Disusun Oleh: Tim Peneliti JARI Indonesia Borneo Barat

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PRILAKU POLITIK MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM DI KOTA PONTIANAK

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KUBU RAYA DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAF PENYUSUNAN DAERAH PEMILIHAN SETIAP DAERAH PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KABUPATEN KUBU RAYA TAHUN 2019

BAB I PENDAHULUAN. Halaman 1

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

LAPORAN HASIL PENELITIAN

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BATU AMPAR 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN EMPANG

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 04 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PEMONDOKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dipisahkan dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidik merupakan salah satu komponen yang menentukan berhasil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam data pemilih pada pemilihan Peratin Pekon Rawas Kecamatan Pesisir

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

I. PENDAHULUAN. pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi telah digunakan di sebagian besar

Sukamara, 16 Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukamara

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta dengan jarak 20,2 km dari ibukota provinsi daerah istimewa

BAB I PENDAHULUAN. ranah pemerintah daerah seperti Desa Pakraman kebijakan tentang hak-hak

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Sanggau, Agustus 2010 Kepala BPS Kabupaten Sanggau MUHAMMAD YANI, SE NIP

METODE KAJIAN Sifat dan Tipe Kajian Komunitas Lokasi dan Waktu

Mempawah, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Pontianak. Firmansyah, SE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEKUPANG

BAB I PENDAHULUAN. Kota menawarkan berbagai ragam potensi untuk mengakumulasi aset

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. bulan Mei 1998, telah menghantarkan rakyat Indonesia kepada perubahan di

REVIEW TEORI MEDIA DAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari masyarakat desa itu sendiri sesuai dengan apa yang sudah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kelurahan Penjaringan terletak di Kecamatan Penjaringan, Kotamadya

Pembangunan di pedesaan adalah bagian dari proses pembangunan. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dewi Masita Umar, NIM: ,**Jusdin Puluhulawa., SH, M.Si***Dr.Udin Hamim, S.Pd.,SH, M.Si, Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan, Program Studi

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II. Deskripsi Lokasi Penelitian. Dalam bab ini akan disajikan deskripsi lokasi penelitian dan rincianrincian

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, tanggal 1 April 2014 Selasa, 01 April 2014

BAB. III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan pemekaran kabupaten Simalungun. Adanya pergantian anggota dewan untuk 5 tahun ke depan pasca

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk etnis Arab yang mempengaruhi Negara Indonesia sejak 100 tahun

BAB I PENDAHULUAN. menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program

BAB III METODE PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB III TEMUAN PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2006 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari bantuan orang lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi itu terjadi kalau satu individu dalam masyarakat berbuat sedemikian rupa,

Sekapur Sirih. Batam, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kota Batam. Endang Retno Srisubiyandani, S.Si

BAB I PENDAHULUAN. Pengrajin bambu merupakan mata pencaharian sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan adalah sebagai sebuah proses multidimensional yang mencakup

BAB 1 PENDAHULUAN. menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengetaskan kemiskinan, tetapi hingga

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain yang berada di Provinsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

Sekapur Sirih. Palembang, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kota Palembang H. TARJONO SANTOPAWIRO NIP

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

BAB III METODE PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

HASIL SENSUS PENDUDUK 2010 Data Agregat per Kecamatan

BAB V PENUTUP. Penelitian hubungan antara karakteristik pemilih, konsumsi media, interaksi peergroup dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu Tujuan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam

BAB V KARAKTERISTIK KONSUMEN DALAM PROSES PEMBELIAN KOPIKO BROWN COFFEE

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

Transkripsi:

ANALISIS PEMAHAMAN DAN PRILAKU POLITIK MASYARAKAT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN UMUM DI KABUPATEN KUBU RAYA Disusun Oleh: Tim Peneliti JARI Indonesia Borneo Barat Kabupaten Kubu Raya 2015

SUSUNAN TIM PENELITI Peneliti: 1. Hasymi Rinaldi (Ketua Peneliti) 2. Gusti Charma Husada (Anggota Peneliti) 3. Khairul Sani (Anggota Peneliti) 4. Rudini (Anggota Peneliti) 5. Fitriyanti (Anggota Peneliti) 6. Ridwan Rawing (Anggota Peneliti) Reviewer 1. Faisal Riza i

KATA SAMBUTAN KETUA KPU KABUPATEN KUBU RAYA Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu karena Riset bias dijadikan salah satu pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun kemungkinan-kemungkinan akan tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Riset tentang partisipasi dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2014 telah selesai kami laksanakan. Riset Analisis Pemahaman Dan Prilaku Politik Masyarakat Dan Pengaruhnya Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum Di Kabupaten Kubu Raya ini akan menjadi pelengkap yang tidak terpisahkan dari serangkaian laporan KPU Kabupaten Kubu Raya terkait evaluasi penyelenggaraan Pemilu yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan riset oleh KPU Kabupaten Kubu Raya yang melibatkan pihak ketiga Lembaga Riset Jari selaku konsultan Tim Ahli, memang terdapat beberapa kendala berupa anggaran dan waktu pelaksanaan yang dirasa belum maksimal. Namun dengan niat yang tulus demi tercapainya pemilih cerdas pemilu berkualitas dan beradap serta demi terbangunnya pemilu yang bermartabat maka kegiatan riset ini dapat terlaksana. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya Riset Partisipasi Pemilu ini. Sungai Raya, Juli 2015 Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kubu Raya GUSTIAR ii

KATA PENGANTAR Laporan penelitian ini berhasil disusun atas berkat Tuhan YME dan bantuan secara langsung dari tim penyusun. Tak lupa pula diucapkan terima kasih kepada KPU Kabupaten Kubu Raya dan Staf yang memiliki kontribusi sangat besar dalam penyelesaian penelitian. Khususnya dalam menyediakan data dasar yang mendukung proses analisis dan kajian. Penelitian ini berupaya melihat kecenderungan memilih masyarakat dalam tiap pemilu. Setidaknya terdapat dua tujuan utama yang dijawab dalam penelitian ini, yaitu (1) mengidentifikasi prilaku sosial masyarakat, serta mendeskripsikan proses prilaku sosial dalam mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat, dan (2) mengidentifikasi prilaku politik masyarakat, serta mendeskripsikan bagaimana prilaku politik dapat mendorong ataupun menghambat tingkat partisipasi pemilih. Diharapkan, hasil yang telah disusun dapat berkontribusi secara praktis dalam meningkatkan kwalitas dari hasil pemilu. Meskipun memiliki banyak keterbatasan yang mempengaruhi hasil analisa dan kajian, namun setidaknya dua tujuan utama dalam penelitian dapat terjawab. Pontianak, 3 Juli 2015 Hasymi Rinaldi.S.Sos.,MPA (Ketua Tim Peneliti) iii

ABSTRAK Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan ataupun terlibat maupun tidak terlibat dalam pemilu. Secara teoritis, banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa prilaku memilih masyarakat menunjukkan prilaku politik masyarakat. Faktor utama yang mempengaruhi prilaku politik masyarakat, salah satunya, adalah prilaku sosial. Untuk mengidentifikasi prilaku sosial masyarakat, penelitian ini melakukan kajian interaksi individu dalam keluarga dan lingkungan sekitar individu, termasuklah tempat kerja. Melalui identifikasi tersebut, penelitian ini berupaya melihat karakteristik individu dan melihat pengaruh interaksi tersebut dalam prilaku politik individu. Penelitian yang dilakukan bersifat kwalitatif dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu berupaya mengidentifikasi realita yang terbentuk, tidak hanya berdasarkan data yang diperoleh langsung melalui sumber data primer. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya relasi antara prilaku sosial, prilaku politik, dan prilaku memilih individu. Kata Kunci: Pemilu, Partisipasi, Prilaku Politik, Prilaku Sosial iv

DAFTAR ISI SUSUNAN TIM PENELITI... I KATA SAMBUTAN KETUA KPU KABUPATEN KUBU RAYA... II KATA PENGANTAR... III ABSTRAK... IV DAFTAR ISI... V DAFTAR SKEMA... VII DAFTAR GAMBAR... VIII DAFTAR TABEL... IX BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. RUMUSAN MASALAH... 2 C. TUJUAN PENELITIAN... 2 D. MANFAAT PENELITIAN... 2 E. KERANGKA KONSEP... 3 E.1. Relasi antara Prilaku Politik dengan Prilaku Sosial... 3 E.2. Partisipasi Politik dan Partisipasi Memilih dalam Pemilu... 5 F. METODOLOGI PENELITIAN... 7 F.1. Jenis dan Sifat Penelitian... 7 F.2. Populasi, Sampel, dan Subjek Penelitian... 8 F.3. Metode Pengumpulan Data... 9 F.4. Pendekatan/Model Analisis... 9 BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 11 A. WILAYAH... 11 B. KEPENDUDUKAN... 12 C. PENDIDIKAN... 14 D. PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU 2014... 15 BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 18 A. PRILAKU SOSIAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMAHAMAN DAN PRILAKU POLITIK MASYARAKAT... 18 A.1. Prilaku Sosial... 18 A.2. Pengaruh Prilaku Sosial terhadap Pemahaman dan Prilaku Politik. 32 B. PENGARUH PEMAHAMAN DAN PRILAKU POLITIK TERHADAP PARTISIPASI MEMILIH DALAM PEMILU... 42 BAB IV. KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN.. 48 v

A. KESIMPULAN... 48 B. SARAN... 49 C. REKOMENDASI KEBIJAKAN... 50 DAFTAR PUSTAKA... IX LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN... X LAMPIRAN 2. JADWAL PENELITIAN... XXIX LAMPIRAN 3. DOKUMENTASI LAPANGAN... XXXI vi

DAFTAR SKEMA Skema 1. Pola Interaksi Individu dalam Keluarga... 23 Skema 2. Prilaku Sosial Kelompok Individu di Sei Raya Dalam terhadap Lingkungan Sekitar... 27 Skema 3. Prilaku Sosial Kelompok Individu di Teluk. Empening terhadap Lingkungan Sekitar... 30 Skema 4. Pengaruh Prilaku Sosial terhadap Prilaku Politik di Desa Sui Raya Dalam... 37 Skema 5. Pengaruh Prilaku Sosial terhadap Prilaku Politik di Desa Teluk Empening... 40 Skema 6. Relasi Prilaku Sosial, Prilaku Politik, dan Prilaku Memilih individu... 45 vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gerbang Masuk Desa Teluk Empening... xxxii Gambar 2. Pemukiman di Desa Teluk Empening... xxxii Gambar 3. Kondisi Tempat Tinggal di Desa Teluk Empening... xxxiii Gambar 4. Kantor Desa Sui Raya Dalam... xxxiii Gambar 5. Jalan disalah satu titik di Desa Sui Raya Dalam... xxxiv Gambar 6. Jalan disalah satu titik di Desa Sui Raya Dalam... xxxiv Gambar 7. Salah satu tempat ibadah di Desa Sui Raya Dalam... xxxv Gambar 8. Salah satu tempat ibadah di Desa Sui Raya Dalam... xxxv Gambar 9. Salah satu tempat ibadah di Desa Sui Raya Dalam... xxxvi viii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Kecamatan dan Luas Kecamatan di KKR... 11 Tabel 2. Luas dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan... 12 Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Kecamatan... 13 Tabel 4. Jumlah rumah tangga per kecamatan dan rata-rata anggota rumah tangga... 14 Tabel 5. Jumlah sekolah negeri di KKR... 14 Tabel 6. Perbedaan Karakteristik Individu di Desa Teluk Empening dan Desa Sui Raya Dalam... 30 Tabel 7. Prilaku Politik Kelompok Individu dilingkungan Heterogen dan Homogen... 40 ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Relatif tingginya pemilih yang tidak menggunakan hak pilih dapat diakibatkan oleh banyak faktor, semisal dampak yang dihasilkan pemilu tidak sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, perbaikan dan peningkatan kesejahteraan yang terjadi sebelum dan paska pemilu tidak terjadi secara signifikan, ataupun tidak aksesibelnya perangkat pemungutan suara. Beranjak dari pemahaman tersebut, maka rendahnya partisipasi pemilih tidak dapat dianggap sebagai wujud dari rendahnya kedewasaan berpolitik masyarakat. Masyarakat tidak secara otomatis menarik diri dari isu-isu politik dan mengabaikan segala hal yang bernuansa politik pemerintahan. Pada banyak hal, prilaku politik masyarakat masih berlangsung dan bahkan mungkin mengalami peningkatan. Namun, prilaku politik yang ditunjukkan tidak lagi melalui saluransaluran yang disediakan oleh pemerintah. Semisal terbentuknya serikat tani dibeberapa desa, masih berlangsungnya kelompok-kelompok majelis taklim, pengakuan terhadap keberadaan perempuan dalam jabatan-jabatan strategis sebuah organisasi, dan banyak hal lainnya. Kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir tersebut terbentuk secara mandiri dalam menghadapi isu tertentu. Muncul kesadaran ditingkat masyarakat bahwa terdapat ancaman yang hanya dapat diatasi ketika jalur-jalur partisipasi politik yang tersedia tidak dapat sepenuhnya diandalkan. Akibatnya, masyarakat cenderung untuk mengandalkan cara-cara unkonvensional (Munroe 2002, 4). 1

B. Rumusan Masalah Beranjak dari fenomena yang melatar belakangi permasalahan penelitian diatas, maka beberapa pertanyaan mendasar yang menjadi rumusan masalah adalah: 1. Bagaimana prilaku sosial masyarakat mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat? 2. Bagaimana prilaku politik masyarakat mempengaruhi tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan kedua rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi prilaku sosial masyarakat, serta mendeskripsikan proses prilaku sosial dalam mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat. 2. Mengidentifikasi prilaku politik masyarakat, serta mendeskripsikan bagaimana prilaku politik dapat mendorong ataupun menghambat tingkat partisipasi pemilih. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui hasil penelitian ini adalah: 1. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan dan program dalam meningkatkan partisipasi pemilih dalam pemilu. 2

2. Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan keilmuan dan kajian politik, khususnya prilaku politik masyarakat E. Kerangka Konsep E.1. Relasi antara Prilaku Politik dengan Prilaku Sosial Prilaku politik didefinisikan oleh Munroe (2002, 3) sebagai segala tindakan yang terkait dengan kekuasaan pada umumnya, ataupun pemerintahan pada khususnya. Kekuasaan yang dimaksud dapat muncul dalam banyak bentuk, namun akan lebih mudah teridentifikasi sebagai kekuasaan pemerintahan. Mengacu pada definisi tersebut, maka prilaku politik akan muncul ketika masyarakat melakukan sesuatu yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan pemerintah diberbagai lini. Beranjak dari pemahaman tersebut, tiap individu tidak dapat menghindari ataupun menyembunyikan prilaku politik dalam kesehariannya. Terlebih, ketika Munroe (2002, 3) menambahkan bahwa prilaku politik bukan merupakan variabel bebas. Prilaku politik memiliki keterkaitan dengan prilaku ekonomi dan prilaku sosial. Prilaku sosial muncul ketika individu berinteraksi dengan pihak lain yang tidak mencerminkan prilaku ekonomi maupun prilaku politik (Munroe 2002, 3). Keterkaitan antar prilaku tersebut menunjukkan bahwa prilaku politik individu tidak terlepas dari peristiwa yang ada disekitarnya. Seperti halnya yang dikatakan oleh Zuckerman (2005, 8) bahwa manusia saling bergantung satu sama lain, dan terdapat hubungan yang cukup rumit antar individu, komunitas, dan kelompok yang lebih luas. Herbert Simon (dalam 3

Zuckerman 2005, 10) juga menjelaskan bahwa lingkungan sosial merupakan sumber awal dari pilihan politik seseorang. Hasil studi Festinger (dalam Zuckerman 2005, 9) menjelaskan bahwa seseorang yang berada dalam satu kelompok yang sama cenderung menghasilkan perubahan dan sikap yang mengarahkan pada keseragaman dalam group. Dalam hal ini Festinger menegaskan bahwa seseorang cenderung menyesuaikan prilakunya berdasarkan nilai-nilai yang diterima oleh kelompok masyarakat disekitarnya. Kondisi yang digambarkan Festinger tersebut hanya terjadi pada masyarakat yang homogen dan cenderung tertutup. Masyarakat cenderung mengkonsumsi jenis informasi yang sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati dalam kelompok tersebut. Informasi yang beredar ditingkat masyarakat tersebut saling mendukung satu sama lain dan sangat jarang sekali muncul bantahan terhadap informasi yang dianggap sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati. Keadaan tersebut mengakibatkan sulitnya terjadi perubahan pandangan politik. Keadaan tersebut tidak dapat disamakan ketika kelompok masyarakat bersifat terbuka dan heterogen. Kondisi tersebut sangat memungkinkan terjadinya perubahan prilaku politik. Mc Phee (dalam Huckfeldt, Johnson dan Sprague 2005, 21) menjelaskan bahwa ketidaksepakatan dalam politik memberi peluang terhadap perubahan politik. Penjelasan tersebut mengindikasikan bahwa semakin heterogen dan terbukanya sebuah komunitas, maka semakin besar perubahan prilaku individu yang ada dalam kelompok tersebut. 4

Dari beragam penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa prilaku politik seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial disekitarnya. Munroe (2002, 25) menjelaskan bahwa prilaku politik seseorang dipengaruhi oleh beberapa lapisan. Pada lapisan pertama terdiri dari dua agen yaitu keluarga dan teman. Selanjutnya, pada lapisan kedua terdiri dari tiga agen yaitu lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, media massa, partai politik. E.2. Partisipasi Politik dan Partisipasi Memilih dalam Pemilu Rosanvallon (2008, 20) menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemilihan telah memenuhi seluruh dimensi demokrasi, yaitu ekspresi, keterlibatan, dan intervensi. Dalam pemilihan umum, masyarakat bersepakat melalui pemungutan suara untuk mencapai keinginan bersama, dan keinginan tersebut terpenuhi oleh suara terbanyak. Jika penyelenggaraan pemilu berlangsung sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat, maka tidak akan muncul alternatif lain dalam melakukan partisipasi politik selain menggunakan jalur-jalur yang telah disediakan oleh negara. Dalam pemilihan umum, Masyarakat cenderung memilih partai yang reliabel, artinya partai yang dianggap dapat mengusung kepentingan masyarakat dan prilaku partai dapat diprediksi dalam mengusung isu tertentu (Stokes 2004, 7-8). Permasalahannya, sikap partai yang cenderung mengalami perubahan akibat kepentingan tertentu mengakibatkan sulitnya menentukan partai yang reliabel. Perubahan yang terjadi ditingkat elit politik mendorong terjadinya perubahan ditingkat masyarakat. Perubahan sosial berkontribusi dalam meningkatkan kecurigaan satu sama lain ditingkat masyarakat (Rosanvallon 2008, 10-11). 5

Kecurigaan interpersonal, dipertegas oleh Rosanvallon, juga dipengaruhi oleh rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap manfaat saluran partisipasi yang telah disediakan oleh pemerintah, termasuklah pemilu. Menurunnya partisipasi pemilih menunjukkan adanya ketidak percayaan masyarakat terhadap institusi-institusi politik. Pemilu yang telah dilaksanakan tidak menghasilkan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Namun, menurunnya partisipasi pemilih bukan menunjukkan bahwa masyarakat memiliki sikap apatis terhadap politik, ketika disisi lain masyarakat menggunakan cara-cara yang unkonvensional dalam berpartisipasi (Rosanvallon 2008, 19). Fenomena munculnya banyak kelompok masyarakat sipil yang terorganisir membantah bahwa rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum mengindikasikan ketidakdewasaan berpolitik, ataupun rendahnya pemahaman terhadap politik. Rosanvalon (2008, 19) menjelaskan bahwa terjadi perubahan bentuk dalam kepedulian terhadap politik. Masyarakat memiliki cara-cara unkonvesional yang menunjukkan tingkat partisipasi politik cukup tinggi disaat partisipasi memilih mengalami penurunan. Dalam hal ini, Munroe (2002, 4) membagi partisipasi politik menjadi dua, yaitu partisipasi politik konvensional dan unkonvensional. Dijelaskan oleh Munroe bahwa partisipasi politik konvensional terjadi ketika masyarakat melakukan rutinitas dan kebiasaan dalam sistem politik sebuah negara. Masyarakat menggunakan saluran yang sudah disediakan oleh negara dalam berpartisipasi. Sedangkan yang dimaksud dengan partisipasi politik 6

unkonvensional terjadi ketika masyarakat secara mandiri menggunakan cara-cara yang dinilainya efektif dan tidak mengandalkan jalur yang disediakan pemerintah. Beranjak dari definisi yang dijelaskan oleh Munroe, partisipasi pemilih dalam pemilihan umum dapat dikategorikan sebagai partisipasi politik konvensional. Masyarakat menggunakan jalur yang disediakan negara dalam memenuhi seluruh dimensi demokrasi sebagaimana halnya yang dijelaskan Stokes. Permasalahannya, menurut Munroe (2002, 6) partisipasi politik konvensional dan partisipasi politik unkonvensional berbanding terbalik. Ketika partisipasi politik konvensional mengalami peningkatan, maka secara otomatis partisipasi politik unkonvensional mengalami penurunan. Dan kondisi tersebut berlaku sebaliknya. F. Metodologi Penelitian F.1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi dan memetakan prilaku masyarakat, sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah kwalitatif. Disamping itu, menurut Snape dan Spencer (2003, 4), bahwa penelitian kwalitatif memiliki perspektif antara lain mengamati kehidupan sosial sebagai sebuah proses, bukan kejadian yang statis, dan menyediakan perspektif yang menyeluruh sesuai dengan konteks penelitian. Beranjak dari pertimbangan tersebut, maka penelitian yang akan dilakukan berupaya mencapai tujuan sesuai dengan yang dijelaskan oleh Snape dan Spencer. 7

Mengacu pada tujuan penelitian yang berupaya menjawab prilaku sosial, prilaku politik, dan partisipasi memilih, maka penelitian ini bersifat explanatory research. Menurut Ritchie (2003, 28) menjawab permasalahan mengapa sebuah fenomena terjadi dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi fenomena tersebut. Ritchie memperjelas bahwa dalam explanatory research dapat mengidentifikasi input dan output dari sebuah fenomena dan pengaruh terhadap fenomena lainnya sesuai dengan konteks penelitian. F.2. Populasi, Sampel, dan Subjek Penelitian Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah Pemilih yang menjadi penduduk Kabupaten Kubu Raya, sedangkan yang dijadikan sampel adalah masyarakat pada kecamatan yang dianggap dapat mewakili konteks penelitian. Pemilihan sampel bersifat non-probability sampling mengingat jenis penelitian bersifat kwalitatif. Dalam pemilihan sampel berbasiskan kriteria, artinya sampel yang dipilih memiliki karakteristik tertentu yang dianggap dapat menjawab tujuan penelitian. Karakteristik sampel berbasiskan pada kelurahan, dan kriteria kelurahan terpilih adalah: 1. Satu desa yang berada pada kecamatan di ibukota kabupaten 2. Satu desa yang berada pada kecamatan diluar kecamatan dari ibukota kabupaten Berdasarkan kedua kategori tersebut, terangkum dua titik yang menjadi sampel, yaitu Desa Sui Raya Dalam dan Desa Teluk Empening (yang juga merupakan desa pada kecamatan dengan tingkat partisipasi pemilih terendah 8

dalam tiap kali pemilu 2014). Dari masing-masing sampel tersebut, subjek penelitian yang dipilih adalah Kepala Desa setempat, Aktivis Lokal, dan masyarakat yang cenderung apatis dalam aktivitas sosial dan politik ditingkat lokal. F.3. Metode Pengumpulan Data Data akan dikumpulkan melalui tiga cara, yaitu observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Observasi akan difokuskan pada rutinitas masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial dan politik pada beberapa tempat yang dijadikan sampel. Sedangkan wawancara mendalam akan ditujukan pada masing-masing subjek penelitian. Studi dokumentasi merupakan pendukung terhadap data-data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Studi dokumentasi akan difokuskan pada dokumen-dokumen yang dimiliki oleh penyelenggara pemilu lokal desa yang menjelaskan tentang prilaku sosial dan prilaku politik masyarakat setempat. Disamping itu, studi dokumentasi pun akan dilakukan terhadap dokumendokumen yang telah dipublikasikan oleh media massa setempat terkait dengan tujuan penelitian pada wilayah-wilayah yang menjadi sampel penelitian. F.4. Pendekatan/Model Analisis Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah konstruktivisme, yaitu dengan menampilkan realitas yang terkonstruksi melalui proses pencarian data (Snape dan Spencer 2003, 12). Data yang diperoleh tidak hanya berasal dari 9

satu sumber dan beranjak dari satu fenomena, namun terkonstruksi berdasarkan rangkaian peristiwa yang hadir sesuai dengan konteks penelitian. Informasi yang diterima dari subjek penelitian. Sedangkan pendekatan dalam melakukan analisa adalah pendekatan induktif dengan tidak memberlakukan hipotesis sebelum penelitian dilaksanakan. Data yang diperoleh tidak dikelompokkan secara baku berdasarkan kategori yang telah ditentukan sebelum penelitian, namun dapat mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan informasi yang diperoleh ketika penelitian berlangsung. 10

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Wilayah Kabupaten Kubu Raya (KKR) merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Pontianak (sekarang kabupaten mempawah) melalui Undang-Undang Nomor 35 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Kubu Raya dengan luas wilayah administratif seluas 6.985,24 Km2 (BPS Kab. Kubu Raya 2014). Secara geografis, wilayah KKR berada pada posisi 0 0 13 40,83 sampai dengan 1 0 00 53,09 Lintang Selatan, dan 109 0 02 19,32 Bujur Timur sampai dengan 109 0 58 32,16 Bujur Timur. Secara administratif, wilayah KKR berbatasan dengan Kota Pontianak dan Kabupaten Mempawah (bagian utara), Kabupaten Ketapang (bagian selatan), Laut Natuna (bagian barat), dan Kabupaten Landak dan Kabupaten Sanggau (bagian timur). Secara keseluruhan, luas wilayah administratif KKR terbagi dalam 9 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah kecamatan Batu Ampar. Untuk lebih jelas tentang kecamatan dan luas wilayah di KKR, dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 1. Kecamatan dan Luas Kecamatan di KKR No Kecamatan Ibukota Luas Kecamatan Kecamatan (Km2) % 1 Batu Ampar Padang Tikar 2,002.70 29% 2 Terentang Terentang 786.40 11% 3 Kubu Kubu 1,211.60 17% 4 Teluk Pakedai Teluk Pakedai 291.90 4% 5 Sungai Kakap Sungai Kakap 453.17 6% 6 Rasau Jaya Rasau Jaya 111.07 2% 7 Sungai Raya Arang Limbung 929.30 13% 11

Sungai Ambawang 8 726.10 10% Ambawang Kuala 9 Kuala Mandor B Kuala Mandor 473.00 7% Kabupaten Kubu Raya 6,985.24 Sumber: KKR Dalam Angka 2014 B. Kependudukan Jumlah populasi di KKR sebanyak 529.320 jiwa dengan rata-rata tingkat kepadatan penduduk yaitu sebanyak 76 jiwa per Km2 (BPS Kab. Kubu Raya 2014). Untuk lebih jelas tentang distribusi penduduk per kecamatan dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 2. Luas dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan Luas Penduduk Kepadatan No Kecamatan Penduduk Km2 % Jumlah % (per km2) 1 Batu Ampar 2,002.70 29% 34,554 7% 17 2 Terentang 786.4 11% 10,720 2% 14 3 Kubu 1,211.60 17% 37,434 7% 31 4 Teluk Pakedai 291.9 4% 19,549 4% 67 5 Sungai Kakap 453.17 6% 108,939 21% 240 6 Rasau Jaya 111.07 2% 25,123 5% 226 7 Sungai Raya 929.3 13% 198,885 38% 214 8 Sungai Ambawang 726.1 10% 69,554 13% 96 9 Kuala Mandor B 473 7% 24,572 5% 52 Sumber: KKR Dalam Angka 2014 Jika melihat tabel 2 diatas, dapat terlihat bahwa kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi berada dikecamatan Kecamatan Sui Kakap yaitu sebanyak 240 jiwa per Km2, dan kecamatan dengan tingkat kepadatan terendah berada di kecamatan Terentang yaitu sebanyak 14 jiwa per Km2. Meskipun kecamatan dengan tingkat populasi tertinggi berada di Kecamatan Sungai Raya, namun luas wilayah yang ada pada kecamatan Sungai Kakap mengakibatkan wilayah tersebut memiliki kepadatan tertinggi dibandingkan kecamatan lainnya. 12

Sedangkan kecamatan dengan tingkat populasi terendah, yaitu hanya sebanyak 4% dari total populasi di KKR yaitu berada di Kecamatan Terentang. Sedangkan rasio jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan di KKR, jumlah masyarakat berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah masyarakat perempuan dengan rasio 51:49 antara laki-laki dan perempuan. Untuk lebih jelas tentang rasio penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3 dibawah. Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin per Kecamatan No Kecamatan Jenis Kelamin Rasio L P Total L P 1 Batu Ampar 17,625 16,929 34,554 51 49 2 Terentang 5,605 5,115 10,720 52 48 3 Kubu 18,899 18,535 37,434 50 50 4 Teluk Pakedai 9,960 9,589 19,549 51 49 5 Sungai Kakap 54,767 54,172 108,939 50 50 6 Rasau Jaya 12,666 12,457 25,123 50 50 7 Sungai Raya 100,922 97,963 198,885 51 49 8 Sungai Ambawang 35,699 33,845 69,554 51 49 9 Kuala Mandor B 12,447 12,125 24,572 51 49 TOTAL 268,590 260,730 529,330 50 51 Sumber: KKR Dalam Angka 2014 Seperti yang terlihat pada tabel 3 diatas, hanya tiga kecamatan yang memiliki rasio berimbang antara laki-laki dan perempuan, yaitu kecamatan Teluk Pakedai, kecamatan Kubu, dan kecamatan Rasau Jaya. Selebihnya, jumlah lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan. Untuk jumlah rumah tangga per kecamatan, Kecamatan Sungai Raya merupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga terbanyak, yaitu sebesar 45.595 atau sebesar 37% dari seluruh jumlah rumah tangga di KKR. Sedangkan kecamatan Terentang merupakan kecamatan dengan jumlah rumah tangga terkecil, yaitu sebanyak 2,831 atau sebesar 2% dari total jumlah rumah tangga di 13

KKR. Tingkat jumlah rumah tangga di KKR berbanding lurus dengan tingkat kepadatan penduduk. Untuk lebih jelas terhadap jumlah rumah tangga per kecamatan, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah. Tabel 4. Jumlah rumah tangga per kecamatan dan rata-rata anggota rumah tangga Rumah Tangga No Kecamatan Jml Anggota Jml % Rata-rata 1 Batu Ampar 8,187 7% 4 2 Terentang 2,831 2% 4 3 Kubu 8,757 7% 4 4 Teluk Pakedai 4,386 4% 4 5 Sungai Kakap 24,809 20% 4 6 Rasau Jaya 6,138 5% 4 7 Sungai Raya 45,595 37% 4 8 Sungai Ambawang 15,355 13% 4 9 Kuala Mandor B 5,602 5% 4 TOTAL 268,590 Sumber: KKR Dalam Angka 2014 C. Pendidikan Secara keseluruhan, jumlah total sekolah negeri di KKR adalah sebanyak 435 sekolah dengan jumlah terbanyak berada di kecamatan Sungai Raya, yaitu sebanyak 94 sekolah negeri. Sedangkan untuk kecamatan dengan jumlah sekolah paling sedikit yaitu berada di kecamatan Rasau Jaya, yaitu sebanyak 27 sekolah, atau hanya sebesar 6% dari jumlah total sekolah di KKR. Tabel 5. Jumlah sekolah negeri di KKR SD/MI Negeri SMP/MTS Negeri SMA/SMK /MA Negeri Total No Kecamatan Jml % Jml % Jml % Jml % 1 Batu Ampar 31 10% 7 8% 3 12% 41 9% 2 Terentang 20 6% 6 7% 1 4% 27 6% 3 Kubu 41 13% 10 12% 3 12% 54 12% 4 Teluk Pakedai 25 8% 7 8% 1 4% 33 8% 5 Sungai Kakap 49 15% 14 16% 5 19% 68 16% 6 Rasau Jaya 19 6% 5 6% 3 12% 27 6% 7 Sungai Raya 71 22% 18 21% 5 19% 94 22% 14

8 Sungai Ambawang 44 14% 11 13% 3 12% 58 13% 9 Kuala Mandor B 22 7% 7 8% 2 8% 31 7% 322 85 26 435 Sumber: Data olahan dari KKR Dalam Angka 2014 Seperti yang ditampilkan pada tabel 5 diatas, dapat terlihat bahwa jumlah tingkat sekolah terbanyak di KKR adalah tingkat SD/Sederajat yaitu sebanyak 322 yang tersebar di 9 kecamatan. Sedangkan jumlah tingkat sekolah yang paling sedikit adalah SMA/Sederajat, yaitu hanya sebanyak 26 sekolah tersebar di 9 kecamatan. D. Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 Pada tahun 2014 lalu, telah diselenggarakan pemilihan umum sebanyak 2 kali, yaitu pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden. Berdasarkan data yang diperoleh dari KPU KKR, menunjukkan terjadinya penurunan tingkat partisipasi pemilih dari pemilu legislatif ke pemilu presiden. Data tentang tingkat partisipasi pemilih pada pemilu legislatif dapat dilihat pada tabel dibawah: NO. KECAMATAN Tabel 6. Partisipasi Pemilih pada Pemilu Legislatif 2014 Pemilih Terdaftar TINGKAT PARTISIPASI Penggunaan Hak Pilih L P Jumlah L % P % Total % 1 Sungai Raya 79,878 79,330 159,208 55,230 69 54,693 69 109,923 69 2 Kuala Mandor B 10,094 9,679 19,773 8,144 81 8,124 84 16,268 82 3 Sungai Ambawang 28,135 26,018 54,153 22,773 81 21,598 83 44,371 82 4 Terentang 4,938 4,463 9,401 3,027 61 2,804 63 5,831 62 5 Batu Ampar 13,522 12,411 25,933 9,751 72 9,188 74 18,939 73 6 Kubu 15,234 14,594 29,828 10,886 71 10,951 75 21,837 73 7 Rasau Jaya 10,040 9,696 19,736 6,729 67 7,159 74 13,888 70 8 Teluk Pakedai 7,403 7,163 14,566 5,552 75 5,332 74 10,884 75 9 Sungai Kakap 42,172 41,094 83,266 31,045 74 30,936 75 61,981 74 JUMLAH 211,416 204,448 415,864 153,137 72 150,785 74 303,922 73 Sumber: KPU KKR 2014 15

Seperti yang ditampilkan pada tabel 6 diatas, bahwa sebanyak 73 persen dari pemilih yang terdaftar menggunakan hak pilihnya. Kecamatan yang memiliki tingkat partisipasi pemilih tertinggi, yaitu sebesar 82% berada di kecamatan Kuala Mandor B dan kecamatan Sui Ambawang. Sedangkan kecamatan yang memiliki tingkat partisipasi terendah adalah di Kecamatan Terentang. Disamping itu, berdasarkan data yang ditampilkan pada tabel 6 diataspun menunjukkan, bahwa perempuan merupakan pemilih dengan tingkat partisipasi yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki, kecuali di kecamatan Teluk Pakedai. Selanjutnya, terjadi penurunan partisipasi pemilih pada pemilu presiden 2014. Dari tingkat partisipasi sebelumnya pada pemilu legislatif sebesar 73% menjadi 66% dari jumlah pemilih yang terdaftar di Kab. Kubu Raya. NO. KECAMATAN Tabel 7. Partisipasi Pemilih pada Pemilu Presiden 2014 Pemilih Terdaftar TINGKAT PARTISIPASI Penggunaan Hak Pilih L P Jumlah L % P % Total % 1 Sungai Raya 80,960 80,482 161,442 51,242 63 53,678 67 104,920 65 2 Kuala Mandor B 9,928 9,600 19,528 7,394 74 7,211 75 14,605 75 3 Sungai Ambawang 28,047 26,144 54,191 21,417 76 20,403 78 41,820 77 4 Terentang 4,876 4,393 9,269 2,760 57 2,656 60 5,416 58 5 Batu Ampar 13,403 12,308 25,711 7,746 58 7,678 62 15,424 60 6 Kubu 15,179 14,516 29,695 9,485 62 9,498 65 18,983 64 7 Rasau Jaya 10,013 9,603 19,616 6,455 64 6,991 73 13,446 69 8 Teluk Pakedai 7,412 7,189 14,601 4,457 60 4,183 58 8,640 59 9 Sungai Kakap 42,514 41,476 83,990 26,967 63 27,586 67 54,553 65 JUMLAH 212,332 205,711 418,043 137,923 65 139,884 68 277,807 66 Sumber: KPU KKR 2014 Seperti halnya yang terjadi pada pemilu legislatif, tingkat partisipasi tertinggi berada di Kecamatan Sungai Ambawang, yaitu sebesar 77% dan yang terendah berada di Kecamatan Terentang, yaitu sebesar 58%. Secara keseluruhan, penurunan tingkat partisipasi terjadi disemua kecamatan. Disamping itu, data pada 16

tabel 7 pun menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi perempuan lebih tinggi dibandingkan tingkat partisipasi laki-laki, kecuali di Kecamatan Teluk Pakedai. 17

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prilaku Sosial dan Pengaruhnya terhadap Pemahaman dan Prilaku Politik Masyarakat A.1. Prilaku Sosial Secara teoritis, terdapat keterkaitan antara prilaku politik dan prilaku sosial. Banyak ilmuwan, seperti Munroe (2002, 3), Zuckerman (2005), Festinger (dalam Zuckerman 2005), Huckfeldt, Johnson dan Sprague (2005). beranggapan bahwa pemahaman dan tindakan seseorang dalam politik dipengaruhi oleh prilaku sosial. Beranjak dari anggapan ilmuwan tersebut, maka untuk melihat kecenderungan prilaku politik masyarakat, maka penting untuk mengidentifikasi prilaku individu. Untuk melihat prilaku sosial masyarakat yang berpotensi mempengaruhi pemahaman dan prilaku politik masyarakat, dilihat dari interaksi dengan keluarga, lingkungan kerja, masyarakat disekitar individu. A.1.1. Interaksi di Keluarga Keluarga merupakan faktor utama yang mempengaruhi prilaku sosial seseorang (Munroe 2002, 25). Anggapan tersebut muncul dengan mempertimbangkan kecenderungan waktu dan aktivitas terbanyak seseorang, secara umum, dilakukan dirumah. Sehingga wajar jika Stoker dan Jennings (2005, 51) beranggapan bahwa seseorang merupakan cerminan dari keluarganya. Beranjak dari pemikiran tersebut, maka prilaku sosial seseorang dalam keluarga menjadi penting untuk menjadi kajian dalam melihat prilaku politik dan kecenderungan memilih seseorang dalam pemilu. Secara umum, dalam keluarga inti memiliki kedua orang tua dan anak. Keberadaan masing-masing pelaku dalam 18

keluarga dapat saling mempengaruhi satu sama lain, maupun dipengaruhi oleh segala perangkat yang tersedia dalam rumah tangga (termasuk teknologi informasi). Berdasarkan data yang diperoleh, interaksi yang berlangsung dalam keluarga menunjukkan bahwa interaksi tersering adalah bersama dengan pasangan ataupun dengan anak yang telah dewasa. Pemilihan lawan bicara didalam keluarga informan sangat tergantung dengan intensitas tatap muka. Meskipun pelaku didalam rumah tangga sangat terbatas, namun sangat memungkinkan interaksi tidak terjadi antar pelaku mengingat banyaknya komponen lain yang berpotensi mengganggu komunikasi antar pelaku. Semisal kesibukan individual (baik dalam konteks mencari nafkah, hobi, dan lain sebagainya), ataupun gangguan dari pihak luar yang masuk (semisal tamu baik teman ataupun keluarga). Disamping itu, intensitas interaksi antar pelaku dalam rumah tangga bergantung pula dengan perspektif pelaku terhadap lawan bicara. Kemampuan/kompetensi dalam menyikapi isu tertentu dari lawan bicara dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membangun komunikasi. Beberapa informan mengaku tidak berbagi semua informasi yang diperoleh dari luar ke pasangan ataupun pihak lain dalam rumah tangga. Keinginan untuk berbagi informasi dan tidak berbagi dapat disengaja maupun tidak disengaja (ataupun terlupakan). Biasanya, informasi yang ingin dibagi dengan orang tertentu dalam rumah tangga bergantung dari anggapan individu bersangkutan bahwa informasi tersebut cukup penting untuk dibagi. 19

Keinginan berbagi ataupun tidak berbagi informasi yang disengaja dapat dilakukan dengan mempertimbangkan rasa aman dan nyaman, baik secara individual bagi komunikator maupun secara kolektif (pihak komunikator dan komunikan, ataupun melibatkan pihak lain dalam keluarga). Ketika rasa aman dan nyaman telah dimiliki untuk berbagi informasi, meskipun tidak selalu menghasilkan solusi, namun banyak individu beranggapan bahwa hal tersebut dirasa perlu dan penting untuk dibicarakan. Hal-hal yang dapat dipastikan untuk dibagi biasanya hal-hal yang tidak sering terjadi, ataupun dianggap luar biasa untuk keadaan tertentu bagi informan. Meskipun terkadang, banyak pula komunikasi yang dibangun tanpa kepentingan ataupun tujuan tertentu untuk mempengaruhi lawan bicara. Namun, terdapat pula informasi-informasi yang dengan sengaja tidak dibangun dengan pihak lain dalam keluarga, seperti teknis pekerjaan, lawan bicara dan tema komunikasi semasa diluar rumah, dan banyak hal lainnya. Informan beranggapan bahwa tidak semua informasi yang dimiliki dapat dibagi dengan banyak alasan. Dari sekian banyak alasan yang dipaparkan, secara umum terdapat tiga hal mendasar, yaitu (1) pemahaman lawan bicara (komunikan) terhadap tema komunikasi yang akan dibangun, (2) resiko yang muncul ketika informasi tersebut dibagi, dan (3) kadar kepentingan informasi tersebut bagi keluarga. Informan tidak akan berbagi informasi dengan individu lain dalam rumah tangga untuk teknis pekerjaan, dengan anggapan bahwa tidak ada lawan bicara didalam rumah yang dianggap dapat memahami secara menyeluruh tentang tema yang akan 20

dibangun. Namun, hal-hal lain terkait masalah pekerjaan (selain teknis pekerjaan) dapat dibagi dengan anggapan pihak lain dalam rumah tangga dapat memahami, ataupun informan dapat menjelaskan topik yang akan dibangun dengan cara yang sangat sederhana. Disamping pemahaman terhadap tema yang akan dibangun, rasa aman dan nyaman untuk berbagi juga mempengaruhi seseorang untuk berbagi informasi. Meskipun pelaku lain dalam rumah tangga, merupakan agen terdekat, namun tidak semua informasi yang dibagi akan memberikan rasa aman dan nyaman. Seseorang cenderung akan memilih pihak lain (bahkan diluar rumah tangga) dalam berbagi informasi tertentu ataupun menyimpan informasi tersebut sendiri dengan tidak berbagi dengan pihak manapun. Meskipun demikian, dalam rumah tangga, informan mengakui bahwa waktu terbanyak yang digunakan dimanfaatkan adalah berinteraksi dengan pelaku lain dalam rumah tangga, terlepas bahwa komunikasi yang dibangun secara disengaja ataupun berlangsung secara alamiah. Aktivitas individual, semisal menonton TV, mengerjakan hal-hal lain yang dianggap mengganggu interaksi, sangat terbatas. Dengan relatif banyaknya waktu yang diluangkan dalam berkomunikasi, terjadi proses saling mempengaruhi, meskipun seringkali proses saling mempengaruhi tersebut muncul tanpa disadari. Terjadi kecenderungan untuk sepakat dalam nilai-nilai tertentu, seperti halnya prilaku pihak lain, keputusan dalam memilih, dan banyak hal lainnya, melalui interaksi yang dibangun. Meskipun diakui oleh informan, bahwa ketidaksepakatan pernah mengakibatkan perselisihan. Kecenderungan untuk sepakat terhadap nilai-nilai tertentu diakibatkan rasa percaya dan kecocokan satu sama lain. Masing-masing pihak 21

dalam rumah tangga meyakini bahwa pihak lawan bicara merupakan sumber yang dapat dipercaya untuk hal-hal tertentu. Kondisi ini persis yang dijelaskan oleh Stoker dan Jennings (2005, 53) bahwa kecenderungan banyaknya kesamaan dalam nilai-nilai tertentu pada pasangan suami istri diakibatkan oleh banyaknya pengalaman yang dibagi satu sama lain, hidup dalam lingkungan yang sama, dan cenderung menggunakan saluran dan sumber yang sama dalam memperoleh informasi. Untuk melihat pola interaksi yang terjadi didalam keluarga, dapat dilihat pada diagram dibawah. 22

Skema 1. Pola Interaksi Individu dalam Keluarga Seperti yang terlihat pada skema 1 diatas, dapat terlihat bagaimana satu sama lain dapat saling mempengaruhi dan cenderung memiliki pilihan yang sama dalam pengambilan keputusan. Seberapa besar pengaruh yang dapat dikirimkan satu sama lain, dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain yaitu seberapa sering komunikasi yang terjadi, dan pihak mana yang lebih mendominasi. Nilainilai yang disepakati dapat menjadi nilai-nilai baru hasil peleburan dua nilai yang dimiliki oleh antar pelaku, dan dapat juga nilai-nilai lama yang dimiliki oleh pihak dominan dalam interaksi tersebut. 23

A.1.2. Interaksi dengan Lingkungan Disamping keluarga, agen yang dianggap turut mempengaruhi prilaku politik seseorang adalah masyarakat yang berada disekitar individu (Munroe 2002, 25). Hasil studi Festinger (dalam Zuckerman 2005, 9) menjelaskan bahwa seseorang yang berada dalam satu kelompok yang sama cenderung menghasilkan perubahan dan sikap yang mengarahkan pada keseragaman dalam kelompok. Kesamaan yang ada pada kelompok tertentu dapat berbentuk kesamaan identitas dan juga kesamaan pandangan/nilai-nilai. Dalam hal ini Festinger menegaskan bahwa seseorang cenderung menyesuaikan prilakunya berdasarkan nilai-nilai yang diterima oleh kelompok masyarakat disekitarnya. Jika mengacu pada hasil studi Festinger, lokasi sampel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu (1) desa pada kecamatan di ibukota Kabupaten, yang juga berbatasan dengan wilayah Kota Pontianak, dan (2) desa pada kecamatan diluar wilayah ibukota kabupaten. Untuk desa yang berada pada kecamatan di ibukota kabupaten, dipilih Desa Sui Raya Dalam yang berbatasan dengan Kota Pontianak. Kondisi geografis desa berpotensi terhadap terbukanya peluang informasi yang masuk pada masyarakat di desa tersebut. Dengan besar ataupun sempitnya peluang beragam informasi yang masuk, maka akan mempengaruhi peluang perubahan prilaku politik pada masyarakat. Pertimbangan yang sama juga dilakukan pada desa terpilih diluar kecamatan ibukota kabupaten. Disamping berada diluar kecamatan ibukota, desa Teluk Empening pun berada pada kecamatan dengan tingkat partisipasi pemilih terendah. 24

Terjadi perbedaan karakteristik pada dua lokasi yang berbeda perihal prilaku sosial individu dilingkungan sekitar. Berdasarkan data yang diperoleh, individu yang berada pada Desa Sui Raya Dalam cenderung membatasi diri dalam membangun interaksi dilingkungan sekitar tempat tinggal. Beberapa hal yang dianggap mengakibatkan terbatasnya interaksi sosial pada masyarakat di Sui Raya Dalam diakibatkan oleh: 1) Rendahnya peluang melakukan interaksi. Dikarenakan secara geografis desa Sui Raya Dalam berbatasan dengan wilayah Kota Pontianak, serta banyak waktu yang dimanfaatkan di Kota Pontianak, maka karakteristik yang dimiliki menyerupai dengan masyarakat diwilayah Kota Pontianak. Berdasarkan data yang diperoleh, teridentifikasi adanya keterbatasan individu (waktu, tenaga, kondisi lingkungan) untuk melakukan interaksi dilingkungan sekitar tempat tinggal. Waktu terbanyak yang dimiliki oleh individu adalah berada ditempat kerja dan berada di rumah. Keterbatasan tersebut diluar kendali individu dan berlangsung rutin. Waktu dan beban kerja yang dimiliki mengkondisikan individu untuk membatasi interaksi yang berlangsung. Disamping itu, kondisi lingkungan pun mendukung keterbatasan dengan berprilaku sama dengan yang dilakukan oleh informan. Jika terjadi interaksi, maka berlangsung cenderung tanpa perencanaan dan bersifat kebetulan. Akibatnya, waktu yang diluangkan untuk melakukan interaksi pun sangat terbatas dan relatif sedikit. Sangat jarang waktu yang digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar lebih dari 30 menit. 25

2) Rendahnya keinginan untuk melakukan interaksi. Meskipun terdapat keterbatasan dalam melakukan interaksi, namun peluang untuk membangun komunikasi sebenarnya dapat diciptakan. Permasalahannya, individu bersangkutan tidak memanfaatkan peluang tersebut. Selain bersama dengan anggota keluarga lainnya didalam rumah, komunikasi sehari-hari dilakukan pada lingkungan tempat kerja. Meskipun, jika dibandingkan, keberadaan interaksi ditempat kerja tidak se intensif seperti halnya dengan komunikasi di dalam rumah tangga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pilihan untuk melakukan interaksi dikarenakan rasa aman dan nyaman dalam berkomunikasi. Diakibatkan pilihan tersebut, maka individu cenderung selektif dalam memilih lawan bicara. Meskipun membangun komunikasi merupakan pilihan utama bagi informan ketika berada didalam rumah, namun komunikasi dapat dibangun atas kesediaan pihak komunikan. Permasalahannya, diakibatkan selektifnya dalam memilih lawan bicara, informan lebih memilih untuk menunda komunikasi jika seandainya komunikan tidak bersedia melakukan interaksi. Informan tidak berupaya mencari komunikan pengganti. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa adanya tingkat kebutuhan untuk berkomunikasi yang rendah. 3) Lingkungan yang heterogen Lingkungan tempat tinggal cenderung dihuni oleh banyak orang dengan identitas yang beragam, seperti etnis, agama, pekerjaan, dan lain sebagainya. Keberagaman yang relatif tinggi tersebut berakibat pada beragamnya nilai dan 26

karakteristik individu. Untuk membangun komunikasi yang intensif membutuhkan proses yang cukup lama dan kompleks. Setidaknya, salah satu harus dapat menerima nilai-nilai yang ada pada pihak lain terhadap hal tertentu agar komunikasi intensif dapat terbangun. Permasalahannya, tidak semua individu dapat menyesuaikan diri dengan nilai-nilai pihak lain dan cenderung mempertahankan nilai-nilai yang diyakininya benar. Sehingga, menghargai privasi pihak lain dianggap sebagai hal yang positif dan penting untuk dipertahankan. Prinsip menghargai privasi mendorong seseorang untuk membatasi interaksi dengan harapan privasi kehidupan dirinya pun tidak terganggu oleh pihak lain. Skema 2. Prilaku Sosial Kelompok Individu di Sei Raya Dalam terhadap Lingkungan Sekitar Fenomena yang ditunjukkan oleh informan di Desa Sei Raya Dalam berbeda dengan individu yang berada di Desa Teluk Empening. Berdasarkan data yang diperoleh mengindikasikan bahwa adanya keinginan untuk membangun komunikasi dengan lingkungan sekitar. Meskipun pemanfaatan waktu terbanyak 27

perhari tetap berada didalam rumah tangga dan ditempat kerja, namun kebutuhan untuk bersilahturahmi dengan sengaja dibangun oleh informan. Keinginan untuk membangun interaksi ditunjukkan melalui waktu yang relatif lama (1-2 jam) dihabiskan dengan pihak tertentu, dan kunjungan tidak hanya berdasarkan keinginan/kepentingan tertentu, namun lebih dikarenakan rasa nyaman untuk membangun komunikasi dengan pihak tertentu. Keadaan untuk mendukung terjadinya interaksi yang ada pada kelompok individu di Desa Teluk Empening dipengaruhi oleh homogennya karakteristik masyarakat desa. Kondisi pemukiman masyarakat di Desa Teluk Empening berkelompok yang dipisahkan oleh dusun. Masing-masing dusun dihuni oleh kelompok etnis tertentu dan berbeda dengan kelompok etnis pada dusun yang berbeda. Homogenitas yang terjadi di desa tersebut mengakibatkan terdapatnya kesepahaman terhadap nilai-nilai tertentu yang dikonstruksikan oleh banyak hal, semisal budaya, sumber informasi, jaringan luar desa, dan banyak hal lainnya. Homogenitas pada masing-masing dusun tersebut mendorong individu pada kelompok tertentu percaya, aman, dan nyaman dalam membangun interaksi dengan individu lain dikelompoknya. Meskipun demikian, tingkat intensitas dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya dalam kelompok yang sama tentunya cukup beragam. Namun setidaknya, berdasarkan data yang diperoleh, masing-masing informan mengakui bahwa terjadi kecenderungan untuk bersilahturahmi ke kediaman pihak lain disekitar tempat tinggal, ataupun sebaliknya pihak lain yang mengunjungi kediamannya. 28

Meskipun terjadi pengelompokkan masyarakat berdasarkan etnis, tidak berarti bahwa terjadi kesenjangan antar dusun. Nilai-nilai dari agama Islam yang dipercaya oleh semua dusun turut mempengaruhi pola interaksi antar warga, sehingga kesepahaman terhadap ide-ide tertentu dapat terbangun. Meskipun pada beberapa hal tidak dapat dipaksakan untuk sama terkait dengan nilai-nilai yang terkandung pada adat istiadat masing-masing. Homogenitas pun terjadi pada mata pencaharian utama di desa tersebut. Mayoritas masyarakat memiliki profesi sebagai petani/pekebun mengkondisikan masing-masing individu cenderung memiliki pola yang sama. Meskipun pada saat melakukan pekerjaan cenderung tidak berinteraksi dikarenakan kecenderungan pekerjaan dilakukan sendirian, namun kemiripan pola kerja antar individu memungkinkan mereka memiliki waktu yang sama untuk kerja, istirahat, pulang, dan permasalahan yang sama. Keadaan tersebut mendorong banyak individu untuk berbagi informasi tentang masalah tertentu dengan pihak terdekat. 29

Skema 3. Prilaku Sosial Kelompok Individu di Teluk. Empening terhadap Lingkungan Sekitar Perbedaan karakteristik individu pada dua desa tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 8. Perbedaan Karakteristik Individu di Desa Teluk Empening dan Desa Sui Raya Dalam No Karakteristik Tl. Empening 1 Etnis Homogen 2 Jarak Antar Rumah 3 Kondisi rumah 4 Aksesibilitas terhadap informasi Berjarak Tidak berpagar Terbatas 5 Pekerjaan Individual 6 Waktu Terbanyak Dirumah dan tempat kerja Keterangan Pengelompokkan individu berdasarkan etnis dipisahkan oleh 3 dusun berbeda Bangunan tempat tinggal berjarak sekitar 1-2 meter dengan bangunan pihak lain (tetangga) dan berkelompok Sui Raya Dalam Heterogen Berdempetan - Berpagar - Jangkauan dan pilihan terhadap media massa dan akses internet yang terbatas Bertani dan Beternak yang dilakukan sendiri tanpa adanya pihak lain Memilih untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga (dewasa) Luas Berkelompok Dirumah dan tempat kerja Keterangan Berbatasan dengan kota pontianak. Banyak individu, selain berada dirumah, menghabiskan waktu di Kota Pontianak perhari, peluang masuknya informasi lebih cepat dan lebih banyak (jaringan internet, media cetak, dll) Jika dibandingkan antara berjarak dan tidak berjarak antar bangunan tempat tinggal, dilokasi cenderung tidak ada jarak (berdempetan) antar bangunan tempat tinggal. Jangkauan media massa dan akses internet yang lebih lengkap dan beragam Karyawan, terdapat pihak lain ditempat kerja, dan beban pekerjaan membutuhkan keterlibatan pihak lain dikantor. Memilih untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga (dewasa) 30

No 7 8 Karakteristik Kebutuhan Interaksi dengan lingkungan sekitar Inisiatif melakukan interaksi Tl. Empening Muncul Diri sendiri Keterangan Memiliki teman akrab disekitar tempat tinggal Tingkat silahturahmi ke kediaman pihak lain dilingkungan sekitar cukup sering. Meskipun tidak selalu dilakukan tiap hari Sui Raya Dalam Tidak Muncul Pihak Lain Keterangan Tidak memiliki teman akrab disekitar tempat tinggal Tidak memiliki keinginan untuk mengunjungi pihak lain dilingkungan sekitar tempat tinggal, kecuali untuk keadaan mendesak dan harus diselesaikan (cth. menyebarkan undangan, rapat RT, dll) Seperti yang ditampilkan pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya kelompok individu di Desa Sui Raya Dalam lebih diuntungkan oleh lingkungan untuk melakukan interaksi sosial, jika dibandingkan dengan kelompok individu di Desa Teluk Empening. Jarak antar rumah dan karakteristik pekerjaan yang dimiliki, mendorong seseorang untuk bersikap lebih terbuka dengan individu lainnya disekitar tempat tinggal. Dengan jarak antar rumah yang cenderung sangat berdekatan (bahkan berdempetan) setidaknya mempermudah dalam melakukan komunikasi satu sama lain. Permasalahannya, kondisi tersebut tidak terjadi sebagaimana halnya yang ada pada Desa Teluk Empening. Faktor utama yang mempengaruhi perbedaan prilaku sosial tersebut diakibatkan oleh homogen dan heterogennya lingkungan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kondisi desa Teluk Empening yang cenderung homogen dapat memberikan rasa aman dan nyaman dalam melakukan interaksi antar individu. Homogenitas yang terjadi mendorong kelompok individu cenderung untuk berbagi informasi dikarenakan kesepahaman terhadap nilai-nilai tertentu dan cenderung memiliki permasalahan yang sama. 31

Berbeda halnya dengan Desa Sui Raya Dalam yang heterogen. Lingkungan tempat tinggal dapat dihuni oleh banyak orang dengan identitas yang berbeda, seperti pekerjaan, etnis, agama, dan lain sebagainya. Heterogenitas tersebut mendorong individu untuk membatasi interaksi dikarenakan rasa kurang nyaman dan aman dalam membangun komunikasi intensif dengan pihak lain. Kekhawatiran interaksi yang terbangun dapat mengganggu privasi salah satu pihak berakibat pada terbatasnya interaksi. Meskipun demikian, menjaga hubungan baik satu sama lain tetap dibangun. Kebutuhan melakukan interaksi terjadi hanya pada hal-hal yang dianggap penting dan berlangsung pada momen tertentu, seperti hari besar keagamaan, gotong royong, rapat RT, yang tidak semuanya merata pada tiap individu dilingkungan yang sama. Artinya interaksi antar hanya terjadi pada pihak-pihak tertentu. A.2. Pengaruh Prilaku Sosial terhadap Pemahaman dan Prilaku Politik Munroe (2002, 3) mendefinisikan prilaku politik sebagai segala tindakan yang terkait dengan kekuasaan pada umumnya, ataupun pemerintahan pada khususnya. Mengacu pada definisi tersebut, maka prilaku politik dapat berwujud pada banyak bentuk, meskipun prilaku tersebut tidak selalu bersifat tangible melalui tindakan. Prilaku politik dapat berupa tindakan ataupun tidak berbentuk tindakan sama sekali. Dalam memahami prilaku politik masyarakat, maka perlu untuk memahami budaya politik masyarakat. Yang dimaksud dengan budaya politik yaitu seperangkat nilai, ide, ataupun gagasan yang dimiliki seseorang terkait dengan kekuasaan ataupun pemerintahan (Munroe 2002, 8). Beranjak dari pemahaman tersebut maka perlu untuk memahami pemahaman politik kelompok 32