NIKEN DWI SETYANINGRUM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

INTISARI TINGKAT KESIAPAN INSTALASI GAWAT DARURAT DALAM PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT BEDAH SINDUADI

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian. Universitas Sumatera Utara

Rakor Bidang Keperawatan, PP dan PA. Kirana, 9 Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

PENGEMBANGAN PROGRAM PATIENT SAFETY BERDASARKAN STANDAR SIX GOAL INTERNATIONAL PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT ONKOLOGI SURABAYA

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

JCI - PATIENT CENTERED STANDARDS

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

STANDAR AKREDITASI VERSI 2012 DAN CARA PENILAIANNYA. Dr.dr.Sutoto,M.Kes**

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Subyek dan Obyek Penelitian

repository.unimus.ac.id

LAPORAN LAPORAN DAFTAR ISI INDIKATOR MUTU PMKP TRIWULAN 1 TAHUN 2017

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

Panduan Identifikasi Pasien

PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN

PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

SASARAN KESELAMATAN PASIEN

ABSTRACT. Keywords : Accreditation, KARS, APK 3.2, APK, APK 3.3 Bibliography : 19 ( ) ABSTRAK

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001).

I.Pengertian II. Tujuan III. Ruang Lingkup IV. Prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan oleh setiap rumah sakit, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. kualitas mutu pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

POA (PLAN OF ACTION) PELAKSANAAN PROGRAM MANAJEMEN RESIKO PASIEN JATUH DI RUMAH SAKIT ISLAM UNISMA MALANG TAHUN 2013

A. `LAPORAN VALID INDIKATOR AREA KLINIS 1. Asesment pasien: Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medik Triase dan Pengkajian IGD

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global. World Health Organization. pembedahan pada tahun Di negara bagian AS yang hanya berpopulasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peran Kefarmasian dari Aspek Farmasi Klinik dalam Penerapan Akreditasi KARS. Dra. Rina Mutiara,Apt.,M.Pharm Yogyakarta, 28 Maret 2015

SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP)

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

- 1 - KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

MEMBANGUN KAPASITAS DAN KAPABILITAS UNTUK MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN. Compliance for QPS standard

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

PENILAIAN MUTU - INDIKATOR MUTU 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESELAMATAN PASIEN. Winarni, S. Kep., Ns., M. KM

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

LEVEL OF READINESS OF EMERGENCY DEPARTEMENT IN IMPLEMENTING PATIENT SAFETY TARGET IN RUMAH SAKIT BEDAH SINDUADI

UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP) RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.

EVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

PENCAPAIAN INDIKATOR KOMITE PMKP RS GRIYA HUSADA MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

PENGETAHUAN TENAGA KESEHATAN DALAM SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT SUMATERA UTARA

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

BAB I PENDAHULUAN. dipisah-pisahkan. Keselamatan pasien adalah bagian dari mutu. Diantara enam sasaran mutu,

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2. Program Studi Manajemen Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

90 Januari Februari Maret Target Capaian

PaEVALUASI PELAKSANAAN IDENTIFIKASI PASIEN PADA PROSES PEMBERIAN OBAT ORAL DI RSUD PANGLIMA SEBAYA KABUPATEN PASER

EVALUASI KEPATUHAN PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS PADA ANAK DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II YOGYAKARTA TESIS

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM DIKLAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI PUSKESMAS KALIBARU KULON

PENDAHULUAN. Sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan

Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Konsep Akreditasi Pelayanan Kesehatan

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Komite Mutu dan Keselamatan Pasien. Indikator Hospital Wide Tahun 2017 (Bulan Januari s/d Desember)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, maka syarat mutu makin bertambah penting. Hal tersebut mudah saja

Transkripsi:

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KESIAPAN RUMAH SAKIT YANG TELAH TERAKREDITASI 5 PELAYANAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR PATIENT SAFETY AKREDITASI VERSI 2012 (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II) Disusun oleh: NIKEN DWI SETYANINGRUM 20111030116 PROGRAM PASCA SARJANA MANAJEMEN RUMAH SAKIT UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

HALAMAN PENGESAHAN NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KESIAPAN RUMAH SAKIT YANG TELAH TERAKREDITASI 5 PELAYANAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR PATIENT SAFETY AKREDITASI VERSI 2012 (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II) Diajukan Oleh : NIKEN DWI SETYANINGRUM 20111030116 Disetujui Oleh: Pembimbing I, Dr. Imamudin Yuliadi, M.Si Tanggal... Pembimbing II, dr. Arlina Dewi, M.Kes., AAK Tanggal...

EVALUASI KESIAPAN RUMAH SAKIT YANG TELAH TERAKREDITASI 5 PELAYANAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR PATIENT SAFETY AKREDITASI VERSI 2012 (STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II) EVALUATION OF THE READINESS OF HOSPITAL THAT HAVE ACCREDITED 5 STANDARD ACCREDITATION SERVICE OF FULFILLMENT PATIENT SAFETY STANDAR VERSION OF ACCREDITATION 2012 (CASE STUDY RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT II) Niken Dwi Setyaningrum 1, Arlina Dewi 2, ImamudinYuliadi 3 Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55183 Email : ndsetyaningrum@gmail.com INTISARI Latar Belakang : Peningkatan mutu pelayanan RS semakin diperlukan sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan haknya sebagai penerima jasa pelayanan. Upaya Mentri Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan adalah dengan program akreditasi RS sesuai dengan Undang- Undang yang berlaku di Indonesia. Akreditasi RS yang berlaku saat ini mengacu pada International Principles for Healthcare Standards dan Joint Commission International Accreditation Standards dan pelaksanaannya dimulai pada tahun 2012. Akreditasi yang baru berfokus pada pasien, kuat pada proses dan implementasi sehingga merubah paradigma mutu pelayanan menjadi pelayanan yang bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien. Angka kejadian tidak diharapkan di RS sejumlah 12 kasus tahun 2013 dan 10 kasus tahun 2014 periode Januari-Juni. Pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II belum baik. Metode : Penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. Subjek penelitian adalah manajemen rumah sakit, petugas rumah sakit dan pasien. Jumlah sampel 32 orang. Analisis data dengan pengumpulan data, koding data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dan Pembahasan : Pelaksanaan 6 sasaran keselamatan pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dalam persiapan akreditasi rumah sakit versi 2012 sebesar 50,54%. Kendala yang dihadapi adalah kurangnya kesadaran dan pemahaman Sumber Daya Manusia (SDM) akan pentingnya keselamatan pasien, kurangnya penerapan kebijakan dan SPO, fasilitas (sarana dan prasarana) belum lengkap, belum ada sosialisasi dari pihak manajemen dan belum ada evaluasi pelaksanaan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) oleh pihak manajemen. Kesimpulan : Implementasi pelaksanaan 6 sasaran keselamatan pasien dalam persiapan akreditasi rumah sakit versi 2012 belum mencapai skor minimal yaitu >80%. Rekomendasi yang perlu dilakukan adalah segera mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan sasaran keselamatan pasien, melengkapi fasilitas yang berkaitan dengan sasaran keselamatan pasien, pihak manajemen melakukan pelatihan secara berkala, melakukan evaluasi secara rutin terhadap pelaksanaan kebijakan dan SPO,

serta pemberian sanksi disiplin yang tegas untuk mencapai pemenuhan sasaran keselamatan pasien yang menyeluruh. Kata kunci : akreditasi rumah sakit versi 2012, sasaran keselamatan pasien ABSTRACT Background : Improving the quality of hospital services are increasingly needed in line with the increasing public knowledge of their rights as a customers. Efforts made by the Minister of Health to improve the quality of service is at the hospital accreditation program in accordance with the law in force in Indonesia. Hospital accreditation current refers to the International Principles for Healthcare Standards and the Joint Commission International Accreditation Standards and implementation began in 2012. The new Accreditation focuses on the patient, strong on the process and implementation so as to change the paradigm of service quality being of service quality and the safety of patients. The incidence of adverse event in the hospital a total of 12 cases in 2013 and 10 cases in 2014 the period from January to June. The implementation of patient safety goals in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II has not been good. Method : Qualitative research with a case study design. The subjects were hospital management, the staff of the hospital and the patient. Number of samples 32 people. Data analysis with data collection, coding, data presentation and conclusion. Result and Discussion : 6 Implementation of patient safety goals in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II in preparation for accreditation of hospitals version 2012 is 50,54%. Constraints faced is the lack of awareness and understanding of Human Resources (HR) of the importance of patient safety, the lack of implementation of policies and SOP, facilities (infrastructure) is not complete, there is no socialization of the management and implementation of compliance has been no evaluation of Patient Safety Goals (SKP) by management. Conclusion : 6 goals in implementation of patient safety in the hospital accreditation preparation of the 2012 version has not reached the minimum score in which > 80%. Recommendations need to do is to immediately validate documents relating to patient safety goals, complementary facilities related to patient safety goals, management training on a regular basis, regularly evaluate the implementation of policies and SOPs, and strict disciplinary action to achieve compliance comprehensive patient safety goals. Keywords : hospital accreditation 2012 version, patient safety goals

PENDAHULUAN Peningkatan mutu pelayanan rumah sakit semakin diperlukan sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan haknya sebagai penerima jasa pelayanan sehingga mampu memilih berbagai alternatif pelayanan yang bermutu yang dapat memberikan kepuasan bagi dirinya maupun keluarganya. Rumah sakit akan berkompetensi secara global, sehingga upaya peningkatan mutu rumah sakit sangatlah menjadi prioritas. Selain itu, dalam rangka mendukung upaya rujukan dan pelayanan Puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang bermutu dan berkualitas. Oleh karena itu rumah sakit perlu terus berupaya meningkatkan mutu pelayanannya. 1 Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, tidaklah mudah karena terkait dengan banyak hal. Tinggi rendahnya mutu sangat dipengaruhi sumber daya rumah sakit, interaksi pemanfaatan sumber daya rumah sakit yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu menghasilkan jasa atau pelayanan. Mutu pelayanan rumah sakit harus dapat dipertanggungjawabkan karena menyangkut banyak hal, salah satunya adalah keselamatan pasien yang menjadi sasaran utama. 2 Menindaklanjuti hal tersebut diatas, Departemen Kesehatan sejak tahun 1995 melakukan akreditasi terhadap rumah sakit yang ada di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap pasien. Hal ini sejalan dengan UU Nomor 8 Tahun 2000 tentang Perlindungan Terhadap Konsumen dan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Melalui akreditasi diharapkan manajemen rumah sakit mempunyai hospital by laws, medical staf by laws, pedoman mediko legal dan SOP (Standard Operating Procedure) yang terkait dengan pelayanan profesi. 3 Hampir seluruh rumah sakit di Indonesia telah terakreditasi, baik terakrediatsi 5 pelayanan, 12 pelayanan mau pun 16 pelayanan. Akreditasi yang telah dilakukan rumah sakit adalah akreditasi rumah sakit versi 2007. Saat ini pemerintah telah memperbaiki dan menyempurnakan sistem penyelenggaraan akreditasi melalui penyusunan undang-undang, peraturan dan sistem akreditasi menuju akreditasi internasional. Standar akreditasi RS baru versi 2012 telah mulai ditetapkan pada tahun 2012 dan akan dilaksanakan oleh KARS sebagai Badan Akreditasi Nasional Independen yang telah ditetapkan oleh Menkes sesuai dengan ketentuan UU no 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Standar akreditasi KARS versi 2012 ini mengacu pada standar-standar Internasional, yaitu: International Principles for Healthcare Standards (A Framework of requirement for standards, 3rd Edition December

2007, International Society for Quality in Health Care / ISQua) dan Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals 4rd Edition, 2011, serta tetap mengacu pada Instrumen Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2007, Komisi Akreditasi Rumah Sakit/KARS. 4 Perubahan sistem akreditasi KARS dari versi 2007 menjadi 2012 juga diikuti dengan perubahan paradigma. Yang utama, terletak pada penekanan bahwa tujuan akreditasi adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan RS, bukan hanya semata-mata untuk lulus. Selain itu dilakukan perubahan terhadap standar akreditasi, karena standar akreditasi harus memenuhi kriteria-kriteria internasional dan bersifat dinamis. Standar akreditasi yang digunakan saat ini menekankan pada pelayanan berfokus pada pasien serta kesinambungan pelayanan dan menjadikan keselamatan pasien sebagai standar utama. Data yang didapat oleh KARS sampai pada bulan Desember 2011, terdapat 1.378 rumah sakit di Indonesia, dan baru 818 rumah sakit yang terakreditasi (59,4%). Pemerintah menargetkan 90% rumah sakit di Indonesia terakreditasi pada tahun 2014. 4 Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Ini menunjukkan bahwa bukan hanya mutu pelayanan saja yang harus ditingkatkan tetapi yang lebih penting lagi adalah menjaga keselamatan pasien secara konsisten dan terus menerus. Hal ini juga sesuai dengan penetapan standar utama yang harus dipenuhi pada penilaian akreditasi versi baru yaitu sasaran keselamatan pasien. Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat pemenuhan standar pertama pada akreditasi versi 2012 yang harus dipenuhi. Pada 1 Januari 2011 keselamatan pasien internasional (IPSG) dipersyaratkan untuk diimplementasikan pada semua organisasi yang diakreditasi oleh Joint Commission International (JCI) di bawah standar internasional untuk rumah sakit. 5 Insiden keselamatan pasien yang meliputi KTD di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II dilaporkan sejumlah 12 kasus pada tahun 2013 dan 10 kasus pada tahun 2014 untuk periode Januari-Juni. Mengingat masih tingginya angka KTD akibat tindakan medik di rumah sakit, maka rumah sakit yang telah terakreditasi versi 2007 perlu meningkatkan standar akreditasi sesuai dengan akreditasi terbaru versi 2012. Yang mana lebih menekankan pada keselamatan pasien rumah sakit sebagai prioritas utamanya, diharapkan dapat mengurangi

angka KTD yang ada dan dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Sehingga perlu dilakukan penilaian sejauh manakah kesiapan rumah sakit yang telah terakreditasi tersebut terhadap akreditasi rumah sakit versi tahun 2012. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II merupakan rumah sakit swasta dengan status rumah sakit tipe C. Rumah sakit ini telah terakreditasi 5 pelayanan pada tahun 2012. BAHAN DAN CARA Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan rumah sakit yang telah terakreditasi 5 pelayanan terhadap pemenuhan standar keselamatan pasien akreditasi rumah sakit versi tahun 2012 yang berfokus pada standar keselamatan pasien. Penelitian ini dilakukan dengan observasi dan wawancara terhadap pasien, tim akreditasi rumah sakit dan petugas rumah sakit (perawat dan dokter). Observasi juga dilakukan untuk melihat bukti implementasi pada lingkungan/sistem, dokumen, serta fasilitas dan alat. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi akan didapatkan kendala yang dihadapi dan selanjutnya peneliti dapat memberikan rekomendasi kepada rumah sakit. Hasil wawancara akan diberi nilai sesuai dengan panduan dari KARS yaitu diberi skor 0,5,10. Nilai 10 berarti standar dinilai tercapai penuh bila jawabannya ya atau selalu dan jika 90% dari temuan, nilai 5 berarti standar dinilai tercapai sebagian bila jawabannya tidak selalu atau kadang-kadang dan jika 50%-89% dari temuan, nilai 0 berarti standar dinilai tidak tercapai bila jawabannya jarang atau tidak pernah dan 49% dari temuan. Sampel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 32 informan antara lain 2 orang tim akreditasi, 20 orang petugas kesehatan, dan 10 orang pasien. Pemilihan pasien dan petugas kesehatan dilakukan dengan non-probability sampling sedangkan tim akreditasi secara purposive sampling. Penelitian ini dilakukan di PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II pada bulan Mei-Juli 2014. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan 5 tahap yaitu tahap pengumpulan data, reduksi data, koding data, penyajian data menggunakan metode kuotasi sesuai informan dan penarikan kesimpulan. HASIL 1. Hasil Telaah Dokumen Tabel 1. Hasil analisis telaah dokumen No. Dokumen Lengkap Sebagian Tidak ada Skor KARS 1 SKP 1 1 3 2 25 2 SKP 2 4 1 3 45 3 SKP 3 3 2 1 40 4 SKP 4 3 0 1 30 5 SKP 5 2 0 3 20

6 SKP 6 0 2 2 10 Sumber : Data Primer Diolah (2014) Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat hasil dari telaah dokumen, didapatkan bahwa SKP 1 mencapai skor 25 dimana dokumen yang belum dibuat adalah kebijakan tentang identifikasi pasien sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah dan tindakan/prosedur dan kebijakan tentang identifikasi pasien sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, pasien rawat inap, rawat intensif. SKP 2 mencapai skor 45, dokumen yang belum dibuat adalah daftar singkatan yang tidak boleh dipakai, SPO komunikasi penyampaian hasil pemeriksaan yang mempunyai nilai kritis dan daftar hasil pemeriksaan penunjang yang kritis misal laboratorium, radiologi, dan PA dan bukti pelaksanaan SPO komunikasi penyampaian hasil pemeriksaan yang mempunyai nilai kritis. SKP 3 mencapai skor 40, dokumen yang belum dibuat adalah bukti bahwa elektrolit konsentrat bila disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted). SKP 4 mencapai skor 30, dokumen yang belum dibuat adalah bukti penandaan yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan, tanda diberikan oleh dokter yang mau melakukan operasi, dan tidak mudah luntur. SKP 5 mencapai skor 20, dimana terdapat 3 dokumen yang belum dibuat yaitu bukti pemahaman dan pelaksanaan secara konsisten kepatuhan cuci tangan (five moment hand hygine), rencana penerapan hand hygiene selama lima tahun dan data survei kepatuhan melaksanakan handwash/handsrub setiap 6 bulan sekali. SKP 6 mencapai skor 10, dimana terdapat 2 dokumen yang belum dibuat yaitu penerapan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan bukti bahwa langkah-langkah dimonitor hasilnya (data). 2. Hasil Analisis Penelusuran Petugas Tabel 2. Hasil analisis penelusuran petugas No. Wawancara Tercapai Penuh dan % Tercapai Sebagian Tidak Tercapai Skor KARS 1 SKP 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Pertanyaan 1 5 (50%) 0 5 5 Pertanyaan 2 1 (10%) 9 0 0 2 SKP 2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif Pertanyaan 1 9 (90%) 1 0 10 Pertanyaan 2 10 (100%) 0 0 10 Pertanyaan 3 2 (20%) 8 0 0 3 SKP 3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai Pertanyaan 1 4 (40%) 0 6 0 Pertanyaan 2 6 (60%) 0 4 5 4 SKP 4. Kepastian Tepat Lokasi,Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi/Tindakan

Pertanyaan 1 5 (100%) 0 0 10 Pertanyaan 2 5 (100%) 0 0 10 Pertanyaan 3 5 (100%) 0 0 10 Pertanyaan 4 5 (100%) 0 0 10 5 SKP 5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pertanyaan 1 7 (70%) 3 0 5 Pertanyaan 2 10 (100%) 0 0 10 6 SKP 6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Pertanyaan 1 0 (0%) 9 1 0 Pertanyaan 2 0 (0%) 10 0 0 Sumber : Data Primer Diolah (2014) Berdasarkan tabel 2 diatas dapat dilihat hasil analisis penelusuran dengan petugas sesuai dengan kelompok sasaran keselamatan pasien. Dapat dilihat bahwa pencapaian skor untuk SKP 1 adalah 5, SKP 2 adalah 20, SKP 3 adalah 5, SKP 4 adalah 40, SKP 5 adalah 15, dan SKP 6 adalah 0 (nol). 3. Hasil Analisis Penelusuran Pasien No. Wawancara Tercapai Penuh dan % Tabel 3. Hasil analisis penelusuran pasien Tercapai Sebagian Tidak Tercapai Skor KARS 1 SKP 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Pertanyaan 1 2 (40 %) 0 8 0 Pertanyaan 2 10 (100%) 0 0 10 2 SKP 4. Kepastian Tepat Lokasi,Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi/Tindakan Pertanyaan 1 3 (60%) 0 2 5 Pertanyaan 2 5 (100%) 0 0 10 Pertanyaan 3 2 (40%) 2 1 0 Pertanyaan 4 1 (20%) 0 4 0 3 SKP 5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pertanyaan 1 0 (0%) 0 10 0 4 SKP 6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Pertanyaan 1 2 (20%) 0 8 0 Pertanyaan 2 10 (100%) 0 0 10 Pertanyaan 3 9 (90%) 0 1 10 Sumber : Data Primer Diolah (2014) Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat hasil analisis penelusuran pasien sesuai dengan kelompok sasaran keselamatan pasien. Dapat dilihat bahwa pencapaian skor untuk SKP 1 adalah 10, SKP 4 adalah 15, SKP 5 adalah 0 (nol), dan SKP 6 adalah 20. 4. Hasil Wawancara Tim Akreditasi Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan tim akreditasi, didapatkan hasil bahwa rumah sakit sudah mulai melakukan persiapan untuk akreditasi versi 2012 yang akan dilaksanakan pada tahun 2015. Pembentukan tim patient safety sudah ada namun saat ini masih dalam tahap pembuatan dokumen dan pelengkapan dokumen akreditasi

2012. Bila dibandingkan dengan akreditasi versi 2012 tim mengatakan akreditasi 2012 jauh lebih susah. Hal ini karena dalam akreditasi baru tidak memandang jumlah bidang pelayanan yang dimiliki rumah sakit melainkan memandang proses pelayanan yang dilakukan oleh rumah sakit. Sosialisasi khusus mengenai akreditasi 2012 baru akan dilakukan pada bulan Agustus tahun 2014, namun untuk sosialisasi beberapa program yang termasuk dalam akreditasi 2012 khususnya dalam bidang patient safety sudah dilakukan secara bertahap. Dalam menghadapi akreditasi baru, ada beberapa program yang dipersiapkan oleh rumah sakit, antara lain penyusunan dokumen, studi banding, sosialisasi dan pendampingan. Perbedaan persiapan akreditasi 2012 dengan akreditasi 2007 adalah akreditasi 2012 lebih melibatkan banyak hal baik dokumen, sarana prasarana dan sumber daya manusia itu sendiri. Selain itu perbedaan yang mencolok terdapat pada sumber daya manusia, dimana semua orang yang berada di rumah sakit harus dapat melaksanakan hal-hal yang termasuk dalam elemen penilaian akreditasi. Pencapaian yang sudah didapatkan oleh RS hingga kini, sampai pada persiapan dokumen dan sosialisasi sebagian program. Adapun untuk kesiapan sumber daya manusianya dalam mempersiapkan akreditasi, masih diragukan. Karena perbedaan budaya kerja dari orang-orang yang ada di RS ini. Sosialisasi untuk dilakukannya evaluasi sudah dilaksanakan tetapi evaluasi secara benar belum dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan hanyalah telusur secara internal, namun belum menyeluruh dilakukan di semua bidang. Ketua keselamatan pasien mengatakan sudah ada beberapa petugas yang mencoba melakukan pelaporan insiden, namun masih belum merata dilakukan oleh semua petugas. Pelaksanaan SKP yang sudah berjalan baru 2 SKP yaitu SKP kepastian tepat-lokasi tepat-prosedur tepat-pasien operasi atau tindakan dan SKP pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Namun pelaksanaan di lapangan belum berjalan secara konstan. Dalam pembuatan dokumen, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tidak semua dokumen lama bisa digunakan untuk akreditasi yang baru. Dokumen sasaran keselamatan pasien dalam bentuk fisik sudah hampir seluruhnya dimiliki. Kendala yang terjadi di rumah sakit PKU salah satunya adalah budaya sumber daya manusianya yang sudah melekat. Rencana yang akan dilakukan RS adalah membuat borang laporan untuk masing-masing bagian yang kemudian implementasinya dilakukan secara bertahap. 5. Hasil Temuan Observasi dan Wawancara Sasaran Keselamatan Pasien Tabel 4. Hasil temuan observasi dan wawancara SKP No SKP

1. SKP 1. Ketepatan Identifikasi Pasien - Pemasangan gelang pasien belum merata. - Pemahaman fungsi gelang pasien belum baik. - Belum ada evaluasi 2. SKP 2. Peningkatan Komunikasi Efektif - SPO komunikasi penyampaian hasil pemeriksaan yang bernilai kritis belum ada. - Buku SBAR sudah ada tetapi belum ada sosialisasi SBAR. - Timbang terima pasien belum sesuai prosedur. - Belum ada evaluasi. 3. SKP 3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu diwaspadai - Penyimpanan obat high alert belum sesuai. - Penyimpana elektrolit konsentrat belum sesuai. - Pemberian label elektrolit konsentrat belum merata & pelabelan nama obat high alert yang belum sesuai. - Pengetahuan penggunaan elektrolit konsentrat belum merata. - Distribusi daftar NORUM belum merata - Belum ada evaluasi. 4. SKP 4. Kepastian Tepat Lokasi-Tepat Pasien-Tepat Prosedur Operasi/Tindakan - Belum dilakukan penandaan lokasi operasi dengan baik. - Belum dilakukan evaluasi. 5. SKP 5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan - Sarana cuci tangan belum merata dan belum memadai. - Cuci tangan masih belum sesuai urutan yang benar oleh beberapa tenaga kesehatan. - Kepatuhan dan pemahaman tenaga kesehatan belum baik. - Belum ada evaluasi. 6. SKP 6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh - Pemahaman petugas belum baik. - Pelaporan KTD yang belum maksimal. - Belum ada sosialisasi dan pelatihan asesmen pasien risiko jatuh. - Belum ada media promosi bagi pasien dan keluarga. - Belum ada evaluasi. Sumber : Data Primer Diolah (2014) Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat hasil telaah dokumen, telusur petugas/staf dan telusur pasien didapatkan resume SKP 1, antara lain pemahaman fungsi gelang pasien yang belum baik oleh petugas/staf, pemasangan gelang pasien belum merata dan belum adanya evaluasi terhadap pelaksanaan pemasangan gelang pasien. SKP 2, antara lain SPO komunikasi penyampaian hasil pemeriksaan yang bernilai kritis belum ada, buku SBAR sudah ada tetapi belum ada sosialisasi SBAR, timbang terima pasien belum sesuai prosedur dan belum ada evaluasi. SKP 3, antara lain penyimpanan obat high alert dan elektrolit konsentrat yang belum sesuai, pemberian label elektrolit konsentrat belum merata, pelabelan nama untuk obat high alert yang belum sesuai, distribusi daftar obat high alert yang belum merata dan belum adanya evaluasi terhadap hal itu. SKP 4, yaitu belum dilakukan penandaan lokasi operasi dengan baik dan belum adanya evaluasi dari pihak manajemen rumah sakit. SKP 5, antara lain sarana cuci tangan yang belum tersedia

secara merata dan memadai, cuci tangan yang dilakukan oleh petugas sudah sesuai dengan standar WHO tetapi beberapa dari petugas melakukan dengan urutan yang masih belum benar, kepatuhan dan pemahaman petugas akan cuci tangan 5 waktu belum baik, dan belum adanya evaluasi. SKP 6, antara lain pemahaman petugas belum baik, pelaporan KTD yang belum maksimal, belum ada sosialisasi dan pelatihan asesmen pasien risiko jatuh, belum ada media promosi bagi pasien dan keluarga, dan belum adanya evaluasi. 6. Rekapitulasi hasil skoring kelompok sasaran keselamatan pasien Rata- rata skor pencapaian untuk sasaran keselamatan pasien adalah 50,54%, skor tersebut masih dibawah dari batas minimal standar akreditasi rumah sakit versi 2012 yang mengharuskan pencapaian minimal 80%. Tabel 5. Hasil rekapitulasi skoring kelompok sasaran keselamatan pasien Sasaran Keselamatan Pasien Telususr Dkumen (1) Telususr Petugas (2) Telusur Pasien (3) Pencapaian Skor (1+2+3) Jumlah Pertanyaan I 25 5 10 40 10 100 40% II 45 20-65 11 110 59,10% III 40 5-45 8 80 56,25% IV 30 40 15 85 12 120 70,83% V 20 15 0 35 8 80 43,75% VI 10 0 20 30 9 90 33,33% Total 170 85 45 300 58 580 303,26% Rata - rata 50,54% Sumber : Data Primer Diolah (2014) Dari tabel di atas terlihat bahwa pencapaian skor untuk semua SKP belum mencapai skor minimal yang ditetapkan oleh KARS yaitu 80%. Kelompok sasaran keselamatan pasien membutuhkan perhatian yang lebih dalam persiapan akreditasi versi 2012. Dapat dilihat bahwa pencapaian skor untuk SKP 1 sebesar 40%, SKP 2 sebesar 59,10%, SKP 3 sebesar 56,25%, SKP 4 sebesar 70,83%, SKP 5 sebesar 43,75% dan SKP 6 sebesar 33,33%. 7. Kendala Pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien Akreditasi 2012 RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II Kendala pemenuhan sasaran keselamatan pasien sesuai akreditasi rumah sakit versi 2012 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II antara lain kurangnya kesadaran Skor Maksimal Persentase (%)

dan pemahaman Sumber Daya Manusia (SDM) akan pentingnya keselamatan pasien, kurangnya penerapan kebijakan dan SPO, fasilitas (sarana dan prasarana) yang tersedia di rumah sakit belum lengkap, belum ada sosialisasi secara reguler dan terjadwal rutin dari pihak manajemen mengenai akreditasi versi 2012 serta program-program yang termasuk didalamnya, dan belum ada evaluasi pelaksanaan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) oleh pihak manajemen yang sebaiknya dilakukan secara reguler dan kontinyu. PEMBAHASAN 1. SKP 1. Ketepatan Identifikasi Pasien Identifikasi pasien menggunakan gelang pasien sudah diterapkan oleh rumah sakit dengan 4 warna yaitu warna biru untuk identifikasi pasien jenis kelamin laki laki, merah muda untuk identifikasi pasien jenis kelamin perempuan, kuning untuk identifikasi pasien yang beresiko jatuh, dan merah untuk identifikasi pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap suatu jenis obat. Masih ada 2 warna gelang pasien yang belum disediakan yaitu warna putih untuk identifikasi pasien (khususnya bayi baru lahir) yang tidak/belum jelas jenis kelaminnya dan warna ungu untuk identifikasi pasien dengan kategori do not resuscitate (DNR). Dari hasil observasi dan telusur petugas dan pasien didapatkan masih ada pasien yang tidak menggunakan gelang pasien. Tidak semua pasien rawat inap dipasang gelang identitas dengan alasan pada saat itu pasien yang datang dari poli lebih dari satu dan bersamaan sehingga petugas lupa untuk memasang gelang pasien. Pasien yang masuk dari IGD sudah terpasang gelang pasien sedangkan pasien yang masuk dari poliklinik tidak diberikan gelang pasien oleh petugas melainkan langsung diantar ke bangsal untuk dipasang infus dan gelang pasien oleh petugas bangsal. Penjelasan penggunaan gelang pasien kepada pasien juga belum dilakukan dengan baik dan menyeluruh oleh semua petugas. Hal ini karena pengetahuan tentang manfaat gelang pasien belum dipahami dengan baik oleh petugas. Sebagian besar memahami fungsi gelang pasien hanya untuk identitas pasien bukan sebagai identifikasi pasien. Petugas melakukan identifikasi pasien dengan cara menanyakan langsung kepada pasien. Pada pasien yang memakai gelang pasien pun tidak pernah dilihat gelang pasiennya pada saat pemberian obat ataupun pengambilan sampel darah. Semua dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada pasien. Seharusnya identifikasi pasien dilakukan secara visual dan audio yaitu petugas terlebih dahulu melihat atau membaca nama yang tertulis

pada gelang pasien kemudian mengkroscek dengan menyebutkan nama yang tertulis pada gelang di depan pasien. 2. SKP 2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif Hasil dari telusur petugas, pasien dan dokumen bahwa pelaksanaan konsul ke dokter belum menggunakan format SBAR tetapi sudah melakukan CABAK (Catat, Baca, Konfirmasi). Dari hasil observasi yang dilakukan, hampir semua petugas dalam pelaporan keadaan pasien hanya melakukan sebatas S (Situation) dan B (Background) saja, sedangkan A (Assesment) dilakukan beberapa petugas dan R (Recomendation) belum dilakukan. Hal ini dikarenakan sosialisasi mendalam mengenai pelaporan dengan sistem SBAR belum ada. Pada beberapa kasus petugas yang melaporkan tidak melakukan baca ulang dan konfirmasi karena dokter konsulen tidak bersedia meluangkan waktu untuk mendengar petugas melakukan pembacaan ulang atas hasil pelaporan keadaan pasien. Seperti kasus yang terjadi pada tahun 2013 dimana terjadi kesalahan pemberian obat namun belum terlanjur diminum oleh pasien. Terapi yang ditulis oleh dokter tidak jelas (tidak dapat dibaca oleh perawat), kemudian perawat konfirmasi kepada dokter dan menuliskan di resep (tidak menulis di rekam medis pasien). Obat yang dituliskan perawat di resep, berbeda dengan obat yang diberikan oleh farmasi dan berbeda dengan obat yang benar. Obat belum terlanjur diminum, namun sudah dioplos. Hal ini terjadi karena petugas tidak menggunakan sistem SBAR dan CABAK serta tidak mengikuti prosedur yang ada. Menurut Leonard, Graham dan Bonacum, menanamkan perilaku dan instrumen yang sesuai standar seperti SBAR dimana menggunakan pernyataan yang tepat dan bahasa yang jelas dapat meningkatkan keselamatan. SBAR dapat secara efektif menjembatani perbedaan dalam gaya komunikasi antara perawat, dokter dan petugas lainnya yang dihasilkan dari proses pendidikan yang berbeda asalnya. 6 Pelaksanaan komunikasi penyampaian hasil pemeriksaan yang mempunyai nilai kritis sudah dijalankan tetapi SPO mengenai hal ini belum ada. Selama ini kewenangan dalam menyampaikan dan menjelaskan hasil pemeriksaan adalah dokter yang merawat, bila keluarga atau pasien bertanya kepada perawat mengenai hasil pemeriksaan petugas hanya memberi tahukan hasil tanpa memberikan penjelasaan mengenai hasil pemeriksaan. Bila pasien ingin mengetahui perkembangan kondisinya dapat melakukan tanya jawab langsung kepada dokter yang merawat pada saat dokter melakukan visite. Sistem timbang terima pasien harus lebih diperbaiki untuk ke depannya. Sesuai dengan pedoman rumah sakit bahwa serah terima pasien seharusnya dilakukan dengan

cara keliling ke kamar pasien dengan membacakan program yang diberikan pada pasien terebut sehingga pasien juga mengerti program apa saja yang diberikan. Yang terjadi selama ini perawat melakukan timbang terima hanya di nurse station saja tanpa dilakukan di hadapan pasien. Hal ini perlu dievaluasi kembali untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit. 3. SKP 3. Peningkatan Keamanan Obat yang Harus Diwaspadai (High Alert) Penyimpanan obat high alert rumah sakit ini masih belum sesuai dengan standar yang seharusnya. Obat-obat high alert yang disimpan masih bercampur dengan obat-obatan lain yang tidak termasuk obat high alert dan akses tidak dibatasi dengan ketat. Penyimpanan obat high alert belum memiliki tempat sendiri, seharusnya obat high alert yang disimpan di instalasi farmasi di simpan pada almari sendiri dan dikunci serta diberi label peringatan obat high alert pada bagian luar almari penyimpanan. Almari obat high alert yang ada harus dipisahkan antara obat-obat high alert yang sering dipakai dan jarang dipakai, dikunci dengan kunci yang berbeda. Jika obat high alert harus disimpan di area perawatan pasien maka tempat penyimpanan harus terpisah dengan obat rutin lainnya dan dikunci serta akses dibatasi dengan ketat. Kebijakan atau prosedur khusus mengenai obat high alert sudah ada di rumah sakit, namun hal ini belum dilakukan karena disiplin dari SDM yang berhubungan dengan hal ini belum ada dan tidak adanya evaluasi dari pihak manajemen rumah sakit mengenai penyimpanan obat yang sudah berjalan di rumah sakit apakah sudah sesuai standar atau belum. Penyimpanan elektrolit konsentrat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II masih belum sesuai. Penyimpanan elektrolit konsentrat tidak hanya di instalasi farmasi saja tetapi juga di unit pelayanan seperti di IGD, ICU dan VK. Penyimpanan elektrolit konsentar di farmasi tidak disimpan pada tempat sendiri tetapi diletakkan di kardus masing-masing di dalam satu baris pada almari obat yang tidak memiliki tutup. Diberi label nama pada masing-masing kardus dengan spidol dan tulis tangan. Sedangkan penyimpanan elektrolit konsentrat di unit pelayanan pasien tidak disimpan pada tempat yang terkunci, melainkan dicampur dengan obat lainnya dan tidak pada posisi yang beraturan. Sehingga masih dapat terjadi kemungkinan salah pengambilan elektrolit oleh petugas. Obat high alert dan obat dengan nama obat yang mirip belum diberikan label nama dengan pelabelan yang sesuai. Beberapa elektrolit konsentrat sudah di beri label stiker dengan warna merah yang bertuliskan high alert dan larutan konsentrat double check. Kejadian salah pemberian obat kepada pasien rawat jalan oleh mahasiswa

perawat di instalasi farmasi pernah terjadi di rumah sakit. Pasien yang seharusnya mendapatkan obat clorpropamide diberikan obat chlorpromazine, akibatnya pasien tidur terus dan keluarga kembali ke rumah sakit untuk menanyakan kondisi pasien. Setelah dilakukan pengecekan ternyata terjadi kesalahan pengambilan obat karena nama obat yang mirip antara satu sama lain. Penelitian yang dilakukan oleh Filik, Purdy, Gale dan Gerret mengatakan salah satu penyebab terbanyak kesalahan dalam pemberian obat adalah kegagalan dalam mengidentifikasi obat, kebanyakan pada obat nama obat mirip rupa (NORUM/LASA). Cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat pada NORUM adalah dengan penulisan metode Tall Man. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa menyoroti bagian dari kata-kata yang menggunakan huruf Tall Man dapat membuat obat NORUM mudah untuk dibedakan dan penulisan label dengan metode Tall Man yang memakai warna tidak membuat mudah diingat sehingga pelabelan cukup menggunakan penulisan huruf yang berbeda (Tall Man) saja. Penulisan nama obat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II masih menggunakan tulisan tangan menggunakan huruf CAPITAL dengan spidol berwarna hitam pada kertas putih yang ditempel pada kardus tempat penyimpanan obat. 7 Daftar obat NORUM/LASA hanya terdapat di instalasi farmasi dan ruang ICU saja, sehingga untuk beberapa petugas masih belum familiar dengan istilah tersebut. Hal ini karena belum adanya evaluasi dan sosialisasi mengenai obat NORUM/LASA kepada semua orang yang terlibat dalam proses pelayanan terhadap pasien. Prosedur mengenai penggunaan elektrolit konsentrat sudah ada di rumah sakit, tetapi pada pelaksanaannya tidak semua petugas mengetahui dengan benar prosedur penggunaan elektrolit konsentrat. Hal ini karena beberapa SDM yang ada tidak memahami SPO penggunaan elektrolit konsentrat dan dalam pelaksanaannya dikerjakan oleh petugas yang sudah tau cara memberikan elektrolit konsentrat sesuai prosedur. 4. SKP 4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi/Tindakan Dalam peningkatan keselamatan pembedahan melalui Safe Surgery Saves Lives maka untuk menjadi panduan dalam pelaksanaannya, World Aliance for Patient Safety mengeluarkan Guidelines for Safe Surgery yang disertai dengan Safety Surgical Checklist untuk memudahkan dalam pelaksanaannya (WHO, 2008). Untuk membantu tim bedah dalam mengurangi jumlah kejadian ini, WHO menghasilkan rancangan berupa checklist keselamatan pasien di kamar bedah sebagai media informasi yang dapat membina komunikasi yang lebih baik dan kerjasama antara disiplin klinis. Tujuan

penggunaan surgical safety checklist WHO adalah untuk menyamakan persepsi, komunikasi dan kerjasama antar tim bedah. Surgical safety checklist WHO ini merupakan alat yang digunakan oleh tim bedah untuk meningkatkan keselamatan, menurunkan jumlah kematian dan kecacatan akibat pembedahan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Haynes. et,al, menyebutkan bahwa rata-rata kematian sejumlah 1,5% sebelum checklist dikenal turun menjadi 0,8% setelah mengenal checklist. Pada pasien yang mengalami komplikasi setelah operasi dari 11% turun menjadi 7% setelah diperkenalkan penggunaan checklist sebelum operasi. Rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II telah menerapkan safe surgery checklist pada setiap pasien yang akan dilakukan operasi atau tindakan sejak bulan Maret tahun 2014. Checklist yang digunakan sesuai dengan standar WHO dan sudah dipahami oleh semua petugas ruang operasi rumah sakit. 8 Penandaan pada lokasi operasi belum dilaksanakan dengan sempurna di rumah sakit ini. Pada beberapa kasus, penandaan sudah dilakukan namun belum menggunakan tanda khusus. Selama ini hanya pasien ortopedi yang diberikan penandaan namun tanda yang dimaksud adalah pasien ditandai dengan menggunakan gips yang terpasang pada bagian tubuh yang akan dilakukan operasi/tindakan. Untuk kasus bedah umum belum dilakukan, kecuali kasus tumor mammae yaitu hanya menggunakan spidol atau bolpoin pada bagian tubuh yang akan dilakukan tindakan untuk membedakan kanan atau kiri. Walaupun kebijakan atau prosedur penandaan pasien operasi sudah ada tetapi pelaksanaan penandaan belum berjalan dengan baik. Hal ini karena belum tersedianya tanda itu sendiri dan belum adanya evaluasi mengenai prosedur tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien oleh manajemen rumah sakit. Salah satu isu utama terkait penggunaan penanda kulit adalah tanda yang tidak mudah hilang (contohnya, apakah penanda akan terlihat setelah persiapan kulit untuk mengidentifikasi lokasi operasi yang tepat). Idealnya, penandanya tidak mudah hilang saat kulit terkena cairan persiapan sehingga penandanya tidak hilang sebelum time-out dan irisan pertama. Tetapi penanda seharusnya tidak permanen hingga mingguan atau bulanan setelah prosedur operasi dan mungkin tidak nyaman atau menyebabkan malu bagi pasien (contohnya, penanda di wajah pada pasien yang akan menjalani operasi bedah plastik). 9 5. SKP 5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk

mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. 10 Pasien yang dirawat di rumah sakit sangat rentan terhadap infeksi rumah sakit atau dikenal dengan Health Care Associated Infections (HCAI) yang dapat terjadi karena tindakan perawatan selama pasien dirawat di rumah sakit, kondisi lingkungan disekitar rumah sakit, dan daya tahan tubuh pasien. Penularan dapat terjadi dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dampak dari HCAI dapat memperpanjang lama rawat, meningkatkan morbiditas dan mortalitas, serta menambah biaya rumah sakit. 11 Kegagalan melakukan hand hygiene yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi rumah sakit dan penyebaran mikroorganisme multiresisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang penting terhadap timbulnya wabah. 12 Terdapat 6 langkah dalam teknik cuci tangan dengan air dan sabun yang dikeluarkan oleh WHO. Durasi untuk melakukan cuci tangan adalah selama 40-60 detik. Sedangkan durasi untuk melakukan hand hygiene dengan alcohol based formulation adalah selama 20-30 detik. Hasil observasi yang ditemukan di rumah sakit ini masih terdapat beberapa kekurangan antara lain sarana cuci tangan yang belum tersedia secara merata dan memadai, cuci tangan yang dilakukan oleh petugas sudah sesuai dengan standar WHO tetapi beberapa dari petugas melakukan dengan urutan yang masih belum benar, kepatuhan dan pemahaman petugas akan cuci tangan 5 waktu belum baik, dan belum adanya evaluasi. Sarana cuci tangan yang tersedia di rumah sakit masih belum merata dan belum memadai. Dari hasil observasi di ruangan perawatan, ruangan wardah (ruang perawatan penyakit dalam perempuan) hanya terdapat 1 alcohol based hand rub saja di dekat nurse station. Sedangkan dibangsal zaitun (ruang perawatan penyakit dalam lakilaki) terdapat 3 botol alcohol based hand rub, walaupun belum diletakkan disetiap pintu kamar pasien. Sarana cuci tangan yang ada di rumah sakit belum terdapat handuk atau alat pengering pada setiap wastafel. Selain itu poster cara cuci tangan yang baik dan benar juga belum ada sehingga petugas dan pasien masih belum melakukan cuci tangan yang baik dan benar sesuai standar WHO. Ada 5 (lima) momen cuci tangan menurut WHO yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan prosedur aseptik, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah kontak dengan lingkungan sekeliling pasien. 11

Berdasarkan hasil telusur dan observasi, didapatkan bahwa petugas rumah sakit sudah melakukan cuci tangan sesuai dengan standar WHO tetapi beberapa orang melakukannya dengan urutan yang tidak benar. Sebenarnya rumah sakit sudah melakukan sosialisasi dan evaluasi program cuci tangan yang baik dan benar sesuai WHO ini setiap apel pagi rumah sakit, namun pada kenyataannya tidak semua petugas menerapkan dengan baik dan benar. Hal ini karena kepatuhan dan pemahaman petugas akan pentingnya melakukan cuci tangan 5 (lima) waktu sesuai standar WHO oleh petugas masih rendah. Petugas menyadari bahwa untuk mengurangi infeksi yang terkait dengan pelayanan adalah dengan cuci tangan 5 waktu secara tepat. Namun budaya yang lama masih melekat dan sulit untuk dirubah. Hal ini mempengaruhi ketepatan langkah cuci tangan petugas karena petugas masih jarang melakukan cuci tangan 5 waktu selama sedang bertugas di rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit belum melakukan evaluasi dan penegakan disiplin yang tegas terhadap pelaksanaan cuci tangan yang baik dan benar sesuai prosedur WHO pada 5 waktu cuci tangan. Pada sebuah penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Aiello et.al, mengenai efek hand hygiene terhadap resiko penyakit menular dalam komunitas mengatakan bahwa hand hygiene yang dilakukan secara konsisten dapat mencegah penyakit gastrointestinal baik di negara maju maupun negara berkembang. Namun hand hygiene yang dilakukan kurang efektif untuk penyakit pernapasan. Penggunaan alcohol based hand rub dan sabun antibakteri lebih efektif menurunkan angka kejadian infeksi daripada penggunaan sabun non antibakterial. 13 Pemberdayaan pasien adalah konsep baru di pelayanan kesehatan yang sekarang sudah diperluas menjadi bidang patient safety. Dalam rangka pengembangan baru guideline WHO mengenai cuci tangan di pelayanan kesehatan, penulis melakukan tinjauan literatur dari tahun 1997-2008 untuk mengidentifikasi bukti yang mendukung program yang bertujuan untuk mendorong pasien mengambil peran aktif dalam perawatan mereka. Pemberdayaan pasien merupakan bagian yang utuh dari strategi multimodal hand hygiene WHO. Strategi promosi hand hygiene membuktikan keberhasilan pemberdayaan pasien termasuk satu atau semua komponen berikut: alat pendidikan, motivasi dan alat pengingat serta contoh teladan. Yang penting adalah program dan model yang mendukung pasien harus dikembangkan dengan komponen evaluasi yang mencakup baik ukuran kualitatif maupun kuantitatif untuk menentukan selain apakah berhasil tetapi dalam kondisi apa dan dalam konteks organisasi. 14 6. SKP 6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan, dan lain-lain. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko jatuh. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit. 10 Dalam melakukan penilaian asesmen awal untuk pasien dengan resiko jatuh terdapat beberapa alat yang digunakan. Alat untuk asesmen awal risiko jatuh yang memiliki sensitivitas tinggi dan spesifisitas tinggi adalah yang menilai kestabilan dalam berjalan, kelemahan anggota gerak bawah, agitasi, frekuensi/inkontinensia urin, riwayat jatuh, dan penggunaan obat yang menyebabkan mengantuk atau hipnosis. Salah satu yang tinggi sensitivitas dan spesifisitasnya adalah Morse Fall Scale/MFS. MFS ini memiliki sensitivitas 78% dan spesifisitas 83%. 15 Asesmen awal pada pasien dengan risiko jatuh belum dilakukan dengan metode yang benar. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, petugas mengatakan bahwa pasien dengan risiko jatuh akan dipasang gelang pasien warna kuning tetapi hampir semua pasien yang berisiko untuk jatuh tidak dipasang gelang pasien berwarna kuning, beberapa dari pasien tersebut justru dipasang tali pada tangannya yang diikatkan pada tempat tidur pasien. Hal ini karena implementasi kebijakan mengenai asesmen pasien risiko jatuh belum diketahui dan dipahami dengan benar oleh petugas. Pihak manajemen mengatakan bahwa pedoman atau SPO mengenai asesmen awal pasien dengan risiko jatuh sebenarnya sudah ada, tetapi penerapan dalam kegiatan sehari-hari di lapangan belum berjalan. Petugas dirasa belum paham bagaimana cara melakukan asesmen pasien risiko jatuh dengan benar. Asesmen pasien dengan risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit, pindah dari satu unit ke unit lain, terdapat perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh dan dilakukan dengan jarak yang teratur. Instrument penilaian risiko jatuh yang dapat digunakan yaitu morse fall scale (MFS) untuk pasien dewasa dan humpty dumpty untuk pasien anak. 16 Instrument penilaian yang digunakan di rumah sakit adalah morse fall scale (MFS), dimana pasien dinilai berdasarkan dari skor yang diperoleh setelah dilakukan penilaian. Formulir penilaian dengan MFS sudah ada di rumah sakit, tetapi implementasinya belum berjalan karena petugas kurang mengetahui dan memahami bagaimana cara melakukan

asesmen pasien risiko jatuh menggunakan MFS. Hal ini dibenarkan oleh pihak manajemen yang menyatakan bahwa belum adanya sosialisasi menyeluruh kepada semua petugas rumah sakit. Pelaporan kasus pasien jatuh yang termasuk dalam Kejadian Tidak Diinginkan/KTD belum berjalan dengan maksimal, tidak semua petugas melaporkan kasus yang telah terjadi karena tidak semua kasus dibuat laporan untuk dilaporkan kepada pihak manajemen. Kurangnya kepatuhan dan kesadaran akan pasien jatuh mengakibatkan usaha pengurangan pasien cedera akibat jatuh sulit untuk berkembang di rumah sakit ini. Kejadian pasien jatuh yang terjadi di tahun 2013 sejumlah 2 kasus dan tahun 2014 periode Januari-Juni sejumlah 3 kasus. Hal ini mungkin dikarenakan asesmen awal pasien risiko jatuh merupakan hal yang baru dan belum didapatkan pada saat pendidikan sebelumnya. Selain itu rumah sakit belum melakukan sosialisasi mengenai asesmen awal pasien risiko jatuh dan pelatihan mengenai hal tersebut. Rencana akan diadakan pelatihan pada bulan Agustus tahun 2014. Dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa rumah sakit sudah melakukan upaya untuk mencegah kejadian pasien cedera akibat jatuh, upaya yang dilakukan yaitu tempat tidur dengan pengaman, kamar mandi dengan pengaman, tangga rumah sakit dengan pengaman, koridor rumah sakit dengan pengaman, dan peringatan berupa tulisan yang diletakkan di lanati rumah sakit pada saat dibersihkan. Dalam pedoman pencegahan cedera dan pasien jatuh Universitas Hospitals Birmingham menyebutkan untuk menurunkan risiko pasien jatuh dilakukan beberapa hal yaitu skrining risiko cedera dan pasien jatuh, pedoman respon dan tindakan fisioterapi untuk pasien jatuh, pedoman respon dan tindakan terapi okupasi untuk pasien yang mengaku telah jatuh/beresiko jatuh, pedoman obat terutama dalam pemberian obat yang meningkatkan risiko pasien jatuh, penilaian untuk penggunaan pengaman tempat tidur (pasien jatuh dari ketinggian), penggunaan alas kaki yang aman bagi pasien, duduk pasien yang aman bagi pasien, penyebaran leaflet tentang pencegahan pasien jatuh, memberikan bantuan mengantarkan dan menunjukkan ke toilet dan mendekatkan bel dengan pasien. 17 KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Implementasi 6 sasaran keselamatan pasien rumah sakit dalam kesiapan akreditasi rumah sakit dengan akreditasi versi 2012 mendapatkan rata-rata skor 50,54%.

Pencapaian skor keselamatan pasien didapatkan sebagai berikut: ketepatan identifikasi pasien 40%, peningkatan komunikasi yang efektif 59,10%, keamanan obat yang perlu diwaspadai 56,25%, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi/tindakan 70,83%, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan 43,75%, pengurangan risiko pasien cidera akibat jatuh 33,33%. 2. Kendala pemenuhan sasaran keselamatan pasien sesuai akreditasi rumah sakit versi 2012 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II antara lain kurangnya kesadaran dan pemahaman Sumber Daya Manusia (SDM) akan pentingnya keselamatan pasien, kurangnya penerapan kebijakan dan SPO, fasilitas (sarana dan prasarana) yang tersedia belum lengkap, belum ada sosialisasi secara reguler dan terjadwal rutin dari pihak manajemen mengenai akreditasi versi 2012, dan belum ada evaluasi pelaksanaan pemenuhan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) oleh pihak manajemen. 3. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II belum melakukan persiapan yang maksimal dalam menghadapi akreditasi versi 2012 untuk sasaran keselamatan pasien. Rekomendasi yang perlu dilakukan yaitu: a. Komitmen, dukungan penuh dan keterlibatan langsung dari pimpinan rumah sakit. b. Dokumen akreditasi versi baru (2012) yang belum dibuat dan yang masih dalam bentuk draft untuk segera dibuat dan disahkan oleh direktur rumah sakit dan disosialisasikan keseluruh bagian rumah sakit. c. Mengadakan pelatihan mengenai sasaran keselamatan pasien. d. Melakukan evaluasi rutin terhadap pelaksanaan kebijakan dan SPO yang sesuai dengan sasaran keselamatan pasien. e. Memberlakukan sanksi disiplin yang tegas untuk petugas yang didapati dan diketahui tidak melakukan tindakan sesuai SPO dan tidak mematuhi kebijakan yang berlaku. f. Melengkapi fasilitas antara lain menyediakan poster SBAR, membuat daftar dan poster obat-obat high alert, menyediakan tempat penyimpanan khusus obat high alert, menyediakan alat penanda untuk pasien operasi, menyediakan handuk atau tissu di setiap wastafel, menyediakan alkohol di setiap ruangan, memasang gambar 6 langkah cuci tangan menurut WHO dan membuat brosur/leaflet mengenai risiko pasien jatuh. DAFTAR PUSTAKA