POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA BAGIAN ATAS DI PUSKESMAS SUKASADA II PADA BULAN MEI JUNI 2014

dokumen-dokumen yang mirip
Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

POLA PEMBERIAN KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ISPA BAGIAN ATAS DI PUSKESMAS SUKASADA II PADA BULAN MEI JUNI 2014

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

DI PUSKESMAS KEDIRI II TAHUN 2013 SAMPAI DENGAN 2015

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Pencapaian tujuan

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN PADA BALITA PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

ABSTRAK GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA TONSILEKTOMI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN 2009

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK ISPA NON-PNEUMONIA PADA PASIEN ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT X DEMAK TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI

INTISARI KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

Pola Ketepatan Terapi Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Bagian Atas Usia Anak Di Puskesmas Ciputat Timur Februari 2015

BAB I PENDAHULUAN. dan batuk baik kering ataupun berdahak. 2 Infeksi saluran pernapasan akut

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

KARAKTERISTIK DAN POLA PENGOBATAN PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. Nigeria masing-masing 6 juta episode (Kemenkes RI, 2011). (15%-30%). Berdasarkan hasil penelitian Khin, dkk tahun 2003 di Myanmar

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan anak merupakan suatu hal yang penting karena. mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO

IJMS - Indonsian Journal on Medical Science Volume 1 No ijmsbm.org

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS KARTASURA

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

ANALISIS KETEPATAN DIAGNOSA DAN PEMBERIAN JENIS OBAT PADA BALITA SAKIT ISPA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MANAJEMEN TERPADU

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

F. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

ABSTRAK PREVALENSI APENDISITIS AKUT PADA ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

INFEKSI LARING FARING (FARINGITIS AKUT)

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK TERDIAGNOSA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS AKUT

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

KESEHATAN TENGGOROK PADA SISWA SEKOLAH DASAR EBEN HAEZAR 1 MANADO DAN SEKOLAH DASAR GMIM BITUNG AMURANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

PERBANDINGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA PUSKESMAS I UBUD DAN PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN JANUARI OKTOBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. ISPA adalah suatu infeksi pada saluran nafas atas yang disebabkan oleh. yang berlangsung selama 14 hari (Depkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Lama

OVERVIEW OF PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENTS IN THE LANGENSARI COMMUNITY HEALTH CENTER, BANJAR, 2013 PERIOD

BAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

Transkripsi:

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA BAGIAN ATAS DI PUSKESMAS SUKASADA II PADA BULAN MEI JUNI 014 Hermawan 1, Komang Ayu Kartika Sari 1. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK ISPA merupakan masalah global kesehatan masyarakat dengan prevalensi dan beban biaya kesehatan yang tinggi. Di Puskesmas Sukasada II, ISPA merupakan penyakit terbanyak yang datang ke puskesmas Sukasada II sebesar 3,091 pasien pada tahun 013 dan 1,45 pasien dari bulan Januari - Juni 014. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemberian antibiotik pada pasien ISPA bagian atas rawat jalan di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II pada bulan Mei Juni 014. Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriprif cross-sectional dengan cara pengumpulan data sekunder register dan rekam medis pasien ISPA yang berkunjung di Puskesmas Sukasada II. Karakteristik sebaran kategori umur penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II sebagian besar merupakan balita (46,5%) dengan p revalensi tertinggi pada jenis kelamin laki-laki (5,8%) dan tertinggi di Desa Pancasari (54,%). Diagnosis ISPA diklasifikasikan dengan sebaran faringitis (41,7%), tonsilitis (5,0%), rinitis (13,9%), common cold ( 11,1%) dan sinusitis (8,3%). Pemberian antibiotik pada pasien ISPA mencapai 93,8% dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah kotrimoksasol, penoksimetil penisilin, amoksisilin dan siprofloksasin. Pemberian antibiotik berdasarkan diagnosis pasien ISPA bagian atas masih ada yang belum sesuai dengan pedoman pengobatan yang ditetapkan. Kata kunci: ISPA bagian atas, karakteristik pasien, diagnosis ISPA, antibiotik. 1

PATTERNS ON ANTIBIOTICS GIVEN TO PATIENTS WITH ACUTE UPPER RESPIRATORY TRACT INFECTION IN SUKASADA II PRIMARY HEALTH CENTER THROUGHOUT THE PERIOD OF MAY - JUNE 014 ABSTRACT Acute Respiratory Tract Infection (ARI) is a global health problem with high prevalence and healthcare cost. In Sukasada II Primary Health Center (PHC), ARI is one of the most common disease with a prevalence of 3,091 patients in 013 and 1,45 patients from January to June 014. The purpose of this study is to describe patterns of antibiotics given to patients with upper respiratory infection in Sukasada II PHC throughout the period of May to June 014. The research method used is descriptive cross-sectional study by collecting secondary data from registers and medical records of patients who visit Sukasada II PHC. The highest category of age of patients whom diagnosed with ARI is toddler (46.5%) with the highest prevalence in the male category (5.8%) and highest in the Pancasari Village (54.%). ARI diagnosis are classified into few categories with prevalence of pharyngitis (41.7%), tonsillitis (5.0%), rhinitis (13.9%), common cold (11.1%) and sinusitis (8.3%). Antibiotics were prescribed to 93.8% cases overall with most antibiotics used were Co-trimoxazole, Phenoxymethyl penicillin, Amoxicillin and Ciprofloxacin. This study found that the antibiotics which were prescribed to patients is not in accordance with the guidelines of upper ARI treatment. Keywords: Acute upper respiratory tract infection, patients' characteristics, acute upper respiratory tract diagnosis, antibiotics. PENDAHULUAN ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Secara umum, ISPA terbagi kedalam dua golongan, yaitu ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. ISPA bagian atas mencangkup infeksi organ saluran pernapasan mulai dari hidung sampai dengan faring. Istilah akut menandakan infeksi berlangsung selama kurang dari 14 hari. Infeksi saluran pernafasan akut bagian atas terdiri dari common cold/ influenza, rinitis, sinusitis, faringitis, dan tonsilitis. 1 Prevalensi ISPA bagian atas di dunia dilaporkan mencapai rata-rata 5 juta kunjungan pasien ke dokter praktik umum. Penyakit ISPA bagian atas menyebabkan angka kesakitan sehingga menimbulkan absennya waktu sekolah dan bekerja. Angka ini dilaporkan mencapai 0 hingga juta ketidakhadiran pasien per tahunnya. Hal ini akan menyebabkan kerugian pada pasien dalam banyak bidang, seperti sosial dan ekonomi. 1 Di Inggris dan Amerika kunjungan pasien ISPA bagian atas mencapai juta hingga 46 juta per tahunnya. Data di Indonesia menyebutkan bahwa ISPA bagian atas merupakan masalah kesehatan yang penting, dimana setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA bagian atas setiap tahunnya. 3 Sebuah penelitian di Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten, menunjukkan adanya persentase pasien ISPA bagian atas sebesar 7,57% dari total kunjungan pada tahun 003. 4 Penyakit ISPA

bagian atas termasuk ke dalam data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Sukasada II yang mencangkup 3091 kasus pada tahun 013. Penatalaksanaan pada penyakit ISPA atas mencangkup pemberian antibiotik dan pengobatan simtomatis. Pemberian antibiotik pada pasien ISPA bagian atas didasarkan pada pedoman pemberian antibiotik yang mencangkup beberapa pertimbangan antara lain diagnosis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan hasil dari pemeriksaan penunjang. Antibiotik diberikan apabila penyakit ISPA bagian atas tersebut disebabkan oleh infeksi bakteri. Adanya penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat memberikan efek negatif, antara lain meningkatkan pembiayaan pengobatan, meningkatkan resistensi, serta meningkatkan kemungkinan efek samping. 1 Berdasarkan sumber penelitian sebelumnya, antibiotik hampir diberikan pada 97, % pasien yang terdiagnosis ISPA bagian atas sebulan dengan gejala klinis yang tidak khas seperti batuk (50 %), pilek (41 %), dan panas (45 %). 4 Pada Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten antibiotik diberikan pada 97, % pasien ISPA bagian atas yang terdiri dari amoksisilin (75%), kotrimoksasol (8,3%), dan cefadroxil (13,9%). 4 Pemberian antibiotik hampir selalu diberikan pada tiap pasien ISPA bagian atas di Puskesmas Sukasada II. Ratarata pasien ISPA bagian atas yang diberikan antibiotik mencapai 90-95% di puskesmas ini. Tingginya pemberian antibiotik pada pasien ISPA bagian atas di Puskesmas Sukasada II dan beberapa tempat lainnya memberikan suatu permasalahan. Permasalahan itu adalah kesesuaian pola pemberian antibiotik pada pasien yang terdiagnosis ISPA bagian atas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemberian antibiotik pada pasien ISPA bagian atas di Puskesmas Sukasada II. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga medis sehingga nantinya penggunaan antibiotik dapat sesuai dengan pedoman. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sukasada II, Kecamatan Pancasari Kabupaten Buleleng. Waktu pelaksanaan penelitian sepanjang periode Bulan Mei Juni 014. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi deskriprif cross-sectional dengan cara pengumpulan data sekunder register dan rekam medis pasien ISPA yang berkunjung di Puskesmas Sukasada II. Populasi penelitian ini adalah semua pasien ISPA bagian atas yang terdaftar pada register dan rekam medis pasien ISPA bagian atas yang berkunjung ke Poli Umum Puskesmas Sukasada II sepanjang periode Bulan Mei Juni 014. Sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling dengan kriteria sampel yang diikutsertakan dalam penelitian ini seluruh pasien yang didiagnosis ISPA bagian atas tanpa komplikasi yang rawat jalan di Puskesmas Sukasada II sepanjang periode Bulan Mei Juni 014. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosa ISPA bagian atas yang datang ke Poli Umum Puskesmas Sukasada II sepanjang periode Bulan Mei Juni 014. Kriteria ekslusi penelitian ini adalah Rekam medis pasien yang terdiagnosa ISPA bagian atas yang memiliki penyakit infeksi lain atau memiliki alergi terhadap antibiotik. Penelitian dilakukan untuk mengetahui 3

karakteristik demografi (jenis kelamin, usia, desa tempat tinggal), diagnosis, serta pola pemberian antibiotik. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara mencatat nomor rekam medis pasien yang terdiagnosis ISPA bagian atas dari register harian di puskesmas. Seterusnya dengan menggunakan nomor rekam medik tersebut, tim peneliti mencari rekam medis pasien yang terdiagnosis ISPA bagian atas dan merekap data seperti nama, usia, jenis kelamin, desa tempat tinggal, gejala, tanda klinis dan pengobatan dari rekam medis pasien. Ketiga, tim peneliti mengecek data diagnosa di komputer berdasarkan nomor rekam medis pasien pasien yang terdiagnosis ISPA bagian atas untu mendapatkan data diagnosis yang lebih lengakap. Analisis data kemudian dilanjutkan dengan cara deskriptif menggunakan program SPSS versi 16.0 for Windows. Pada penelitian ini dilakukan analisis univariat dan bivariat. HASIL PENELITIAN Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Kelompok Umur Berdasarkan data di atas, kelompok umur yang paling tinggi mengalami ISPA bagian atas adalah Balita sebesar Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Kelompok Umur No. Kelompok Umur Frekuensi Persentase 1. Balita ( 5 tahun) 67 46,5 %. Kanak-kanak (6-11 tahun) 8 19,4 % 3. Remaja Awal (1-16 tahun) 3,1 % 4. Remaja Akhir (17-5 tahun) 10 6,9 % 5. Dewasa (6-45 tahun) 1 14,6 % 6. Lansia ( 46 tahun) 15 10,4 % Jumlah 144 100 % 46,5% disusul oleh kelompok umur kanak-kanak sebesar 19,4%, kelompok umur dewasa sebesar 14,6%, kelompok umur lansia sebesar 10,4% dan kelompok umur remaja akhir sebesar 6,9%. Kelompok umur remaja awal merupakan kelompok umur yang paling rendah mengalami ISPA bagian atas yaitu,1%. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Pada penelitian ini didapatkan proporsi pasien ISPA bagian atas berdasarkan jenis kelamin yang didapatkan dari data sekunder berdasarkan register harian dan rekam medis yaitu pasien ISPA bagian atas yang datang ke Puskesmas Sukasada II pada bulan Mei-Juni 014. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan persentase pasien ISPA bagian atas laki-laki yang datang ke Puskesmas Sukasada II sebesar 5,8% dan perempuan sebesar 47,% seperti pada tabel di atas. 4

Tabel. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1 Laki-laki 76 5,8 % Perempuan 68 47, % Jumlah 144 100 % Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Desa Pada penelitian ini didapatkan sebaran pasien ISPA bagian atas berdasarkan desa tempat tinggal pasien yang didapatkan dari data sekunder berdasarkan register harian dan rekam medis yaitu pasien ISPA bagian atas yang datang ke Puskesmas Sukasada II pada bulan Mei-Juni 014. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, desa dengan persentase pasien ISPA bagian atas yang paling tinggi adalah Desa Pancasari sebesar 54,% diikuti oleh Desa di Luar wilayah kerja Puskesmas Sukasada II sebesar 0,8%, Desa Wanagiri sebesar 15,3%, Desa Pegayaman sebesar 6,9%, Desa Gitgit dan Pegadungan dengan persentase yang sama yaitu 1,4%. Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian berdasarkan Desa No Desa Frekuensi Persentase 1 Pancasari 78 54, % Wanagiri 15,3 % 3 Gitgit 1,4 % 4 Pegayaman 10 6,9 % 5 Pegadungan 1,4 % 6 Luar Wilayah 30 0,8 % Jumlah 144 100 % Gambaran Diagnosis Mengacu pada data yang didapatkan, diagnosis ISPA bagian atas dapat diklasifikasikan dengan sebaran common cold sebesar 11,1%, rinitis sebesar 13,9%, faringitis sebesar 41,7%, sinusitis sebesar 8,3% dan tonsilitis sebesar 5,0%. Tabel 4. Gambaran Diagnosis No Diagnosis Frekuensi Persentase 1 Common Cold 16 11,1 % Rinitis 0 13,9 % 3 Faringitis 60 41,7 % 4 Sinusitis 1 8,3 % 5 Tonsilitis 36 5,0 % Jumlah 144 100 % Gambaran Pemberian Antibiotik Pasien ISPA bagian atas Berdasarkan data yang didapatkan dari rekam medis pasien yang terdiagnosis dengan ISPA bagian atas didapatkan gambaran pemberian antibiotik kotrimoksasol pada urutan pertama dengan persentase 54,% di Puskesmas Sukasada II pada pasien ISPA bagian atas. Pemberian antibiotik lain juga diberikan seperti penoksimetil penisilin sebesar 1,5%, amoksisilin sebesar 14,6%, siprofloksasin sebesar 3,5% serta terdapat 6,% pasien dengan ISPA bagian atas yang tidak mendapat antibiotik. Dari data di atas, pemberian antibiotik pada pasien ISPA di Puskesmas Sukasada II sebesar 93,8%. 5

Tabel 5. Gambaran Pemberian Antibiotik pada Pasien ISPA bagian atas No 1 Jenis Antibiotik Penoksimetil Penisilin Frekuensi Persentase 31 1,5 % Siprofloksasin 5 3,5 % 3 Amoksisilin 1 14,6 % kotrimoksasol sebesar 76,5%, Pasien yang terdiagnosis faringitis paling banyak diberikan antibiotik kotrimoksasol sebesar 56,9%, Pasien yang terdiagnosis sinusitis paling banyak diberikan antibiotik kotrimoksasol sebesar 91,7%, Pasien yang terdiagnosis tonsilitis paling banyak diberikan antibiotik penoksimetil penisilin dan kotrimoksasol yaitu sebesar 38, %. 4 Kotrimoksasol 78 54, % 5 Tidak diberikan 9 6, % Jumlah 144 100 % Gambaran Pemberian Antibiotik berdasarkan Diagnosis Berdasarkan penelitian ini, pasien yang terdiagnosis common cold diberikan antibiotik sebesar 87,5%. Pada kasus rinitis antibiotik diberikan sebesar 85,0%, pada kasus faringitis diberikan antibiotik sebesar 96,7%, semua kasus sinusitis diberikan antibiotik dan pada kasus tonsilitis diberikan antibiotik sebesar 94,4%. Pasien yang terdiagnosis common cold paling banyak diberikan antibiotik kotrimoksasol sebesar 57,1%, Pasien yang terdiagnosis rinitis paling banyak diberikan antibiotik Tabel 6. Gambaran Pemberian Antibiotik berdasarkan Diagnosis Diagnosis Common Cold Rinitis Faringitis Sinusitis Tonsilitis Pemberian Antibiotik Ya 14 (87,5 %) 17 (85,0 %) 58 (96,7 %) 1 (100 %) 34 (94,4 %) Tidak (1,5 %) 3 (15,0 %) (3,3 %) 0 (0 %) (5,6 %) Total 16 0 60 1 36 6

kategori infeksi berat menurut World Health Organisation. 5 Tabel 7. Gambaran Pemberian Jenis Antibiotik berdasarkan Diagnosis Diagnosis Common Cold Rinitis Faringitis Sinusitis Tonsilitis Penoksimetil Penisilin 4 (8,6 %) 0 (0 %) 13 (,4 %) 1 (8,3 %) 13 (38, %) Pemberian Jenis Antibiotik Siprofloksasin Amoksisilin Kotrimoksasol 0 (0 %) 1 (5,9 %) (3,4 %) 0 (0 %) (5,9 %) (14,3 %) 3 (17,6 %) 10 (17, %) 0 (0 %) 6 (17,6 %) 8 (57,1 %) 13 (76,5 %) 33 (56,9 %) 11 (91,7 %) 13 (38,%) Total 14 17 58 1 34 DISKUSI Melihat dari sebaran kelompok umur pasien ISPA yang datang ke Puskesmas Sukasada II, kelompok umur yang paling tinggi mengalami ISPA bagian atas adalah balita sebesar 46,5% disusul oleh kelompok umur kanak-kanak sebesar 19,4%, kelompok umur dewasa sebesar 14,6%, kelompok umur lansia sebesar 10,4% dan kelompok umur remaja akhir sebesar 6,9%. Kelompok umur remaja awal merupakan kelompok umur yang paling rendah mengalami ISPA bagian atas yaitu,1%. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit yang sering terpajan pada semua golongan umur terutama balita dan anak. Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Dikatakan bahwa infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA telah menjadi salah satu penyebab kematian tersering pada balita di negara berkembang. Infeksi saluran pernafasan akut termasuk dalam ISPA dapat menyerang semua tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh balita lebih rendah dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya. Bayi dan balita merupakan kelompok yang kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi. Hal senada dikemukakan oleh Suwendra, bahkan semakin muda usia anak makin sering mendapat serangan ISPA. 6 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan persentase pasien ISPA bagian atas laki-laki yang datang ke Puskesmas Sukasada II sebesar 5,8% dan perempuan sebesar 47,% seperti pada tabel di atas. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Kholisah dkk pada tahun 009 di daerah perkotaan Jakarta di mana jenis kelamin hampir seimbang antara laki-laki dan perempuan 51,5% dengan jumlah batita 45,6%. 7 Ada kecendrungan laki-laki lebih sering terserang infeksi dari pada perempuan, tetapi belum diketahui faktor yang mempengaruhinya. 7

Soetjiningsih mengemukakan bahawa kematian bayi dan malnutisi anak pria lebih rentan sakit dibandingkan perempuan. 8 Anak laki-laki lebih suka bermain di tempat yang kotor, berdebu, dan banyak bermain di luar rumah, sehingga kontak dengan penderita ISPA lain yang memudahkan penularan dan anak terkena ISPA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dharmage pada tahun 1996, bahwa kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki di banding anak perempuan. 4 Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, desa dengan persentase pasien ISPA bagian atas yang paling tinggi adalah Desa Pancasari sebesar 54,% diikuti oleh Desa di Luar wilayah kerja Puskesmas Sukasada II sebesar 0,8%, Desa Wanagiri sebesar 15,3%, Desa Pegayaman sebesar 6,9%, Desa Gitgit dan Pegadungan dengan persentase yang sama yaitu 1,4%. Desa Pancasari merupakan desa dengan kasus dengan persentase pasien ISPA bagian atas yang paling tinggi di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II karena daerah tersebut merupakan daerah dataran tinggi dengan hujan yang tinggi tiap tahunnya, kurangnya paparan sinar matahari, dan dikelilingi perbukitan. Semua faktor yang dinyatakan tersebut menyumbang ke arah kelembapan udara di desa Pancasari yang tinggi yaitu di antara 77%- 8% dengan kisaran rata-rata 78.4%. Selain itu, angka kejadian ISPA tinggi di desa tersebut karena daerah tersebut merupakan daerah wisata dengan risiko polusi dari kendaraan. Mengacu pada data yang didapatkan, diagnosis ISPA bagian atas diklasifikasikan dengan sebaran terbesar faringitis sebesar 41,7%, tonsilitis sebesar 5,0%. rinitis sebesar 13,9%, Common Cold sebesar 11,1% dan diagnosis yang terendah adalah sinusitis sebesar 8,3%. Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Universitas Indonesia, rinitis simpleks yang lebih dikenal sebagai selesma/koriza/common cold/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada manusia. 9 Namun berdasarkan penelitian ini, insiden faringitis merupakan kasus yang paling tinggi di Puskesmas Sukasada II. Berdasarkan diagnosis, pada pasien yang terdiagnosis sebagai common cold diberikan antibiotik yang terbanyak yaitu kotrimoksasol sebesar 50,0%. Antibiotik lain yang diberikan berupa Penoksimetil penisilin dan amoksisilin, masing-masing sebesar 5,0% dan 1,5%. Sisanya tidak diberikan antibiotik, yaitu sebesar 1,5%. Penggunaan antibiotik pada pasien common cold, baik kotrimoksasol, penoksimetil penisilin, maupun amoksisilin yang berjumlah total sebanyak 87,5%, tidak sesuai dengan pedoman pengobatan dasar puskesmas tahun 007, dimana dikatakan pada common cold tidak diberikan antibiotik karena pada common cold etiologi terbanyak disebabkan oleh virus. Pada common cold, terapi diutamakan dengan menggunakan obat simptomatis sesuai dengan keluhan yang dialami oleh pasien. Selain itu common cold juga biasanya akan sembuh dengan sendirinya setelah 3-5 hari. 10 Sehingga pemberian antibiotik pada pasien common cold yang berjumlah sebanyak 87,5% tidak memenuhi pedoman berdasarkan pedoman pengobatan dasar puskesmas tahun 007. Pada pasien yang terdiagnosis sebagai rinitis, antibiotik terbanyak yang diberikan yaitu kotrimoksasol sebesar 65,0% (13 pasien dari 0 pasien rhinitis). Antibiotik lain yang diberikan 8

antara lain amoksisilin dan siprofloksasin, masing-masing sebesar 15,0% dan 5,0%. Sebesar 15,0% (3 pasien dari 0 pasien) tidak diberikan antibiotik. Sehingga jumlah keseluruhan pasien rinitis yang diberikan antibiotik adalah 17 pasien (85,0%). Berdasarkan pedoman pengobatan dasar puskesmas tahun 007, penyakit rinitis disebabkan oleh suatu reaksi alergi terhadap serbuk sari yang terdapat dalam udara. Sehingga dalam hal ini tidak dipergunakan antibiotik dalam tatalaksana penyakit rinitis. Pengobatan utama dalam rinitis yaitu dengan menggunakan obat simptomatis berupa antihistamin dan kadang dipergunakan pula dekongestan untuk melegakan hidung. 10 Sehingga berdasarkan data yang diperoleh, hanya sebesar 15% (3 pasien) yang memenuhi pedoman pengobatan dasar puskesmas yaitu tidak diberikan antibiotik. Sebagian besar dari pasien, yaitu sebanyak 85% tidak memenuhi pedoman penatalaksanaan rinitis berdasarkan pedoman puskesmas tahun 007 karena diberikan antibiotik. Pasien yang terdiagnosis sebagai faringitis terbanyak diberikan antibiotik berupa kotrimoksasol, yaitu sebesar 55,0% (33 pasien dari 60 pasien faringitis). Sisanya diberikan antibiotik berupa penoksimetil penisilin, amoksisilin, dan siprofloksasin masingmasing sebesar 1,7%; 16,7%; dan 3,3%. Pasien yang tidak diberikan antibiotik yaitu sebesar 3,3%. Sehingga jumlah keseluruhan pasien faringitis yang diberikan antibiotik adalah 58 pasien (96,7%). Penggunaan antibiotik pada faringitis didasarkan pada ada atau tidaknya infeksi bakteri. Penentuan ada atau tidaknya infeksi bakteri dilakukan dengan cara pemeriksaan kriteria klinis yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kriteria klinis yang dipakai antara lain: riwayat demam, tidak batuk, eksudat pada tonsil serta adenopati servikal anterior. 11 Pada rekam medis yang dicatat, tidak didapatkan adanya pencatatatan gejala yaitu eksudat tonsil dan juga adenopati. Selain itu pada sampel penelitian tidak dikerjakan pemeriksaan laboratorium, baik pemeriksaan RAT ( Rapid Antigen Test) maupun kultur. Sehingga pemberian antibiotik pada sampel yang menderita faringitis, yaitu dengan total sebanyak 96,7%, tidak sesuai dengan pedoman pemberian antibiotik berdasarkan CDC tahun 01. Pada data yang diperoleh, pasien yang terdiagnosis sebagai sinusitis terbanyak diberikan antibiotik berupa kotrimoksasol sebesar 91,7%. Sisanya diberikan penoksimetil penisilin yaitu sebesar 8,3%. Sehingga seluruh pasien yang didiagnosis sinusitis diberikan antibiotik. Pada penyakit sinusitis, terapi yang diberikan berupa dekongestan untuk mengurangi sumbatan, analgetik untuk mengurangi nyeri, serta antibiotik apabila disebabkan oleh bakteri). 10 Penggunaan antibiotik pada sinusitis didasarkan pada ada atau tidaknya infeksi bakteri. Penentuan infeksi bakteri ini mempergunakan pendekatan klinis yang meliputi : gejala menetap lebih dari 10 hari, demam yang tinggi 39 C, sekret nasal, serta perburukan gejala. 1 Adanya salah satu dari gejala ini mengindikasikan penggunaan antibiotik pada sinusitis. Pada rekam medis sampel penelitian, tidak didapatkan adanya pencatatan terhadap gejalagejala tersebut. Sehingga pada sampel penelitian tidak dapat ditentukan sinusitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau tidak. Jadi penggunaan antibiotika pada sampel sinusitis yang berjumlah 100% tidak memenuhi pedoman berdasarkan pendekatan klinis. Pada pasien tonsilitis, antibiotik terbanyak yang diberikan berupa 9

kotrimoksasol sebesar 36,1%. Antibiotik lain yang diberikan antara lain penoksimetil penisilin sebesar 36,1%, amoksisilin sebesar 16,7%, siprofloksasin sebesar 5,6%. Sisanya tidak diberikan antibiotik, yaitu sebesar 5,6%. Sehingga jumlah keseluruhan pasien tonsillitis yang diberikan antibiotik adalah 34 pasien (94,4%). Menurut pedoman, jika terdiagnosis sebagai tonsillitis yang disebabkan oleh bakteri, maka diberikan antibiotik berupa amoksisilin 500 mg tiap 8 jam selama 7 hari. Pilihan lain berupa antibiotik eritromisin. 10 Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan bakteri penyebab tonsillitis. Karena memerlukan waktu yang lama dan menghabiskan biaya, maka dibuatlah kriteria klinis yang dinamakan kriteria centor untuk menentukan apakah tonsillitis disebabkan oleh bakteri atau tidak. Kriteria centor mencangkup gejala: eksudat pada tonsil, limfadenopati servikal anterior, tidak ada batuk, dan ada riwayat demam. Diperlukan 3 atau lebih gejala untuk menegakan tonsillitis bakteri. 13 Pada sampel penelitian, tidak didapatkan adanya pencatatan gejala eksudat tonsil dan juga limfadenopati. Hal ini menandakan bahwa kriteria centor tidak dipergunakan dalam penentuan pemberian antibiotik. Selain itu pada sampel juga tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan tonsillitis tersebut disebabkan oleh bakteri atau tidak. Sehingga pemberian antibiotik kepada 94,4% pasien tonsillitis belum dapat dikatakan sesuai dengan pedoman. SIMPULAN Simpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karateristik sebaran katergori umur penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II sebagian besar merupakan balita dengan jenis kelamin laki-laki dan tertinggi di Desa Pancasari.. Dilihat dari diagnosis sebagian besar pasien ISPA di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II didiagnosis dengan faringitis, tonsilitis, rinitis, common cold dan sinusitis. 3. Dari gambaran pemberian antibiotik pada pasien ISPA di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II cenderung masih tinggi yang terbanyak antibiotik yang digunakan adalah kotrimoksasol, penoksimetil penisilin, amoksisilin dan siprofloksasin. 4. Pemberian antibiotik berdasarkan diagnosis pasien ISPA bagian atas di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II masih ada yang belum sesuai dengan pedoman pengobatan yang ditetapkan. Ketidaksesuaian itu meliputi jenis antibiotik dan kesesuaian indikasi pemberiannya. DAFTAR PUSTAKA 1. Zoorob R, Sidani MA, Fremont RD, dan Kihlberg C. Antibiotic Use in Acute Upper Respiratory Tract Infections. American Family Physician. 01; 86(9): 817-.. Meropol SB, Localio AR, Metlay JP. Risks and Benefits Associated With Antibiotic Use for Acute Respiratory Infections: A Cohort Study. Ann Fam Med. 013;11:165-17. 3. Rasmaliah. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. USU Digital Library. 004; 1-8. 4. Suyami S. Karakteristik Faktor Resiko ISPA pada Anak Usia Balita di Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten. 004. 5. WHO. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung 10

menjadi epidemi dan pandemi. 008; 1-44. 6. Imran L., Marjanis S, Mulyono W, Djoko Y, Noenoeng R. Etiologi Infeksi Saluran Pernafsan Akut (ISPA) dan Faktor Lingkungan. Buletin Penelitian Kesehatan. 1990;18(); 6-34. 7. Kholisah N, Azharry MRS, Kartika EB, Krishna A, Wibisana, Yassien, dkk. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta. Sari Pediatri. 009;11(4):3-8. 8. Soetjiningsih.Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC. 1995. 9. Citra Ayu EP. Faktor Resiko Kejadian ISPA. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). 009. 10. Depkes RI. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 007. Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 007. 11. Centers for Disease Control (CDC). Acute pharyngitis in adults. 01 (Diakses: 15 September 014). Diunduh dari URL: http://www.cdc.gov/getsmart/campa ign-materials/info-sheets/adultacute-pharyngitis.html. 1. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJC, Hicks LA, dkk. IDSA clinical practice guideline for acute bacterial rhinosinusitis in children and adults. Oxford Journals. 01. 13. NHS wirral antimicrobial guidelines for the management of common infections in primary care. Wirral Primary Care Trust. 013. 11