitian yang terkait dengan kajian produksi biomassa dan karbon adalah sebagai berikut:
7 Tabel 1.1. Beberapa Hasil Penelitian Terkait Dengan Tema Penelitian No Peneliti/Judul Penelitian Tahun Keterangan 1 Fitriyanti Kaliky Analisis Biomassa dan Karbon Tanaman Mahoni (Swietenia marcophylla King) serta Hubungannya dengan Potensi Kayu di KPH Randublatung Perum Perhutani unit I Jawa Tengah. 2 Rezky Lasekti Wicaksono Inventore Volume, Biomassa, dan Karbon Bambu Petung (Dendrocalamus asper Backer) di Hutan Rakyat Dusun Ngandong Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yogyakarta 3 Untung Satrio Inventarisasi biomasa dan karbon batang, cabang, Daun dan Tumbuhan Bawah di hutan Tanaman JatiKPH Kebonharjo, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 4 Sabaria Niapele Estimasi Biomasa dan Karbon Tegakan Dipterocarpa di PT. Sari Bumi Kusuma (SBK) Kalimantan Tengah 5 Abdul Sakti Produksi Biomassa dan Karbon Bambu Apus (Giganthocloa apus kurz) Di Hutan Rakyat dan Peluangnya Dalam Penerapan REDD plus di Indonesia 6 Ida Gusti Nurul Nuryudaida Potensi Biomassa dan Karbon Above dan Below Ground Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Di Hutan Rakyat 7 Heri Soebanul Hoer Karakteristik Spasial Ekosistem Taman Nasional Gunung Merapi Paska Erupsi 2010 Sumber: Telaah Pustaka (2013). 2011 Tesis 2011 Skripsi 2012 Tesis 2011 Tesis 2013 Tesis 2013 Skripsi 2012 Tesis