ARSITEKTUR SUKU BANJAR

dokumen-dokumen yang mirip
+ 3,63 + 2,60 ± 0, ,00

TIANG Gambar Balok Lantai Dimasukkan ke dalam Tiang (Sketsa : Ridwan)

ANATOMI BUBUNGAN TINGGI SEBAGAI RUMAH TRADISIONAL UTAMA DALAM KELOMPOK RUMAH BANJAR

INFO TEKNIK Volume 8 No. 2, JULI 2007 ( ) Tipologi dan Morfologi Arsitektur Suku Banjar di Kal-Sel

TINJAUAN PUSTAKA Permukimam Tradisional

RUMAH BATU DI PESAYANGAN MARTAPURA SEBUAH KARYA ARSITEKTUR EKLEKTIK DI KALIMANTAN SELATAN

Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan

APLIKASI PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH BUBUNGAN TINGGI DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola pola ragam hias

EKSISTENSI RUMAH TRADISIONAL BANJAR SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN BERSEJARAH DI KELURAHAN KUIN UTARA, BANJARMASIN

REKONSTRUKSI TIPOLOGI RUANG DAN BENTUK ISTANA KERAJAAN BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

KEBUDAYAAN SUKU BANJAR

Membahas kebudayaan dalam konteks sebagai pengarah tingkah laku manusia dalam membangun adalah mengungkap hal-hal yang mendasari manusia bertindak

INFO TEKNIK Volume 16 No. 2 Desember 2015 ( ) BENTUK DAN MAKNA RUMAH TINGGAL ETNIS TIONGHOA DI BANJARMASIN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... ix. DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

Arsitektur Dayak Kenyah

STRUKTUR KONSTRUKSI RUMAH JOGLO

KARAKTERISTIK RUMAH ADAT TAMBI SUKU LORE SULAWESI TENGAH

POSISI WANITA PADA RUMAH TRADISIONAL BAANJUNGAN DI BANJARMASIN

Mengenal Rumah Tradisional di Kalimantan

Jawa Timur secara umum

RUANG SOSIAL RUMAH TRADISIONAL BAANJUNGAN DI BANJARMASIN

IDENTIFIKASI RUMAH TRADISIONAL DI LORONG FIRMA KAWASAN 3-4 ULU, PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Adat merupakan ciri khas bangunan suatu etnik di suatu wilayah

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

Tradisi Membangun Arsitektur Tradisional Folajiku Sorabi, Tidore Kepulauan

NURYANTO PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR-S1 DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Potensi Budaya Indonesia Dan Pemanfaatannya

pada bangunan yang berkembang pada masa Mesir kuno, Yunani dan awal abad

GAMBAR ORNAMEN. Dwi Retno SA., M.Sn

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. kata songket. Tanjung Pura Langkat merupakan pusat Pemerintahan Kesultanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Nasional yang dilindungi pemerintah, di mana bangunan ini merupakan pusat

nusantaraknowledge.blogspot.com

TEKNOLOGI ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH HONAI SUKU DANI PAPUA

UTS SPA 5 RAGUAN

RUMAH TRADISIONAL BANYUWANGI

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

Tugas I PERANCANGAN ARSITEKTUR V

ANALISIS ASAL MULA ARSITEKTUR BANJAR STUDI KASUS : ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMAH BUBUNGAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. di Bengkalis, Indragiri Hulu, Kampar, dan wilayah Pekanbaruyang merupakan kekuatan

Perkembangan Arsitektur 1

Verifikasi dan Validasi Cagar Budaya Kabupaten. Kota waringin Barat Kalimantan Tengah

Gaya Arsitektur Masjid Kasunyatan, Masjid Tertua di Banten

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

TIPOLOGI GEREJA IMMANUEL DI DESA MANDOMAI. Abstraksi

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR GAMBAR...

RENCANA PENATAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG KUIN, BANJARMASIN DIAH ANGGUN DARA

Pengertian. Ragam hias. Teknik. Pada pelajaran Bab 4, peserta didik diharapkan peduli dan melakukan aktivitas berkesenian,

BAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang

Rumah Tinggal Dengan Gaya Bali Modern Di Ubud. Oleh: I Made Cahyendra Putra Mahasiswa Desain Interior FSRD ISI Denpasar ABSTRAK

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

Kerajinan dan Wirausaha Tekstil

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara dengan ibu kotanya Medan. Sumatera Utara terdiri dari 33. dan Dokumentasi Ornamen Tradisional di Sumatera Utara:

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Kalimantan Timur, dikenal dengan keragaman suku asli

VERNAKULAR-TA.428-SEMESTER GENAP-2007/2008 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ARSITEKTUR-S1 FPTK-UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya konsep spasial Lamin

BAB I PENDAHULUAN. wujud hasil kebudayaan seperti nilai - nilai, norma-norma, tindakan dalam

BAB III RUMAH ADAT BETAWI SETU BABAKAN. 3.1 Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

Kampung Wisata -> Kampung Wisata -> Konsep utama -> akomodasi + atraksi Jenis Wisatawan ---> Domestik + Mancanegara

Penerapan Budaya Sunda dalam Perancangan Pasar Rakyat Kasus: Pasar Sederhana, Bandung

Akulturasi Langgam Arsitektur pada Elemen Pintu Gerbang Masjid Agung Yogyakarta

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Ngango lo huwayo pada upacara adat di Bulango Kabupaten Bone Bolango

Komposisi Warna Etnik Dayak Sebagai Pembentuk Image Budaya pada Olahan Desain Interior

BAB VI KESIMPULAN. Rumah toko Cina Malabero Bengkulu yang dikelompokkan dalam

DATA RUMAH ADAT DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

PUSAT PERBELANJAAN KELUARGA MUSLIM Dl JOGJAKARTA BAB ANALISIS BENTUK TAMANSARI III.1. TAMANSARI. GAMBAR III.1. Umbul Winangun

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya

DINDING DINDING BATU BUATAN

BAB V1 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. permukaannya. Misalnya furniture sebagai tempat penyimpan biasanya

BAB 1 STRUKTUR DAN KONSTRUKSI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. A. Kesimpulan

ELEMEN PEMBENTUK ARSITEKTUR TRADISIONAL BATAK KARO DI KAMPUNG DOKAN

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

RAGAM HIAS FLORA Ragam hias flora

87 Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

Gambar 1.1 Tampak samping Rumah Tongkonan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1993)

BAB V PENUTUP. rumah limas di desa Sirah Pulaupadang dan arsitektur rumah limas di Palembang

disamping didasarkan pada aspek kebudayaan juga dipertimbangkan dari sifat bahan dan

BAB III KOTA PALEMBANG

I. PENDAHULUAN. Daerah Palembang (Sumatera Selatan) banyak memiliki aneka ragam budaya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki tradisi dan hasil budaya yang

Perkembangan Arsitektur Rumah Tradisional Suku Minahasa part 2(perkembangannya)

1.Sejarah Berdiri Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

kalender Mengenal 12 Baju Adat Wanita Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Moyang terdahulu. sebagai mana dikemukakannya bahwa: c. Seni musik yang disebut gondang

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

Transkripsi:

ARSITEKTUR SUKU BANJAR 1. Jenis Arsitektur Suku Banjar Suku Banjar sebagaimana suku-suku lainnya di Nusantara memiliki karya arsitektur yang berakar dari tradisi-budaya lokal dan merupakan salah satu wujud kebudayaan (wujud fisik) suku tersebut. Umumnya karya arsitektur itu berupa arsitektur tradisional rumah tinggal yang di setiap daerah berbeda-beda dan memiliki ciri-ciri tersendiri. Menurut catatan dari berbagai sumber 1, suku Banjar memiliki 10 tipe arsitektur tradisional rumah tinggal (selanjutnya ditulis, rumah Banjar). Banyaknya jenis rumah Banjar tersebut terkait erat dengan beragamnya status masyarakat (golongan sosial) pada masa berdirinya kerajaan Banjar, dan hal ini diperkuat pula dengan peribahasa Banjar lama yang menyebutkan jenis bangunan beserta status pemiliknya. Kesepuluh tipe tersebut adalah (lihat juga Lampiran) : a. Bubungan Tinggi atau Rumah Baanjung, yaitu tempat tinggal bagi rajaraja dan pengeran. Raja Banjar terakhir menempati tipe ini adalah Sultan Tamdjit Ollah (1857-1859) yang terletak di Sungai Mesa, Banjarmasin 2. b. Gajah Baliku, yaitu tempat tinggal para warit raja. c. Gajah Manyusu, yaitu tempat tinggal para warit raja. d. Balai Laki, yaitu tempat tinggal para punggawa, menteri dan panglima prajurit pengawal raja. e. Balai Bini, yaitu tempat tinggal para putri atau warga Raja pihak wanita (hubungan keluarga garis ketiga). f. Palimasan, yaitu tempat tinggal bendaharawan, dikenal sebagai wadah emas dan perak. g. Palimbangan, yaitu tempat tinggal para pedagang kaya. h. Cacak Burung 3 atau Anjung Surung, yaitu tempat tinggal rakyat Banjar. i. Tadah Alas, yaitu tempat tinggal rakyat Banjar. j. Joglo, yaitu tempat tinggal para warga Tionghoa / keturunannya. Disamping kesepuluh tipe tersebut, masih terdapat satu lagi tipe bangunan yang terdapat di daerah Kalimantan Selatan, yaitu tipe lanting. Lanting adalah rumah tinggal yang terapung di sungai, umumnya merupakan tempat tinggal khusus orang Banjar Batang Banyu. Bangunannya kecil dan sederhana, bertumpu 1 Antara lain : Saleh, Rumah,hal. 11 & 41.; Syamsiar Seman, Rumah Adat Banjar; dan beberapa sumber lainnya. Namun terdapat sedikit perbedaan mengenai jumlah tipe, nama, dan juga status kepemilikan / penghuni- nya. Untuk lebih jelasnya bandingkan sumber yang ada. 2 Saleh, Rumah, hal. 41. 3 Cacak Burung adalah istilah bahasa Banjar untuk tanda tambah (dalam kaitannya dengan pengobatan tradisional melalui coretan kapur sirih atau janar).

34 pada batang-batang kayu besar sebagai landasan pelampung. Saat ini sudah jarang orang membangunnya. Mengenai masing-masing tipe ini, sejauh yang dapat diamati pada bangunan yang masih berdiri saat ini, tidak ditemukan desain (pola ruang, jumlah ruang, organisasi ruang, detail, ornamen, dlsb.) yang baku. Misalkan pada salah satu tipe, jika dibandingkan dengan rumah lainnya maka bisa saja terdapat perbedaan pada desainnya. Dan untuk mengenali suatu tipe memang terdapat bentuk dominan yang terlihat, khususnya pada bentuk atap dan pola ruang secara umum. Dan dalam pembahasan di sini, perihal selengkapnya mengenai arsitektur tradisional Banjar (selain tipe Bubungan Tinggi) tidak dibahas. 2. Karakteristik Arsitektur Suku Banjar Arsitektur tradisional rumah Banjar yang berjumlah 10 (sepuluh) tipe ini masing-masing memiliki desain yang berbeda. Namun dari keseluruhan perbedaan tersebut ada beberapa ciri-ciri umum yang serupa, antara lain : a. Bentuk Bangunan : 1) Bentuk denah secara umum persegi panjang (ke depan). Dilengkapi anjung (kecuali Palimasan, Palimbangan, Joglo dan Lanting). 2) Denah dan tampak (depan) simetris pada garis membujur. 3) Bentuk atap dominan berupa pelana dengan berbagai variasi. Atap Bubungan Tinggi sebenarnya juga pelana yang melintang. 4) Jumlah bilangan (pintu, jendela, teralis, tangga, dll.) selalu ganjil. 5) Tangga, hanya ada dua buah, yaitu tangga depan (hadapan) dan tangga belakang (balakang) dengan jumlah anak tangga selalu ganjil, yaitu lima, tujuh (pitu) atau sembilan (sanga). 6) Pintu (lawang), yang menghubungkan bagian luar dan dalam hanya ada dua buah yaitu pintu depan (lawang hadapan) dan pintu belakang (lawang balakang) dengan posisi terletak seimbang di tengah. 7) Simetris, tidak hanya denah dan tampak yang simetris tetapi juga hampir seluruh bagian ornamen dan ragam hias. b. Bahan Bangunan : 1) Bahan bangunan utama (struktur) yang dipakai adalah kayu ulin. 2) Atap menggunakan bahan sirap (sebagian menggunakan rumbia). 3) Dinding dan lantai menggunakan bahan papan. c. Konstruksi : 1) Konstruksi rumah adalah panggung, yaitu didukung oleh sejumlah tiang dan tongkat. Menurut istilah orang Banjar, tiang atau tihang adalah dari pondasi sampai ke pangkal atap sedangkan tongkat atau tungkat hanya sampai dasar lantai. 2) Pondasi menggunakan sunduk dan kalang.

35 3) Konstruksi sambungan-sambungan menggunakan sistem pen. d. Organisasi Ruang : 1) Ruang-ruang yang selalu ada antara lain, palatar, panampik basar / ambin sayup (pada tipe Bubungan Tinggi terdapat panampik kacil dan panampik tengah), palidangan / ambin dalam, pedapuran dan anjung (kecuali Palimasan dan Palidangan). 2) Organisasi ruang-ruang segaris (linier) dari depan hingga ke bagian belakang sesuai tingkat privasi. e. Terdapat tawing halat, yaitu pembatas antara panampik basar (ambin sayup) dan palidangan (ambin dalam). Walaupun ada yang tidak secara jelas berbentuk tawing halat, namun dilihat dari pola ruang tetap terlihat adanya dinding pembatas yang serupa dinding / tawing halat ini. Dari karakter tersebut, sebagaimana jenis arsitektur suku Banjar, pada setiap rumah walaupun dalam tipe yang sama bisa saja berbeda-beda dalam desainnya. Dan untuk hal ini, alasan atau sebabnya tidak dibahas dalam tulisan ini. Tetapi hal ini menjadi pertimbangan dalam pembahasan arsitektur tradisional Banjar tipe Bubungan Tinggi. 3. Organisasi Ruang Arsitektur Suku Banjar Selain terdapat persamaan desain yang menjadi karakteristik arsitektur rumah Banjar, juga terdapat persamaan pada ruang-ruangnya. Persamaan ruang tersebut meliputi nama ruang, fungsi ruang dan posisi / letak ruang dalam rumah. Rumah Bubungan Tinggi sebagai rumah yang dihuni oleh status sosial tertinggi dalam masyarakat Banjar (golongan raja dan pangeran) memiliki jenis ruang yang paling lengkap. Ruang-ruang pada tipe Bubungan Tinggi adalah 4 : a. Palataran / Surambi, yaitu ruangan terbuka pada bagian depan rumah. Mulanya ruang ini berfungsi sebagai tempat menyimpan padi sementara, kemudian berubah fungsi menjadi ruang tamu (antar tetangga dekat) bagi kaum pria. Bagian ini terbagi tiga, yaitu bagian terbawah disebut surambi muka, berikutnya surambi sambutan dan bagian ketiga (di bawah atap sindang langit dan dikelilingi pagar / kandang rasi) disebut lapangan pamedangan. Pada saat upacara perkawinan palatar berfungsi untuk tempat bersanding pengantin dalam posisi berdiri sebelum bersanding di depan tawing halat. b. Panampik Kacil / Panurunan, yaitu ruangan di belakang dinding depan (tawing hadapan) dan pintu depan (lawang hadapan) yang berfungsi sebagai lumbung padi (kindai) atau tempat menyimpan bahan makanan. Pintu depan ini berada di atas watun langkahan / watun sambutan. Lantainya lebih tinggi dari lantai palatar dan ambang atau pinggir lantai 4 Diolah dari berbagai sumber. Lihat catatan kaki no. 63.

pembatas di depan panampik kecil ini berfungsi sebagai tempat tuan rumah berdiri untuk menyambut tamu (watun sambutan). Terdapat dua pacira, pacira pertama lantainya sama dengan pamendangan dan pacira kedua lebih tinggi. c. Panampik Panangah / Palendangan (letaknya bersambung dengan panampik basar dan fungsinya hampir sama). d. Panampik Basar / Ambin Sayup / Paluaran, adalah ruangan yang berfungsi untuk menerima tamu terutama tamu yang datang dari jauh. Pada waktu ada kenduri (walimah) ruang panampik besar sebagai ruang yang tertinggi tingkatannya adalah tempat duduk para alim ulama, para tetuha kampung, dan orang-orang tua. e. Paledangan atau Ambin Dalam, yaitu ruangan yang letaknya di tengahtengah. Pada ruang ini terdapat delapan tihang pitagor (empat buah di belakang tawing halat dan empat lainnya antara anjung disebut tihang pahalatan padu) yang berfungsi menyangga atap bubungan tinggi. Bagian ini berfungsi sebagai tempat kegiatan-kegiatan keluarga di malam hari, misalnya tempat belajar mengaji bagi anak-anak dan tempat menyulam / menjahit pakaian bagi para ibu dan wanita di rumah tersebut. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat istirahat di malam hari menjelang waktu tidur malam. Pada saat terjadi upaca besar, tawing halat dibuka sehingga ruangan menjadi lebih besar dan juga biasa diadakan pertunjukan wayang. f. Panampik Dalam, adalah ruangan yang khusus digunakan untuk ruang makan. Fungsi lainnya untuk menyimpan barang pecah belah dan tempat menerima tamu bagi para wanita di rumah tersebut. g. Anjung kiri (kiwa), adalah ruangan yang terletak di sisi kiri palidangan / ambin dalam. Ruang ini terbagi dua yaitu bagian muka (anjung kiwa) dan bagian belakang (anjung jurai kiwa). Fungsinya hampir sama anjung kanan, kecuali pada anjung kiwa ini terdapat satu tempat khusus untuk melahirkan dan memandikan mayat. h. Anjung kanan, adalah ruangan yang terletak di sisi kanan palidangan / ambin dalam. Ruang ini terbagi dua bagian yaitu bagian muka (anjung kanan) dan bagian belakang (anjung jurai kanan). Ruang ini secara umum berfungsi sebagai tempat tidur, ibadah, berhias dan menyimpan pakaian. i. Padapuran atau Panampik padu, adalah ruangan yang paling belakang dan terbuka. Fungsinya sebagai tempat memasak, menyimpan makanan, bekerja, ruang makan, mengasuh anak, tempat tidur, mencuci, dll. Terkadang berfungsi sebagai tempat wanita menerima tamu dari tetangga sebelah dan karena ruangannya cukup lebar juga digunakan sebagai tempat lumbung padi. 36

Ruang-ruang yang terdapat pada tipe Bubungan Tinggi tersebut, secara umum terdapat juga pada semua tipe lain, kecuali beberapa ruang seperti; panampik kacil, panampik panangah, dan panampik bawah tidak terdapat pada tipe lain. Hal ini kemungkinan disebabkan fungsi ruang tersebut lebih cocok bagi tipe Bubungan Tinggi (dihuni oleh raja atau pangeran) yang menuntut fungsi ruang tersebut ada, sedangkan pada tipe-tipe lainnya kegiatan yang ada tidak seformal pada tipe Bubungan Tinggi sehingga ruang-ruang tersebut tidak diadakan. Pada tipe Palimasan dan Palimbangan tidak ditemukan anjung, sedangkan tipe Joglo, jenis dan organisasi ruang yang ada berbeda sama sekali, nampaknya hal ini disebabkan tipe Joglo memang bukan tipe asli. Untuk tipe Lanting sangat sederhana baik bentuk bangunannya maupun ruang yang ada. Untuk gambaran selengkapnya mengenai perbandingan jumlah ruang, nama ruang, fungsi ruang, dan posisi / letak ruang dalam rumah dapat dilihat pada Lampiran. Sedangkan untuk tipe Bubungan Tinggi dapat dilihat sbb : 37

38 Keterangan : Palatar Balakang - 1,30 Pedapuran - 1,27 Surambi muka, surambi sambutan, dan Lapangan pamedangan termasuk bagian palataran. Panampik Padu - 0,94 Panampik kacil disebut juga Panurunan. Anjung Jurai + 0,30 Panampik Dalam Anjung Jurai + 0,30 Panampik basar disebut juga Paluaran. Ada juga yang menyebut Ambin Sayup. Anjung Kiri + 0,30 Panampik Panangah Panampik Basar Anjung Kanan + 0,30 Panampik panangan disebut juga Paledangan Ada juga yang menyebut Ambin Dalam. Panampik Tangah Panampik Kacil Catatan : Mengenai nama ruang terdapat perbedaan penyebutan / istilah. Lapangan Pamedangan - 0,98 Surambi Sambutan - 1,03 Surambi Muka - 1,13 100 200 SKALA Gambar 4. Denah rumah tipe Bubungan Tinggi 4. Ragam Hias dalam Arsitektur Rumah Banjar Ragam hias pada rumah Banjar berkembang dalam bentuk seni ukir. Dalam sejarah suku Banjar, keahlian mengukir bagian-bagian rumah ini sangat didukung oleh latar belakang kebudayaan suku-suku yang membentuk suku Banjar (suku Dayak, Melayu, Jawa, dlsb.). Suku Dayak, keahlian mengukir bagi suku Dayak merupakan hal yang sangat penting dan hampir semua orang Dayak memiliki kemampuan rata-rata membuat ukiran (lukisan). Dalam kepercayaan suku Dayak, ukiran-ukiran tertentu 5 yang dibuat dipercaya memiliki kekuatan untuk menangkal pengaruh roh jahat dari alam gaib, sehingga hampir seluruh bagian (khususnya benda-benda 5 Sellato, op.cit., hal. 62. Bentuk ukiran yang dimaksud dipastikan adalah simbolisasi roh pelindung mereka dari gangguan roh jahat. Yaitu Naga dan Burung Enggang.

39 keperluan hidup) selalu dihias dengan ukiran, bahkan beberapa suku Dayak di pedalaman menghias tubuh mereka dengan cara mentatonya. Pendatang Melayu, dalam kebudayaan Melayu, seni ukir / seni hiasan sangat berkembang khususnya pada rumah tinggal. Mereka sudah terkenal ahli dalam membuat ukiran khususnya pada rumah tinggal (teritis, puncak atap dan pagar) 6, bahkan rumah tinggal para pendatang Melayu ini sangat berbeda dengan rumah tinggal suku Dayak. Sedangkan para pendatang dari Jawa, kebudayaan yang berkaitan dengan membuat ukiran sudah sangat tua umurnya dan terkenal luas, seperti ukiran pada interior ruang keraton, peralatan / benda pusaka kerajaan serta candi-candi yang dipenuhi dengan relief-relief. Nampaknya dengan kesamaan budaya tersebut menjadikan seni ukir dalam kebudayaan (rumah) Banjar menjadi sangat berkembang dan memiliki akar budaya yang kuat serta tua umurnya. Seni ukiran / hiasan dalam bahasa Banjar dikenal dengan nama tatah, dan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu : ukiran relief / ukiran di permukaan dikenal dengan sebutan tatah surut; ukiran tiga dimensi dikenal dengan tatah babuku; dan ukiran berlubang dikenal dengan tatah bakurawang. Jenis ukiran-ukiran tersebut disesuaikan dengan bagian dari rumah Banjar. Untuk ukiran relief umumnya hanya bersifat tempelan, pengisi bagian elemen rumah, dan penghias pada bagian konstruksi utama. Ukiran tiga dimensi dibuat sebagai hiasan simbolis dan diletakkan secara khusus sesuai makna yang ingin disampaikan. Ukiran berlubang dibuat untuk bagian yang menjadi pelengkap / estetika, seperti pilis, pagar, bubungan, dll. Obyek ukiran nampaknya telah mengalami perkembangan sebagai akibat pengaruh agama Islam. Dalam kebudayaan (Dayak, Melayu dan Jawa) pra Islam, ukiran yang dibuat bermotif keagamaan dan dipengaruhi keindahan alam. Namun setelah Islam menjadi agama resmi, lambat laun pengaruh ajaran Islam menjadi sangat kuat mempengaruhi kebudayaan suku Banjar, termasuk seni ukir. Salah satu yang dilarang dalam ajaran Islam adalah bentuk-bentuk manusia/binatang yang pada beberapa peradaban dijadikan sembahan, dan bagi ajaran Islam hal ini merupakan dosa syirik / menyekutukan Allah. Sehingga dalam perkembangan selanjutnya motif yang berkembang antara lain; buah-buahan (manggis, belimbing, nenas, dll.), daun-daunan / kembang (teratai, talipuk, kenanga, sulur, cermai, pucuk bambu, dll), juga motif-motif lain yang secara prinsip dianggap tidak melanggar ajaran agama Islam, seperti gigi haruan, pinggir awan, tali, senjata, bulan, bintang, dan terakhir adalah kaligrafi arab. Beragamnya jenis ukiran dan obyek yang diukir pada rumah Banjar dibuat berdasar kepercayaan tertentu. Masing-masing jenis ukiran dan obyek dibuat 6 Ibid., hal. 59.

40 dengan maksud tujuan mengungkapkan (sebagai simbol) budaya suku Banjar. Selain jenis dan obyek ukiran, pengungkapan juga diupayakan seluruh bagian rumah Banjar memiliki ukiran tertentu mulai dari bagian bawah hingga ke atap, antara lain ; tangga, pagar, tiang penutup, pilis atap, dinding, pintu, jendela, atap, dan lain-lain. 5. Tipe Rumah Bubungan Tinggi Rumah Bubungan Tinggi merupakan tipe yang paling tinggi statusnya dibanding tipe-tipe lainnya. Dalam perkembangannya, tipe ini sangat terkait dengan latar belakang sejarah dan perkembangan tradisi-budaya subsuku Banjar. Keterkaitan ini terlihat dari adanya perbedaan yang jelas pada beberapa daerah yang selanjutnya membedakan tipe-tipe rumah Bubungan Tinggi di Kalimantan Selatan. Tipe-tipe tersebut antara lain 7 : a. Tipe Banjarmasin, ciri yang jelas adalah pintu muka terlihat seluruhnya, ruang penampik tengah lebih panjang dari panampik besar dan panampik seluruhnya, dan selalu terdapat anjung jurai. b. Tipe Martapura, sama dengan tipe Banjarmasin namun lebih kecil dan lebih ramping. c. Tipe Negara, bagian paluaran, panurunan dan pamendangan lebih panjang dari panampik tengah, atap sindang langit sangat panjang, anjung jurai tidak ada. d. Tipe Marabahan, sama seperti tipe Banjarmasin tetapi lebih pendek dan gemuk, dan pada setiap tengah jendela terdapat tiang. Perbedaan tipe tersebut kemungkinan disebabkan Bubungan Tinggi yang semula dibangun untuk raja selanjutnya juga dibangun oleh para pedagang. 6. Makna dan Falsafah Arsitektur Bubungan Tinggi Tulisan yang membahas makna dan falsafah arsitektur suku Banjar saat ini memang sangat minim. Mungkin hal ini yang menyebabkan gerakan regionalisme di Banjarmasin (Kalimantan Selatan) terkesan tercabut dari akar budayanya dan identitas budaya suku Banjar yang ditampakkan sangat kabur. Dan sebab itu pula maka untuk mempelajari, memahami, dan melestarikannya menjadi sangat sulit, terlebih lagi untuk menjadikannya sebagai sumber referensi. Menurut sumber resmi 8, arsitektur Bubungan Tinggi sangat dominan dipengaruhi kebudayaan Ngaju Kaharingan. Sedangkan yang menjadi referensi kepercayaan suku Dayak Ngaju Kaharingan adalah buku karya DR. H. Scharer, Ngaju Religion, the Conception of God among a South Borneo People, tahun 7 Saleh, Rumah., hal. 45. 8 Ibid., hal. 37-40.

1946. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa, kepercayaan suku Dayak Ngaju tentang alam ini adalah sebagai jagad besar, macro cosmos, sedangkan rumah adalah sebagai kesatuan micro cosmos, sebagai kesatuan cosmic totemic unity. Bagian atap mulai sindang langit hingga puncak bubungan yang menjulang tinggi diidentikkan dengan gunung keramat di dunia atas (the primeval mountain). Menurut ajaran Kaharingan, dunia atas ini merupakan tempat bertahtanya Mahatala (sang penguasa) yang dilambangkan dengan Tingang atau burung Enggang atau burung Sangkowai. Sedangkan dilihat dari sisi, bagian atap terlihat seperti payung. Dalam kehidupan suku Ngaju, payung banyak sekali dipergunakan, seperti untuk upacara ritual memandikan bayi, memayungi pengantin, memayungi tengkorak, hingga memayungi mayat ketika dibawa ke kubur. Payung diidentikkan / melambangkan pohon hayat atau batang garing, dan juga merupakan ikat kepala Mahatala. Rumah bagian bawah adalah lambang dunia bawah yang dikuasai oleh Jata atau Tambun (istri Mahatala). Bagian bawah ini bersifat kewanitaan, dingin, serba dua, antara kematian-kelahiran, perang-damai, dsb. Pada dunia bawah ini juga melambangkan air, yaitu adanya sumber mata air bagi sungai keramat. Dari pendapat di atas, tentang makna dan falsafah arsitektur Bubungan Tinggi, penulis tidak sepenuhnya sependapat. Hal inilah yang menjadi bagian terpenting karya tulis ini, dan akan diuraikan pada bab-bab selanjutnya. Yaitu kebudayaan-kebudayaan yang mempengaruhi rumah Bubungan Tinggi. 41