BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia memiliki tempat wisata yang sangat beragam dan sangat diminati oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah satu tempat wisata yang banyak menarik minat para wisatawan baik wisatawan lokal maupun mancanegara adalah Candi Prambanan. Kawasan Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi Prambanan terletak 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta tepatnya di Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Kawasan wisata Candi Prambanan memiliki tiga candi utama yang berada di halaman utama kompleks candi, yaitu Candi Wisnu, Brahma dan Siwa. Komplek Candi Prambanan ini dibangun di tengah area yang memiliki taman yang indah. Oleh karena itu Kawasan Candi Prambanan tersebut harus dilestarikan oleh pihak pengelola maupun pengunjung yang berwisata ke kawasan tersebut. Pelestarian Kawasan Candi Prambanan dikelola oleh pihak PT. Taman Wisata Candi. Salah satu tindakan pelestarian yang dilakukan adalah terhadap sarana dan prasarana Kawasan Candi Prambanan tersebut yang memerlukan perencanaan, sehingga dapat dilakukan perbaikan ataupun pengembangan terhadap kawasan tersebut. Untuk memulai perencanaan yang baik sangat diperlukan proses pemetaan terhadap kawasan candi tersebut. Pemetaan tersebut dilakukan untuk mempermudah pengelolaan dan juga pengembangan agar kawasan tersebut semakin lebih baik. Pemetaan yang dimaksud meliputi pemetaan topografi (bagian atas tanah) dan juga pemetaan utilitas bawah tanah. Pemetaan topografi atau situasi merupakan pemetaan dari suatu lokasi/daerah yang mencakup penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam suatu gambaran yang disebut peta topografi (Davis, 1981). Pemetaan topografi pada kawasan tersebut mencakup bangunan candi, topografi kawasan candi maupun seluruh utilitas yang berada di atas tanah yang ada pada kawasan Candi Prambanan. 1

2 2 Pemetaan topografi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti GPS, Total Station maupun foto udara. Sedangkan pemetaan bawah tanah adalah pemetaan yang dilakukan pada bagian bawah tanah kawasan candi yang meliputi pipa air bawah tanah dan jalur listrik yang berada di bawah tanah. Untuk melakukan pemetaan bawah tanah dapat digunakan alat Ground Penetrating Radar (GPR). Ground Penetrating Radar atau GPR merupakan alat yang memancarkan gelombang yang dapat menembus tanah sehingga dapat mendeteksi objek-objek yang ada di bawah tanah kemudian mengembalikan gelombang tersebut yang diterima kembali oleh alat GPR tersebut. Pemetaan yang dilakukan pada pekerjaan aplikatif GPR dapat digunakan untuk mendeteksi utilitas bawah tanah yang terdapat pada kawasan candi tersebut. Pada dasarnya teknologi GPR tidak hanya digunakan untuk mengetahui jalur kabel listrik dan pipa air saja, melainkan semua material di bawah tanah yang dapat mengembalikan gelombang yang dipancarkan oleh alat GPR, termasuk juga akar-akar pohon yang sangat banyak ditemui. Alat GPR tersebut kemudian dijalankan sesuai dengan line pengukuran yang telah memiliki desain jalur pengukuran. Dengan menggunakan data yang diterima oleh alat tersebut dan dilakukan interpretasi visual terhadap hasil citra GPR dapat diidentifikasi objek bawah tanah tersebut. Pada pekerjaan aplikatif ini digunakan alat GPR MALA 500 Mhz dan kegiatan aplikatif ini difokuskan untuk memetakan jalur pipa air bawah tanah yang menghubungkan beberapa reservoir air bersih pada kawasan Candi Prambanan. Kelemahan alat GPR MALA 500 Mhz tersebut adalah tidak dilengkapi dengan alat penentuan posisi sehingga harus dilakukan penentuan posisi, dalam kegiatan aplikatif ini dilakukan dengan menggunakan alat Total Station. Proses penentuan posisi GPR dilakukan dengan mengukur titik awal dan titik akhir pada setiap line pengukuran menggunakan metode terestris, menggunakan Total Station. Kegiatan aplikatif ini melakukan pengukuran dengan alat GPR MALA 500 MHz untuk pembuatan peta utilitas pipa air bawah tanah. Hasilnya berupa peta utilitas pipa air bawah tanah dengan profil kedalaman pipa air pada kawasan Candi Prambanan. Hasil gabungan peta topografi dengan peta utilitas pipa air bawah tanah yang dapat digunakan sebagai referensi untuk kegiatan perencanaan dan

3 3 pengembangan kawasan wisata, baik dalam kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. I.2. Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan meliputi area Kawasan Candi Prambanan yang terletak di Kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, kawasan Candi Prambanan ini terletak di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara lebih jelas lokasi kegiatan terlihat pada Gambar I.1. Gambar I.1. Gambar citra google earth kawasan Candi Prambanan

4 4 Dalam kegiatan aplikatif ini dibatasi permasalahan yang ada dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Peralatan GPR yang digunakan adalah GPR MALA 500 MHz yang tidak dilengkapi dengan alat penentuan posisi. 2. Jalur pipa yang dipetakan hanya jalur utama pipa air bawah tanah. 3. Penentuan posisi pipa air bawah tanah dilakukan secara terestris menggunakan Total Station. 4. Pengolahan dilakukan menggunakan perangkat lunak Object Mapper, sedangkan interpretasi dilakukan secara visual. 5. Penggambaran peta utilitas pipa air bawah tanah dilakukan dengan perangkat lunak Autocad Civil 2013, demikian juga dengan penggambaran profil memanjang kedalaman dan penggabungan dengan peta topografi. 6. Validasi jalur pipa air bawah tanah tidak dilakukan karena tidak ada izin dari pengelola taman wisata Candi Prambanan. I.3. Tujuan Tujuan kegiatan ini meliputi: 1. Terbentuknya desain jalur pengukuran utilitas pipa air bawah tanah dengan menggunakan alat GPR MALA 500 MHz. 2. Terbentuknya peta utilitas pipa air bawah tanah pada kawasan wisata Candi Prambanan. 3. Terbentuknya profil kedalaman pipa air bawah tanah pada kawasan wisata Candi Prambanan.

5 5 I.4. Manfaat Manfaat kegiatan aplikatif ini yaitu : 1. Mengetahui bagaimana prosedur melakukan pemetaan utilitas pipa air bawah tanah dengan menggunakan GPR mulai dari persiapan, pengukuran, pengolahan data, interpretasi dan penggambaran. 2. Diperolehnya peta gabungan antara peta topografi dan peta utilitas bawah tanah yang dapat digunakan untuk perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata Candi Prambanan. I.5. Landasan Teori I.5.1. Pemetaan Topografi Pemetaan topografi atau situasi merupakan pemetaan dari suatu lokasi/daerah yang mencakup penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam suatu gambaran yang disebut peta topografi (Davis, 1981). Peta topografi adalah peta yang menggambarkan fitur-fitur alami dan buatan manusia. Pemetaan situasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode terestris dan metode ekstraterestris. Metode terestris adalah metode menggunakan alat seperti Teodolit, Waterpass, Total Station, sedangkan metode ekstraterestris adalah metode menggunakan alat GPS, penginderaan jauh maupun fotogrametri. Pengukuran horizontal dan vertikal serta detil disebut juga pengukuran situasi. Jumlah detil topografi yang diukur harus merepresentasikan kenampakan permukaan bumi yang sebenarnya. Semakin rapat mengambil detil maka kenampakan aslinya akan lebih sesuai. Kerapatan detil yang diambil sesuai dengan skala peta yang dibuat. Kerapatan detil untuk skala 1:250 berbeda dengan skala 1: Untuk skala 1:250 mempunyai arti 1 cm ukuran di peta sama dengan 250 cm di lapangan atau 2,5 di lapangan maka setiap objek yang memiliki dimensi 2,5 di lapangan tergambar 1 cm di peta. Pelaksanaan pengukuran topografi meliputi beberapa prosedur sebagi berikut:

6 6 I Pengukuran kerangka kontrol. Pengadaan kerangka kontrol pemetaan merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam kegiatan survei topografi. Adapun kerangka kontrol pemetaan terbagi atas dua macam yaitu kerangka kontrol horizontal dan kerangka kontrol vertikal. Pengukuran kerangka kontrol horizontal dimaksudkan untuk memperoleh nilai koordinat 2D (X,Y) dan kerangka kontrol vertikal untuk memperoleh nilai ketinggian (Z) titik kontrol pemetaan yang teliti. Pengukuran kerangka kontrol horizontal ada berbagai metode yang dapat digunakan, antara lain metode terestris dan extra-terestris. Metode yang digunakan untuk kegiatan aplikatif ini adalah metode extra-terestris dengan menggunakan GPS metode Real Time Kinematik berbasis radio. Pengukuran kerangka kontrol vertikal dilakukan menggunakan teknologi GPS maka perlu dilakukan reduksi menggunakan undulusi geoid untuk mengetahui tinggi titik terhadap geoid bukan lagi ellipsoid. Global Positioning System (GPS) merupakan teknologi penentuan posisi dengan menggunakan satelit yang berbeda-beda untuk penentuan posisi. Sistem GPS terdiri atas tiga segmen yaitu segmen angkasa (space segment) yang terdiri atas satelit-satelit yang dimiliki GPS, segmen sistem kontrol (control system segment) terdiri atas stasiun kontrol yang mengendalikan GPS dari bumi dan segmen pengguna (user segment) yang merupakan pengguna GPS termasuk alat yang digunakan serta data GPS. Prinsip penentuan posisi oleh GPS pada dasarnya adalah pemotongan ke belakang (space resection). Pengukuran jarak dilakukan ke beberapa satelit GPS yang telah diketahui koordinatnya, dengan pengamatan secara simultan ke minimal empat buah satelit untuk mendapatkan tiga parameter posisi dan satu parameter waktu. Jarak tersebut diperoleh dengan cara mengukur waktu rambat sinyal dari satelit ke stasiun pengamatan. Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X, Y, Z ataupun φ, λ, h) yang dinyatakan dalam datum World Geodetic System (WGS) 1984 (Abidin, 2000). Penentuan posisi menggunakan GPS diperoleh dengan dua metode penentuan posisi secara umum, antara lain metode penentuan posisi secara absolut dan relatif. Metode penentuan posisi secara absolut atau yang lebih dikenal dengan point positioning merupakan penentuan posisi suatu titik secara mandiri dimana suatu posisi suatu titik direferensikan terhadap pusat dari sistem koordinat. Metode ini

7 7 merupakan desain awal dari penentuan posisi dengan teknologi GPS. Dalam penentuannya, posisi titik yang ditentukan tidak bergantung pada titik lainnya, maka receiver yang digunakan hanya satu buah. Sedangkan metode penenntuan posisi secara relatif pada dasarnya adalah pengamatan posisi satelit GPS dalam konstelasi yang sama secara bersamaan dengan rentang waktu yang sama dan bertujuan untuk menentukan posisi relatif dua atau lebih stasiun pengamatan serta menentukan jarak antara dua stasiun atau lebih yang dikenal dengan jarak basis (baseline). Dalam metode ini posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik lain yang sudah diketahui koordinatnya. Dalam hal ini, titik referensi tersebut adalah satelit-satelit GPS dan GLONASS yang posisinya di orbit dapat diketahui melalui data broadcast ephemeris maupun precise ephemeris. Berdasarkan data ephemeris tersebut, dapat diketahui posisi satelit dari sinyal yang dipancarkan oleh satelit GNSS, sehingga posisi pengamat atau receiver GPS dapat ditentukan. Metode pengukuran kerangka dasar pemetaan horizontal dengan survei GPS ada beberapa macam yaitu (SNI , 2002): 1. Metode statik adalah metode survei GPS dengan waktu pengamatan yang relatif lama (beberapa jam) di setiap titiknya. Titik-titik yang diukur posisinya diam (tidak bergerak). 2. Metode stop and go adalah proses pengamatan GPS dengan melakukan inisialisasi di titik awal untuk penentuan ambiguitas fase, receiver GPS bergerak dari titik ke titik lainnya dan melakukan pengamatan dalam waktu yang relatif singkat (sekitar 1 menit) pada setiap titiknya. Metode penentuan posisi ini kadang disebut juga sebagai metode semi-kinematik 3. Metode pseudo-kinematik adalah metode survei GPS yang pengamatannya dilakukan dua kali secara singkat (5 s.d 10 menit) pada satu titik dengan selang waktu yang relatif cukup lama (1 s.d 2 jam) antara keduanya. Metode Real Time Kinematic (RTK) merupakan metode berbasiskan pada carier phase dalam penentuan posisi secara relatif dengan tingkat ketelitian mencapai satuan sentimeter secara real time. Prinsip penentuan posisi secara RTK dengan cara menggunakan satu stasiun penerima siyal (referensi/base station) dan beberapa rover (receiver) yang dapat bergerak (mobile). Stasiun referensi penerima sinyal carrier phase dan unit rover yang bergerak membandingkan pengukuran fase itu sendiri

8 8 dengan membandingkan pengukuran fase yang diterima dari stasiun referensi (base stasion) sehingga nantinya didapat data koreksi yang dibutuhkan untuk pengukurannya secara real time. Ada tiga komponen penting dalam pengukuran menggunakan metode RTK (Abidin, 2000), yaitu : 1. Stasiun referensi Stasiun referensi atau base station ini terdiri atas receiver dan antena. Base station ini berfungsi untuk mengolah data differential dan melakukan koreksi carrier phase yang dikirimkan via radio modem base station ke radio modem rover. 2. Stasiun rover Fungsi rover adalah untuk mengidentifikasi satelit-satelit pada daerah pengamatan dan menerima data differential dan koreksi carrier phase dari base station. Cara kerja rover dalam melakukan pengukuran secara RTK dengan cara menggerakkan rover (mobile) dari suatu titik ke titik lainnya yang ingin diketahui posisinya. Koreksi carrier phase tersebut dikirim via radio link dengan radio modem antara base station dan rover sehingga bisa mendapatkan posisi yang lebih teliti. 3. Data link (hubungan data) differential Data link ini berfungsi mengirimkan data differential dan koreksi carrier phase dari base station ke rover melalui radio modem. Kecepatan radio modem dan band frekuensi pada base station dan rover harus sama sehingga proses pengiriman data bisa lancar. Jenis-jenis band frekuensi yang dimanfaatkan dalam survei GPS-RTK meliputi: a. Ultra Height Frequency (UHF) Bekerja pada frekuensi antara 300 Mhz s.d. 3 Ghz dengan panjang gelombang antara 10 cm s.d. 1m. b. Very Height Frequency (VHF) Bekerja pada frekuensi antara 30 Mhz s.d. 300 Mhz dengan panjang gelombang antara 1 m s.d 10 m. c. Height Frequency (HF) Bekerja pada frekuensi antara 3 Mhz s.d. 30 Mhz dengan panjang gelombang antara 10 m s.d. 100 m.

9 9 Gambar I.2. Konsep pengukuran RTK GNSS (Sumber: Atunggal, 2010) Pengukuran pada metode RTK memiliki tiga jenis solusi pengukuran (Diggelen, 2009), yaitu: 1. Fixed Sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi 1 s.d. 5 cm, ambiguitas fase sudah terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap lebih dari empat, bias multipath terkoreksi dan Link Quality (LQ) 100%. 2. Float Sudah terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi lebih dari 5 cm, ambiguitas fase belum terkoreksi, jumlah satelit yang ditangkap kurang dari empat (too few satellite), bias multipath belum terkoreksi. 3. Standalone Tidak terhubung dengan base station, memiliki ketelitian posisi lebih dari 1 m, ambiguitas fase belum terkoreksi secara diferensial, jumlah satelit yang ditangkap kurang dari empat (too few satellite), bias multipath belum terkoreksi. Sistem RTK berkembang setelah diperkenalkannya suatu teknik untuk memecahkan ambiguitas fase di saat receiver dalam keadaan bergerak yang dikenal dengan metode penentuan ambiguitas fase secara On The Fly (OTF). Dengan adanya

10 10 radio modem, maka proses pengiriman data atau koreksi fase dapat dilakukan secara seketika membuat informasi posisi yang dihasilkan oleh sistem ini dapat diperoleh secara seketika (Rahmadi, 1997). Ketelitian tipikal posisi yang diberikan oleh sistem RTK adalah sekitar 1 s.d. 5 cm, dengan asumsi bahwa ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar (Abidin, 2000). Dengan ketelitian yang sudah mencapai 1 s.d. 5cm maka akuisis detil topografi menggunakan teknologi RTK radio menjadi lebih efektif dan cepat. I Pengukuran titik awal dan akhir jalur GPR. Tahapan setelah pengadaan kerangka kontrol pemetaan adalah pengukuran titik awal dan akhir jalur GPR. Metode pengambilan titik tersebut yang digunakan dalam kegiatan aplikatif ini adalah metode polar menggunakan Total Station. Sebelum Total Station digunakan, terlebih dahulu harus diketahui adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk melakukan pengukuran di lapangan. Dalam praktik pengukuran di lapangan, pada dasarnya Total Station sendiri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu: 1. Syarat dinamis a. Centering adalah bahwa sumbu I segaris dengan garis gaya berat. b. Sumbu I vertikal 2. Syarat statis: a. Sumbu II tegak lurus sumbu I b. Garis bidik/kolimasi tegak lurus sumbu II c. Kesalahan indeks vertikal sama dengan nol Penentuan posisi dari titik-titik awal dan akhir diikatkan pada titik-titik kerangka pemetaan yang terdekat yang telah diukur sebelumnya atau mungkin juga ditentukan dari garis ukur yang merupakan sisi-sisi dari kerangka peta ataupun garis yang dibuat khusus untuk itu. Salah satu metode yang digunakan untuk pengukuran titik awal dan akhir adalah metode polar atau ekstrapolasi koordinat kutub. Metode polar dapat dilihat pada Gambar I.3.

11 11 Gambar 0.3. Ilustrasi pengikatan detil metode polar Keterangan : Xd,Yd Xbm2, Ybm2 Xbm1, Ybm1 αbm2-bm1 αbm2-d βbm2 Dbm2-d : Koordinat planimetrik titik detil : Koordinat planimetrik titik BM2 : Koordinat planimetrik titik BM1 : Azimut BM2 ke BM1 : Azimut BM2 ke titik detil : Sudut ukuran yang dibentuk antara BM1-BM2-titik detil : Jarak ukuran dari BM2 ke titik detil Metode ini mengukur posisi tiga dimensi (X, Y, Z) dari setiap detil. Posisi detil ditentukan berdasarkan data jarak horizontal dan jarak miring, jarak vertikal, serta sudut horisontal dan sudut vertikal (Kavanagh, 2009) dari titik ikat atau bench mark ke titik detil. Dengan menggunakan alat Total Station yang merupakan gabungan antara teodolit dan Electronic Distance Meter (EDM), penentuan jarak secara optis, pengukuran sudut horizontal untuk azimut serta pengukuran sudut vertikal untuk penentuan beda tinggi dapat dilakukan secara bersamaan. Dalam pengukuran detil secara ekstrapolasi koordinat kutub pada metode takhimetri, komponen yang dikur meliputi : a. Azimut/sudut antara titik BM dan titik awal dan akhir jalur GPR b. Jarak antara titik BM dan titik titik awal dan akhir jalur GPR Dalam penentuan posisi secara ekstrapolasi koordinat kutub pada metode takhimetri, penentuan koordinat horizontal (X, Y) ditentukan dengan mengukur jarak optis dan azimut antara titik BM dengan titik detil. Penentuan beda tinggi dari setiap detil

12 12 dilakukan secara trigonometris, dimana pengukuran beda tinggi dengan cara trigonometris adalah suatu proses penentuan beda tinggi dari titik-titik pengamatan dengan cara mengukur sudut miring atau vertikalnya dengan jarak yang diketahui, baik jarak dalam bidang datar maupun jarak geodetis untuk menentukan nilai koordinat Z dari titik detil tersebut. I Penggambaran peta topografi. Penggambaran peta topografi secara digital dilakukan dengan mengolah data hasil download pengukuran, kemudian diolah dengan perangkat lunak Microsoft Excel untuk data yang diperoleh melalui pengukuran menggunakan Total Station. Untuk data hasil pengukuran GPS, khususnya data dengan format rinex hasil pengukuran GPS metode RTK radio, proses download data langsung dilakukan dari perangkat GPS tanpa harus diolah menggunakan Microsoft Excel seperti data ukuran dengan Total Station. Setelah proses download data, dapat dilakukan plotting titik-titik hasil pengukuran dengan menggunakan perangkat lunak CAD yaitu Autocad Civil 3D Penggambaran peta situasi secara digital menggunakan perangkat lunak Autocad mencakup tahapan plotting, editing dan finishing dari data ukuran yang meliputi : 1. Penggambaran titik kontrol. 2. Penggambaran titik awal dan akhir jalur GPR. Titik awal dan akhir jalur GPR yang digambar berupa titik-titik yang telah diukur dan telah diklompokkan menurut layernya. Titik-titik tersebut digambarkan agar pada peta situasi yang dihasilkan jalur GPR yang merepresentasikan kondisi sebenarnya dari daerah yang dipetakan. 3. Penggambaran garis kontur. Garis kontur perlu digambarkan dalam suatu peta situasi dengan tujuan untuk mengetahui gambaran topografi dari daerah yang dipetakan. Garis kontur tersebut menggambarkan tren dari topografi di suatu daerah pemetaan karena memuat informasi tinggi yang ditampilkan dalam bentuk nilai dari interval kontur. Dalam proses penggambaran garis kontur harus mempertimbangkan karakteristik dan spesifikasi garis kontur yang benar. Garis kontur mempunyai beberapa sifat antara lain (Basuki, 2006) :

13 13 a. Tidak berpotongan. b. Tidak bercabang. c. Tidak bersilangan. d. Semakin jarang menunjukkan daerah yang semakin datar. e. Semakin rapat menunjukkan daerah yang semakin curam. f. Tidak berhenti didalam peta. Penggambaran kontur pada perangkat lunak autocad dilakukan dengan menggunakan seluruh data dari titik tinggi topografi yang terkelompok dalam layer khusus yang disebut spot height (kode SH). Dalam pelaksanaannya, pembuatan kontur juga dipadu dengan layer-layer detil planimetrik yang telah dibuat sebelumnya. I.5.2. Ground Penetrating Radar (GPR) GPR merupakan metode geofisika yang menggunakan elektromagnetik untuk mendeteksi objek yang terkubur dalam tanah dan mengevaluasi kedalaman objek tersebut. Menurut David dan Annan (1989) dalam Kearey dan Brooks (2002), GPR merupakan teknik pencitraan tanah dan struktur batuan pada kedalaman dangkal dengan tingkat resolusi yang tinggi. Teknik ini menggunakan propagasi gelombang radar yang melewati media yang dikontrol oleh sumber elektrik dengan frekuensi tinggi (900 MHz-1 GHz). Dalam penerapannya, GPR dapat digunakan untuk pemetaan geologi menggunakan antena < 500 MHz dan untuk rekayasa (uji tidak merusak) menggunakan antena > 500 MHz. Metode GPR menggunakan tanggapan tanah terhadap gelombang elektromagnetik yang merambat melaluinya. Gelombang elektromagnetik merupakan gelombang medan yang merambat secara transversal. Gelombang elektromagnetik terdiri atas dua komponen yang saling tegak lurus terhadap arah getar dari medan listrik dan medan magnet. Setelah menempuh jarak tertentu, amplitudo gelombang radar mengalami peredaman/atenuasi (Supriyanto,2007). Amplitudo gelombang dapat dihitung dengan persamaan I.1 : E = E0 exp (-ax)...(i.1)

14 14 Dalam hal ini : E0 : amplitudo medan listrik a : koefisien atenuasi x : jarak Faktor-faktor yang mempengaruhi amplitudo gelombang radar sehingga mengalami peluruhan (atenuasi) adalah : 1. Geometrical spreading (penyebaran geometris) 2. Hamburan energi karena ketidakhomogenan medium 3. Pantulan energi pada bidang batas medium 4. Penyerapan energi 5. Rugi akibat antena Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang terhubung ke sumber pulsa dengan pengaturan timing circuit dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke unit pengolahan dan display sebagai tampilan akhir. Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, GPR harus memiliki persyaratan, yaitu kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah, penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien, menghsilkan sinyal dengan amplitudo yang besar dari objek yang dideteksi, dan bandwith yang cukup untuk menghasilkan resolusi yang baik. GPR memiliki kesamaan prinsip dengan seismik refleksi dan survei sonar. Propagasi gelombang dikontrol oleh konstanta dielektrik (permitivitas relatif) dan konduktivitas di bawah permukaan. Konstanta dielektrik dapat berpindah pada konduktor buruk. Air memiliki konstanta dielektrik 80, dimana hampir seluruh material geologi memiliki kisaran nilai konstanta dielektrik antara 4 s.d. 8. Akibatnya, air yang terkandung dalam suatu material akan memiliki pengaruh kuat untuk propagasi gelombang radar. Kontras antara konduktivitas dan konstanta dielektrik yang melewati permukaan mengakibatkan gelombang radar tersebut dipantulkan. Kedalaman objek dapat diketahui dengan mengukur selang waktu antara pemancaran dan penerimaan pulsa dimana kecepatan perambatan gelombang elektromagnetik harus diketahui tergantung kepada kecepatan cahaya di udara. Jika konstanta dielektrik medium semakin besar, maka kecepatan gelombang elektromagnetik yang dirambatkan semakin kecil. Pulse Repetition Frequency (PRF) merupakan nilai yang menyatakan

15 15 seberapa seringnya pulsa radar diradiasikan ke dalam tanah dan dilandasi dengan kedalaman maksimum yang ingin dicapai. I Prinsip kerja GPR. GPR memiliki cara kerja yang sama dengan radar konvensional. GPR mengirim pulsa energi antara 10 s.d MHz ke dalam tanah dari suatu antena, dan kemudian merekam pemantulannya dalam waktu yang sangat singkat. Gambar I.4. Prinsip kerja GPR (Sumber : Jika suatu pulsa GPR mengenai suatu lapisan atau objek dengan suatu konstanta dielektrik berbeda, pulsa dipantulkan kembali, diterima oleh antena receiver, waktu dan besar pulsa direkam, seperti ditunjukan pada Gambar 1.4. Pada banyak kasus, antena transmitter dan antena receiver adalah sama. Walaupun GPR beroperasi sama seperti sistem radar konvensional pada umumnya, dalam artian bahwa ia mengirimkan gelombang elektromagnetik dan menerima radar yang kembali, yang kemudian diproses untuk melihat target. Namun demikian, GPR dikarekterisasi oleh tiga prinsip mendasar yang membedakannya dari sistem radar konvensional.

16 16 Pertama, bandwidth operasi dari GPR diletakkan pada frekuensi rendah untuk mendapatkan kedalaman penetrasi yang memadai ke dalam tanah. Kenyataannya, kedalaman penetrasi dari sinyal yang dipancarkan, pada umumnya sangat terbatas sesuai dengan panjang gelombangnya. Di sisi lain, radar harus mampu menyediakan resolusi down-range yang memadai, untuk itu bandwidth operasi diperlukan bandwidth operasi puluhan s.d. ratusan megahertz. Bandwidth operasi ini sesuai dengan frekuensi tengah radar, yang menyebabkan bandwidth relatif (rasio bandwidth terhadap frekuensi tengah) mendekati satu atau terkadang lebih besar. Ini berarti GPR bersifat ultrawideband dan berbeda dengan sistem radar konvensional, yang beroperasi pada band frekuensi yang lebih tinggi. Kompromi antara kedalaman penetrasi dan resolusi harus selalu dilakukan, penetrasi yang lebih dalam dapat dicapai dengan menggunakan frekuensi yang lebih rendah namun dengan resolusi downrange yang lebih rendah pula. Kedua, tidak seperti sistem radar konvensional, GPR beroperasi di dekat permukaan tanah. Hal ini berakibat kekasaran dari permukaan tanah dan ketidakhomogenan tanah dapat meningkatkan clutter. Dalam banyak kasus penguna GPR dengan terpaksa harus melakukan image prosesing tingkat lanjut untuk membedakan target dari clutter. Ketiga, kebanyakan GPR merupakan sistem radar jarak dekat (short-range). Pada kondisi ini target biasanya terletak di daerah medan dekat atau medan menengah sehingga karakteristik medan dekat antenna menjadi sangat penting. Hal ini sangat berbeda dengan radar konvensional, yang beroperasi pada medan jauh. Kemampuan penetrasi GPR tergantung pada frekuensi sinyal, efisiensi radiasi antena dan sifat dielektrik material. Sinyal radar dengan frekuensi yang tinggi menghasilkan resolusi yang tinggi dengan kedalaman penetrasinya terbatas, sebaliknya sinyal radar dengan frekuensi rendah menghasilkan penetrasi kedalaman yang jauh tetapi resolusinya rendah (Arcone, 1984). Frekuensi gelombang radar yang dipancarkan dapat diatur dengan mengganti antena. Dimensi antena bervariasi dengan frekuensi gelombang radar, sebagai misal antena 1 Ghz berukuran 30 cm sedangkan antena 25 Mhz mempunyai panjang 6 m (Astutik, 2001). Pemilihan frekuensi yang digunakan tergantung pada ukuran target. Aproksimasi range

17 17 kedalaman dan aproksimasi maksimum kedalaman penetrasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel I.1. Tabel I.1. Resolusi dan daya tembus gelombang radar (Mala Geoscience, 1997) Frekuensi Ukuran target Aproksimasi range Penetrasi antena (MHz) minimum yang kedalaman (m) kedalaman terdeteksi (m) maksimum (m) 25 1,0 5 s.d s.d ,5 5 s.d s.d ,1 1,0 2 s.d s.d ,05 0,50 1 s.d s.d ᴝ 0,05 1 s.d. 5 3 s.d Cm 0,05 s.d. 2 0,5 s.d. 4 Tahapan dalam metode GPR, terdiri atas akuisisi data GPR, pengolahan data, dan tahap interpretasi. I Sistem komponen pada GPR. Sistem GPR yang digunakan untuk mengukur keadaan di bawah permukaan tanah terdiri atas unit kontrol, antena pengirim dan antena penerima, penyimpanan data yang sesuai dan peralatan display. Unit kontrol radar menghasilkan pulsa trigger tersinkronasi ke pengirim dan penerima elektronik di antena. Pulsa ini mengendalikan pengirim dan penerima elektronik untuk menghasilkan sampel gelombang dari pulsa radar yang dipantulkan. Antena merupakan tranduser yang mengkonversikan arus elektrik pada elemen-elemen antena logam (biasanya antena bowtie-dipole sederhana) untuk mengirimkan gelombang elektromagnetik yang dipropagasikan ke dalam material. Antena memancarkan energi elektromagnetik ketika terjadi perubahan percepatan arus pada antena. Radiasi terjadi sepanjang garis, dan radisi terjadi sepanjang waktu ketika terjadi perubahan arah arus (misalnya pada ujung elemen antena). Mengendalikan dan mengarahkan energi elektromagnetik dari antena merupakan tujuan dari perancangan antena. Antena juga mengubah gelombang elektromagnetik ke arus pada suatu elemen antena, bertindak sebagai suatu penerima energi elektromagnetik dengan cara menangkap bagian gelombang elektromagnetik. Frekuensi tengah

18 18 antena yang disediakan untuk tujuan komersial berkisar antara 10 s.d MHz. Antena ini menghasilkan pulsa yang secara khas memiliki 2 atau 3 oktav bandwidth. Secara umum, antena dengan frekuensi rendah dapat menyediakan kedalaman penetrasi yang lebih tinggi namun memiliki resolusi yang lebih rendah dibandingkan dengan antena dengan frekuensi tinggi. Sistem GPR dikendalikan secara digital, dan data selalu direkam secara digital untuk kebutuhan pemrosesan survei akhir dan display. Kendali digital dan display bagian dari sistem GPR secara umum terdiri atas sebuah mikroprosesor, memori, dan mass storage yaitu medium untuk menyimpan bidang pengukuran. Sebuah mikrokomputer yang kecil dan operating system standard kerapkali digunakan untuk mengendalikan proses pengukuran, menyimpan data, dan bertindak sebagai penghubung dengan pengguna. Data kemungkinan dapat mengalami proses penyaringan pada bidang untuk menghilangkan noise, atau data kasar mungkin direkam terlebih dahulu dan pemrosesan data untuk menghilangkan noise dilakukan di kemudian waktu. Penyaringan medan untuk menghilangkan noise yang terdiri atas pemfilteran elektronik dan/atau pemfilteran digital dilakukan terlebih dahulu untuk merekam data pada medium penyimpanan data. Bidang pemfilteran secara normal harus diperkecil kecuali pada kasus-kasus tertentu ketika data harus ditafsirkan segera setelah direkam. I Tahap akuisisi data GPR. Tahap akuisisi data GPR diawali dengan penentuan kedalaman dan frekuensi. Kemudian dilanjutkan dengan mendeteksi kondisi bawah permukaan dengan cara memindahkan kedua antena sesuai model yang dikehendaki. Gelombang yang dipancarkan dapat dipantulkan setelah melalui two-way travel time tertentu dan ditampilkan pada radargram yang berbentuk penampang. Konfigurasi inilah yang merupakan perbedaan litologi. Terdapat tiga model data GPR, yaitu reflection profiling, wide angel reflection and refraction (WARR), dan radar tomografi. Reflection profiling dilakukan dengan membawa antena yang bergerak dan kedalaman target atau reflektor dapat diketahui jika cepat rambat gelombang diketahui. Metode WARR dilakukan dengan meletakkan sumber pemancar dengan posisi tetap dan receiver yang dipindahkan sepanjang lintasan penyelidikan. Metode ini biasanya dilakukan pada reflektor yang relatif datar atau kemiringan rendah. Sedangkan metode radar

19 19 tomografi dilakukan dengan menempatkan transmitter dan receiver pada posisi berlawanan. I Tahap pengolahan data. Setelah memperoleh data GPR, maka data ini harus diproses. Untuk mempermudah teknik interpretasi dan visualisasi maka data perlu diolah menggunakan teknik seperti berikut : a. Konversi data ke penggunaan format digital. b. Penghilangan/minimalisasi gelombang direct dan gelombang udara dari data. c. Penyesuaian amplitudo pada data. d. Penyesuaian penguatan pada data. e. Penyesuaian statis pada data. f. Filtering data. g. Velocity analisttis. h. Migrasi. Pemetaan pipa bawah tanah dengan menggunakan GPR dilakukan dengan melakukan pengukuran cross section koridor 10 s.d. 20 m sepanjang jalur induk pipa air yang dipetakan dengan interval 5 s.d.15 m. Material di bawah permukaan bumi terdiri atas karakteristik yang berbeda (heterogen) sehingga sinyal yang dipancarkan dan kembali dapat mengalami perubahan (atenuasi) di sepanjang lintasan. Tahap ini terbagi menjadi dua fase, yaitu selama akuisisi dan setelah akuisisi. Selama akuisisi, sinyal difiltrasi untuk mendapatkan data yang potensial sehingga tidak memerlukan penyelidikan ulang. Sedangkan setelah akuisi, filtrasi data tetap dilakukan, terutama data digital. I Tahap interpretasi. Yang perlu diperhatian dalam interpretasi adalah interpretasi grafik, analisis kuantitatif, dan kegagalan interpretasi. Berdasarkan interpretasi grafik, kecepatan gelombang dapat diketahui dengan asumsi suatu konstanta dielektrik relatif yang mendekati suatu nilai material tertentu. Hal ini mengakibatkan Two-Way Travel Time (TWT) dapat diterjemahkan menjadi kedalaman dan dapat diketahui nilai sebenarnya dari kecepatan gelombang.

20 20 Dengan analisis kuantitatif, kedalaman target dapat diketahui dari cukup tidaknya nilai yang diketahui dari analisis kecepatan, variasi konstanta dielektrik material yang dilewati, amplitudo, dan koefisien refleksi. Namun, perlu diketahui interpretasi menggunakan metode GPR ini memiliki kelemahan yaitu tidak mampu mengidentifikasi permukaan tanah akibat perlakuan yang dialami oleh sinyal selama perjalanan melewati medium Penentuan Posisi Pipa dengan Total Station Proses interpretasi data citra dapat menghasilkan titik-titik pipa yang sudah pada citra tersebut tetapi belum dalam bentuk titik-titik koordinat pipa. Oleh karena itu diperlukan data pengukuran Total Station yang digabungkan sehingga titik titik pipa yang telah diinterpretasikan dapat diketahui koordinat sesuai dengan sistem koordinat yang telah ditentukan. Koordinat titik awal dan akhir pengukuran GPR dapat langsung digabungkan dengan hasil dari pengolahan data GPR. Dengan demikian diketahui posisi pipa dengan menggunakan fungsi waktu yaitu diukur waktu tempuh alat GPR dari titik awal ke titik akhir dengan asumsi kecepatan GPR konstan sehingga posisi pipa dapat diketahui. Ilustrasi penentuan posisi pipa dapat diliat pada Gambar I.5. Keterangan Gambar I.5. : Gambar I.5. Ilustrasi penentuan posisi pipa : jalur pipa

21 21 : cross section pengukuran GPR XA, YA XB, YB XP, YP tab tap : koordinat planimetrik titik awal pengukuran GPR : koordinat planimetrik titik akhir pengukuran GPR : koordinat planimetrik titik pipa bawah tanah : waktu tempuh dari titik awal ke titik akhir pengukuran GPR : waktu tempuh dari titik awal ke titik indikasi pipa Berdasarkan Gambar I.5. posisi pipa (XP, YP) dapat ditentukan menggunakan interpolasi linear dari fungsi waktu. Interpolasi linear ini menggunakan data pengukuran tab dari alat GPR sedangkan tap hasil interpretasi pipa pada data pengukuran GPR. Persamaan interpolasi linear posisi pipa disajikan pada persamaan I.2 dan I.3.(Sulistian, Teguh., 2015) X P = X A + t AP t AB Y P = Y A + t AP t AB (X B X A ).. (I.2) (Y B Y A )... (I.3) Ada cara lain untuk mendapatkan posisi pipa yaitu dengan menghitung azimut dari dua titik yaitu antara titik awal dan akhir kemudian mencari koordinat pipa dari titik awal. Persamaan tersebut disajikan pada persamaan I.4, I.5 dan I.6. α AB = Arc Tg (Xb Xa) (Yb Ya) (I.4) X P = X A + D Sin α (i.5) Y P = Y A + D Cos α (i.6) Selanjutnya untuk posisi tinggi (Z) pipa dihitung menggunakan nilai kedalaman hasil pengukuran GPR dengan bidang acuan Digital Terrain Model (DTM). Sebelumnya perlu dicari nilai Z pipa pada bidang DTM menggunakan metode drape. Drape merupakan langkah mencari nilai ketinggian (Z) pada DTM berdasar posisi planimetrik (X,Y) yang diketahui. Setelah nilai Z pada DTM sudah

22 22 didapatkan maka nilai Z pipa bawah tanah dapat dihitung menggunakan persamaan I.7. ZP Dalam hal ini : ZP ZDTM D pipa = Z DTM D Pipa.(I.7) : tinggi pipa (m) : tinggi pipa pada DTM (m) : kedalaman pipa dengan bidang acuan DTM (m)

Sistem Ground Penetrating Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah

Sistem Ground Penetrating Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah Sistem Ground Penetrating Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah Folin Oktafiani folin@ppet.lipi.go.id Sulistyaningsih sulis@ppet.lipi.go.id Yusuf Nur Wijayanto yusuf@ppet.lipi.go.id

Lebih terperinci

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR).1 Prinsip Dasar GPR Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Berasal dari dua kata yaitu geo berarti bumi dan radar singkatan dari radio detection and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Candi Borobudur adalah monumen Buddha termegah dan kompleks stupa terbesar di dunia yang diakui oleh UNESCO. Bangunan Candi Borubudur tersebut secara keseluruhan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

GROUND PENETRATING RADAR (GPR) BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR) 2.1 Gelombang Elektromagnetik Gelombang adalah energi getar yang merambat. Bentuk ideal dari suatu gelombang akan mengikuti gerak sinusoidal. Selain radiasi elektromagnetik,

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 2.1 Umum elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik seperti yang diilustrasikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Indonesia. Lokasi Candi Prambanan terletak di Kecamatan Prambanan, sekitar 20 km dari pusat kota Yogyakarta. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (near surface exploration). Ground Penetrating Radar (GPR) atau georadar secara

BAB I PENDAHULUAN. (near surface exploration). Ground Penetrating Radar (GPR) atau georadar secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Teknologi radar telah menjadi pusat perhatian dalam dunia eksplorasi dangkal (near surface exploration). Ground Penetrating

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Salah satu kegiatan eksplorasi seismic di darat adalah kegiatan topografi seismik. Kegiatan ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III GROUND PENETRATING RADAR

BAB III GROUND PENETRATING RADAR BAB III GROUND PENETRATING RADAR 3.1. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang terdiri dari medan elektrik (electric field) dan medan magnetik (magnetic field) yang dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP

ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP ANALISIS PENGARUH TOTAL ELECTRON CONTENT (TEC) DI LAPISAN IONOSFER PADA DATA PENGAMATAN GNSS RT-PPP Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Metode Real Time Point Precise Positioning (RT-PPP) merupakan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Candi Borobudur adalah candi Budha terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu peninggalan sejarah yang ditetapkan sebagai World Heritage Site atau warisan dunia

Lebih terperinci

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE PENENTUAN POSISI DENGAN GPS METODE ABSOLUT Metode Point Positioning Posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 Pronsip penentuan posisi adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH. GELOMBANG MENENGAH Berdasarkan spektrum frekuensi radio, pita frekuensi menengah adalah gelombang dengan rentang frekuensi yang terletak antara 300 khz sampai 3 MHz

Lebih terperinci

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT 4.1 Komunikasi Radio Komunikasi radio merupakan hubungan komunikasi yang mempergunakan media udara dan menggunakan gelombang

Lebih terperinci

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 8 HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band High Frequency (HF). Mahasiswa

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi Pengertian Geofisika Geofisika: bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi melalui kaidah atau

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station)

On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) On The Job Training PENGENALAN CORS (Continuously Operating Reference Station) Direktorat Pengukuran Dasar Deputi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2011 MODUL

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

Radio dan Medan Elektromagnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik Radio dan Medan Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik Gelombang Elektromagnetik adalah gelombang yang dapat merambat, Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa

Lebih terperinci

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

Materi II TEORI DASAR ANTENNA Materi II TEORI DASAR ANTENNA 2.1 Radiasi Gelombang Elektromagnetik Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA Kompetensi: Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk komunikasi, salah satunya pada rentang band Ultra High Frequency (HF).

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 Pengukuran Detil Situasi dan Garis Pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan sumber daya alam yang berlimpah. Kondisi sumber daya alam Indonesia saat ini, sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1 Latar belakang Secara umum geofisika atau fisika bumi adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena-fenomena fisika yang terjadi di lapisan-lapisan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Alat Ukur GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat, untuk menentukan posisi, kecepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Waduk Sermo merupakan struktur bangunan berisi air yang berada di permukaan tanah yang berlokasi di Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel BAB II PEMODELAN PROPAGASI 2.1 Umum Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel ke sel yang lain. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari

Lebih terperinci

Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten. Tasikmalaya. Lahan berada diantara BT dan LS

Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten. Tasikmalaya. Lahan berada diantara BT dan LS BAB IV AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengukuran Insitu 4.1.1 Lokasi dan Persiapan Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten Tasikmalaya. Lahan berada diantara 1 0 20 1 0 25 BT dan 7 0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pemetaan situasi skala besar pada umumnya dilakukan secara teristris yang memerlukan kerangka peta biasanya berupa poligon. Persebaran titik-titik poligon diusahakan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik

Lebih terperinci

Pertemuan ke-6 Sensor : Bagian 2. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

Pertemuan ke-6 Sensor : Bagian 2. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Pertemuan ke-6 Sensor : Bagian 2 Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM Agenda Pendahuluan : gelombang EM dan antena RF Parameter antena RF Penggunaan antena RF dalam metode geofisika

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA

APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA APLIKASI METODE SEISMIK REFRAKSI UNTUK ANALISA LITOLOGI BAWAH PERMUKAAN PADA DAERAH BABARSARI, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA Kevin Gardo Bangkit Ekaristi 115.130.094 Program Studi Teknik Geofisika, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi GPS GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia BAB 5 PEMBAHASAN Dua metode penelitian yaitu simulasi dan eksperimen telah dilakukan sebagaimana telah diuraikan pada dua bab sebelumnya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa dan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang BAB II TEORI DASAR 2.1. PROPAGASI GELOMBANG Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang didesain untuk memancarkan sinyal

Lebih terperinci

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH Pertemuan 9 SISTEM ANTENA DAHLAN ABDULLAH dahlan.unimal@gmail.com http://www.dahlan.web.id PENDAHULUAN Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB III TRANSFORMASI RADON

BAB III TRANSFORMASI RADON BAB III TRANSFORMASI RADON 3.1 Perilaku Noise Pada Data GPR Kemampuan GPR untuk menghasilkan image bawah permukaan yang impresif membuat metoda geofisika ini banyak digunakan dalam bidang geologi, engineering,

Lebih terperinci

Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat

Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Eka Ayu Nuzuliani 1, Piter Lepong 2, Kris Budiono 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH

RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH RANCANG BANGUN GROUND PENETRATING RADAR UNTUK MENDETEKSI SALURAN PIPA BAWAH TANAH Amir D Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Lhokseumawe Jln Banda Aceh-Medan Km

Lebih terperinci

ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI

ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI ILMU UKUR TANAH 2 PENENTUAN POSISI Oleh: Andri Oktriansyah JURUSAN SURVEI DAN PEMETAAN UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG 2017 1. Penentuan Posisi Penentuan posisi titik dikelompokkan dalam dua

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO No Percobaan : 01 Judul Percobaan Nama Praktikan : Perambatan Gelombang Mikro : Arien Maharani NIM : TEKNIK TELEKOMUNIKASI D3 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Georadar II.1.1. Prinsip Dasar Georadar Ground penetrating radar (GPR) memancarkan pulse pendek (short pulse) energi gelombang elektromagnetik yang menembus daerah bawah (subsurface)

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik.

BAB III METODE PENELITIAN. Adapun metode penelitian tersebut meliputi akuisisi data, memproses. data, dan interpretasi data seismik. 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisitik dari data hasil rekaman seismik refleksi saluran tunggal. Adapun metode penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Global Positioning System (GPS) Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Global Positioning System (GPS) 2.1.1 Konsep Penentuan Posisi Dengan GPS GPS (Global Positioning System) merupakan sistem satelit navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metoda non-destructive testing (NDT) pada bidang rekayasa sipil saat ini semakin berkembang seiring dengan semakin majunya teknologi yang diterapkan pada peralatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang GPR merupakan sistem yang sangat berguna untuk proses pendeteksian benda-benda yang berada atau terkubur di dalam tanah dengan kedalaman tertentu tanpa harus menggali

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 10 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Definisi VSAT VSAT merupakan singkatan dari Very Small Aperture Terminal, awalnya merupakan suatu trademark untuk stasiun bumi kecil yang dipasarkan sekitar tahun 1980 oleh

Lebih terperinci

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK =================================================

Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Materi Pendalaman 03 GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK ================================================= Bila dalam kawat PQ terjadi perubahan-perubahan tegangan baik besar maupun arahnya, maka dalam kawat PQ

Lebih terperinci

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah Wawang Sri Purnomo dan Muhammad Rizki Ramdhani Kelompok Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II SALURAN TRANSMISI

BAB II SALURAN TRANSMISI BAB II SALURAN TRANSMISI 2.1 Umum Penyampaian informasi dari suatu sumber informasi kepada penerima informasi dapat terlaksana bila ada suatu sistem atau media penyampaian di antara keduanya. Jika jarak

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Perangkat elektronik atau perangkat komunikasi dapat saling berhubungan diperlukan antena yang menggunakan frekuensi baik sebagai pemancar ataupun penerima.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penentuan posisi dengan survei Global Navigation Satellite System (GNSS) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Teknologi GNSS merupakan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1) BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri Pengukuran pada satelit altimetri adalah pengukuran jarak dari altimeter satelit ke permukaan laut. Pengukuran jarak dilakukan dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin banyak penerapan teknologi dalam kehidupan sehari-hari yang berdasarkan perkembangan pemanfaatan energi dan sumber daya alam di laut Indonesia, maka ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN

BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN BAB IV ANALISA. TERSEBUT DIAPLIKASIKAN UNTUK PENDETEKSIAN CACAT DALAM PADA MATERIAL BAJA. DENGAN BAB IV ANALISA 4.1 Analisis Simulasi Salah satu teknik untuk memodelkan perambatan ultrasonik dalam medium

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2016 tentang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1814, 2017 BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN. Sistem Komunikasi Pencarian dan Pertolongan. PERATURAN BADAN NASIONAL PENCARIAN DAN PERTOLONGAN NOMOR 19 TAHUN 2017

Lebih terperinci

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN

Teknik Sistem Komunikasi 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Model Sistem Komunikasi Sinyal listrik digunakan dalam sistem komunikasi karena relatif gampang dikontrol. Sistem komunikasi listrik ini mempekerjakan sinyal listrik untuk membawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENELITIAN TERDAHULU Sebelumnya penelitian ini di kembangkan oleh mustofa, dkk. (2010). Penelitian terdahulu dilakukan untuk mencoba membuat alat komunikasi bawah air dengan

Lebih terperinci

Dasar- dasar Penyiaran

Dasar- dasar Penyiaran Modul ke: Fakultas FIKOM Dasar- dasar Penyiaran AMPLITUDO MODULATON FREQUENCY MODULATON SHORT WAVE (SW) CARA KERJA PEMANCAR RADIO Drs.H.Syafei Sikumbang,M.IKom Program Studi BROAD CASTING Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. tersebut diaplikasikan untuk pendeteksian cacat dalam pada material baja. Dengan

BAB IV ANALISA. tersebut diaplikasikan untuk pendeteksian cacat dalam pada material baja. Dengan BAB IV ANALISA 4.1 Analisis Simulasi Salah satu teknik untuk memodelkan perambatan ultrasonik dalam medium adalah dengan pulse echo single probe. Pulse echo single probe adalah salah satu probe ultrasonik

Lebih terperinci

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR

PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR PENGUKURAN BEDA TINGGI / SIPAT DATAR Survei dan Pengukuran APA YG DIHASILKAN DARI SIPAT DATAR 2 1 3 4 2 5 3 KONTUR DALAM ILMU UKUR TANAH Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang berketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak

BAB I PENDAHULUAN. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak dikembangkan baik dari sisi teknologi maupun segi bisnis. GPR adalah sistem radar yang digunakan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data seismik dengan menggunakan perangkat lunak ProMAX 2D sehingga diperoleh penampang seismik yang merepresentasikan penampang

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi radar pada awalnya dikembangkan untuk mendeteksi target dilangit, maupun benda-benda diatas permukaan tanah atau dilaut. Radar itu sendiri pada prinsip dasarnya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR ANTENA. Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless,

BAB II TEORI DASAR ANTENA. Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless, BAB II TEORI DASAR ANTENA 2.1 Umum Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless, antena radio pertama dibuat oleh Heinrich Hertz yang tujuannya untuk membuktikan keberadaan gelombang

Lebih terperinci

Scientific Echosounders

Scientific Echosounders Scientific Echosounders Namun secara secara elektronik didesain dengan amplitudo pancaran gelombang yang stabil, perhitungan waktu yang lebih akuran dan berbagai menu dan software tambahan. Contoh scientific

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007] BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Data LIDAR 4.1.1. Analisis Kualitas Data LIDAR Data LIDAR memiliki akurasi yang cukup tinggi (akurasi vertikal = 15-20 cm, akurasi horizontal = 0.3-1 m), dan resolusi yang

Lebih terperinci

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta Telekomunikasi Radio Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta Telekomunikasi Radio Merupakan suatu bentuk komunikasi modern yang memanfaatkan gelombang radio sebagai sarana untuk membawa suatu pesan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUKURAN

BAB III METODE PENGUKURAN BAB III METODE PENGUKURAN 3.1 Deskripsi Tempat PLA Penulis melaksanakan PLA (Program Latihan Akademik) di PT. Zenit Perdana Karya, yang beralamat di Jl. Tubagus Ismail Dalam No.9 Bandung. Perusahaan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi listrik yang kurang merata di Provinsi Bengkulu menyebabkan adanya ketimpangan kapasitas energi listrik yang tersedia di beberapa daerah.

Lebih terperinci

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran

BAB III WAVEGUIDE. Gambar 3.1 bumbung gelombang persegi dan lingkaran 11 BAB III WAVEGUIDE 3.1 Bumbung Gelombang Persegi (waveguide) Bumbung gelombang merupakan pipa yang terbuat dari konduktor sempurna dan di dalamnya kosong atau di isi dielektrik, seluruhnya atau sebagian.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISIS 4.1 Syarat Pengukuran Pengukuran suatu antena yang ideal adalah dilakukan di suatu ruangan yang bebas pantulan atau ruang tanpa gema (Anechoic Chamber). Pengukuran antena

Lebih terperinci

MODUL 3 GEODESI SATELIT

MODUL 3 GEODESI SATELIT MODUL 3 GEODESI SATELIT A. Deskripsi Singkat Geodesi Satelit merupakan cabang ilmu Geodesi yang dengan bantuan teknologi Satelite dapat menjawab persoalan-persoalan Geodesi seperti Penentuan Posisi, Jarak

Lebih terperinci

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat bergantung pada keadaan cuaca dan fenomena luar angkasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan dan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah baik di darat

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci