BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB I Pengertian Sistem Informasi Geografis

BAB IV PENGOLAHAN DATA

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS)

PRINSIP PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

BAB I PENDAHULUAN I.1.

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

By. Y. Morsa Said RAMBE

Studi Perbandingan GPS CORS Metode RTK NTRIP dan Total Station dalam Pengukuran Volume Cut and Fill

Materi : Bab IV. PROYEKSI PETA Pengajar : Ira Mutiara A, ST

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

PENERAPAN NAVSTAR GPS UNTUK PEMETAAN TOPOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBLE

BAB I PENDAHULUAN I.1.

sensing, GIS (Geographic Information System) dan olahraga rekreasi

MODUL 3 GEODESI SATELIT

BAB II TINJAUAN MENGENAI GPS DALAM SISTEM AIRBORNE LIDAR

Modul 13. Proyeksi Peta MODUL KULIAH ILMU UKUR TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL POLIBAN. Modul Pengertian Proyeksi Peta

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT UNTUK CITRA SATELIT CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI DENGAN METODE GPS PPP

BAB I PENDAHULUAN I-1

Bab IV ANALISIS. 4.1 Hasil Revisi Analisis hasil revisi Permendagri no 1 tahun 2006 terdiri dari 2 pasal, sebagai berikut:

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

K NSEP E P D A D SA S R

KONSEP GEODESI UNTUK DATA SPASIAL

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

BAB II DASAR TEORI II.1 Sistem referensi koordinat

Jurnal Geodesi Undip April 2015

SURVEYING (CIV 104) PERTEMUAN 2 : SISTEM SATUAN, ARAH DAN MENENTUKAN POSISI DALAM SURVEYING

STUDI PERBANDINGAN GPS CORS METODE RTK NTRIP DENGAN TOTAL STATION

PEMANFAATAN GPS UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAN PEMETAAN LAHAN LAPORAN PRAKTIKUM MEKANISASI PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 3 PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH DENGAN METODE SURVEY GPS

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

DAFTAR PUSTAKA. 1. Abidin, Hasanuddin Z.(2001). Geodesi satelit. Jakarta : Pradnya Paramita.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

Penentuan Posisi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB III KOREKSI PASUT UNTUK MENUJU SURVEI BATIMETRIK REAL TIME

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

Studi Kinerja Perangkat Lunak Starpoint untuk Pengolahan Baseline GPS Irwan Gumilar, Brian Bramanto, dan Teguh P. Sidiq

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

URGENSI PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS LAUT DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DAN GLOBALISASI. Oleh: Nanin Trianawati Sugito*)

Jurnal Geodesi Undip April 2016

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Home : tedyagungc.wordpress.com

PEMANTAUAN POSISI ABSOLUT STASIUN IGS

BAB 2 DASAR TEORI. Gambar 2.1 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS (Abidin, 2007)

BAB 2 STUDI REFERENSI

Jaring kontrol horizontal

Pemetaan Situasi dengan Metode Koordinat Kutub di Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten

BAB IV PENGOLAHAN DATA

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (MULTI)

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Gunungapi

Bab ini memperkenalkan mengenai proyeksi silinder secara umum dan macam proyeksi silinder yang dipakai di Indonesia.

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

ILMU UKUR TANAH II. Jurusan: Survei Dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang 2017

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ;

REKONSTRUKSI/RESTORASI REKONSTRUKSI/RESTORASI. Minggu 9: TAHAPAN ANALISIS CITRA. 1. Rekonstruksi (Destripe) SLC (Scan Line Corrector) off

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

GEOTAGGING+ Acuan Umum Mode Survei dengan E-GNSS (L1)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. Berikut beberapa pengertian dan hal-hal yang berkaitan dengan pasut laut [Djunarsjah, 2005]:

Orthometrik dengan GPS Heighting Kawasan Bandara Silvester Sari Sai

BLUNDER PENGOLAHAN DATA GPS

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI DAN DATA CHECKING

Proyeksi Peta. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

MODUL 2 REGISTER DAN DIGITASI PETA

Aplikasi GPS RTK untuk Pemetaan Bidang Tanah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pemetaan situasi skala besar pada umumnya dilakukan secara teristris yang memerlukan kerangka peta biasanya berupa poligon. Persebaran titik-titik poligon diusahakan merata di daerah yang akan dilakukan pemetaan. Titik-titik poligon ini digunakan sebagai titik kontrol/ikat dalam pengukuran detil. Umumnya kerangka peta yang digunakan untuk pemetaan situasi dibagi menjadi dua macam, yaitu kerangka kontrol horisontal dan vertikal. Kerangka kontrol horisontal untuk mengontrol posisi-posisi detil horisontal (planimetris), sedangkan kerangka kontrol vertikal untuk mengontrol posisi detil tinggi. Kerangka kontrol horisontal biasanya diukur menggunakan Teodolit/Total Station, sedangkan kerangka kontrol vertikal diukur menggunakan waterpas.. Seiring perkembangan ilmu dan teknologi saat ini, metode pemetaan tidak hanya dapat dilakukan secara teristris, namun sudah merambah pada wahana berbasis teknologi satelit (Basuki, 2006). Salah satu teknologi penentuan posisi berbasis satelit yaitu GNSS (Global Navigation Satellite System) metode RTK (Real Time Kinematic) Radio. RTK merupakan metode yang berbasiskan pada carrier phase dalam penetuan posisi tiga dimensi (X,Y,Z) secara relatif dengan tingkat ketelitian mencapai satuan sentimeter secara real time. Penentuan posisi dengan metode RTK GNSS menawarkan hasil yang lebih cepat karena perhitungan dilakukan sesaat pada saat pengukuran (real time) dengan ketelitian posisi yang tinggi. Konsep penentuan posisi metode RTK membutuhkan Base Station dan Rover Station. RTK GNSS mensyaratkan stasiun referensi (Base Station) di setting pada lokasi yang koordinatnya telah didefinisikan ke sistem koordinat tertentu. Receiver GNSS yang di setting pada Base Station berfungsi untuk memancarkan sinyal koreksi RTCM ke Rover station yang beroperasi pada frekuensi UHF selama pelaksanaan survei Real Time Kinematic. Berdasarkan dari kelebihan sistem RTK tersebut, menjadikan teknologi ini dapat diterapkan dalam berbagai aplikasi bidang. Bidang pertambangan 1

menggunakan sistem RTK ini untuk penentuan volume stockpile batubara. Penggunaan RTK Radio GNSS dapat mempercepat proses pengukuran volume stockpile batubara, ini dikarenakan lokasi stockpile batubara terletak pada area terbuka sehingga pengukuran titik-titik spotheight dapat diambil dengan kerapatan yang tinggi. Kerapatan data pengukuran yang tinggi akan berpengaruh terhadap proses penentuan volume stockpile batubara, sehingga volume stockpile dapat ditentukan secara tepat. Selain itu aplikasi RTK ini dapat diterapkan untuk penetuan posisi titik-titik batas persil tanah yang terletak di area relatif terbuka. Penggunaan metode RTK ini memiliki kelebihan yaitu ketelitian yang tinggi dalam fraksi sentimeter. Keuntungan lainnya yaitu penentuan posisi titik-titik batas persil tanah dapat dilakukan secara cepat dibandingkan dengan pengukuran teristris. Koordinat titik-titik batas persil tanah juga akan berada dalam suatu sistem koordinat nasional dan memudahkan perhitungan luas terutama untuk persil tanah yang luas serta memiliki bentuk yang tidak terlalu teratur. Selain itu juga penggunaan RTK Radio GNSS akan memudahkan dalam proses rekonstruksi titik-titik batas persil tanah. Berkaitan dengan pemetaan situasi, menarik untuk dilakukan kegiatan aplikatif pemetaan situasi skala besar menggunakan RTK Radio GNSS. Penggunaan RTK Radio GNSS selain mempunyai kelebihan seperti yang dikemukakan diatas juga memiliki kekurangan dalam proses akuisisi data, terutama untuk area yang mempunyai obstruksi yang rapat. Menurut penelitian yang telah dilakukan Veronika (2010), jangkauan dari sinyal koreksi RTK Radio GNSS yang dikirimkan dari base station ke rover memiliki jarak efektif maksimal 1,5 km. Lokasi pengukuran terletak di Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kulon Progo, Yogyakarta. Lokasi ini dipilih karena memiliki kondisi topografi beragam yang terdiri dari area yang relatif datar sampai area yang berbukit dan memiliki detil terrain yang cukup variatif diantaranya selokan, jalan, bangunan, dan kandang ayam. Kondisi obstruksi pada area pengukuran juga bervariasi sehingga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukuran. Berdasarkan kondisi lokasi tersebut maka akan dilakukan pengkajian aplikasi RTK Radio GNSS untuk akuisisi data dalam pemetaan situasi skala besar. 2

I.2. Lingkup Kegiatan Dalam kegiatan aplikatif ini, penulis akan membatasi permasalahan yang ada dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Lokasi penelitian di Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. 2. Metode penentuan posisi yang digunakan dalam pengukuran adalah penentuan posisi GNSS metode RTK-Radio. 3. Sistem koordinat yang dipakai adalah UTM dengan elipsoid referensi WGS 1984. 4. Tinggi yang dihasilkan dari pengukuran ini adalah tinggi lokal. 5. Pengamatan dilakukan menggunakan receiver double frekuensi GNSS Topcon GR-3 dan Topcon Hiper II dengan sudut elevasi minimum satelit 15 0. 6. Lokasi penelitian yang dipilih meliputi daerah yang terbuka dan daerah yang memiliki banyak obstruksi lingkungan. 7. Lokasi penelitian memiliki topografi terrain yang bervariasi. I.3. Tujuan Kegiatan aplikatif ini memiliki tujuan : 1. Menguji kemampuan akuisisi data RTK Radio GNSS dalam pemetaan situasi skala 1:1000 berdasarkan tingkat kerapatan obstruksi lingkungan. 2. Menguji ketelitian peta situasi yang dihasilkan dari pengukuran RTK Radio GNSS terhadap spesifikasi teknis standar ketelitian peta yang disyaratkan dalam SNI. I.4. Manfaat Manfaat dari kegiatan aplikatif ini akan dihasilkan suatu prosedur pembuatan peta situasi dengan RTK Radio GNSS dan diharapkan dapat digunakan sebagai tinjauan dalam pengukuran dan pemetaan situasi menggunakan GNSS metode RTK Radio kedepannya. Karena hasil pengukuran dan pemetaan situasi menggunakan GNSS memberikan manfaat yang besar terutama untuk pemetaan situasi secara cepat dengan hasil ketelitian yang relatif tinggi. 3

I.5. Landasan Teori I.5.1. Pemetaan Situasi Pemetaan situasi merupakan pemetaan dari suatu lokasi/daerah mencakup penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam suatu gambaran. Peta situasi merupakan peta yang merepresentasikan kondisi permukaan bumi yang sebenarnya dengan skala tertentu, termasuk bentukan-bentukan alamiah maupun buatan (Davis, 1981). Pengukuran dilakukan terhadap semua benda/titik-titik benda, baik yang berupa unsur buatan manusia maupun unsur alam. Kondisi permukaan bumi pada peta situasi direpresentasikan dengan menggunakan garis-garis kontur. Pengukuran horizontal dan vertikal serta detil disebut juga pengukuran situasi. Jumlah detil unsur situasi yang diukur harus betul-betul representatif, oleh sebab itu kerapatan letak detail harus selalu dipertimbangkan terhadap bentuk unsur situasi serta skala dari peta yang akan dibuat. Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama, garis kontur dapat diartikan juga sebagai garis kontinyu diatas peta yang memperlihatkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur disajikan dipeta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah. Kegunaan yang lain dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope (kemiringan tanah), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah, dan perhitungan galian serta timbunan. Interval kontur adalah selisih tinggi atau jarak vertikal antara dua buah garis kontur yang berurutan. Besarnya interval kontur secara umum dinyatakan dengan rumus 1/2000 x angka penyebut skala (dalam meter). Garis kontur mempunyai beberapa sifat antara lain (Basuki, 2006) : 1. Tidak berpotongan 2. Tidak bercabang 3. Tidak bersilangan 4. Semakin jarang menunjukkan daerah yang semakin datar 5. Semakin rapat menunjukkan daerah yang semakin curam 6. Tidak berhenti didalam peta. 4

I.5.2. SNI Peta Topografi Spesifikasi ketelitian peta topografi terdapat didalam SNI (Standar Nasional Indonesia) No. 19-6502.2-2000. SNI ini merupakan tindak lanjut dari Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa standar teknis pemetaan topografi ini dirumuskan oleh Bakosurtanal dengan penanggung jawab pusat data dan Informasi Geografi Nasional (Pusdignas). Datum yang digunakan di dalam peta topografi adalah Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang berparameter elipsoid sama dengan World Geodetic System 1984 (WGS-84), yaitu: a = 6.378.137,0 meter f = 1/298,257223563. Dalam hal ini, a: setengah sumbu panjang elips dan f: flattening (penggepengan elips). Proyeksi peta yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat grid mengikuti sistem grid Universal Transverse Mercator (UTM). Interval kontur adalah 0,5 m dan indeks kontur digambarkan tiap empat selang kontur. Grid peta hanya ditunjukkan dengan UTM tick setiap interval 20 cm. Untuk ketelitian peta dinyatakan bahwa spesifikasi ketelitian horizontal jika dilakukan uji ketelitian adalah 0,3 mm dikali skala peta dan dibandingkan dengan hasil hitungan koordinat pengukuran yang diuji di lapangan. Untuk spesifikasi ketelitian vertikal/kontur ketelitian adalah 0,5 dikali skala peta, dan jika dilakukan uji ketelitian tinggi tidak boleh lebih dari 10% titik-titik yang diuji memiliki kesalahan lebih dari 0,5 mm dikali skala peta. I.5.3. GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem navigasi dan penentuan posisi berbasis satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi yang teliti, dan juga informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia (Abidin, 2000). GPS pertama kali dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Satelit-satelit GPS (24 satelit) beredar dalam 6 bidang orbit mengelilingi bumi, yang terletak jauh di atas permukaan bumi yaitu pada ketinggian sekitar 20.200 km. Satelit tersebut berputar mengelilingi bumi dengan periode orbit 11 jam 58 menit. 5

GPS telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang aplikasi, termasuk untuk keperluan survei dan pemetaan. Prinsip dasarnya sinyal yang dipancarkan GPS berfungsi untuk memberikan informasi tentang posisi satelit yang diamat, jarak ke satelit, wakru, dan informasi kesehatan satelit.pada dasarnya GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiunstasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai (user segment) yang terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengelola sinyal dan data GPS. Dalam penentuan posisi dengan GPS, ketelitian posisi yang di dapat tergantung pada 4 faktor yaitu (Abidin, 2003): 1. Metode penentuan posisi yang digunakan. 2. Geometri dan distribusi dari satelit yang diamati. 3. Ketelitian data yang digunakan. 4. Metode pengolahan data yang diterapkan. I.5.3.1. Sinyal GPS Dalam Prinsip GPS secara umum, satelit GPS memancarkan sinyal berfungsi memberikan informasi tentang posisi satelit yang diamat, jarak satelit ke receiver, dan waktu, serta dapat juga untuk memberikan informasi mengenai kesehatan satelit. Sinyal GPS dibagi atas tiga komponen, yaitu (Abidin, 2000) : 1. Komponen penginformasi jarak (kode), didalamnya terdapat dua kode Pseudo-Random Noise (PRN) yang dikirim oleh satelit dan digunakan sebagai penginformasi jarak, yaitu kode-p (P = Precise atau Private) dan kode-c/a (C/A = Coarse Acuisition). Kode-P(Y) dengan frekuensi 10.23 Mhz dan kode-c/a dengan frekuensi 1.023 Mhz. Kode ini terdiri dari rangakaian bilangan biner (1 dan 0) yang mempunyai struktur yang unik dan berbeda untuk setiap satelit GPS, sehingga receiver GPS dapat mengamati dan membedakan sinyal-sinyal yang datang dari satelit yang berbeda. Dengan mengamati kode-p(y) atau kode-c/a jarak dari pengamat ke satelit dapat ditentukan. Prinsip pengukuran jarak yang digunakan adalah dengan 6

membandingkan kode yang diterima dari satelit dengan kode replika yang diformulasikan di dalam receiver. Gambar I.1. Prinsip penentuan jarak dengan kode (Abidin, 2000) (Abidin,2000) 2. Komponen penginformasi posisi satelit (Navigation message), memberikan informasi tentang posisi dan kesehatan satelit juga informasi-informasi lainnya seperti koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit, almanak satelit, parameter koreksi ionosfer, dan informasi kesehatan satelit. Pesan navigasi tersebut ditentukan oleh segmen sistem kontrol dan dikirimkan ke pengguna menggunakan satelit GPS. Struktur pesan navigasi GPS dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar I.2. Format pesan navigasi GPS (Abidin, 2000) 7

Gambar I.3. Isi pesan navigasi GPS (Abidin, 2000) 3. Komponen gelombang pembawa (carrier wave), terdiri dari dua buah gelombang pembawa yaitu L1 (λ= 19.05 cm) dan L2 (λ= 24.25 cm) yang bertugas membawa kode dan pesan navigasi dari satelit ke pengamat. Gelombang L1 membawa kode-p(y), kode-c/a, dan pesan navigasi, sedangkan gelombang L2 membawa kode-p(y) dan pesan navigasi. I.5.3.2. Sistem Koordinat GPS Koordinat yang dihasilkan dari pengamatan satelit GPS adalah koordinat tiga dimensi (X,Y,Z maupun φ,λ,h) yang mengacu pada datum WGS 1984. Karena koordinat yang dihasilkan GPS mengacu pada datum WGS 1984, maka apabila pengguna hendak menggunakan sistem koordinat dalam datum yang berbeda maka harus dilakukan transformasi datum terlebih dahulu. Komponen tinggi dari koordinat tiga dimensi yang diberikan oleh GPS adalah tinggi yang mengacu ke permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid Geodetic Reference System (GRS) 1980 yang didefinisikan dengan empat buah parameter utama yaitu : 1. Sumbu panjang (a) = 6378137 m 2. Koefisien harmonik (C 20 ) = -484.16685 x 10-6 3. Kecepatan sudut rotasi bumi (ω) = 7292115 x 10-11 rad s -1 4. Konstanta gravitasi bumi (GM) = 3986005 x 10 8 m 3 s -2 8

Sistem tinggi ellipsoid jarang digunakan untuk keperluan survei rekayasa karena tidak mengacu pada dimensi fisik bumi (geoid). Untuk mentransformasikan sistem tinggi ellipsoid ke sistem tinggi geoid dibutuhkan informasi tentang undulasi geoid. Undulasi geoid adalah besar perbedaan antara tinggi ellipsoid dengan tinggi orthometrik. Sistem tinggi orthometrik merupakan sistem tinggi yang mengacu pada geoid, yaitu bidang ekuipotensial yang berhimpit dengan muka air laut rata-rata. Sistem tinggi inilah yang umum digunakan sehari-hari untuk keperluan praktis. I.5.4. GLONASS Seperti halnya GPS, satelit GLONASS juga didesain untuk dapat memberikan posisi, kecepatan, dan waktu dimana saja di permukaan bumi pada setiap saat tanpa tergantung cuaca. Prinsip penentuan posisi menggunakan sistem ini juga pada dasarnya sama dengan GPS, yaitu dengan mengukur jarak ke beberapa satelit sekaligus. Seperti halnya GPS, sistem GLONASS didesain untuk operasional dengan 24 satelit. Pada sistem GLONASS ke 24 satelitnya ditempatkan dalam tiga bidang orbit dengan inklinasi sekitar 64,8 0 dan masing-masing 8 satelit untuk setiap orbitnya. Orbit satelit sekitar 1000 km lebih rendah dari orbit GPS. Tabel I.1. Perbandingan antara GPS dan GLONASS (Seeber, 2003) Parameter GPS GLONASS Bidang Orbit 6 buah, dengan spasi 60 0 3 buah, dengan spasi 120 0 Jumlah satelit tiap 4 buah, dengan spasi tidak 8 buah, dengan spasi sama orbit sama Inklinasi Orbit 55 0 64,8 0 Radius Orbit 26.560 km 25.510 km Ketinggian Orbit Periode Orbit 11 jam 58 menit 11 jam 16 menit Eksentrisitas Orbit 0 (Lingkaran) 0 (Lingkaran) Gelombang Pembawa L1 = 1575,42 Mhz L2 = 1227,60 Mhz L1 = (1602+9k/16) Mhz L2 = (1246+7k/16) Mhz k = nomor kanal (Channel) 9

Lanjutan tabel I.1. Kode (Code) Berbeda untuk setiap satelit Kode-C/A pada L1 Kode-P pada L1 dan L2 Frekuensi Kode Kode-C/A = 1,023 Mhz Kode-P = 10,23 Mhz Data Jam (Clock) Clock offset, Frequency offset, dan Frequency rate Data Orbital Elemen orbital Keplerian dan parameter Pertubasinya Sistem Koordinat Earth-Centered Earth Fixed (ECEF) Datum Geodetik World Geodetic System 1984 (WGS 84) Sama untuk seluruh satelit Kode-C/A pada L1 Kode-P pada L1 dan L2 Kode-C/A = 0,511 Mhz Kode-P = 5,11 Mhz Clock offset, Frequency offset Koordinat, kecepatan, dan percepatan satelit Earth-Centered Earth Fixed (ECEF) Earth Parameter System 1990 (PZ-90) Referensi Waktu UTC (USNO) UTC (SU) Pada saat ini kedua sistem GPS dan GLONASS digunakan secara bersamasama. Saat konstelasi satelit GLONASS lengkap, maka kita akan mempunyai 48 satelit navigasi (24 satelit GPS dan 24 satelit GLONASS). Dengan demikian jumlah satelit yang dapat teramat menjadi lebih banyak, geometri satelit akan menjadi lebih baik dan ketelitian dari parameter yang diestimasi akan menjadi lebih baik. Koordinat yang diberikan oleh sistem GPS dan GLONASS mempunyai datum geodetik yang berbeda, maka rumus transformasi koordinat antara kedua sistem adalah sebagai berikut....(1.1) Dengan parameter transformasinya menurut (Bazlov et al., 1999) adalah sebagai berikut : dx = -1,08 + 0,21 m RX = 0 dy = -0,27 + 0,21 m RY = 0 dz = -0,90 + 0,33 m RZ = -0,16 + 0,01 ds = -0,21 + 0,06 ppm 10

I.5.5. Metode Penentuan Posisi dengan GNSS Metode penentuan posisi dengan GNSS dibagi atas dua macam, yaitu metode penentuan posisi secara absolut dan penentuan posisi secara diferensial. I.5.5.1. Penentuan Posisi GNSS Secara Absolut Metode penentuan posisi secara absolut atau juga dikenal juga dengan point positioning merupakan penentuan posisi suatu titik secara mandiri dimana posisi suatu titik direferensikan terhadap pusat dari sistem koordinat. Prinsip dasar penentuan posisinya adalah pengikatan ke belakang dengan mengukur jarak ke beberapa satelit sekaligus. Diperlukan minimal 4 satelit untuk dapat menentukan posisi suatu titik, sehingga diperoleh 4 parameter yang terdiri dari 3 koordinat (X, Y, Z) atau (φ,λ, h) dan 1 parameter waktu. Dalam hal ini posisi ditentukan dalam sistem WGS 1984 terhadap pusat massa bumi. Dalam metode ini, posisi yang akan ditentukan bisa dalam keadaan diam maupun dalam keadaan bergerak. Karena titik yang akan ditentukan posisinya tidak tergantung pada titik lain yang berarti juga tidak dilakukan pengamatan di titik lain, maka receiver GPS yang digunakan hanya satu buah. Ketelitian posisi yang diperoleh dari metode ini rendah karena ketelitian posisi titik tergantung pada ketelitian data serta geometri satelit. Data posisi yang diperoleh masih terpengaruh oleh bias dan kesalahan. Oleh karena itu metode penentuan posisi absolut tidak digunakan untuk menentukan posisi yang membutuhkan ketelitian tinggi. Metode penentuan posisi secara absolut pada prinsipnya adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan. Jarak hasil hitungan oleh receiver GPS diperoleh dari data ukuran rambat sinyal dari satelit ke receiver. Metode pendekatan yang dilakukan pada penentuan posisi dengan metode absolut ini adalah metode pendekatan pseudorange. I.5.5.2. Penentuan Posisi GNSS Secara Diferensial Penentuan posisi secara diferensial adalah penentuan vektor jarak antara dua stasiun pengamatan, yang dikenal dengan jarak basis atau baseline (Sunantyo, 2000). Penentuan posisi secara diferensial yaitu menentukan posisi dua atau lebih titik di 11

lapangan yang dilakukan secara bersamaan dalam rentang waktu yang sama. Untuk metode ini diperlukan minimal dua unit receiver dan satu software GPS pengolah data. Pada penentuan posisi diferensial atau sering disebut dengan metode relatif, posisi titik-titik yang diperoleh ditentukan terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya yang dianggap sebagai titik acuan. Data ukuran pengamatan yang digunakan dalam penentuan posisi secara diferensial dapat berupa pseudorange maupun carrier beat phase. Pada penentuan posisi teliti cenderung digunakan carrier beat phase (Leick, 1995). Pada metode differensial ini pengolahan datanya dilakukan secara post processing. Kesalahan dan bias yang dominan pada pengamatan dapat tereliminir dengan cara mengurangkan data yang diamati oleh dua receiver GNSS pada waktu yang bersamaan, sehingga ketelitian yang dicapai meningkat drastis dibanding dengan metode absolut. Satelit 1 (GPS/GLONASS) (X 1,Y 1,Z 1 ) Orbit satelit 1 Satelit 2 (GPS/GLONASS) (X 2,Y 2,Z 2 ) Orbit satelit 2 Satelit 3 (GPS/GLONASS) Satelit 4 (GPS/GLONASS) (X 3,Y 3,Z 3 ) Orbit satelit 3 (X 4,Y 4,Z 4 ) Orbit satelit 4 R2 R1 Receiver Q (Xq,Yq,Zq) Meridian Greenwich X q R3 Z (+) R4 hq N q q X p Z q Z p O p R3 R2 R1 N p Y q hp R4 Receiver P (Xp,Yp,Zp) Y p Garis basis Y (+) X (+) Bidang ekuator bumi Gambar I.4. Penentuan posisi diferensial Keterangan gambar I.4 : O : Pusat sistem koordinat φ, λ, h : Koordinat geodetik titik pengamat 12

X q, Y q, Z q X p, Y p, Z p X i, Y i, Z i N R i : Koordinat kartesian 3D titik Q : Koordinat kartesian 3D titik P : Koordinat Kartesian 3D satelit ke-i : Jari-jari kelengkungan vertikal : Jarak dari satelit ke receiver Penentuan posisi diferensial pada dasarnya bertujuan untuk menentukan koordinat sebuah titik yang belum diketahui dari sebuah titik yang sudah diketahui koordinatnya. Dengan kata lain, penentuan posisi relatif diarahkan pada penentuan vektor antara kedua titik yang seringkali disebut sebagai baseline. Misal P adalah sebuah titik yang diketahui koordinatnya, sedangkan Q adalah titik yang belum diketahui koordinatnya, dan b PQ adalah vektor baseline. Dengan menggunakan vektor-vektor posisi X P, X Q, yang berhubungan dapat diformulasikan sebagai berikut (Sunantyo, 2000): X Q = X P + b PQ...(1.2) Dapat diformulasikan dan komponen vektor baseline b PQ menjadi : b PQ X Y Z Q Q Q X Y P Z P P X Y Z PQ PQ PQ...(1.3) I.5.6. RTK GNSS RTK (Real Time Kinematic) merupakan metode berbasiskan pada carier phase dalam penentuan posisi secara relatif dengan tingkat ketelitian mencapai satuan sentimeter secara real time. Prinsip penentuan posisi secara RTK dengan cara menggunakan satu stasiun penerima siyal (referensi/base station) dan beberapa rover (receiver) yang dapat bergerak (mobile). Stasiun referensi penerima sinyal carrier phase dan unit rover yang bergerak membandingkan pengukuran fase itu sendiri dengan membandingkan pengukuran fase yang diterima dari stasiun referensi (base stasion) sehingga nantinya didapat data koreksi yang dibutuhkan untuk 13

pengukurannya secara Real Time. Ada 3 komponen penting dalam pengukuran menggunkan metode RTK (Abidin, 2000), yaitu : 1. Stasiun Referensi Stasiun referensi atau base station ini terdiri dari receiver dan antenna. Base station ini berfungsi untuk mengolah data differensial dan melakukan koreksi carrier phase yang dikirimkan via radio modem base station ke radio modem rover. 2. Stasiun Rover Fungsi rover adalah untuk mengidentifikasi satelit-satelit pada daerah pengamatan dan menerima data differensial dan koreksi carrier phase dari base station. Cara kerja rover dalam melakukan pengukuran secara RTK dengan cara menggerakkan rover (mobile) dari suatu titik ke titik lainnya yang ingin diketahui posisinya. Koreksi carrier phase tersebut dikirim via radio link dengan radio modem antara base station dan rover sehingga bisa mendapatkan posisi yang lebih teliti. 3. Data Link (Hubungan data) Differensial Data link ini berfungsi mengirimkan data differensial dan koreksi carrier phase dari base station ke rover melalui radio modem. Kecepatan radio modem dan band frekuensi pada base station dan rover harus sama sehingga proses pengiriman data bisa lancar. Jenis-jenis band frekuensi yang dimanfaatkan dalam survey GPS-RTK meliputi: a. UHF (Ultra Height Frequency) Bekerja pada frekuensi antara 300 Mhz sampai 3 Ghz dengan panjang gelombang antara 10 cm sampai dengan 1m. b. VHF (Very Height Frequency) Bekerja pada frekuensi antara 30 Mhz sampai 300 Mhz dengan panjang gelombang antara 1 m sampai dengan 10 m. c. HF (Height Frequency) Bekerja pada frekuensi antara 3 Mhz sampai 30 Mhz dengan panjang gelombang antara 10 m sampai dengan 100 m. 14

Gambar I.5. Konsep pengukuran RTK GNSS (Atunggal, 2010) Pengukuran pada metode RTK memiliki 3 jenis solusi pengukuran (Diggelen, 1997), yaitu: 1. Fixed Sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi 1 sampai dengan 5 cm, ambiguitas fase sudah terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap lebih dari 4, bias multipath terkoreksi dan LQ( Link Quality) 100%. 2. Float Sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi lebih dari 5 cm, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap kurang dari 4 (too few satellite), bias multipath belum terkoreksi 3. Standalone Tidak terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi lenbih dari 1 m, ambiguitas fase belum terkoreksi secara deferensial, jumlah satelit yang ditangkap kurang dari 4 (too few satellite), bias multipath belum terkoreksi. Sistem RTK berkembang setelah diperkenalkannya suatu teknik untuk memecahkan ambiguitas fase di saat receiver dalam keadaan bergerak yang dikenal dengan metode penentuan ambiguitas fase secara On The Fly (OTF). Dengan adanya 15

radio modem sehingga proses pengiriman data atau koreksi fase dapat dilakukan secara seketika membuat informasi posisi yang dihasilkan oleh sistem ini dapat diperoleh secara seketika (Rahmadi, 1997). Ketelitian tipikal posisi yang diberikan oleh system RTK adalah sekitar 1 sampai dengan 5 cm, dengan asumsi bahwa ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar (Abidin, 2000). I.5.7. Model Matematis RTK GNSS Model matematis pada metode RTK GNSS ini, menggunakan data carrier phase sehingga memakai konsep pengukuran pergeseran fase. Ketelitian yang lebih baik dalam pengukuran range ke satelit dapat dicapai dengan mengamati pergeseran fase dari sinyal GNSS. Dalam pendekatan ini, pergeseran fase dari sinyal yang terjadi dari saat dipancarkan oleh satelit, sampai diterima pada stasiun bumi. GNSS menggunakan komunikasi satu arah, tetapi karena satelit bergerak maka range secara otomatis akan berubah sehingga ambiguitas tidak dapat dihitung dengan memakai frekuensi tambahan. Ketika ambiguitas dihitung, model matematik untuk pergeseran fase pembawa dibetulkan untuk bias jam adalah (Wellenholf,dkk,1992) :... (1.4) Keterangan : t = waktu pada epoch tertentu Ф i j (t) f j δ j (t) λ j ρ i (t) N i j δ i (t) = pengukuran pergeseran fase pembawa antara satelit i dan penerima j = frekuensi dari pancaran sinyal yang dihasilkan oleh satelit j = bias jam satelit j = panjang gelombang sinyal = range antara penerima i dan satelit j = ambiguitas integer sinyal antara satelit j ke penerima i = bias jam penerima 16

Koordinat dari base station yang digunakan dalam pengamatan metode RTK sudah diketahui. Sinyal satelit dipancarkan dari base station ke rover. Rover menggunakan teknik relative positioning untuk menghitung posisi titik dari base station. Pada proses relative positioning itu dimungkinkan menghitung dan memancarkan koreksi pseudorange (PRC). Sesudah koreksi pseudorange dihitung, kemudian rover mengkoreksi pseudorange-nya. Dengan mengalikan Persamaan (1.4) dengan λ, dan memasukkan suku error orbital radial, pseudorange fase pembawa pada base station A untuk satelit j pada epoch t 0, maka dapat dirumuskan :......(1.5) Di mana N j A adalah ambiguitas yang tak diketahui awalnya dan c adalah kecepatan sinyal (kecepatan cahaya diruang hampa), serta semua suku lain yang didefinisikan sebelumnya dalam Persamaan (1.6). Karena base station merupakan titik yang diketahui koordinatnya, maka koreksi pseudorange pada epoch t 0 adalah :............(1.6) Kemudian koreksi pseudorange pada setiap epoch t dapat dirumuskan :........(1.7) Pada rumus 1.7, RRC adalah Range Rate Correction. Dengan prosedur yang sama digunakan pada kode pseudorange, range phase terkoreksi rover untuk epoch t dapat dirumuskan:......(1.8) Persamaan-persamaan ini dapat diselesaikan jika trdapat minimal empat satelit secara kontinyu diamati selama survei. Koreksi pseudorange dan koreksi laju range dipancarkan ke penerima. 17

I.5.8. DOP (Dilution of Precision) DOP (Dilution of Precision) merupakan nilai kekuatan bentuk geometri dari konfigurasi satelit yang diamati. Karena posisi satelit senantiasa berubah terhadap waktu, maka nilai DOP akan berubah terhadap waktu. DOP yang digunakan adalah kecil. Semakin kecil nilai DOP (1-3) semakin baik konfigurasi satelitnya maka ketelitian pengukuran akan semakin teliti dan semakin besar nilai DOP (4-8) maka ketelitian pengukuran akan kurang teliti (Atunggal, 2010). Ketelitian posisi yang diperoleh dari pengukuran GPS merupakan fungsi dari nilai DOP dan ketelitian pengamatan. Persamaannya sebagai berikut :...(1.9) Keterangan : σ : Ketelitian titik yang dihasilkan DOP : Nilai Dilution of Precision σ 0 : Ketelitian pengamatan Berdasarkan pada parameter yang diestimasi, dikenal beberapa jenis DOP (Dilution of Precision) yaitu : 1. GDOP = Geometrical DOP (posisi 3D dan waktu) 2. PDOP = Positional DOP (posisi 3D) 3. HDOP = Horizontal DOP (posisi horisontal) 4. VDOP = Vertical DOP (tinggi) 5. TDOP = Time DOP (waktu) I.5.9. Kesalahan dan Bias Setiap pengukuran dengan GPS pasti baik menggunakan pseudorange maupun carrier phase mengandung kesalahan dan bias yang akan berpengaruh pada ketelitian penentuan posisi (Wellenhof et al., 1992). Bias didefinisikan sebagai efek dari pengukuran yang menyebabkan jarak ukuran yang sebenarnya (true range) berbeda dengan jarak ukuran (measured range) sebagai akibat dari kesalahan sistematik, dan ini bisa/perlu dimodelkan saat dilakukan pengolahan data. Sedangkan kesalahan didefinisikan sebagai bias yang tidak dapat dimodelkan. 18

Terdapat beberapa kesalahan dan bias GPS, untuk lebih lengkapnya dijelaskan dalam tabel sebagai berikut. Tabel I.2. Efek dari pengurangan data (Abidin, 2000) Kesalahan dan Bias Dampak dari Pengurangan Data Dieliminasi Direduksi Jam satelit Dapat Tidak Dapat Jam receiver Dapat Tidak Dapat Orbit (ephemeris) Tidak Dapat Dapat Ionosfer Tidak Dapat Dapat Troposfer Tidak Dapat Dapat Multipath Tidak Dapat Tidak Dapat Noise (derau) Tidak Dapat Tidak Dapat Selective Availability Dapat Dapat Efek dari kesalahan dan bias harus diperhitungkan secara baik dan benar, karena akan mempengaruhi ketelitian informasi (posisi, kecepatan, percepatan, waktu) yang diperoleh dan proses penentuan ambiguitas fase dari sinyal GPS. Secara umum ada beberapa cara dan strategi yang dapat digunakan untuk menangani kesalahan dan bias GPS, antara lain sebagai berikut (Abidin, 2000): 1. Terapkan mekanisme differencing antar data. 2. Estimasi parameter dari kesalahan dan bias dalam proses hitung perataan. 3. Hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan data ukuran langsung. 4. Hitung besarnya kesalahan/bias berdasarkan model. 5. Gunakan strategi pengamatan yang tepat. 6. Gunakan strategi pengolahan data yang tepat. 7. Abaikan 19

I.5.10. Sistem Koordinat UTM Koordinat tiga dimensi yang ditentukan oleh GPS dalam sistem WGS 84 biasanya harus ditransformasikan lebih dahulu ke sistem datum lokal dan kemudian ke sistem proyeksi peta yang digunakan. Penyajian hasil hitungan dalam bidang datar (proyeksi) yang dilakukan menggunakan sistem koordinat proyeksi Universal Transvere Mercator (UTM). Proyeksi UTM merupakan proyeksi silinder transversal konform yang memotong bola bumi pada dua meridian standar. Seluruh permukaan bumi dibagi dalam 60 wilayah yang disebut zone UTM. Masing-masing zone dibatasi oleh dua meridian dengan lebar 6 0. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri-sendiri, dengan faktor perbesaran di meridian tengah 0,996. Zone proyeksi UTM diberi nomor yaitu mulai dari zone satu antara 180 0 BB sampai dengan 174 0 terus ke timur sampai zone 60 antara 174 0 BT sampai 180 0 BT. Batas lintang proyeksi UTM adalah 80 0 LS dan 84 0 LU dengan lebar jalur 8 0 dan pembagiannya dimulai dari 80 0 LS terus ke utara. Jalur-jalur dengan lebar 8 0 ini diberi tanda dengan huruf C untuk jalur 80 0 LS dan 72 0 LS berurutan kearah utara sampai huruf X untuk jalur 72 0 LU sampai dengan 84 0 LU, dengan catatan huruf I dan O tidak digunakan. Tiap zone jalur merupakan satuan daerah dengan cara penomorannya dengan menyebutkan nama zone dan hurufnya. Masing-masing zone mempunyai sistem koordinat sendiri-sendiri, yaitu dengan titik nol sejati pada perpotongan antarameridian tengah dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negatif di dalam proyeksi UTM setiap meridian tengah di dalam setiap zone diberi harga 500.000 m Timur. Untuk harga-harga ke arah utara ekuator dipakai sebagai garis datum dan diberi harga 0 m Utara. Untuk perhitungan kearah selatan ekuator diberi harga 10.000.000 m Utara (Prihandito, 1998). 20

Gambar I.6. Pembagian zone UTM wilayah Indonesia Untuk wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone, mulai dari meridian 90 0 BT sampai 144 0 BT dengan garis batas pararel 10 0 LU sampai 15 0 LS, serta tercakup dalam zone nomor 46 sampai dengan 54. 1.5.11. Uji Peta Uji peta dilakukan untuk mengetahui tingkat ketelitian hasil penggambaran dibandingkan dengan kondisi sesungguhnya dilapangan. Uji peta dilakukan dengan maksud untuk mengecek kelengkapan detil, skala/planimetris, dan elevasi. Pengujian kelengkapan detil dilakukan dengan pengecekan lapangan langsung yaitu dengan cara membandingkan kesesuaian hasil gambar peta dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan dalam panduan Kemah Kerja Teknik Geodesi Tahun 2013 pengujian skala dan elevasi dilakukan dengan pengecekan langsung di lapangan yaitu dengan cara : 1. Pengecekan skala/planimetris dilakukan dengan cara pengukuran jarak dari obyek/detil yang satu terhadap detil yang lain. 2. Pengecekan elevasi/kontur dilakukan dengan cara pengukuran beda tinggi antara obyek/detil yang satu dengan detil yang lain. Pengujian skala dan elevasi dapat juga dilakukan dengan pengecekan langsung dilapangan dari angka koordinat Easting, Northing dan tinggi (E,N,H) titik-titik 21

sampel yang telah ditentukan dengan cara melakukan pengukuran koordinat titik-titik sampel. Jumlah detil titik-titik sampel minimal 20 buah untuk masing-masing jarak dan elevasi. Toleransi untuk pengujian peta adalah sebagai berikut : 1. Untuk ketelitian peta dinyatakan bahwa spesifikasi ketelitian horizontal jika dilakukan uji ketelitian adalah 0,3 mm dikali skala peta dan dibandingkan dengan hasil hitungan koordinat pengukuran yang diuji di lapangan. 2. Untuk spesifikasi ketelitian vertikal/kontur ketelitian adalah 0,5 dikali skala peta, dan jika dilakukan uji ketelitian tinggi tidak boleh lebih dari 10% titiktitik yang diuji memiliki kesalahan lebih dari 0,5 mm dikali skala peta. I.5.12. AutoCAD Land Desktop AutoCAD Land Deskop adalah suatu program grafis yang handal dalam menangani gambar yang berbasis vektor. Kemampuan-kemampuan sistem CAD (Computer Aided Design) membantu dalam mengolah dan menyajikan data hasil pekerjaan pemetaan. Analisa spasial yang dimiliki oleh setiap sistem CAD ini sangat bervariasi, diantaranya berupa hitung-hitungan jarak (Distance), keliling, luas, volume, pembuatan garis kontur dan lain sebagainya. Fungsi-fungsi pada AutoCAD menyediakan berbagai fasilitas untuk memodifikasi gambar pada peta. Gambar dapat dihapus, dipindahkan, atau digandakan. Menu utama AutoCAD Land Desktop yang berkaitan dengan pekerjaan pembuatan peta diantaranya adalah : a. Project digunakan untuk mengatur database pekerjaan yang telah dibuat, submenu yang sering digunakan adalah Drawing setup untuk mengatur parameter gambar. b. Point digunakan untuk membuat titik data yang akan dimasukkan ke dalam lembar kerja, didalamnya terdapat submenu antara lain : Point setting, Create Points, Import/Export Points, Edit Point, dan lain-lain. c. Terrain digunakan untuk membuat terrain dengan menggunakan data point yang telah dibuat sebelumnya termasuk dalam pembuatan garis kontur. Submenu dari Terrain antara lain : Terrain Model Explorer, Edit Surface, Create Contour, Section, Grid Volume. 22

d. Plot digunakan untuk mencetak peta yang telah dibuat. Pada proses ini akan ada menu pilihan dan parameter yang harus dimasukkan agar software dapat melakukan proses pencetakan peta seperti yang kita inginkan. Parameter tersebut antara lain ukuran kertas yang digunakan, skala pencetakan, unit ukuran, dan lain sebagainya. 23