VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

dokumen-dokumen yang mirip
V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

I. PENDAHULUAN. Pada awal setiap tahun anggaran, pemerintah Indonesia selalu menetapkan

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian ini menyajikan faktor faktor ekonomi yang mempengaruhi

1. Tinjauan Umum

I. PENDAHULUAN. Industri tekstil bukanlah merupakan sebuah hal baru dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Oleh. masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sebagai penyimpan nilai, unit hitung, dan media pertukaran.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. panjang dari masyarakat untuk disalurakan ke sektor-sektor produktif. Apabila

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional adalah salah satu komponen penting yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

BAB VII PEMBANGUNAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diartikan sebagai nilai tambah total yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

BAB I PENDAHULUAN. global, tidak terkecuali Indonesia ikut merasakan dampak tersebut. Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Mencermati data laporan Bank Indonesia dari berbagai seri dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

Keseimbangan Ekonomi Empat Sektor. Oleh: Ruly Wiliandri, SE., MM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

VI. DAMPAK GUNCANGAN EKSTERNAL TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

Pertumbuhan PDB atas dasar harga konstan tahun 1983

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BOKS 1 PENGARUH SHOCK NILAI TUKAR RUPIAH DAN PENDAPATAN NEGARA MITRA DAGANG TERHADAP EKSPOR PROPINSI BANTEN

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan dagang dengan pihak luar negeri, mengingat bahwa setiap negara

BAB I PENDAHULUAN. Nilai tukar sering digunakan untuk mengukur tingkat perekonomian suatu

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Implementasi kebijakan..., Nursantiyah, FISIP UI, 2009

VII. DAMPAK GUNCANGAN DOMESTIK TERHADAP MAKROEKONOMI INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemungkinan kelebihan produksi barang dan jasa tersebut demikian juga negara lain. Jika

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana dan terus-menerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Transkripsi:

219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam arti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Sedangkan terhadap inflasi, walaupun dalam jangka pendek mengalami kenaikan, namun dalam jangka panjang cenderung menurun dan stabil. Demikian pula terjadi pada nilai tukar rupiah, walaupun dalam jangka pendek mengalami depresiasi, namun dalam jangka panjang nilai tukar rupiah cenderung meningkat atau mengalami apresiasi. Guncangan ekspor nonagro industri dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor dari masing-masing 0.80 persen dan 5.36 persen pada periode jangka pendek menjadi masingmasing 1.46 persen dan 6.80 persen pada periode jangka panjang, dan mencapai keseimbangan rata-rata pada periode ke 18 dan 19. Dampak positip terhadap PDB dan Net ekspor tersebut didukung oleh penurunan pada tingkat inflasi dan nilai tukar dari masing-masing 2.52 persen dan 6.77 persen dalam jangka pendek, turun menjadi 0.13 persen dan 3.48 persen dalam jangka panjang, dan mencapai keseimbangan masing-masing pada periode ke 20 dan 21. Kenaikan inflasi dalam jangka pendek diperkirakan berhubungan positip dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, sehingga menyebabkan peningkatan biaya produksi yang bersumber dari impor. Hal ini juga terjadi dalam jangka panjang, kecenderungan penurunan tingkat inflasi diikuti pula oleh

220 apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, sehingga biaya produksi yang bersumber dari impor juga mengalami penurunan. Dengan kondisi tersebut dalam jangka panjang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor. Respon kinerja makroekonomi atas guncangan ekspor nonagro industri rata-rata akan stabil pada periode ke 19.5 atau sekitar 5 tahun. 8.1.2. Respon kinerja makroekonomi Indonesia atas guncangan ekspor pertanian memiliki pola hubungan yang sama dengan pengaruh guncangan ekspor nonagro industri. Dalam jangka pendek dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, net ekspor, inflasi, dan nilai tukar, dan dalam jangka panjang terhadap PDB dan BOT cenderung meningkat, sementara terhadap Inflasi (INF) dan nilai tukar (ER) cenderung menurun. Guncangan ekspor pertanian dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor dari masing-masing 2.04 persen dan 2.69 persen pada periode jangka pendek menjadi masing-masing 3.58 persen dan 7.56 persen pada periode jangka panjang. dan mencapai keseimbangan masing-masing pada periode ke 25 dan 16. Dampak positip terhadap PDB dan Net ekspor tersebut, diperkirakan dipengaruhi oleh penurunan pada tingkat inflasi dan nilai tukar dari masing-masing 0.49 persen dan 10.34 persen dalam jangka pendek, turun menjadi minus 0.11 persen dan 5.03 persen dalam jangka panjang. dan mencapai keseimbangan masing-masing pada periode ke 22 dan 24. Sementara kenaikan inflasi akibat dari pengaruh guncangan ekspor pertanian dalam jangka pendek dapat disebabkan oleh terjadinya kelangkaan bahan baku primer di dalam negeri akibat dari kenaikan ekspor

221 produk pertanian. Hal ini terjadi karena harga di luar negeri lebih tinggi. Sementara nilai tukar yang masih terdepresiasi dalam jangka pendek, disebabkan oleh kemampuan kenaikan ekspor pertanian belum cukup kuat untuk meningkatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Selain itu bisa juga disebabkan oleh devisa hasil ekspor para eksportir masih disimpan di luar negeri, bahkan bisa juga disebabkan oleh kekuatan permintaan melebihi penawaran terhadap mata uang dolar Amerika. Respon kinerja makroekonomi atas guncangan ekspor pertanian rata-rata akan stabil ada periode ke 19.5 atau sekitar 5 tahun. 8.1.3. Pengaruh guncangan ekspor agro industri manufaktur baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang adalah positip. Hanya saja dalam perkembangannya mengalami penurunan. Terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) dan net ekspor (BOT) guncangan pada ekspor agro industri menyebabkan penurunan PDB dan BOT masing-masing dari 0.26 persen dan dan 2.26 persen menurun menjadi 0.04 persen dan 2.11 persen, dan mencapai keseimbangan pada periode 20 dan 16. Sedangkan terhadap inflasi dan nilai tukar masing-masing dari 1.46 persen dan 0.03 persen pada periode jangka pendek menjadi 1.10 persen dan 0.04 persen dalam jangka panjang. dan mencapai keseimbangan masing-masing pada periode ke 18 dan 20. Peningkatan inflasi dalam jangka pendek, dapat disebabkan oleh tingginya harga bahan baku yang digunakan untuk produk ekspor agro, hal ini dapat terjadi akibat kelangkaan bahan baku primer yang juga di ekspor. Demikian pula meningkatnya ekspor agro dalam jangka pendek, mengakibatkan peningkatan pada PDB dan BOT. Peningkatan net ekpsor

222 tersebut dapat berhubungan positip dengan peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (depresiasi rupiah). Hubungan tersebut tampaknya juga terjadi dalam jangka pannjang, di saat terjadi appresiasi rupiah, maka baik BOT maupun PDB juga mengalami penurunan dalam jangka panjang. Karena dalam jangka panjang guncangan ekspor agro industri justru menurunkan pertumbuhan ekonomi, net ekspor, inflasi, sedangkan terhadap nilai tukar rupiah terjadi apresiasi. Respon kinerja makroekonomi atas guncangan ekspor agro industri rata-rata akan mencapai keseimbangan pada periode ke 18.5 atau sekitar hampir 5 tahun. 8.1.4. Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 25, variabilitas kinerja makroekonomi Indonesia dalam jangka panjang, dapat dijelaskan oleh setiap variabel perdagangan luar negeri dengan besaran angka berbeda. Dari besaran angka masing-masing variabel dapat diklasifikasikan berdasarkan angka relatif terbesar tersbesar yang mencerminkan faktor yang paling efektip mempengaruhi variabilitas kinerja makroekonomi. 1. Guncangan pedagangan luar negeri dalam mempengaruhi variabilitas PDB, secara runtut adalah bersumber dari ekspor pertanian (42.82 persen). kemudian diikuti oleh pengaruh guncangan dari ekspor nonagro (7.12 persen), dan ekspor agro industri (0.21 persen). Sehingga yang paling efektip mempengaruhi variabilitas PDB adalah ekspor pertanian. 2. Guncangan pedagangan luar negeri dalam mempengaruhi variabilitas net ekspor (BOT), secara runtut adalah bersumber dari ekspor pertanian (6.11 persen). sedangkan pengaruh guncangan dari ekspor nonagro (5.06 persen), dan ekspor

223 agro industri hanya (0.50 persen). Sehingga yang paling efektip mempengaruhi variabilitas BOT adalah ekspor pertanian. 3. Guncangan pedagangan luar negeri dalam mempengaruhi variabilitas tingkat inflasi, secara runtut adalah bersumber dari ekspor pertanian (21.18 persen), kemudian diikuti oleh pengaruh guncangan dari ekspor agro (17.05 persen), dan ekspor nonagro (6.42 persen). Sehingga yang paling efektip mempengaruhi variabilitas inflasi adalah ekspor pertanian. 4. Guncangan pedagangan luar negeri dalam mempengaruhi variabilitas nilai tukar rupiah, secara runtut adalah bersumber dari ekspor pertanian (27.21 persen), kemudian pengaruh guncangan dari ekspor nonagro (12.48 persen), dan ekspor agro hanya (0.01 persen). 5. Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa guncangan variabel perdagangan luar negeri yang paling efektip dalam menjelaskan variabilitas kinerja makroekonomi Indonesia adalah guncangan yang bersumber dari ekspor pertanian, kemudian yang kedua adalah ekspor non agro, dan yang ketiga adalah ekspor agro. Efektivitas pengaruh guncangan ekspor pertanian tersebut, dapat dilihat dari kemampuannya dalam menjelaskan setiap variabel kinerja makroekonomi, yakni PDB, net ekspor, inflasi, dan nilai tukar. Semua variabel kinerja makroekonomi dapat dijelaskan dengan baik oleh ekspor pertanian. Secara rata-rata besaran kontribusi ekspor pertanian terhadap kinerja makroekonomi adalah sebesar 24.33 persen, kemudian kontribusi ekspor nonagro rata-rata 7.77

224 persen, dan ekspor agro industri hanya dapat menjelaskan variabilitas kinerja makroekonomi rata-rata 4.44 persen. 8.1.5. Dari beberapa kesimpulan di atas, secara umum hasil penelitian yang dilakukan dalam rentang waktu tahun 1990-2009 ini dapat menggambarkan bahwa variabel ekspor adalah merupakan salah satu variabel penentu kinerja makroekonomi Indonesia yang sangat penting, dan yang paling besar peranannya adalah ekspor pertanian, kemudian ekspor nonagro dan ekspor agro. Dengan kata lain fluktuasi dan dinamika kinerja makroekonomi dapat dijelaskan oleh ekspor pertanian dan ekspor nonagro industri manufaktur, kecuali ekspor agro kemampuannya dalam menjelaskan kinerja makroekonomi masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis impulse response function dan variance decomposition. 8.1.6. Dari analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwa, ekspor pertanian dan industri manufaktur merupakan unggulan ekspor Indonesia dibandingkan dengan ekspor lainnya. Keunggulan tersebut dapat dilihat dari berbagai kontribusinya dalam perekonomian nasional, diantaranya pada PDB, neraca perdagangan, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan devisa. Hambatan yang dihadapi, secara umum adalah penguasaan teknologi dan biaya tinggi, sehingga daya saingnya rendah. Kinerja sektor pertanian hingga kini relatif lambat, bahkan cenderung stagnan, sementara sektor industri manufaktur walaupun berperan lebih besar dalam perekonomian nasional, tapi pertumbuhannya relatif lambat dan cenderung menurun.

225 Kedua sektor tersebut belum memiliki keterkaitan yang kuat untuk meningkatkan kinerja masing-masing sektor. Sehingga yang terjadi sampai saat ini adalah sulitnya meningkatkan peranan kedua sektor terhadap kinerja makroekonomi Indonesia. 8.2. Implikasi Kebijakan 8.2.1. Untuk meningkatkan kontribusi ekspor terhadap makroekonomi Indonesia, khususnya ekspor pertanian dan ekspor industri manufaktur, diperlukan kebijakan yang dapat mendorong peningkatan ekspor pertanian dan ekspor industri manufaktur. Misalnya kebijakan yang terkait dengan peningkatan kualitas produk yang sesuai dengan standard negara tujuan ekspor, dengan demikian produk ekspor pertanian dan ekspor industri manufaktur mampu bersaing dengan komoditi serupa di pasaran luar negeri. Hal lain yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah membangun keselarasan mata rantai komoditi ekspor secara efisien, mulai dari produsen, supplier, sampai ke eksportir, sehingga masing-masing pihak dapat menikmati keuntungan yang wajar. Kemudian membuat aturan yang dapat meningkatkan efisiensi biaya birokrasi, dan membangun kerjasama dengan berbagai negera konsumen potensial, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan negara-negara yang bersangkutan dalam melakukan hubungan dagang guna melakukan kegiatan yang terkait dengan ekspor produk pertanian dan ekspor industri manufaktur. 8.2.2. Sehubungan dengan liberalisasi perdagangan yang telah disepakati, maka untuk menghadapi liberalisasi perdagangan dan pembebasan tarif hingga

226 nol persen, hendaknya pemerintah membuat kesepakatan dengan mitra dagang agar pelaksanaannya dilaksanakan secara bertahap dan selektif, mengingat daya saing produk pertanian dan produk industri manufaktur Indonesia masih relatif rendah, baik di pasaran dalam negeri maupun di pasaran internasional. 8.2.3. Terkait dengan upaya penguatan dan peningkatan produksi industri manufaktur, terutama industri nonagro yang memiliki muatan impor faktor cukup besar (barang-barang modal, bahan baku, dan bahan penolong), dan masih mendominasi kegiatan produksi, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Untuk meningkatkan daya saing, kebijakan impor faktor perlu dikaji ulang, sehingga impor faktor dapat dilakukan dengan efektip, dan dapat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap peningkatan kinerja makroekonomi Indonesia, bahkan secara bertahap perlu dilakukan pengurangan, dan lebih kreatif meningkatkan penggunaan sumberdaya lokal. Jika tidak melakukan perubahan orientasi dalam penggunaan sumberdaya untuk kegiatan produksi, maka ketergantungan terhadap sumberdaya impor akan tetap menjadi kendala peningkatan kinerja makroekonomi Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 8.2.4. Peningkatan kontribusi ekspor pertanian terhadap PDB dalam jangka panjang, mengindikasikan bahwa juga terjadi peningkatan kegiatan produksi di sektor pertanian. Kendatipun peningkatan produksi dan ekspor

227 komoditi primer perlu dilakukan, namun sebaiknya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mempersiapkan sektor-sektor lain yang dapat meningkatkan nilai ekspor dari produk primer tersebut, misalnya meningkatkan peranan industri agro dalam penciptaan nilai tambah terhadap produk-produk primer pertanian lokal. Kebijakan untuk mendorong pelaku usaha mengubah komoditas primer, yang sebagian besar merupakan komoditas ekspor pertanian, menjadi produk antara atau produk jadi (agroindustri) akan meningkatkan permintaan komoditas primer, sehingga produksi pertanian akan meningkat untuk memasok input industri manufaktur. Kebijakan ini akan lebih baik daripada melindungi komoditas primer dengan cara menaikkan tarif ekspor, yang akan menjadi beban bagi produsen dan eksportir. 8.2.5. Untuk meningkatkan peranan ekspor produk pertanian dan produk agro pada kinerja makroekonomi Indonesia dimasa yang akan datang, harus ada kebijakan pemerintah yang dapat mendukung perbaikan di bidang ekspor tersebut, misalnya kebijakan stabilisasi harga produksi, penelitian dan pengembangan teknologi yang dapat meningkatkan produksi, baik untuk produksi tanaman unggulan untuk ekspor maupun pasokan kebutuhan untuk industri agro. Di samping itu perbaikan dan peningkatan efisiensi birokrasi, serta infrastruktur yang terkait dengan kepentingan pertanian dan pelaku usaha ekspor impor, sehingga dapat meningkatkan daya tarik investor pada sektor pertanian. Hal lain yang terkait dengan upaya peningkatan produksi pertanian adalah, bahwa pengelolaan pertanian di sektor tertentu secara modern, terutama komoditi pertanian harus mulai menjadi pertimbangan dalam meningkatkan produktivitas dan skala usaha produksi pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi penciptaan

228 teknologi dibidang pertanian dan impor barang-barang modal untuk kebutuhan peningkatan produksi pertanian. 8.2.6. Untuk meningkatkan daya saing komoditas ekspor manufaktur, di samping meningkatkan penggunan sumberdaya lokal, maka tingkat inflasi harus dikendalikan, di samping itu komitmen pemerintah untuk meningkatkan efisiensi birokrasi, perbaikan infrastruktur baik fisik maupun teknologi, serta meningkatkan iklim persaingan usaha yang sehat. Dengan demikian usaha-usaha di sektor industri manufaktur dapat terus meningkat. 8.3. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut 8.3.1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data yang sangat agregatip, sehingga hasil penelitian yang diperoleh masih bersifat sangat makro, yang belum tentu sejalan dengan kondisi pada bagian-bagian yang lebih mikro. Untuk penelitian lebih lanjut diharapkan dapat melakukan penelitian dengan menggunakan data yang lebih mikro dengan ruang lingkup yang lebih spesifik. 8.3.2. Penelitian ini tidak terkait dengan aspek kelembagaan. Padahal aspek kelembagaan dalam penelitian hubungan antara perdagangan luar negeri dengan kinerja makroekonomi sangat penting, karena terdapat beberapa institusi yang terkait dalam mata rantai perdagangan tersebut. Untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan penelitian dari aspek kelembagaan. Sehingga keterkaitan antara perdagangan luar negeri dengan kinerja makroekonomi akan lebih lengkap.