BAB I PENDAHULUAN. ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. produksi biji kopi di Indonesia (Ibrahim et al., 2012). Pada tahun 2013, produksi

BAB I PENDAHULUAN. mencapai lebih dari 800 juta US$ dan meningkat menjadi lebih dari 1.2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. tahun mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2013). Kopi memegang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan di

BAB I PENDAHULUAN. memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Bagi Indonesia, kakao merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia karena mampu menjadi sumber devisa utama. Pada tahun 2007, nilai

PENGARUH KONSENTRASI GIBBERELLIC ACID (GA 3 ) TERHADAP KEBERHASILAN AKLIMATISASI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) Kopi merupakan salah satu tumbuhan dalam famili Rubiaceae yang

PENGARUH FASE PERKEMBANGAN EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (C

BAB 1 PENDAHULUAN. baku pembuatan zat pewarna β-karoten (Wulan, 2001), makanan ternak (Saputra,

PENGARUH SUBSTRAT TANAM TERHADAP KEBERHASILAN AKLIMATISASI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perbanyakan In-Vitro Klon-Klon Unggul Lokal Kopi Bengkulu. Reny Fauziah Oetami 1)

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KEBERHASILAN AKLIMATISASI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) SECARA LANGSUNG

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. IX di Ethiopia, dimana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia dataran tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

LABORATORIUM BIAK SEL DAN MIKROPROPAGASI TANAMAN PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN BIOINDUSTRI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Batang kelapa dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang

EFEKTIVITAS KONSENTRASI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG KOPI (Coffea canephora) DALAM MEDIA CAIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan di negara tropis. Di Indonesia, budidaya kopi dimulai di pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan. Tanaman ini mempunyai kualitas kayu yang sangat bagus, sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN perbanyakan tanaman secara vegetatif dan perbanyakan tanaman secara

PEMBAHASA. Proses Pengadaan Bahan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Stevia rebaudiana Bertoni termasuk tanaman famili Asteraceae

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

Materi 05 Perbanyakan Tanaman: Bahan Tanam dan Pembibitan. Benyamin Lakitan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengekspor kelapa kering (desiccated coconut) sebanyak 75,9 ribu ton

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kopi merupakan produk tanaman perkebunan yang dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup petani kelapa adalah dengan membudidayakan

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

13/10/2012 PENDAHULUAN. REVIEW KULTUR JARINGAN CENDANA (Santalum album L.)

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) adalah salah satu komoditas utama kacangkacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

INDUKSI EMBRIO SOMATIK KOPI ROBUSTA (Coffea canephora Piere ex Froehner) DENGAN PENAMBAHAN AUKSIN DAN SITOKININ SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. sandang dan papan. Allah Subhanahu Wa Ta ala berfirman dalam surat Ali-Imran

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

Potensi Pemanfaatan Limbah Media Padat Kultur Jaringan Kopi. Fitria Ardiyani 1)

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

TINJAUAN PUSTAKA Botani, Penyebaran dan Manfaat Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L.) Kultur Jaringan Tanaman

I. PENDAHULUAN. Tanaman panili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Firman Allah dalam Surat Asy-Syu araa (26):7 sebagai berikut:

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bahan Tanaman. Oleh : TIM DASAR PRODUKSI TANAMAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lada (Piper nigrum L) atau yang sering disebut merica adalah salah

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PELUANG PERBANYAKAN BIBIT MELALUI KULTUR JARINGAN UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN RAMI

Repositori FMIPA UNISMA

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Kopi robusta (Coffea canephora piere ex A. Frohner) merupakan salah satu tanaman andalan dari komoditas perkebunan Indonesia karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada tahun 2014, total produksi biji kopi yang dihasilkan Indonesia mencapai lebih dari 600 ribu ton per tahun, sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam (FAO, 2014). Besarnya devisa yang dihasilkan dari kopi juga cukup tinggi, yaitu mencapai US$ 681 juta pada tahun 2011 (FAO, 2014). Nilai ekspor ini menempatkan kopi sebagai komoditas penyumbang devisa terbesar keempat di Indonesia setelah karet, kelapa sawit dan coklat. Produksi biji kopi yang tinggi tersebut dihasilkan dari lahan perkebunan yang sangat luas. Pada tahun 2014, luas area perkebunan kopi di Indonesia mencapai lebih dari 1,3 juta Ha sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan perkebunan kopi terluas kedua di dunia setelah Brazil (FAO, 2014). Namun demikian, produktivitas perkebunan kopi di Indonesia masih tergolong rendah. Setiap hektar lahan perkebunan kopi hanya mampu menghasilkan sekitar 500 kg biji kering setiap tahunnya (Gambar 1.1). Jika dibandingkan dengan negara penghasil kopi utama di dunia, seperti Siere Loene, China ataupun Vietnam, produktivitas lahan kopi di Indonesia hanya seperempat dari produktivitas kopi di negara-negara tersebut yang mampu menghasilkan lebih dari

2 2,2 ton biji kopi per hektar lahan setiap tahunnya. Akibatnya, Indonesia menempati urutan ke-39 dari 77 negara penghasil kopi di dunia dalam hal produktivitas (FAO, 2014). Gambar 1.1 Produktivitas perkebunan kopi di Indonesia dibandingkan dengan tiga negara lainnya yang dikenal sebagai negara dengan produktivitas kopi tertinggi di dunia (FAO, 2014). Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kopi di Indonesia adalah rendahnya penggunaan kualitas bibit kopi yang dibudidayakan (Priyono, 2010). Pada umumnya, petani kopi di Indonesia menggunakan bibit yang berasal dari biji (Oktavia et al., 2003). Meskipun pembibitan secara generatif tersebut mudah dilakukan dengan biaya yang murah, tetapi bibit yang diperoleh tidak memiliki kualitas yang seragam. Hal tersebut

3 terjadi karena kopi dikenal sebagai tumbuhan yang melakukan penyerbukan silang. Akibatnya bibit kopi yang dihasilkan dari biji akan memiliki sifat genetik yang beragam (Santoso & Raharjo, 2011). Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan memperbanyak tanaman kopi secara vegetatif, seperti menggunakan stek, okulasi, maupun sambung pucuk. Teknik ini akan menghasilkan bibit yang memiliki sifat yang sama dengan induknya. Namun penggunaan teknik ini masih memiliki keterbatasan jumlah bahan tanam, sehingga bibit yang dihasilkan masih terbatas (Arimarsetiowati, 2011), serta dapat merusak tanaman induknya (Oktavia et al., 2003) Teknologi kultur jaringan menawarkan alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas, yaitu dengan menggunakan teknik embriogenesis somatik. (Lubis, 2013). Teknik embryogenesis somatik adalah teknik pembibitan tanaman dari sel somatik melalui tahapan perkembangan embryo yang spesifik dengan dilakukan pada kondisi lingkungan yang aseptik (Lubis, 2013). Teknik tersebut mampu menghasilkan bibit kopi dalam jumlah yang banyak dengan kualitas yang seragam, tidak membutuhkan lahan yang luas (Lubis, 2013), serta tidak merusak tanaman induknya (Oktavia et al., 2003). Pada tanaman kopi, teknik tersebut telah dikembangkan untuk memproduksi bibit kopi yang unggul. Beberapa penelitian embryogenesis somatik kopi telah dilakukan, seperti menggunakan eksplan daun (Ahmed et al., 2013; Ibrahim et al., 2012; Hatanaka et al., 1991; Gatica et al., 2008; Murni, 2010; Lubis, 2013; Priyono, 2004; Priyono, 2010; Riyadi & Tirtaboma, 2004; Sumaryono, 2013),

4 eksplan batang (Priyono & Danimihardja, 1991), eksplan hipokotil (Giridha et al., 2004), maupun eksplan integumen (Sreenath et al., 1995). Sampai saat ini, beberapa penelitian tentang embriogenesis somatik kopi telah menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi. Pada tahap induksi kalus maupun induksi embryo, tingkat keberhasilannya mencapai 100 % (Murni, 2010; Priyono, 2010); Riyadi & Tirtoboma, 2004; Lubis, 2013). Namun demikian, tingkat keberhasilan pada tahap perkecambahan embryo dan aklimatisasi sedikit lebih rendah. Oktavia et al. (2003) melaporkan tingkat keberhasilan tahap perkecambahan sekitar 70 %, sedangkan tingkat keberhasilan tahap aklimatisasi mencapai 60 %. Salah satu kendala yang dihadapi dalam produksi bibit kopi melalui teknik embryogenesis somatik adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan bibit siap tanam di lahan yaitu sekitar 23 bulan (Ettiene et al., 2011). Tahapan waktu tersebut terdiri atas, tahap induksi kalus selama 1 bulan (Riyadi & Tirtoboma, 2004), induksi embrio somatik membutuhkan waktu sekitar 8 bulan (Lubis, 2013), tahap perkecambahan membutuhkan waktu sekitar 3 bulan (Murni, 2010), dan tahap aklimatisasi membutuhkan waktu sekitar 3 bulan (Lubis, 2013). Setelah aklimatisasi, bibit membutuhkan waktu kurang lebih 8 bulan untuk pembesaran sebelum bibit siap tanam ke lahan (Ettiene et al., 2011). Berdasarkan kondisi kultur, tahapan embryogenesis kopi tersebut dapat dibedakan menjadi kondisi in vitro selama 12 bulan (sampai tahapan perkecambahan) dan kondisi ex vitro selama 11 bulan selama tahap aklimatisasi dan pembesaran bibit (Ettiene et al., 2011).

5 Salah satu kendala yang dihadapi dengan panjangnya kondisi in vitro yang dilakukan selama proses embryogenesis somatik adalah tingginya tingkat kontaminasi yang menyebabkan gagalnya proses pembibitan, mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk mengontrol kondisi lingkungan serta tingginya biaya tenaga kerja karena membutuhkan subkultur yang rutin dilakukan setiap bulannya. (Priyono & Zaenudin, 2002) Salah satu inovasi yang dapat digunakan untuk mempercepat waktu kultur dalam kondisi in vitro adalah dengan melakukan aklimatisasi embrio somatik yang terbentuk secara langsung ke dalam kondisi ex vitro atau biasa disebut dengan teknik direct sowing (Priyono & Zaenudin, 2002). Teknik tersebut mampu menyederhanakan tahapan kultur embrio somatik kopi dari 5 tahapan menjadi 4 tahapan dimana tahapan perkecambahan dilakukan bersamaan dengan tahap aklimatiasi (Etienne-Barry et al., 1999). Dengan semakin singkatnya tahapan kultur embryo somatik maka akan semakin singkat pula kondisi in vitro yang dibutuhkan selama proses pembibitan. Disamping teknik direct sowing mampu mempersingkat waktu in vitro tiga bulan lebih cepat dari teknik embryogenesis somatik konvensional, teknik tersebut juga mampu menghemat tenaga dan biaya karena kondisi yang digunakan adalah tidak steril (Priyono & Zaenudin, 2002). Menurut Etienne-Barry et al. (1999), teknik direct sowing mampu mempersingkat waktu kultur in vitro sampai 13 % lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan teknik embriogenesis secara konvensional. Teknik aklimatisasi embrio somatik secara langsung sudah mulai diaplikasikan untuk menyederhanakan tahapan kultur embryo somatik seperti

6 pada Magnolia pyramidata (Merkle & Pauley, 1994), anggur (Vitis vinifera L; Jayasankar et al., 2001), kakao (Theobromacacao L; Niemenak et al., 2008). Namun demikian, tingkat keberhasilan teknik direct sowing masih bervariasi tergantung jenis tanaman yang dikultur maupun jenis eksplan. pada Magnolia pyramidata, (Merkle & Pauley, 1994), aplikasi teknik direct sowing memiliki tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 70 %. Pada tanaman kakao tingkat keberhasilan teknik direct sowing sekitar 10% (Niemenak et al., 2008). Pada tanaman anggur (Vitis vinifera L.), tingkat keberhasilan teknik direct sowing sekitar 30 % (Jayasankar et al., 2001) Pada tanaman kopi, tingkat keberhasilan teknik direct sowing juga masih bervariasi tergantung jenis tanaman yang dikultur maupun jenis eksplan. Pada kopi robusta, tingkat keberhasilan aklimatisasi embryo somatik secara langsung sekitar 50 % (Yenitasari, 2015), pada kopi robusta, tingkat keberhasilan dari aplikasi teknik direct sowing mencapai 78 % (Priyono & Zaenudin, 2002), sedangkan pada kopi arabika, tingkat keberhasilan aklimatisasi embryo somatik secara langsung mencapai 78 % (Etienne-Barry et al., 1999). Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat keberhasilan teknik aklimatisasi embryo somatik secara langsung adalah belum ditemukannya macam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) yang tepat guna ditambahkan ke dalam medium aklimatisasi. Pada kopi robusta, Yenitasari (2015) menambahkan zat pengatur tumbuh asam indole butirat (IBA) sebesar 10-5 M dan kinetin sebesar 10-7 M. Pada perlakuan tersebut, tingkat keberhasilan aklimatisasi hanya berkisar 50 %.

7 Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi adalah asam giberelat / giberrelic acid (GA 3 ). Hal tersebut karena GA 3 memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya perkecambahan (Rahmawati, 2008). Disamping itu, GA3 juga mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif planlet (Lestari, 2006). Penambahan GA 3 ke dalam media aklimatisasi sudah banyak dilaporkan seperti pada kentang (Solanum tuberosum; Karjadi, 2014), Anthurium (Anthurium hookeri; Puspitasari, 2008), gladiol (Gladiolus hibrida; Dharmasema et al., 2011). Pada tanaman gladiol penambahan GA 3 ke dalam medium tanam berhasil meningkatkan persentase keberhasilan aklimatisasi dari 50 % pada medium tanpa GA 3 menjadi 80 % pada medium dengan menggunakan GA 3 sebesar 10-4 M (Dharmasema et al., 2011). Pada tanaman kentang, GA 3 mampu meningkatkan persentase keberhasilan pertumbuhan sampai 83 % (Karjadi, 2014). Pada tanaman Anthurium penambahan GA 3 ke dalam medium tanam berhasil meningkatkan persentase keberhasilan aklimatisasi sampai 80 % (Puspitasari, 2008). Penelitian tentang penambahan GA 3 ke dalam medium tanam guna meningkatkan keberhasilan aklimatisasi embryo somatik kopi robusta secara langsung belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, pada skripsi ini dilaporkan pengaruh pemberian GA 3 terhadap keberhasilan aklimatisasi embrio somatik kopi robusta secara langsung.

8 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah pengaruh penambahan konsentrasi zat pangatur tumbuh (ZPT) GA 3 ke dalam medium tanam terhadap keberhasilan aklimatisasi embrio somatik kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner)? 1.3 Tujuan Penelitian Menguji pengaruh penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh (ZPT) GA 3 ke dalam medium tanam terhadap keberhasilan aklimtisasi embrio somatik kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex A. Froehner) 1.4 Manfaat Penelitian 1.Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan tambahan informasi dalam rangka pengembangan penelitian tentang inovasi teknik embriogenesis kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex. A. Froehner) khususnya tahap aklimatisasi embrio secara langsung dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) pada media aklimatisasi, sehingga mampu menyederhanakan waktu kultur yang dibutuhkan untuk memproduksi bibit kopi dengan teknik embriogenesis somatik. 2.Bagi petani kopi Mampu menyediakan bibit kopi dalam jumlah yang banyak dengan kualiitas yang lebih baik dibandingkan dengan bibit yang diperoleh dari perbanyakan secara konvensional, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas produksi kopi di Indonesia.

9 3.Bagi penulis Dapat menambah pengetahuan dan wawasan baru tentang inovasi dari teknik aklimatisasi embrio somatik kopi hasil dari perbanyakan melalui embriogenesis somatik