Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Papua Province Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Papua Barat West Papua Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Barat West Kalimantan Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Tengah Central Kalimantan Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Aceh Aceh Province Indonesia

Governors Climate & Forests Task Force. Provinsi Kalimantan Timur East Kalimantan Province Indonesia

Project. 1. Melengkapi/update database

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Isi Paparan. REL Tanah Papua Tahun dari Sektor Kehutanan 6/22/ Roadmap Implementasi REDD+ di Tanah Papua 4.

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

VISI ACEH YANG BERMARTABAT, SEJAHTERA, BERKEADILAN, DAN MANDIRI BERLANDASKAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH SEBAGAI WUJUD MoU HELSINKI MISI

Kebijakan Pelaksanaan REDD

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

Perubahan Iklim dan SFM. Dewan Nasional Perubahan Iklim Jakarta, 3 Desember 2009

Oleh Kepala Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua

Dampak moratorium LoI pada hutan alam dan gambut Sumatra

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pertemuan Koordinasi GCF Bali, Juni 2014

Kesiapan dan Tantangan Pengembangan Sistem MRV dan RAD/REL Provinsi Sumbar

dan Mekanisme Pendanaan REDD+ Komunikasi Publik dengan Tokoh Agama 15 Juni 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN

Pembangunan Kehutanan

PEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Deforestasi merupakan penghilangan dan penggundulan hutan yang tidak

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

Land Use planning for low Emission development Strategy (LUWES)

Avoided Deforestation & Resource Based Community Development Program

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

BABVI. REFERENCE EMISSION LEVEL (REL) DAN AKSI MITIGASI PROVINSI PAPUA

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

ISU ISU STRATEGIS KEHUTANAN. Oleh : Ir. Masyhud, MM (Kepala Pusat Humas Kemhut) Pada Orientasi Jurnalistik Kehutanan Jakarta, 14 Juni 2011

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

PERAN DINAS KEHUTANAN SEBAGAI MITRA UTAMA DDPI KALTIM

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

INISIATIF PROVINSI RIAU DALAM REDD+

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KONDISI TUTUPAN HUTAN PADA KAWASAN HUTAN EKOREGION KALIMANTAN

GUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR. KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Kalimantan Tengah

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN PUSAT LITBANG PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

DARI DEFORESTASI, DEKOMPOSISI DAN KEBAKARAN GAMBUT

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Papua

PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

Kerangka Acuan LOKAKARYA PERAN INVESTASI SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI TANAH PAPUA DALAM IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

Memahami Keragaman Sistem Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Penghitungan Opportunity Cost

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemetaan Keanekaragaman Hayati Dan Stok Karbon di Tingkat Pulau & Kawasan Ekosistem Terpadu RIMBA

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

INTEGRASI NFI KE DALAM SISTEM MONITORING KARBON HUTAN YANG AKAN DIBANGUN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

pembayaran atas jasa lingkungan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

POTENSI STOK KARBON DAN TINGKAT EMISI PADA KAWASAN DEMONSTRATION ACTIVITIES (DA) DI KALIMANTAN

3. METODOLOGI PENELITIAN

Kepastian Pembiayaan dalam keberhasilan implementasi REDD+ di Indonesia

WG Strategy Materi Sosialisasi Februari Strategi Nasional & Pendekatan Umum Penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Propinsi

Emisi bersih GRK. Total luasan tahunan hutan dan lahan gambut yang mengalami perubahan di Sulawesi Barat

Panduan Pengguna Untuk Sektor Kehutanan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Transkripsi:

Governors limate & Forests Task Force Provinsi Papua Papua Province Indonesia

Kata pengantar Gubernur Papua Lukas Enembe Papua Governor Preface Lukas Enembe Salam sejahtera buat kita semua Puji Tuhan yang selalu memberkati kita semua. Kemurahan Dia telah memudahkan penyusunan Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ Papua ini. Kami ucapkan terima kasih untuk Tim SRAP SRAP REDD+ Papua dan Satuan Tugas (Satgas) REDD+ dari Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Terima kasih juga buat UNDPD (United Nation for Development Program) atas bantuan dana untuk kegiatan ini. Provinsi Papua meliputi 16,09 persen luas wilayah Indonesia. Dengan wilayah seluas 30.933.592 hektar, hanya 19,7 persen di antaranya yang bukan merupakan hutan. Dengan kata lain, hutan adalah tempat hidupnya sebagian besar warga Papua. Bila tak dikelola secara tepat, hutan yang juga berarti ibu kandung bagi orang Papua bisa marah. Akibatnya, ketersediaan pangan dari hutan akan menipis. Pemprov Papua sadar bahwa pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat harus diselaraskan dengan upaya pelestarian lingkungan hidup. Karena itu, Pemprov Papua membentuk Satgas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon. Satgas ini di bawah koordinasi Kepala Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (Bapesda LH) yang bekerja sama dengan Dinas Kehutanan dan Konservasi. Dua instansi tersebut sengaja dibentuk untuk mendukung pelaksanaan REDD+. Selanjutnya, Bappeda Provinsi Papua bertugas merancang pola keruangan, rekomendasi wilayah dan sebaran, serta menghitung nilai hutan yang masuk dalam program REDD+. Dalam upaya menurunkan emisi, Pemprov Papua memiliki dua skenario. Yakni, skenario pesimis dan skenario optimis. Pada skenario pesimis, emisi ditargetkan turun 13,137 % pada tahun 2018. Sedangkan skenario optimisnya, targetnya adalah 65,686 % emisi bisa diturunkan pada 2020. Untuk memperkuat program ini, sejumlah kebijakan dan peraturan sudah dikeluarkan. Sedikitnya terdapat 9 macam Peraturan Gubernur Papua khusus mengenai program REDD+. Bila Dokumen SRAP REDD+ Papua ini berjalan dibarengi pelaksanaan aturan yang ketat, tidaklah mustahil target optimis bakal tercapai. Salam sejahtera 2

Overview Papua memiliki luas tutupan hutan (forest cover) sekitar 25,17 atau 81% dari luas wilayahnya. Tujuh vegetasi utama meliputi (1) hutan lahan kering primer, (2) hutan lahan kering sekunder, (3) hutan mangrove primer, (4) hutan rawa primer, (5) hutan tanaman, (6) hutan mangrove sekunder, dan (7) hutan rawa sekunder. Tutupan hutan terluas berada pada kawasan Hutan Produksi Berkelanjutan (9,17 ), kemudian Hutan Lindung (7,04 ), Hutan Konservasi (5,21 ), dan terakhir di Hutan Tidak Dilindungi (3,75 ). Pada periode tahun 2006-2011, rata-rata deforestasi hutan Papua mencapai 25,68 ribu ha per tahun, sementara rata-rata degradasinya mencapai 181,77 ribu ha per tahun. Penyebab utama deforestasi adalah (1) penebangan Liar (agar Alam Biak Utara), (2) konversi kawasan hutan (Taman Nasional Wasur), serta (3) pembukaan area baru, pemukiman, jalan, lahan pertanian dan perkebunan. Sedangkan penyebab utama degradasi adalah (1) pembalakan liar dan pengelolaan hutan secara tidak berkelanjutan, (2) alih guna hutan alam menjadi hutan tanaman dan pertambangan, serta (3) penegakan peraturan pengelolalan hutan yang lemah. Papua memiliki luas tutupan hutan (forest cover) sekitar 25,17 atau 81% dari luas wilayahnya. Tujuh vegetasi utama meliputi (1) hutan lahan kering primer, (2) hutan lahan kering sekunder, (3) hutan mangrove primer, (4) hutan rawa primer, (5) hutan tanaman, (6) hutan mangrove sekunder, dan (7) hutan rawa sekunder. Tutupan hutan terluas berada pada kawasan Hutan Produksi Berkelanjutan (9,17 ), kemudian Hutan Lindung (7,04 ), Hutan Konservasi (5,21 ), dan terakhir di Hutan Tidak Dilindungi (3,75 ). Pada periode tahun 2006-2011, rata-rata deforestasi hutan Papua mencapai 25,68 ribu ha per tahun, sementara rata-rata degradasinya mencapai 181,77 ribu ha per tahun. Penyebab utama deforestasi adalah (1) penebangan Liar (agar Alam Biak Utara), (2) konversi kawasan hutan (Taman Nasional Wasur), serta (3) pembukaan area baru, pemukiman, jalan, lahan pertanian dan perkebunan. Sedangkan penyebab utama degradasi adalah (1) pembalakan liar dan pengelolaan hutan secara tidak berkelanjutan, (2) alih guna hutan alam menjadi hutan tanaman dan pertambangan, serta (3) penegakan peraturan pengelolalan hutan yang lemah. 3

Overview Pengukuran stok karbon Papua dilakukan menggunakan metodologi Tier-1 berdasarkan IP. Pada tahun 2011, stok karbon hutan sebesar 4.372,59 juta ton (97,59%) dan di kawasan non-hutan sebesar 107,78 juta ton (2,41%). Dengan luas daratan (land cover) Papua sekitar 30,93, rata-rata stok karbon sebesar 144,84 ton/ha. Rata-rata stok karbon hutan adalah 173,74 ton/ha, sementara rata-rata stok karbon wilayah non-hutan sebesar 18,69 ton/ha. Impelementasi SRAP REDD+ Papua mengacu pada 5 pilar strategi, yaitu: (1) kelembagaan, regulasi dan organisasi, (2) pemantapan kawasan hutan, (3) kepastian ruang kelola masyarakat adat, (4) pengembangan ekonomi masyarakat adat, dan (5) pengembangan konservasi dan keanekaragaman hayati. Benefit sharing dalam rangka pelaksanaan REDD+ di provinsi Papua sampai dengan saat ini belum ada bentuk kesepakatan yang akan digunakan. Kondisi terakhir dari rumusan draft benefit sharing ada di Bappeda setelah melalui hasil diskusi dan masukan dari beberapa elemen pemerintah dan NGO. Pengukuran stok karbon Papua dilakukan menggunakan metodologi Tier-1 berdasarkan IP. Pada tahun 2011, stok karbon hutan sebesar 4.372,59 juta ton (97,59%) dan di kawasan non-hutan sebesar 107,78 juta ton (2,41%). Dengan luas daratan (land cover) Papua sekitar 30,93, rata-rata stok karbon sebesar 144,84 ton/ha. Rata-rata stok karbon hutan adalah 173,74 ton/ha, sementara rata-rata stok karbon wilayah non-hutan sebesar 18,69 ton/ha. Impelementasi SRAP REDD+ Papua mengacu pada 5 pilar strategi, yaitu: (1) kelembagaan, regulasi dan organisasi, (2) pemantapan kawasan hutan, (3) kepastian ruang kelola masyarakat adat, (4) pengembangan ekonomi masyarakat adat, dan (5) pengembangan konservasi dan keanekaragaman hayati. Benefit sharing dalam rangka pelaksanaan REDD+ di provinsi Papua sampai dengan saat ini belum ada bentuk kesepakatan yang akan digunakan. Kondisi terakhir dari rumusan draft benefit sharing ada di Bappeda setelah melalui hasil diskusi dan masukan dari beberapa elemen pemerintah dan NGO. 4

Demographics Peta posisi wilayah Papua Luas Wilayah 30.933.592 ha 16,09% Luas Indonesia Demographics 2,928,750 1.23 % Population of State/Province of National Population Economy IDR 76.38 trilion IDR 26,079,385 State/Province GDP Per apita Income GDP Breakdown Pertambangan dan Penggalian 40.27 Pertanian Bangunan/Konstruksi Jasa-jasa Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Telekomunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih 8.95 8.14 6.43 4.45 4.4 2.1 1.42 0.13 5

Kondisi Hutan / Forest ondition Luas Tutupan Hutan / Forest over Tahun 2003 / Year 2003 Tahun 2011 / Year 2011 Deforestasi/Deforestation Luas Tutupan Hutan Forest over 27,0 Luas Tutupan Hutan Forest over 25,1 Luas Tutupan Hutan / Forest over 87,4% Deforestasi Hutan Forest Deforestation 2006-2011 Luas Wilayah Land over Laju Deforestasi / Deforestation Rate 25,7 0,09% ribu ha/tahun /year per tahun per year 0,13 28,5 lapangan sepak bola football field ribu thousand Luas Tutupan Hutan / Forest over 81,3% Penyebab Utama Deforestasi Main Deforestation Drivers Penebangan Liar Konversi kawasan hutan Pembukaan area baru, pemukiman, jalan, lahan pertanian dan perkebunan Luas Wilayah Land over Penebangan Liar Konversi kawasan hutan Pembukaan area baru, pemukiman, jalan, lahan pertanian dan perkebunan Degradasi Hutan Forest Degradation 2006-2011 Laju Degradasi / Degradation Rate 181,7 0,67% ribu ha/tahun thousand ha/yr per tahun per year 0,90 201,9 ribu thousand lapangan sepak bola football field Penyebab Utama Degradasi Main Degradation Drivers Pembalakan Liar dan pengelolaan hutan secara tidak berkelanjutan Alih Guna hutan alam menjadi hutan tanaman dan pertambangan Penegakan peraturan pengelolalan hutan yang lemah Pembalakan Liar dan pengelolaan hutan secara tidak berkelanjutan Alih Guna hutan alam menjadi hutan tanaman dan pertambangan Penegakan peraturan pengelolalan hutan yang lemah 6

Kondisi Hutan / Forest ondition Tipe Vegetasi Utama / The main vegetation types 79,3% 20,69%0.01% Hutan Primer Primary forest 19.96 Hutan Lahan Kering Primer Dry forest 14.91 Hutan Sekunder Logged over forest 5.21 Hutan Lahan Kering Sekunder Dry forest 4.587 Hutan Tanaman Plantations 1.86 ribu ha thousand ha Hutan Mangrove Primer Mangrove forest 0.74 Hutan Rawa Sekunder Swamp forest 1.18 Hutan Rawa Primer Swamp forest 4.31 Hutan Mangrove Sekunder Mangrove forest 0.10 7

Kondisi Hutan / Forest ondition Manajemen Hutan / Forest Management Kawasan Suaka Alam Protected forest Hutan Produksi Production forest 3.9 Hutan Lindung Protected forest 7.0 5.2 20.71 % 27.98 % 15.61 % Hutan Produksi Konversi Production forest 2.7 Hutan Produksi Terbatas Other Areas 5.2 20.81 % Area Penggunaan Lain onservate 1.0 10.76 % 4.12 % 8

Perhitungan Karbon / arbon Accounting Stok Karbon/arbon Stock Rata-rata Stok Karbon/Average arbon Stock 4.372 juta t million t 173,74 t/ha Stok Karbon (ton/ha) berdasarkan Tipe Vegetasi arbon Stock (tonnes / ha) by vegetation type: 2,713.81 juta t 550.17 juta t 125.78 juta t 11.51 juta t 862.20 juta t 109.00 juta t 0.12 juta t Hutan lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Hutan Mangrove Primer Hutan Mangrove Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Tanaman Primary dry forest Secondary dry forest Primary mangrove forest Secondary mangrove forest Primary swamp forest Secondary swamp forest Plantations 182.00 139.90 170.00 120.00 200.23 92.34 64.00 Rata-rata Stok Karbon (ton/ha) berdasarkan Tipe Vegetasi Average arbon Stock (tonnes / ha) by vegetation type: 9

Target Penurunan Emisi / Emission reduction targets 9 miliar 2 3 4.5 miliar 2 3 1 1 1 2 3 4 1 2 3 4 4 4 0 2006.00 2009.50 2011.00 2016.50 2020.00 Tahun 1: HISTORIAL 2: FORWARD LOOKING 3: Skenario Pesimis 4: Skenario Optimis 13.137% 65.686% 10

STRATEGI REDD/REDD Strategic Kebijakan dan Peraturan Gubernur Papua telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait REDD+, diantaranya: 1. Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Hutan Tanaman Rakyat Masyarakat Hukum Adat. 2. Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2010 tentang Peredaran dan Pengolahan Hasil Hutan Kayu. 3. Peraturan Gubernur Nomor: 13 Tahun 2010 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat (IUPHHK-MHA). 4. PeraturanGubernur Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakkan. 5. Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2010 tentang Tata ara Industri Primer Hasil Hutan kayu Rakyat. 6. Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata ara Pemetaan Hutan Masyarakat Hukum Adat. 7. Peraturan Gubernur Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata ara Perizinan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu. 8. Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) di Provinsi Papua. 9. Peraturan Gubernur Nomor: 19 Tahun 2010 tentang Tata ara dan Prosedur Pemberian izin Pemasukan dan Penggunaan Peralatan. Kebijakan dan Peraturan Gubernur Papua telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang terkait REDD+, diantaranya: 1. Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Hutan Tanaman Rakyat Masyarakat Hukum Adat. 2. Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2010 tentang Peredaran dan Pengolahan Hasil Hutan Kayu. 3. Peraturan Gubernur Nomor: 13 Tahun 2010 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat (IUPHHK-MHA). 4. PeraturanGubernur Nomor 14 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemanfaatan Kayu Limbah Pembalakkan. 5. Peraturan Gubernur Nomor 15 Tahun 2010 tentang Tata ara Industri Primer Hasil Hutan kayu Rakyat. 6. Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata ara Pemetaan Hutan Masyarakat Hukum Adat. 7. Peraturan Gubernur Nomor 17 Tahun 2010 tentang Tata ara Perizinan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu. 8. Peraturan Gubernur Nomor 18 tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) di Provinsi Papua. 9. Peraturan Gubernur Nomor: 19 Tahun 2010 tentang Tata ara dan Prosedur Pemberian izin Pemasukan dan Penggunaan Peralatan. Kerangka Institusi Provinsi Pepua dalam struktur pemerintahan daerah terdapat dua instansi yang sangat erat kaitannya dengan implementasi aksi mitigasi REDD+ di daerah yaitu Dinas Kehutanan dan Konservasi Papua dan Badan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan hidup. Pemerintah daerah juga telah membentuk Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Provinsi Papua. Satuan Tugas ini mengambil fungsi koodinasi di fase preparedness. Sekretariat dari Satuan Tugas Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Papua di bawah koordinasi langsung oleh Kepala Badan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Kerangka Institusi Provinsi Pepua dalam struktur pemerintahan daerah terdapat dua instansi yang sangat erat kaitannya dengan implementasi aksi mitigasi REDD+ di daerah yaitu Dinas Kehutanan dan Konservasi Papua dan Badan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan hidup. Pemerintah daerah juga telah membentuk Satuan Tugas Pembangunan Ekonomi Rendah Karbon Provinsi Papua. Satuan Tugas ini mengambil fungsi koodinasi di fase preparedness. Sekretariat dari Satuan Tugas Pembangunan Rendah Karbon Provinsi Papua di bawah koordinasi langsung oleh Kepala Badan Pengelolaan Sumberdaya Alam 11

Lingkungan Hidup. Salah satu kelompok kerja (working group) di bawah fasilitasi dan kordinasi Satuan Tugas ini adalah Tim Kerja Penyusunan SRAP- REDD+ Papua. dan Lingkungan Hidup. Salah satu kelompok kerja (working group) di bawah fasilitasi dan kordinasi Satuan Tugas ini adalah Tim Kerja Penyusunan SRAP- REDD+ Papua. PROGRAM-PROGRAM LAINNYA Keterlibatan Pemangku Kepentingan PDalam rangka pengembangan REDD+ di Provinsi papua adapun pemangku kepantingan yang terlibat adalah: 1. Gubernur selaku pimpinan daerah di tingkat provinsi 2. Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua, Selaku Pemegang data kehutanan dan analisa fungsi kawasan Hutan. 3. Badan Pengelola Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (BapesdaLH) Provinsi Papua, Sebagai pengelola, Ujung tombak dalam program REDD= di Provinsi Papua. 4. Bappeda Provinsi Papua, Sebagai Perancang pola keruangan, data dan rekomendasi wilayah, sebaran, dan potensi dari nilai hutan yang lainnya. 5. BPKH X Jayapura, Analisa Fungsi, data dan potensi kawasan hutan. 6. KPD, terutama yang akan terlibat secara langsung, Dinas perkebunan, pertanian dan BPDAS Keterlibatan Pemangku Kepentingan PDalam rangka pengembangan REDD+ di Provinsi papua adapun pemangku kepantingan yang terlibat adalah: 1. Gubernur selaku pimpinan daerah di tingkat provinsi 2. Dinas Kehutanan dan Konservasi Provinsi Papua, Selaku Pemegang data kehutanan dan analisa fungsi kawasan Hutan. 3. Badan Pengelola Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup (BapesdaLH) Provinsi Papua, Sebagai pengelola, Ujung tombak dalam program REDD= di Provinsi Papua. 4. Bappeda Provinsi Papua, Sebagai Perancang pola keruangan, data dan rekomendasi wilayah, sebaran, dan potensi dari nilai hutan yang lainnya. 5. BPKH X Jayapura, Analisa Fungsi, data dan potensi kawasan hutan. 6. KPD, terutama yang akan terlibat secara langsung, Dinas perkebunan, pertanian dan BPDAS 12