Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, April 2013, Hal 1-8 Vol. 8, No. 1 ISSN :

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

JIMVET. 01(2): (2017) ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB I PENDAHULUAN. dan mineral yang tinggi dan sangat penting bagi manusia, baik dalam bentuk segar

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAKTERI YANG MENCEMARI SUSU SEGAR, SUSU PASTEURISASI DAN CARA PENGENDALIANNYA Oleh: Dewi Hernawati ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB I PENDAHULUAN. dari protein, karbohidrat, lemak, dan mineral sehingga merupakan salah satu

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

Susu merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi karena. vitamin, mineral, dan enzim. Menurut Badan Standart Nasional (2000).

Analisa Mikroorganisme

Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(3): , Agustus 2016

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan minuman sumber protein yang diperoleh dari hasil

KESEHATAN AMBING DAN HIGIENE PEMERAHAN DI PETERNAKAN SAPI PERAH DESA PASIR BUNCIR KECAMATAN CARINGIN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh dipping puting sapi perah yang terindikasi

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI

Kualitas Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Susu Kambing pada Waktu Pemerahan yang Berbeda di Peternakan Cangkurawok, Balumbang Jaya, Bogor

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor, faktor pertama terdiri dari 3

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

ANALISIS BAKTERI PADA DAGING DAN JEROAN KERBAU YANG DIJUAL DI PASAR

STUDI KEAMANAN SUSU PASTEURISASI YANG BEREDAR DI KOTAMADYA MALANG (KAJIAN DARI MUTU MIKROBIOLOGIS DAN NILAI GIZI)

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

ABSTRAK ISOLASI BAKTERI KOLIFORM PADA BEBERAPA JENIS SUSU KENTAL YANG BEREDAR DI KOTA AMBON

I. PENDAHULUAN. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) merupakan

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

BAB III METODE PENELITIAN. observasi kandungan mikroorganisme Coliform dan angka kuman total pada susu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Makanan

KUALITAS MIKROBA PADA RUANG PENAMPUNGAN SUSU DAN PENGARUHNYA TERHADAP JUMLAH BAKTERI DALAM AIR SUSU

Kontaminasi Pada Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella sp merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat menimbulkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mengkaji hubungan higiene dan sanitasi berbagai lingkungan peternakan dan

EVALUASI CEMARAN BAKTERI SUSU YANG DITINJAU MELALUI RANTAI DISTRIBUSI SUSU DARI PETERNAK HINGGA KUD DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencernaan manusia dan hewan. Bakteri Coliform digunakan sebagai indikator

KATEGORI KUALITAS SUSU SAPI SEGAR SECARA MIKROBIOLOGI DI PETERNAKAN X CISURUPAN - GARUT

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

LAPORAN AKHIR PKM PENELITIAN JUDUL PROGRAM

HIGIENE SANITASI, KUALITAS FISIK DAN BAKTERIOLOGI SUSU SAPI SEGAR PERUSAHAAN SUSU X DI SURABAYA

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH KONDISI HYGIENE PEMERAH DAN SANITASI KANDANG TERHADAP JUMLAH CEMARAN MIKROBA PADA SUSU SAPI DI PETERNAKAN MOJOSONGO BOYOLALI

ABSTRAK. Kata Kunci : Total Bakteri; ph; Susu; Sapi Friesian Holstein. ABTRACT

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006

MIKROORGANISME PATOGEN. Prepare by Siti Aminah Kuliah 2. Prinsip Sanitasi Makanan

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

15 Penanganan telur yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisional di Provinsi Jawa Barat tidak menyimpan telur dengan pendinginan. Semua peda

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelenjar susu mamalia. Susu memiliki banyak fungsi dan manfaat.

Alat Pemerahan Peralatan dalam pemerahan maupun alat penampungan susu harus terbuat dari bahan yang anti karat, tahan lama, dan mudah dibersihkan. Bah

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

UJI TOTAL PLATE COUNT (TPC) DAN ENTEROBACTER DAGING KAMBING DI PASAR KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. baik sekali untuk diminum. Hasil olahan susu bisa juga berbentuk mentega, keju,

BAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu enterohaemorrhagic

BAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kualitas Susu Kambing Peranakan Etawah Post-Thawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada April 2014 di Tempat Pemotongan Hewan di Bandar

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

JUMLAH TOTAL BAKTERI DAN COLIFORM DALAM AIR SUSU SAPI SEGAR PADA PEDAGANG PENGECER DI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh manusia. Sumber protein tersebut dapat berasal dari daging sapi,

III. MATERI DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

MATERI DAN METODE. Prosedur

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi alternatif makanan dan minuman sehari-hari dan banyak dikonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB I PENGANTAR. alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

SURYA AGRITAMA Volume 2 Nomor 2 September 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

KAJIAN KUALITAS MIKROBIOLOGIS (TOTAL PLATE COUNT (TPC), ENTEROBACTERIACEAE DAN Staphylococcus aureus) SUSU SAPI SEGAR DI KECAMATAN KRUCIL KABUPATEN PROBOLINGGO Microbiological Qualities (TPC, Enterobacteriaceae, Staphylococcus aureus) of Fresh Milk from Subdistrict Krucil Probolinggo Dwi Cahyono 1, Masdiana Ch. Padaga 2 dan Manik Eirry Sawitri 2 1) Alumni Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, 65145, Indonesia 2) Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang, 65145, Indonesia diterima 25 Februari 2013; diterima pasca revisi 11 Maret 2013 Layak diterbitkan 1 April 2013 ABSTRACT The aim of this study was to know the protein content and amino acid profile of filial Etawah and castrated Boer goat meat. The results were expected to be used as information about protein content and amino acid composition of filial Etawah and filial castrated Boer goat meat and as a reference for further experiment about different livestock. The material of the research were loin meat, front and back thigh of filial Etawah and filial castrated Boer goat meat. Data were analysed with t-test. The results showed that castrated filial Boer goat meat had significantly higher protein content and 7 essensial amino acids namely lysine, leucine, arginine, phenylalanine, isoleucine, valine and histidine compared to the one from filial Etawah goat meat. Key words: protein, amino acid profiles, goat meat PENDAHULUAN Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau tidak ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali pendinginan (Standar Nasional Indonesia, 2011). Susu mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein dan lemak yang tinggi. Penyusun utama susu adalah air (87,9 %), protein (3,5 %), lemak (3,5-4,2 %), vitamin dan mineral (0,85 %). Nilai ph susu antara 6,5 sampai 6,6 merupakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi mikroorganisme karena ph mendekati netral (ph 6,5-7,5) paling baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga susu akan mudah rusak (Estiasih dan Ahmadi, 2009). Kerusakan susu sebagian besar disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu mikroorganisme patogen dan mikroorganisme pembusuk (Saleh, 2004). 1

Proses produksi di tingkat peternak merupakan langkah awal untuk menghasilkan susu. Setiap peternak sapi perah senantiasa mengupayakan agar susu yang diproduksi dapat dimanfaatkan seutuhnya tanpa ada yang mengalami kerusakan. Upaya yang dilakukan tidak hanya tertuju pada kebersihannya tetapi juga terhadap kualitas susu. Probolinggo, merupakan daerah sentra produksi susu. Kecamatan krucil Kabupaten Probolinggo merupakan daerah penghasil susu yang terbanyak dibandingkan dengan Kecamatan yang lain. Populasi sapi perah di Kecamatan Krucil mencapai 4.770 ekor dengan total produksi rata-rata mencapai 27.751 liter per hari, walaupun produk susu yang dihasilkan tinggi namun kesadaran akan kebersihan lingkungan masih kurang diperhatikan. Hal ini akan menyebabkan adanya kontaminasi dari berbagai mikroorganisme, sehingga akan mempengaruhi kualitas susu. Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat mempermudah terjadinya pencemaran. Pencemaran dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan, dan udara (Rombaut, 2005). Tingginya tingkat pencemaran pada saat proses pemerahan dimungkinan karena adanya mikroorganisme patogen yang cukup besar. Mikroorganisme dapat mengakibatkan kerusakan susu, menimbulkan penyakit (terutama penyakit saluran pencernaan) bahkan keracunan bagi manusia (Murdiati, Priadi, Rachmawati dan Yuningsih, 2004). Mikroorganisme yang sering terdapat pada susu sapi adalah dari famili Lactobacteriaceae (Streptococcus lactis), famili Enterobacteriaceae (Escherichia coli) dan Staphylococcus (Djaafar dan Siti, 2007). Mutu mikrobiologis pada suatu bahan pangan ditentukan oleh jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Mutu mikrobiologis pada bahan pangan ini akan menentukan daya simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme dan keamanan bahan pangan dari mikroorganime ditentukan oleh jumlah spesies patogenik. Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2011 menetapkan cemaran mikroba pada susu segar mempunyai batas maksimum cemaran Enterobacteriaceae 1x10 3 cfu/ml dan Staphylococcus aureus 1x10 2 cfu/ml dengan total mikroorganisme (TPC) maksimal 1x10 6 cfu/ml. Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kualitas mikrobiologis (Total Plate Count, Enterobacteriaceae dan Staphylococcus aureus) susu segar yang beredar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo. MATERI DAN METODE Materi penelitian berupa susu sapi segar yang diambil dari peternak dari tiga tempat penampungan koperasi (TPK) masing-masing 10 peternak. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah aquades, Nutrien Agar, VRBD Agar, Baird-Parker Agar, pepton 0,1% yang diperoleh dari Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Peralatan yang digunakan di antaranya adalah timbangan analitik dan Mettler Instrumente, colony counter, penangas air, oven, hot plate stirrer, autoclave, lemari es inkubator, gelas kimia dengan ukuran 250 ml dan 2 liter, erlenmeyer, teflon, pipet volum, pipetman, pipet kontrol, tabung reaksi, cawan petri, pipet tetes, blue tip, gelas ukur (Pyrex, Jepang), pengaduk, termometer, dan bunsen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yang dilakukan pada peternak sapi perah di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo. Pemilihan peternak menggunakan metode Purposive Sampling yaitu pengambilan 2

sampel dari populasi berdasarkan lokasi tempat pengambilan sampel. Dari hasil pengambilan sampel dengan menggunakan metode ini, diharapkan adanya sampel yang mewakili populasi (Kasiram, 2005). Sampel susu segar diperoleh dari 30 peternak berasal dari 3 TPK (Tempat Penampungan Koperasi) masing masing 10 peternak. Sampel diambil pada pukul 05.00 pagi pada susu yang sudah ditampung dalam milk can (sekitar 10-20 menit setelah pemerahan) masing-masing 100 ml dan ditempatkan dalam kantong plastik yang steril. Seluruh sampel dibawa dalam termos es dengan suhu sekitar 4 0 C dan segera dianalisis setelah sampai di laboratorium. Pengambilan sampel diulang 3 kali dan data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah Total Plate Count (TPC), Enterobacteriaceae dan Staphylococcus aureus. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata Total Plate Count (TPC) susu segar yang dihasilkan peternak di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo tidak melampaui batas yang ditetapkan SNI 3141.1:2011 yaitu 1 x 10 6 cfu/ml, sehingga susu tersebut layak untuk dikonsumsi. Rendahnya jumlah TPC dalam susu segar kemungkinan disebabkan karena pembersihan kandang dilakukan lebih dari dua kali dalam sehari yaitu sebelum pemerahan pagi dan sebelum pemerahan sore serta dilakukan pencucian puting sebelum pemerahan. Menurut Kirk (2005), manajemen kebersihan kandang yang baik dapat menurunkan TPC dan sedimen susu. Selain itu peralatan pemerahan dibersihkan sebelum dan sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun. Sabun termasuk desinfektan golongan surfaktan (surface active agents) yang dapat membunuh mikroba dengan cara merusak membran sel (Frank, 2001). Jumlah TPC susu segar di tempat pelayanan koperasi (TPK) pada Pos 1 dengan rata - rata nilai TPC antar peternak tertinggi yaitu 1,04 x 10 6 cfu/ml sedangkan pada Pos 2 diperoleh rata-rata TPC antar peternak tertinggi 8,6 x 10 5 cfu/ml dan Pos 3 diperoleh rata-rata nilai TPC antar peternak tertinggi 1,02 x 10 6 cfu/ml. Ratarata nilai TPC pada susu segar yang beredar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo dilihat dari lokasi pengambilan sampel dengan nilai terendah yaitu 7,2 x 10 5 cfu/ml dan tertinggi yaitu 7,6 x 10 5 cfu/ml. Hasil rata-rata TPC di tiga lokasi pengambilan sampel masih dibawah batas kontaminasi yang dipersyaratkan oleh SNI 3141.1:2011 yaitu 1 x 10 6 cfu/ml. Keragaman dalam jumlah TPC susu segar disebabkan perbedaan dalam sanitasi peralatan, kandang dan pemerahan. Pada penelitian ini jumlah TPC yang didapat mungkin disebabkan oleh daerah buangan feses yang masih berdekatan dengan kandang, sehingga ketika dilakukan pemerahan mikroorganisme dapat masuk melalui debu yang dibawa oleh angin. Peralatan dapat menjadi sumber kontaminasi apabila tidak dibersihkan secara maksimal terutama bagian yang kontak langsung dengan susu. Proses pencemaran mikroba pada susu dimulai ketika susu diperah karena adanya mikroba yang tumbuh di sekitar ambing, sehingga saat pemerahan bakteri tersebut terbawa dengan susu. Rombaut (2005) menyatakan bahwa tingkat kontaminasi berasal dari setiap sumber dan bergantung dari metode sanitasi yang dilakukan. Sumber kontaminasi yang sangat signifikan adalah dari permukaan yang kontak langsung dengan susu. Milk can maupun ember dapat menjadi sumber kontaminasi apabila sisa dari susu ataupun kotoran lainnya masih menempel. Mikroorganisme seperti Bacillus subtilis yang dapat membentuk spora akan dapat tumbuh dan berkembang biak di dalam susu, ditambah dengan 3

Tabel 1. Rata-rata jumlah TPC pada susu segar (cfu/ml)* Peternak Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Pos 1 Pos 2 Pos 3 1 1,04 x 10 6 7,2 x 10 5 7,3 x 10 5 2 7,7 x 10 5 7,4 x 10 5 6,4 x 10 5 3 9,7 x 10 5 8,6 x 10 5 7,2 x 10 5 4 8,0 x 10 5 7,1 x 10 5 7,4 x 10 5 5 6,8 x 10 5 7,1 x 10 5 1,02 x 10 6 6 8,0 x 10 5 7,1 x 10 5 6,7 x 10 5 7 7,3 x 10 5 6,2 x 10 5 6,9 x 10 5 8 6,2 x 10 5 8,3 x 10 5 5,9 x 10 5 9 5,8 x 10 5 6,2 x 10 5 9,5 x 10 5 10 6,4 x 10 5 6,7 x 10 5 6,5 x 10 5 Rata-rata 7,6 ± 3,0 x 10 5 7,2 ± 2,8 x 10 5 7,4 ± 2,9 x 10 5 7,4±2,9 x 10 5 Keterangan: Data merupakan rata-rata dari analisa secara duplo yang di ulang tiga kali Tabel 2. Rata-rata jumlah Enterobacteriaceae pada susu segar (cfu/ml)* Peternak Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Pos 1 Pos 2 Pos 3 1 1,41 x 10 3 4,4 x 10 2 8,3 x 10 2 2 6,6 x 10 2 8,9 x 10 2 4,6 x 10 2 3 9,6 x 10 2 1,27 x 10 3 6,6 x 10 2 4 4,9 x 10 2 4,5 x 10 2 6,0 x 10 2 5 6,0 x 10 2 7,6 x 10 2 1,39 x 10 3 6 7,3 x 10 2 7,9 x 10 2 4,8 x 10 2 7 1,05 x 10 3 5,0 x 10 2 8,8 x 10 2 8 5,1 x 10 2 9,8 x 10 2 4,3 x 10 2 9 1,01 x 10 3 5,3 x 10 2 6,1 x 10 2 10 5,3 x 10 2 3,7 x 10 2 1,17 x 10 3 Rata-rata 8,0 ± 3,2 x 10 2 7,0 ± 2,9x 10 2 7,5 ± 3,0 x 10 2 7,5 ± 3,0 x 10 2 Keterangan: Data merupakan rata-rata dari analisa secara duplo yang di ulang tiga kali. Tabel 3. Rata-rata jumlah Staphylococcus aureus pada susu segar (cfu/ml)* Peternak Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) Pos 1 Pos 2 Pos 3 1 1,21 x 10 2 1,18 x 10 2 0,60 x 10 1 2 7,3 x 10 1 0,86 x 10 1 0,40 x 10 1 3 9,2 x 10 1 1,41 x 10 2 0,85 x 10 1 4 4,8 x 10 1 0,56 x 10 1 1,04 x 10 2 5 5,4 x 10 1 0,78 x 10 1 0,91 x 10 1 6 1,11 x 10 2 0,50 x 10 1 0,45 x 10 1 7 0,51 x 10 1 0,47 x 10 1 0,83 x 10 1 8 0,61 x 10 1 1,27 x 10 2 0,37 x 10 1 9 1,04 x 10 2 0,49 x 10 1 1,21 x 10 2 10 0,61 x 10 1 0,51 x 10 1 1,18 x 10 2 Rata-rata 7,8±3,2 x 10 1 8,0±3,3 x 10 1 7,8±3,2 x 10 1 7,9±3,2 x 10 1 4

suhu yang mendukung pertumbuhan dari mikroorganisme tersebut. Pada saat pemerahan pertama-tama peternak mengelap ambing dan puting dengan menggunkan kain hangat, setelah itu puting akan diolesi dengan vaselin. Pemberian vaselin dimaksudkan agar susu mudah keluar serta cucuran pertama (fore milk) harus dibuang karena banyak mengandung mikroorganisme. Menurut Frank (2001) susu akan segera terkontaminasi oleh mikroorganisme segera setelah keluar dari kelenjar susu oleh mikroorganisme yang berasal dari saluran puting, kemudian susu akan disaring dengan menggunakan kain penyaring. Kain penyaring yang digunakan peternak terlihat kurang bersih, karena setelah penyaringan selesai dilakukan, kain penyaring hanya cukup dibilas dengan air dingin, sehingga dikhawatirkan sisa dari susu serta kotoran lain masih tetap menempel sehingga kain penyaring dapat menjadi penyebab kontaminasi. Kemungkinan pencemaran lainnya berasal dari tangan pemerah. Sebelum memerah, mereka mencuci tangan tapi hanya dengan air sehingga dimungkinkan masih adanya bakteri yang menempel pada tangan pemerah. Menurut Sanjaya dkk. (2007), sebelum memerah, tangan pemerah terlebih dulu dicuci dengan sabun dan disikat sampai bersih. Menurut SNI 3141.1:2011, jumlah cemaran Enterobacteriaceae yang diperbolehkan maksimal 1 x 10 3 cfu/ml susu. Dengan demikian, susu segar yang dihasilkan peternak di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo dapat dikatakan kondisinya aman untuk dikonsumsi, karena jumlah cemaran Enterobacteriaceae yang ada di dalam susu di bawah standar yang ditetapkan. Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa jumlah Enterobacteriaceae pada susu segar antar peternak di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) pada Pos 1 dengan rata-rata tertinggi yaitu 1,41 x 10 3 cfu/ml, sedangkan pada Pos 2 diperoleh jumlah Enterobacteriacea antar peternak dengan rata-rata tertinggi yaitu 1,27 x 10 3 cfu/ml dan di Pos 3 diperoleh jumlah Enterobacteriacea antar peternak dengan rata-rata tertinggi yaitu 1,17 x 10 3 cfu/ml. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh penanganan dalam memperhatikan aspek kebersihan, hal ini sesuai dengan pendapat (Jeffrey Lejeune and Schultz, 2009) yang menyatakan bahwa kontaminasi dapat dikurangi antara lain dengan menjaga kesehatan ternak, higiene susu dan higiene personal. Rata-rata Enterobacteriaceae pada susu segar yang beredar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo dilihat dari lokasi pengambilan sampel dengan nilai terendah 7,0 x10 2 cfu/ml dan tertinggi yaitu 8,0 x 10 2 cfu/ml. Peredaran susu segar di Pos 2 ditinjau dari kualitas Enterobacteriaceae paling bagus karena dengan kontaminasi Enterobacteriaceae paling rendah. Enterobacteriaceae adalah mikroorganisme yang hidup di usus besar manusia, hewan, tanah, air, susu dan dapat pula ditemukan pada komposisi material (feses, urin). Sebagian mikroorganisme enterik ini tidak menimbulkan penyakit pada host (tuan rumah) bila mikroorganisme tetap berada di dalam usus besar. Banyak diantara genus mikroorganisme ini mampu menimbulkan penyakit pada tiap jaringan tubuh manusia. Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh Enterobacteriaceae sangat beragam, mulai dari diare, gastro enteritis, peritonitis, infeksi saluran nafas, infeksi saluran kemih, bahkan penyakit autism (Erni, 2009). Ciri keluarga Enterobacteriaceae yaitu berbentuk bulat mukoid dan cembung, tepi yang berbeda-beda, beberapa diantaranya lebih mukoid & cenderung untuk bergabung bila masa inkubasinya diperpanjang. Genus yang termasuk dalam Enterobacteriaceae antara lain Klebsiella, Aerobacter, Proteus, Salmonella, Shigella dan Escherichia. 5

Eschericia coli merupakan flora normal yang ada di saluran pencernaan ternak dan manusia. Strain Eschericia coli yang bersifat patogen yang dapat menimbulkan infeksi dan foodborne disease seperti O157:H7 yang menghasilkan shiga toxin (Todar, 2004). Eschericia coli merupakan salah satu mikroorganisme yang menginfeksi susu. Susu segar sangat mudah terkontaminasi oleh Escherichia coli, hal ini karena sebagian besar peternak kurang memperhatikan kebersihan sanitasi dan hygiene personal (Vimont, Rozand and Muller, 2006). Escherichia coli merupakan mikroorganisme gram negatif, tumbuh optimal pada suhu 37 C, tetapi dapat tumbuh pada kisaran suhu 15-45 C (Wilshaw, Cheasty and Smith, 2000). Escherichia coli telah tersebar diseluruh dunia dan ditularkan bersama air atau makanan yang terkontaminasi oleh tinja. Mikroorganisme ini juga merupakan indikator analisis air, kehadirannya merupakan bukti bahwa air tersebut terpolusi oleh bahan tinja atau hewan. Kebersihan air yang digunakan untuk membersihkan pelalatan, makan dan mandi sapi sangat berpengaruh terhadap tingkat cemaran Escherichia coli pada susu sapi (Soeparno, 2005). Salmonella merupakan mikroorganisme gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan termasuk ke dalam kelas Enterobacteriaceae. Salmonella berukuran relatif kecil, yaitu sekitar 0,7 1,5 x 2,0 5,0 m. Mikroorganisme salmonella menimbulkan salmonellosis berupa penyakit tipus maupun paratipus. Pencemaran dan penyebaran infeksi dan mikroorganisme salmonella ini dapat datang dari feses hewan atau manusia. Beberapa strain Salmonella bersifat dapat memfermentasi laktosa diantaranya yaitu Salmonella heidelberg, Salmonella anatum, Salmonella Sendai dan Salmonella typhimurium (Jay, 2005). Hasil Pengujian kualitas mikrobiologis ditinjau dari Enterobacteriaceae yang terdapat dalam susu segar mempunyai ratarata 7,5 ± 3,0 x 10 2 cfu/ml, kemungkinan karena adanya pencemaran yang berasal dari lingkungan baik yang berasal dari hewan, manusia, air maupun alat-alat yang digunakan. Kondisi kebersihan peralatan dan penyimpanan yang tidak sesuai kemungkinan besar menyebabkan terjadinya pertumbuhan Enterobacteriaceae (Rombaut, 2005). Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah Staphylococcus aureus susu segar dari tiap peternak tidak melebihi batas maksimum cemaran Staphylococcus aureus, seperti yang telah ditetapkan oleh SNI 3141.1:2011 yaitu batas cemaran Staphylococcus aureus pada susu segar adalah kurang dari 1 x 10 2 cfu/ml. Dengan demikian, susu segar yang dihasilkan peternak di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo dapat dikatakan kondisinya sehat, karena jumlah Staphylococcus aureus yang ada di dalam susu di bawah standar yang ditetapkan, sehingga layak untuk dikonsumsi. Jumlah Staphylococcus aureus antar peternak di Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) pada Pos 1 dengan rata-rata tertinggi yaitu 1,21 x 10 2 cfu/ml sedangkan pada Pos 2 diperoleh jumlah rata-rata tertinggi yaitu 1,41 cfu/ml dan di Pos 3 diperoleh jumlah Staphylococcus aureus tertinggi yaitu 1,21 x 10 2 cfu/ml. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh penanganan dalam memperhatikan aspek kebersihan, hal ini sesuai dengan pendapat (Jeffrey et al., 2009) yang menyatakan bahwa kontaminasi dapat dikurangi antara lain dengan menjaga kesehatan ternak, higiene susu dan higiene personal. Pada penelitian ini Staphylococcus aureus yang terdapat dalam susu segar kemungkinan karena adanya pencemaran yang berasal dari lingkungan baik yang berasal dari hewan, manusia maupun alatalat yang digunakan. Kondisi kebersihan 6

peralatan dan penyimpanan yang tidak sesuai kemungkinan besar menyebabkan terjadinya pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kontaminasi Staphylococcus aureus dalam susu segar kemungkinan disebabkan karena adanya infeksi Staphylococcus aureus pada sapi perah. Staphylococcus aureus diketahui dapat menyebabkan infeksi intramamae yang dapat bersifat klinis maupun subklinis. Reservoir utama Staphylococcus aureus terdapat dalam ambing/kuartir yang terinfeksi, penyebaran diantara sapi terjadi selama proses pemerahan (Akineden, Annemuller, Hasan, Lammer, Wolter and Zschok, 2001). Kejadian mastitis subklinis kemungkinan tidak diketahui oleh peternak, karena sapi perah tidak memperlihatkan adanya keradangan atau pembengkakan ambing. Dalam kondisi seperti tersebut, susu segar yang diperah kemungkinan dapat tercemar oleh Staphylococcus aureus. Gejala keracunan makanan akibat bakteri ini berjalan sangat cepat dan seringkali dalam bentuk akut. Dampak keracunan S. aureus ini akan sangat bergantung pada kepekaan individu terhadap toksin, jumlah makanan tercemar yang dikonsumsi dan status kesehatan dari individu tersebut. Pada umumnya makanan dapat tercemar apabila tidak disimpan pada suhu dibawah 4 0 C. Gejala yang paling umum akibat keracunan enterotoksin adalah mual, muntah, kram pada perut (abdomen) dan diare. Pada tingkatan yang lebih parah dapat terjadi sakit kepala, kram otot, peningkatan denyut nadi, perubahan tekanan darah dan kadang-kadang sampai pingsan. Cara untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan mengganti cairan, garam dan mineral yang hilang akibat diare dan muntah (Todar, 2005). Hasil Pengujian kualitas mikrobiologis ditinjau dari Staphylococcus aureus yang terdapat dalam susu segar mempunyai ratarata 7,9 ± 3,2 x 10 1 cfu/ml, kemungkinan karena adanya pencemaran yang berasal dari lingkungan baik yang berasal dari hewan, manusia maupun alat-alat yang digunakan. Kondisi kebersihan peralatan dan penyimpanan yang tidak sesuai kemungkinan besar menyebabkan terjadinya pertumbuhan Staphylococcus aureus (Rombaut, 2005) KESIMPULAN Kualitas mikrobiologis susu segar di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo mempunyai rata-rata TPC 7,4x10 5 cfu/ml, jumlah cemaran Enterobacteriaceae 7,5 x 10 2 cfu/ml dan cemaran Staphylococcus aureus 7,9 x 10 1 cfu/ml. Kualitas susu segar pada tingkat peternak di Kecamatan Krucil Kabupaten Probolinggo layak dikonsumsi karena masih memenuhi standar SNI 3141.1-2011 tentang kualitas susu segar ditinjau dari kualitas mikrobiologis. DAFTAR PUSTAKA Akineden O, Annemuller C, Hasan A, Lammler C, Wolter W, Zschok M. 2001. Toxin genes and other characteristics of Staphylococcus aureus isolates from milk of cow with mastitis. Clinical and Diagnostic Lab Immunol 8(5): 959-964. Anonim. 2008. Metode Pengujian Cemaran Mikroba Dalam Daging, Telur dan Susu, Serta Hasil Olahannya. SNI 2897-2008. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.. 2011. Susu Sapi Segar. SNI 3141.1:2011. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Djaafar T. F. and R. Siti. 2007. Cemaran Mikroba Pada Produk Pertanian, Penyakit Yang Ditimbulkan dan Pencegahannya.http://www.pustakad eptan.go.id/publikasi/p3262073.pdf. Diakses 19 November 2008. 7

Erni, G. 2009. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging Dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampai Dihidangkan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Jalan Kayuambon No. 80, Kotak Pos 8495 Lembang 40391. Estiasih, T. dan Kgs. Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Rajawali Press. Jakarta Frank J.F. 2001. Milk and Dairy Products. Dalam Doyle M.P., Food Microbiology: Fundamentals and Frontiers. Edisi k-2. Washington DC: sam Press. Jay, J. M. 2005. Modern Food Microbiology. 6th Edition. Aspen Publishers. Inc., Maryland. Jeffrey, T., Lejeune, and P.J.R. Schultz. 2009. Unpasteurized Milk: A Continued Public Health Threat. Food Safety. Clinical Infectious Dis. (48): 93 100. Kasiram, M. 2010. Metode Penelitian Kualitatif-Kuantitatif. Universitas Islam Negeri Maliki Press. Malang. Kirk J.H. 2005. Milk Quality on The Dairy- Who is Responsible?. Tulare:University of California Davis. http://www.vetmed. ucdavis.edu/vetext/infda/milkqualr esponsib.pdf [13 Februari 2008]. Murdiati, T.B., A. Priadi., S. Rachmawati, dan Yuningsih. 2004. Susu Pasteurisasi dan Penerapan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Jurnal IImu Ternak dan Veteriner 9(3): 172 180. Rombaut R. 2005. Dairy Microbiology and Starter Cultures. Laboratory of Food Technology and Engineering. Gent University. Belgium. Sanjaya A.W, Sudarwanto M, Soejoedono R.R, Purnawarman T, Lukman D.W. dan Latif H. 2007. Higiene Pangan. Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner. Bogor : FKH-IPB. Soeparno, 2005. Keamanan Pangan Produk Peternakan Ditinjau Dari Aspek Prapanen: Permasalahan Dan Solusi. hlm. 56 60. Prosiding Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan. Bogor, 14 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Todar, K. 2005. Staphylococcus. www.textbookofbacteriology.net.html.diakses pada tanggal 4 Maret 2012. Wilshaw, GA, Cheasty, T., Smith, HR, 2000. Escherichia coli. In: Lund, BM, Baird Parker, TC, Gould, GW (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food II. Aspen Publishers Inc., Gaithersburg, Maryland, j.pp. 1136-1177. Diakses pada tanggal 5 agustus 2012 Vimont, A., C.V. Rozand, and M.L.D. Muller. 2006. Isolation of E. coli O157:H7 and Non O157 STEC in Different Matrices: Review of The Most Commonly UseEnrichment Protocols. Lett. Appl. Microbiol. (42): 102 108. 8