Analisis Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Analysis of Drugs Planning in Health Office Southeast Minahasa Ragency

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin :

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

nasional. Dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 dinyatakan bahwa

BAB 3 KERANGKA PIKIR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

ANALISIS PROSES PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS KOMBOS KOTA MANADO Try Putra. I. Tampongangoy*, Grace D. Kandou*, Febi K. Kolibu*

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

ANALISIS KETERSEDIAAN OBAT PUBLIK PADA ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

KERANGKA ACUAN KERJA UNIT OBAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serta memiliki satu Instalasi gudang farmasi kota (Dinkes Kota Solok, 2014).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

INTISARI EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN PENYIMPANAN OBAT DI UPT INSTALASI FARMASI KABUPATEN BANJAR

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR

oleh petugas di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2007).

Tin Herniyani, SE, MM

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS SARIO KOTA MANADO Clara Rosalia Nibong*, Febi K. Kolibu*, Chreisye K. F.

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

ANALISIS PENGELOLAAN OBAT SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN SAFETY STOCK PADA STAGNANT DAN STOCKOUT OBAT

ABSTRAK TATALAKSANA FARMASI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIANJUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

IMLEMENTASI PELAYANAN KESEHATAN WAJIB DI PUSKESMAS RATAHAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Inka Ines Soputan*, Febi K. Kolibu*, Chreisye K.F.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

EVALUASI PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ANALISIS ABC DI PUSKESMAS COLOMADU II KABUPATEN KARANGANYAR TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi menyelenggarakan pengobatan dan pemulihan, peningkatan serta

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

PHARMACY, Vol.13 No. 01 Juli 2016 ISSN SISTEM PENGELOLAAN OBAT DI PUSKEMAS DI KECAMATAN RAMBAH SAMO KABUPATEN ROKAN HULU - RIAU

IMPLEMENTASI SISTEM PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIDOMULYO KOTAMADYA PEKANBARU

EVALUASI PELAYANAN APOTEK BERDASARKAN INDIKATOR PELAYANAN PRIMA DI KOTA MAGELANG PERIODE 2016

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

INTISARI STUDI DESKRIPTIF KEBUTUHAN TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN PADA PUSKESMAS INDUK DI KABUPATEN BALANGAN BERDASARKAN METODE NILAI RASIO

Primary HealthcareForSupporting Drug Planning at Primary Healathcare of East Tegal, Tegal District

EVALUASI PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO BERDASARKAN ANALISIS ABC-VEN

BAB 1 : PENDAHULUAN. keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan

ABSTRAK. Kata Kunci : Pelayanan, Informasi Obat.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar dan sebagai ujung tombak

GUBERNUR SULAWESI BARAT

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

GAMBARAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS PANIKI BAWAH KOTA MANADO TAHUN 2016 Sera S. Hiborang*, Franckie. R. R. Maramis*, Grace D.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2013 telah tersedia Puskesmas, sekitar Puskesmas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS PEMBINA PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. Daftar Isi. Pengantar dari Penyunting. Formulir Untuk Berlangganan Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

INTISARI GAMBARAN SISTEM DISTRIBUSI OBAT UNIT DOSE DISPENSING DI DEPO TULIP RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS MODAYAG Duwiki Darmawan Malasai*, Franckie R.R. Maramis*, Paul Kawatu*

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN BANYUMAS

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

POLA PEMBIAYAAN OBAT DI 10 KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu farmasi. Instalasi farmasi di rumah sakit merupakan satu satunya

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan

Evaluasi Pengelolaan Obat pada Puskesmas di Kota Pariaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INTISARI STUDI EVALUASI PENGELOLAAN PENYIMPANAN OBAT DI UPTD GUDANG FARMASI DINAS KESEHATAN KOTAWARINGIN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan salah satu institusi pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di suatu

ANALISIS PROSES PERENCANAAN PENGADAAN KEBUTUHAN ALAT KESEHATAN DI POLIKLINIK GIGI RSUD BITUNG Patter Mugama*, Febi K. Kolibu*, Chreisye K. F.

PENGALAMAN DAN TANTANGAN MANAJEMEN OBAT DAN VAKSIN DI RSUD DR ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI DALAM ERA JKN

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

ANALISIS PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT PUBLIK UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR PUSKESMAS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA PADANGSIDIMPUAN TESIS.

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LANDAK

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM KESEHATAN IBU YANG DIDANAI BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN DI PUSKESMAS BANDARHARJO KOTA SEMARANG

PENGADAAAN ALAT KESEHATAN DAN OBAT-OBATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN OBAT PNEUMONIA BALITA BERDASARKAN METODE MORBIDITAS DI GUDANG FARMASI KOTA (GFK) SURABAYA

HUBUNGAN UJI COBA PENGGUNAAN LP-LPO DENGAN KUALITAS VARIABEL PENGGUNAANNYA Dl PUSKESMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENERAPAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PUSKESMAS (SIMPUS) BERBASIS WEB DI PUSKESMAS PAJANG SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Komponen Tujuan Aktivitas Learning Outcomes

BAB I PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang

GAMBARAN PERENCANAAN KEBUTUHAN OBAT DI PUSKESMAS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015

Transkripsi:

ARTIKEL PENELITIAN Analisis Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara Analysis of Drugs Planning in Health Office Southeast Minahasa Ragency Ingrid N. Rumbay 1) G. D. Kandou 2) T. Soleman 1) 1) Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado 2) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado Abstrak Abstract Pengelolaan obat kabupaten/kota merupakan tanggung jawab penuh dari pemerintah kabupaten/kota. Mulai dari aspek perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar berdasarkan sistem bottom up, perhitungan rencana kebutuhan obat, serta mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dan melaporkan penggunaan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Setiap kabupaten/kota mempunyai struktur dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan obat, selanjutnya Pengelola Obat Kabupaten/Kota disebut dengan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) Kabupaten/Kota. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang proses perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara pada bulan Januari Maret 2015. Data diperoleh dengan cara wawancara mendalam terhadap informan penelitian. Data diolah dengan menggunakan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses perencanaan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahsa Tenggara belum sesuai dengan Pedoman Teknis Pengelolaan dan Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Medication management districts / cities are the sole responsibility of the district / city. Starting from the planning aspect of medicine needs for a basic health care system is based on "bottom up", the calculation of the plan needs the drug, and the drug needs to coordinate planning of several sources of funds. Chief Medical Officer / City filed a Drug Needs Plan (RKO) and report the use of drugs to the District / City, State and Central. Each district / city has its own structures and policies in the management of drugs, Drug next business district / city called Public Drug Unit business and Medical Supplies (UPOPPK) Regency / City. This study used a qualitative method that aims to gain a more in-depth information about the planning process drugs in Southeast Minahasa District Health Office. This study will be conducted in Southeast Minahasa District Health Office in January to March 2015. The data were obtained by means of in-depth interviews to research informants. Data were processed using content analysis. The results showed that the planning process needs medicine in Southeast Minahsa District Health Office is not in accordance with the Guidelines for Technical Management and Public Procurement of Drugs and Medical Supplies specified by the Minister of Health of the Republic of Indonesia. Keyword: Drugs, Planning, Content Analysis. Kata kunci: Obat, Perencanaan, Content Analysis.. 469

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015 Pendahuluan Sejak diberlakukannya otonomi daerah (OTDA) tahun 2000, muncul tuntutan akan pelayanan yang baik dan memuaskan kepada publik. Otonomi daerah dalam bidang kesehatan memiliki dampak yang cukup besar dimana pembangunan kesehatan telah menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Kabupaten / Kota). Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) yaitu bidang: Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan anak termasuk Keluarga Berencana, Pemberantasasn Penyakit Menular dan Pengobatan. Salah satu sarana pendukung kegiatan pengobatan yaitu tersedianya obat-obatan yang dibutuhkan (Anonim,2004) Pengelolaan obat kabupaten/kota merupakan tanggung jawab penuh dari pemerintah kabupaten/kota. Mulai dari aspek perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar berdasarkan sistem bottom up, perhitungan rencana kebutuhan obat, serta mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dan melaporkan penggunaan obat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat. Setiap kabupaten/kota mempunyai struktur dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan obat, selanjutnya Pengelola Obat Kabupaten/Kota disebut dengan Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) Kabupaten/Kota (Anonim, 2008 ). Kebijakan Obat Nasional (KONAS) tahun 1983 yang direvisi tahun 2006, target kewajiban Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2010 menyebutkan bahwa ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan sebesar 90%, pengadaan obat esensial 100% dan pengadaan obat generik 90%. Dasar perhitungan kebutuhan biaya obat yang ideal dan rasional dalam satu tahun secara global yaitu sebesar 60% x Jumlah penduduk x Biaya obat per kapita. Direktur Bina Obat dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik Indonesia mengemukakan bahwa standar biaya obat publik rasional menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah US $2 per kapita, sedangkan standar Departemen Kesehatan Republik Kesehatan Indonesia (Depkes RI) US $1 per kapita atau diasumsikan sekitar Rp. 9.000,00 (sembilan ribu rupiah) per kapita (KONAS 2006). Tahun 2012 Kabupaten Minahasa Tenggara dimekarkan menjadi 12 Kecamatan dengan 9 kelurahan, 135 desa dan 11 wilayah kerja Puskesmas. Pada akhir tahun 2012 juga Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara telah ketambahan 1 Puskesmas yaitu Puskesmas Silian di kecamatan Silian Raya dengan status Puskesmas Rawat Jalan, sehingga total Puskesmas berjumlah 12 Puskesmas. Melihat letak dari setiap Puskesmas ada yang jauh dengan instalasi farmasi maka pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dituntut mampu bertanggung jawab terhadap ketersediaan obat yang ada di instalasi farmasi kabupaten. Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara harus mampu menjamin ketersediaan dana/anggaran yang cukup untuk pengadaan obat yang esensial terutama dalam mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien (Anonim,2008). Susi dan Wiku (2006) menyebutkan bahwa salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat yaitu anggaran pengadaan obat. Hal tersebut turut didukung hasil penelitian Mustika dan Sulanto (2004) mereka menyebutkan bahwa kekurangsesuaian dana pengadaan obat secara tidak langsung mengakibatkan berkurangnya kesesuaian ketersediaan obat. Dinas Kesehatan 470

Rumbay, Kandou dan Soleman, Analisis Perencanaan Obat Kabupaten Minahasa Tenggara harus cermat dan teliti dalam upaya menyusun perencanaan kebutuhan obat publik agar Dana Alokasi Umum (DAU) yang disediakan oleh pemerintah dapat mencukupi penyediaan obat di setiap Puskesmas yang ada di wilayahnya. Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dalam menjalankan fungsinya yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan dasar secara langsung kepada masyarakat salah satunya kegiatan pelayanan pengobatan selalu membutuhkan obat publik. Pusat Kesehatan Masyarakat harus menyediakan data dan informasi mutasi obat serta kasus penyakit dengan baik dan akurat, mengetahui jumlah dan jenis obat publik yang dibutuhkan. Pusat Kesehatan Masyarakat harus dapat menyusun perencanaan kebutuhan obat yang selanjutnya diserahkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara untuk kemudian dikompilasi menjadi perencanaan secara umum dalam upaya memenuhi kebutuhan obat di semua Pusat Kesehatan Masyarakat yang ada di wilayah kerjanya. Survei awal di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus untuk pengadaan obat publik. Hal itu menunjukkan bahwa biaya kebutuhan obat di Kabupaten Minahasa Tenggara cukup tinggi. Survei yang dilakukan di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara, awal bulan Mei tahun 2014 terjadi kekosongan beberapa item obat seperti tablet Amlodipin, tablet Captopril, tablet Dexamathasone, tablet Asam Mefenamat, tablet Metformin dan syrup Antasida sehingga tidak dapat memenuhi permintaan dari Puskesmas. Salah satu faktor penyebab kekosongan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara yaitu proses perencanaan pengadaan kebutuhan obat masih sederhana dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sehingga sulit menganalisis kebutuhan obat yang akurat, efektif dan efisien. UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara harus memiliki data dan informasi mutasi obat serta kasus penyakit dengan baik dan akurat, mengetahui jumlah obat yang dibutuhkan dan harus dapat menyusun perencanaan kebutuhan obat dalam upaya memenuhi kebutuhan obat publik untuk semua puskesmas yang ada di Minahasa Tenggara. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Perencanaan Obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Metode Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang proses perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Penelitian ini akan dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara pada bulan Januari Maret 2015. Informan penelitian ini ialah sebanyak 3 (tiga) petugas pengelola obat di puskesmas sebagai informan utama, 3 (tiga) orang kepala puskesmas, 1 (satu ) orang kepala seksi kefarmasian Dinas Kesehatan, 1( satu) orang kepala sub bagian penyusun program di Dinas Kesehatan, 1 (satu) orang kepala di Dinas Kesehatan sebagai informan triangulasi. Data primer diperoleh dengan cara cara tanya jawab dan berhadapan langsung dengan responden. Wawancara dilakukan antara pewawancara (interviewer) dengan terwawancara (interviewee) yang dipandu dengan pedoman wawancara lalu dicatat dan direkam. Data yang telah terkumpul, diolah dan dianalisis dengan metode pendekatan analisis isi (content analysis). 471

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil observasi dokumen terhadap Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara melalui UPTD Faramasi dan Puskesmas yang ada didapatkan hasil bahwa sebagian besar dokumen perencanaan kebutuhan obat pada masing-masing informan sudah cukup, akan tetapi ada juga yang tergolong masih kurang lengkap. Rinciannya dapat dilihat pada Matriks Hasil Observasi Terhadap Administrasi UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. NO Dari beberapa kriteria hasil observasi tersebut didapatkan hasil sebagai berikut : Materi Observasi Informan B1 Informan B2 Informan B3 Informan B4 Informan B5 Informan B6 ADA ADA ADA ADA ADA ADA L TL L TL L TL L TL L TL L TL 1 Laporan Pemakaian Obat di Puskesmas 2 Laporan Persediaan Akhir Tahun 3 Pencatatan Dan Pelaporan Lainnya 4 SDM, Sarana dan Prasarana 2/2 2/2 2/2 2/2 2/2 2/2 2/2 2/2 2/2 8/8 8/8 4/8 1/8 4/8 1/8 4/8 1/8 6/8 2/8 6/8 2/8 6/8 2/8 6/8 2/8 6/8 2/8 6/8 2/8 Jumlah 16 2 16 2 8 2 14 3 14 3 14 3 Total Skor 18 18 10 17 17 17 Penilaian Hasil masing-masing dokumen untuk setiap informan diberi skor sebagai berikut: Nilai 2 : Ada dan lengkap dokumen Nilai 1 : Ada dokumen tapi tidak lengkap Nilai 0 : Tidak ada dokumen Kemudian didapatkan total nilai dan dikelompokan sebagai berikut : Total Nilai 21-26 = Baik Total Nilai 15-20 = Cukup Total Nilai 9-14 = Kurang Hasil Reduksi : 1. 5 (lima ) informan memperoleh total nilai 15-20 2. 1(satu) informan memperoleh total nilai 10 1. Data dan Sumber data yang digunakan Seluruh informan telah mengetahui siapa yang berwenang melakukan pekerjaan kefarmasian dan semua pekerjaan kefarmasian di dinas kesehatan dan puskesmas Kabupaten Minahasa Tenggara dilaksanakan oleh tenaga Farmasi. Kewenangan melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomoe 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian adalah seorang apoteker dan diperbantukan tenaga teknis kefarmasian, dimana yang dimaksud dengan tenaga teknis kefarmasian meliputi sarjana farmasi, akademi farmasi, analisis farmasi dan makanan, asisten apoteker (sekolah menengah Farmasi). Pekerjaan kefarmasian di UPTD Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara semuanya dikerjakan oleh petugas farmasi yaitu mulai dari pencatatan pelaporan, penerimaan barang, penyimpanan, pendistribusian dan pelaporan. Hanya saja keterlibatan petugas farmasi dalam perencanaan pengadaan obat publik masih belum berjalan. 472

Rumbay, Kandou dan Soleman, Analisis Perencanaan Obat Peraturan pemerintah tentang pekerjaan kefarmasian dengan tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian, mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perundang-undangan dan membarikan kepastian hukum pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian. Berdasarkan data yang ada tenaga kefarmasian khusunya apoteker masih kurang. Dari 12 puskesmas yang ada hanya 3 puskesmas yang memiliki tenaga apoteker sedangkan puskesmas yang lain hanya asisten apoteker, sedangkan untuk UPTD Farmasi di Dinas kesehatan hanya 2 orang tenaga apoteker dibantu 3 orang tenaga asisten apoteker. Data dasar merupakan data yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat di dinas kesehatan. Data dasar sangat mempengaruhi hasil dari perencanaan itu sendiri. Data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan kebutuhan obat merupakan data yang akan digunakan untuk menyiapkan jenis dan jumlah item obat yang akan diadakan oleh pemerintah pada tahun anggaran yang berlaku. Ketepatan data dasar yang digunakan menentukan ketepatan perencanaan yang dilaksanakan oleh dinas kesehatan. Data tersebut diambil dari laporan puskesmas yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan kabupaten/kota yang dilengkapi dengan teknik-teknik perhitungannya. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa data dasar yang digunakan dalam perencanaan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara ialah pemakaian obat tahun sebelumnya berdasarkan Lembar Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Data yang digunakan dalam merencanakan kebutuhan obat sangat mempengaruhi ketersediaan obat, sebab perencanaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai agar tidak terjadi kekosongan maupun kelebihan obat. Apabila kebutuhan obat tidak direncanakan dengan baik maka akan terjadi kekosongan yang akan mempengaruhi pelayanan dan kelebihan obat akan menyebabkan kerusakan dan merugikan anggaran yang dipakai untuk obat tersebut. Sumber data yang digunakan dinas kesehatan berawal dari data puskesmas yang ada di Kabupaten Minahasa Tenggara yaitu resep obat dari apotek dan kartu persediaan di gudang obat di puskesmas, sehingga diperoleh jumlah pemakaian obat puskesmas. Jumlah pemakaian obat tersebut dicatat dalam laporan pemakaian obat bulanan yaitu Laporan Pemakaian dan Laporan Permintaan Obat (LPLPO), selanjutnya data pemakaian obat dalam LPLPO direkapitulasi dalam laporan persediaan akhir tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dinas kesehatan ialah LPLPO yang diambil dari tiap puskesmas di Kabupaten Minahasa Tenggara. Perencanaan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara tidak melibatkan bagian perencanaan, tapi langsung pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Pejabat Pembuat Komitmen untuk pengadaan kebutuhan obat di dinas kesehatan. Setiap Kabupaten/Kota mempunyai struktur dan kebijakan sendiri dalam pengelolaan obat, sebaiknya pengelola obat Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan (UPOPPK) Kabupaten/Kota atau gudang farmasi agar pengelolaan obat dapat terlaksana dengan baik dan tidak terjadi tumpang tindih pelaksanaan tupoksi antara gudang farmasi dengan bagian perencanaan dan keuangan. Keterbatasan sumber daya manusia berupa tenaga 473

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015 farmasi menjadi faktor kendala dalam pengelolaan obat di kabupaten. Perencanaan kebutuhan obat sebaiknya dilakukan sebelum tahun anggaran berjalan atau pada akhir tahun, dimana sebaiknya proses perencanaan melibatkan kepala puskesmas, kepala UPTD Farmasi dan bagian perencanaan dan keuangan. Waktu pelaksanaan perencanaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara di mulai pada awal trisemester pertama. 2. Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Proses perencanaan adalah cara atau langkah-langkah yang harus dilalui atau proses dalam membuat suatu rencana untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun yang langkah-langkah dalam perencanaan pengadaan obat di dinas kesehatan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI NO 1121/Menkes/SK/XII/2008 yaitu: tahap pemilihan obat, tahap kompilasi pemakaian obat, ptahap perhitungan obat, tahap proyeksi kebutuhan obat dan tahap penyesuaian rencana pengadaan obat. Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara mengawali kegiatan perencanaan kebutuhan obat dengan memberi instruksi kepada petugas pengelola obat di puskesmas untuk melakukan rekapitulasi pemakaian obat tahun sebelumnya dalam bentuk laporan yaitu LPLPO. Puskesmas kemudian merekap dengan melihat pola penyakit yang ada untuk menentukan pemilihan jenis obat. LPLPO diajukan ke dinas kesehatan melalui bagian farmasi, selanjutnya bagian farmasi akan membuat Rencana Kebutuhan Obat (RKO) Publik Kabupaten/Kota. RKO tersebut dibahas bersama dengan Kepala Dinas Kesehatan dan bagian pengadaan obat di dinas kesehatan yaitu Unit Layanan Pengadaan (ULP). Di Kabupaten Minahasa Tenggara baru saja terbentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Farmasi tetapi belum dibentuk tim perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan terpadu, dikarenakan tidak tersedianya sumber daya manusia yang memadai. Keterbatasan SDM khususnya tenaga Apoteker menjadi kendala terhambatnya pembentukan tim perencanaan kebutuhan obat terpadu. Buku pedoman teknis pengadaan obat publik dan perencanaan dan perbekalan kesehatan dasar (Depkes RI, 2008) menyebutkan tim perencanaan obat dan perbekalan kesehatan terpadu Kabupaten/kota dibentuk melalui surat Keputusan Bupati/Walikota, dimana susunan tim perencanaan tersebut terdiri dari Ketua (Kepala Bidang yang membawahi program kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota), Sekretaris (Ka.UPT Pengelolaan Obat atau Kasie Farmasi) dalam hal ini seharusnya berpendidikan Apoteker dan anggota yang terdiri dari unsur sekretariat daerah Kabupaten/Kota, unsur program yang terkait di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan proses perencanaan kebutuhan obat di dinas kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara berawal dari pelaporan penggunaan obat di puskesmas yang berada di wilayah Kabupate Minahasa Tenggara seharusnya para petugas pengelola obat di puskesmas dilibatkan pada proses perencanaan pengadaan kebutuhan obat, karena petugas pengelola obat di puskesmas merupakan orang yang paling tahu penggunaan obat di puskesmas.sehingga ketika terdapat kendala atau masalah dalam perencanaan kebutuhan obat di dinas kesehatan dapat dengan mudah mengetahui letak dari sumber masalah. Melibatkan petugas pengelola obat puskesmas secara aktif juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang proses perencanaan obat yang sebenarnya. Selama ini petugas pengelola obat puskesmas hanya sampai pada pengumpulan daftar perencanan kebutuhan obat puskesmas saja. Proses perencanaan kebutuhan obat di dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara masih belum tepat disebabkan 474

Rumbay, Kandou dan Soleman, Analisis Perencanaan Obat kurangnya pengetahuan tentang langkahlangkah yang harus diambil untuk proses perencanaan pengadaan obat yang tepat, tidak adanya pelatihan petugas obat di puskesmas tentang tahap perencanaan obat menyebabkan kekosongan baik di dinas kesehatan maupun di puskesmas. Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ditentukan oleh kegiatan di dalam perencanaan misalnya dalam menentukan barang yang dalam pengadaannya melebihi kebutuhan maka mengacaukan siklus manajemen logistik secara keseluruhan (Seto, 2004). Perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kekosongan obat. Kompilasi atau rekapitulasi mutlak dilakukan untuk mengetahui pemakaian bulanan masing-masing item obat selama setahun pada puskesmas. Data kompilasi pemakaian obat ini digunakan sebagai data dasar untuk menghitung stok optimum. Beberapa informan yang mengutarakan bahwa penentuan jumlah obat yang dibutuhkan dilakukan dengan metode konsumsi dan buffer stok, yaitu pemakaian rata-rata tahun x 18 bulan. Penentuan jumlah kebutuhan yang dilakukan dalam merencanakan kebutuhan obat publik tersebut dinilai belum tepat. Kementrian Kesehatan dalam pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan menyebutkan bahwa untuk penetuan jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu memperhatikan beberapa data seperti: daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat hilang/kadaluarsa,pemakaian rata-rata dan perkembangan pola kunjungan. Selain metode konsumsi, penentuan jumlah kebutuhan obat dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode morbiditas, yaitu dengan cara menentukan jumlah kebutuhan obat dengan memperhatikan pola penyakit. Penentuan jumlah obat dengan metode morbiditas membutuhkan cukup waktu dan tenaga yang terampil dan sistem pencatatan dan pelaporan yang baik. Hal ini cukup menyulitkan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara disebabkan kurangnya tenaga farmasi yang terlatih untuk menujang sistem pencatatan dan pelaporan menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah kebutuhan obat dengan menggunakan metode morbiditas. Berdasarkan informasi dari semua informan, pembiayaan anggaran belanja obat dibebankan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) di bidang kesehatan yang dibebankan pada APBN, Dana Alokasi Umum (DAU) yang dibebankan pada APBD serta dana dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dana DAU sebagai dana pendamping DAK dimaksudkan sebagai penunjang pembiayaan anggaran untuk obat dan juga untuk termasuk anggaran operasional yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian di UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Kebutuhan Obat Sumber daya manusia yang bertugas melaksanakan pekerjaan kefarmasian di dinas kesehatan dan puskesmas menjadi faktor yang sangat berpengaruh. Kurangnya tenaga farmasi khususnya Apoteker yang terlatih menyebabkan pekerjaan kefarmasian terganggu. Pengatahuan petugas pengelola obat tentang manajemen pengelolaan obat menjadi tidak baik. Hal ini dapat mempengaruhi keakuratan data sehingga menyababkan perencanaan kebutuhan obat menjadi tidak tepat. Kegiatan koordinasi dan monitoring dari atasan selama pelaksanaan kegiatan perencanaan kebutuhan dapat memotivasi petugas pengelola obat untuk menyelesaikan perencanaan kebutuhan secara maksimal dan bertanggungjawab. Koordinasi dan monitoring dapat membantu petugas pengelolaan obat dalam melaksanakan perencanaan dan kebutuhan obat dengan baik dan tepat. Selain itu juga 475

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015 dapat meningkatkan rasa tangungjawab untuk membuat daftar perencanaan kebutuhan obat di dinas kesehatan yang nantinya didistribusikan ke puskesmas sesuai instruksi yang disampaikan oleh dinas kesehatan. 4. Saran Atau Rekomandasi Untuk Pemecahan Masalah Kurangnya tenaga kefarmasian khususnya Apoteker seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah, Provinsi dan Pusat. Diharapkan pemerintah dapat memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi dengan memperhatikan berbagai faktoe yang berhubungan dengan ketersediaan tenaga kesehatan. Diharapkan kedepannya pemerintah perlu membuka formasi Apoteker pada penerimaan CPNS yang akan datang guna memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di bidang kefarmasian. Tenaga Apoteker adalah tenaga profesional yang lebih mengerti tentang pekerjaan kefarmasian seharusnya menjadi pelasana utama dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat publik. Kekosongan tenaga farmasi ini dialami di kabupten/kota lainnya seperti yang diutarakan Herman dan Handayani (2009) yang menyatakan dari 24 kabupten/kota tentang karakteristik Unit Pengelola Obat menunjukan bahwa sebagian besar (61,54%) status pengelola obat di kabupaten /kota adalah UPTD. Jumlah puskesmas yang dilayani antara 1-30 puskesmas (66,7%) sedangkan prosentase Unit Pengelola Obat dengan hanya satu apoteker terbesar (54,2%) dan asisten apoteker 1-2 orang (66,6%) hal ini menunjukan kurangnya atau kurang meratanya distribusi tenaga farmasi di kabupeten/kota (Herman dkk, 2009). Kegiatan perencanaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara tidak melibatkan tenaga pengelola obat puskesmas secara aktif. Petugas pengelola obat puskesmas hanya dilibatkan pada pengumpulan data perencanaan kebutuha obat di puskesmas saja. Pelaksanaan perencanaan dan pengadaan kebutuhan obat yang tidak melibatkan tim perencanaan kebutuhan obat terpadu juga turut mempengaruhi kualitas perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Pedoman teknis pengadaan telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008 tentang pedoman teknis pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pedoman tersebut menjadi acuan pemerintah atau dinas kesehatan yang ada di seluruh Indonesia dalam pelaksanaan perencanaan dan pengadaaan obat. Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara belum memiliki tim perencanaan kebutuhan obat terpadu, dengan kendala sumber daya manusia yang belum memadai. Disarankan sebaiknya dibentuk tim perencanaan kebutuhan obat terpadu dengan melibatkan berbagai lintas sektor baik sekretariat daerah, Kepala UPTD Farmasi, Kepala program perencanaan dinas kesehatan agar terjadi perbaikan dan peningkatan dalam perencanaan kebutuhan obat. Kurangnya advokasi oleh dinas kesehatan kepada pemerintah daerah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi karena dengan advokasi yang benar akan memberikan pemahaman yang baik kepada pemerintah daerah tentang peranan penting pekerjaan kefarmasian terhadap kwalitas pelayanan terhadap masyarakat sehingga pemerintah daerah akan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk menunjang program kerja kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara misalnya kegiatan pelatihan kepada petugas pengelola obat di dinas kesehatan, puskesmas dan jaringannya. Pelatihan yang bersifat interaktif, motivasional berdasarkan masalah dan menggunakan modul terstruktur paling sesuai untuk memperbaiki mutu sumber 476

Rumbay, Kandou dan Soleman, Analisis Perencanaan Obat daya manusia. Diperlukan usaha lain lebih sistemik, terencana dan terstruktur agar mutu perencanaan obat di pelayanan kesehatan dapat berlangsung dengan umpan balik serta monitoring yang terus menerus ke unit-unit pelayanan kesehatan yang ada (Aini dkk, 2004). Berdasarkan hasil wawancara dengan sebagian besar informan diketahui bahwa peran aktif atasan terhadap petugas pengelola obat di puskesmas dan dinas sudah cukup bagus. Komunikasi dan koordinasi antara semua pihak perlu ditingkatkan karena selain dapat meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja bawahan tapi dengan komunikasi dan koordinasi yang baik maka akan dapat memberikan nilai positif tehadap perbaikan perencanaan kebutuhan obat diwaktu yang akan datang. Kegiatan evaluasi yang dilakukan dinas kesehatan dinilai tidak maksimal, cara evaluasi yang telah dilakukan oleh informan juga belum tepat bahkan dinilai tidak paham tentang evaluasi dalam perencanaan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Evalusi memerlukan indikator yang tepat dan valid. Indikator merupakan jenis data berdasarkan gejala yang dapat dihitung, yang digunakan untuk menilai secarah mudah dan cepat tanpa memerlukan data yang rumit. Kegiatan evaluasi bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri namun diharapkan merupakan bagian rutin tahunan dari setiap unit satuan kerja. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatakan kinerja unit kerja untuk perbaikan perencanaan kebutuhan obat berikutnya. Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya. Fokus utama dari evaluasi adalah pencapaian perkiraan yang sistematis dari dampak program (Anonim, 2008) Kesimpulan 1. Data yang digunakan ialah data jumlah pemakaian obat tahun sebelumnya yang direkap dari pemakaian perbulan dan data penyakit. Sumber data yang digunakan ialah LPLPO 2. Proses perencanaan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahsa Tenggara belum sesuai dengan Pedoman Teknis Pengelolaan dan Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 3. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perencanaan kebutuhan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara ialah kurangnya tenaga farmasi, lemahnya koordinasi dengan bagian perencanaan dan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi yang tidak maksimal. 4. Alternatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam perencanaan kebutuhan obat publik di Dinas Kesehatan Kabupaten Minhasa Tenggara yaitu dengan memeberikan pelatihan manajemen obat pada tenaga farmasi yang ada sebagai pengelola obat di dinas kesehatan dan puskesmas sehingga memahami tentang pengelolaan obat yang baik dan metode perencanaan kebutuhan obat yang sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan. Saran 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara : a. Perlu mengatur kembali sumber daya yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi khususnya di bidang pekerjaan kefarmasian. b. Perlu segera dilakukan pelatihan untuk petugas pengelola obat 477

JIKMU, Vol. 5, No. 2b April 2015 secara berkala dan berkesinambungan agar sistem manajemen pengelolaan obat di dinas kesehatan dan puskesmas lebih baik lagi dan sesuai dengan pedoman teknis pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang ditetapkan pemerintah. c. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi dengan maksimal khususnya untuk pelaksanaan kegiatan perencanaan kebutuhan obat. d. Perlu mengintensifkan kegiatan advokasi dari dinas kesehatan ke pemerintah daerah tentang perlu adanya formasi tenaga Apoteker pada penerimaan CPNS yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di bidang kefarmasian dan pentingnya anggaran operasional untuk mendukung penyelenggaraan pelatihan kepada petugas pengelola obat. 2. Bagi Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi: Penelitian ini dapat menjadi referensi dan dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai pendanaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara. Daftar Pustaka Anonimous. 2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Depkes RI. Jakarta Anonimous. 2008. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbakalan kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.Lampiran.Ditjen Yanfar dan Alkes Jakarta. Aini, Q., S Meiyanto, dan A. Meliala. 2004. Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Dan Komitmen Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Di RSU Muhamadyah Yogyakarta Herman, J. Dan S.R Handayani. 2009. Eksistensi Unit Pengelola Obat Di Beberapa Kabupaten Kota. Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan. Jakarta. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 12 No. 04; 215 Seto, S. 2004. Manajemen Farmasi. Airlangga University Press. Surabaya Susi, S. Dan A. Wiku. 2006. Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC Indeks Ktritis Di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09: 19-26 478