PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT. Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor

dokumen-dokumen yang mirip
Pengelolaan lahan gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut

IV. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

I. PENDAHULUAN. - Karet (Hevea Brasiliemis) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1 Curah hujan (mm) di daerah pasang surut Delta Berbak Jambi

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kesesuaian Lahan Pertanian dan Perkebunan

The Lands Use Change from Natural Forest to Plantation Forest Acacia crassicarpa on Some Chemical Properties in Peat Soil

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KARAKTERISTIK LAHAN GAMBUT DI BAWAH TEGAKAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI RIAU

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

Pertemuan 10 : PERMASALAHAN LAHAN LEBAK UNTUK PERTANIAN. Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESUBURAN TANAH LAHAN PETANI KENTANG DI DATARAN TINGGI DIENG 1

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lahan Gambut dan Pola Agroforestri Di Kelurahan Kalampangan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH RAWA PASANG SURUT DI KARANG AGUNG ULU SUMATERA SELATAN. E. DEWI YULIANA Fakultas MIPA, Universitas Hindu Indonesia

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemantauan Kerusakan Lahan untuk Produksi Biomassa

III. BAHAN DAN METODE

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio

III. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

DASAR-DASAR ILMU TANAH

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah gambut adalah material organik yang terbentuk dari bahan-bahan

TINJAUAN PUSTAKA. karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan

TINJAUAN PUSTAKA. sedikit mengalami perombakan. Dalam pengertian ini tidak berarti bahwa setiap

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

Transkripsi:

PENGARUH PENURUNAN MUKA AIR TANAH TERHADAP KARAKTERISTIK GAMBUT Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar lahan rawa tersebut merupakan gambut yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Tanah gambut terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Tanah gambut di Indonesia belum dikelola dengan baik karena pemahaman atas karakteristik ekosistem rawa belum diketahui secara utuh. Aktivitas penebangan dan pengangkutan kayu serta pembukaan lahan rawa gambut untuk pertanian dilakukan dengan membuat saluran drainase untuk mengatur muka air tanah, hal ini menyebabkan terjadi penurunan muka air tanah dan perubahan ekosistem rawa, sehingga mengakibatkan perubahan karakteristik lahan gambut. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh penurunan muka air tanah terhadap karakteristik tanah gambut sehingga dapat diketahui sejauh mana perubahan yang terjadi. Pengamatan dilakukan pada lapisan gambut di atas dan di bawah muka air tanah dan analisis yang dilakukan pada penelitian ini antara lain: sifat morfologi yang meliputi tingkat kematangan/dekomposisi yang dilakukan dengan metode cara cepat dilapangan, metode McKinzie dan metode suntikan dan karakteristik kimia yang diamati meliputi: nilai ph gambut yang ditetapkan dengan ph meter; kadar C-organik dan N-total yang ditetapkan dengan CHNS analyzer; kandungan basa-basa dapat dipertukarkan dan kapasitas tukar kation yang ditetapkan dengan ekstraksi NH 4 Oac ph 7. Secara umum telah kita ketahui bahwa penurunan muka air tanah menyebabkan terjadinya proses dekomposisi yang lebih lanjut pada lapisan di atas muka air tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan tingkat kematangan gambut dengan ketiga metode yang digunakan belum dapat menjelaskan perbedaan tingkat dekomposisi yang terjadi pada lapisan gambut di atas dan di bawah muka air tanah, karena seakan-akan tidak terdapat perbedaan tingkat kematangan antara lapisan di atas dan di bawah muka air tanah. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan lain yaitu nisbah C/N, dimana pada lapisan gambut di atas muka air tanah cenderung memiliki nisbah C/N yang lebih rendah daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah. Hal ini mengindikasikan pada lapisan gambut di atas muka air tanah memiliki tingkat dekomposisi yang lebih lanjut daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah, sehingga dapat dikatakan bahwa penurunan muka air tanah menyebabkan tingkat dekomposisi pada lapisan di atas muka air tanah lebih lanjut. Proses dekomposisi yang lebih lanjut pada lapisan gambut di atas muka air tanah juga menyebabkan perubahan berbagai karakteristik tanah gambut. Kata Kunci: Gambut (Peat), Muka Air Tanah (Water Table), Nisbah C/N (C/N ratio), Kematangan Gambut (Peat Ripening) PENDAHULUAN Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik dan rapuh, karena lahan tersebut berada pada suatu lingkungan rawa, yang terletak dibelakang (Backswamp) tanggul sungai (Levee). Oleh karena dalam lingkungan rawa, maka lahan tersebut senantiasa tergenang dan tanah yang terbentuk pada umumnya merupakan tanah yang belum mengalami perkembangan seperti tanahtanah alluvial (Entisols) dan tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organik (Histosols).

2 Indonesia memiliki lahan rawa yang cukup luas dan sebagian besar lahan rawa tersebut merupakan gambut yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Tanah gambut terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang terjadi hampir sepanjang tahun. Tanah gambut di Indonesia belum dikelola dengan baik karena pemahaman atas karakteristik ekosistem rawa belum diketahui secara utuh. Aktivitas penebangan dan pengangkutan kayu serta pembukaan lahan rawa gambut untuk pertanian dilakukan dengan membuat saluran drainase untuk mengatur muka air tanah, hal ini menyebabkan terjadi penurunan muka air tanah dan perubahan ekosistem rawa, sehingga mengakibatkan perubahan karakteristik lahan gambut. Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh penurunan muka air tanah terhadap karakteristik tanah gambut sehingga dapat diketahui sejauh mana perubahan yang terjadi. BAHAN DAN METODE Pengambilan contoh tanah dilakukan di 3 lokasi, yaitu: Desa Sungai Rambut, Desa Sungai Aur dan Desa sungai Mendahara Ulu, Jambi (Gambar Lampiran 1), sedangkan analisis karakteristik tanah gambut yang dilakukan di Laboratorium Jurusan tanah, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh tanah gambut dipisahkan berdasarkan lapisan di atas dan di bawah muka air tanah, sedangkan analisis karakteristik tanah gambut yang dilakukan meliputi: penetapan tingkat kematangan dilakukan dengan 3 metode, antara lain: 1. Metode cepat dilapangan, yaitu berdasarkan kadar serat yang tahan dihancurkan atau serat yang tertinggal didalam tangan (tingkat kematangan fibrik bila serat >2/3 volume, hemik bila serat berkisar antara 1/3-2/3 volume dan saprik bila serat <1/3 volume). 2. Metode perbandingan jumlah serat dalam suntikan, yaitu dengan cara menentukan sejumlah contoh tanah dalam volume suntikan tertentu sebagai V1, kemudian contoh tanah tersebut disaring dengan saringan 100 mesh lalu ditetapkan kembali volumenya sebagai V2 (gambut memiliki tingkat kematangan fibrik bila V2/V1>66%, hemik bila V2/V1 antara 33%-66% dan saprik bila V2/V1<33%). 3. Metode Mckinzie, yaitu dengan cara menentukan warna gambut hasil dari penambahan larutan Na-pirofosfat untuk mendapatkan nilai indeks pirofosfat yang merupakan hasil dari selisih antara nilai value dan khroma, yang dihubungkan dengan hasil analisis kadar serat,

3 serta kriteria yang dikemukakan oleh McKinzie (1974). Kriteria McKinzie dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk analisis kimia, contoh tanah gambut dikering udarakan, dihaluskan dan disaring menggunakan saringan 2 mm. Karakteristik kimia yang diamati meliputi: Penetapan ph H 2 O dilakukan dengan ph meter; Penetapan C-organik dan N-total yang dilakukan dengan menggunakan alat CHNS analyzer; Penetapan basa-basa yang dapat dipertukarkan dan kapasitas tukar kation yang dilakukan dengan ekstraksi N NH 4 Oac ph 7. Gambar 1. Kriteria Tes laboratorium untuk indeks pirofosfat dan persentase kadar serat (McKinzie, 1974). Tabel 1. Kondisi Lokasi Pengambilan Contoh Tanah dan Sebaran Kedalaman Gambut * ) Lokasi Sungai Rambut Sungai Aur Sungai Mendahara Ulu Jenis Penggunaan Lahan Hutan alami (belum pernah dibuka) Hutan terbakar pada tahun 1997 (bekas HTI PT. DHL) Lahan pertanian masyarakat, pembukaan dilakukan dengan pembakaran dan dilakukan pengolahan serta pemupukan Titik Pengamatan Ketebalan gambut (cm) Muka air tanah (cm) Lapisan Kedalaman (cm) Atas 0-47 SR 1 139 47 Bawah 47-139 Atas 0-45 SR 2 183 45 Bawah 45-183 Atas 0-50 SR 3 193 50 Bawah 50-193 Atas 0-39 SA 1 92 39 Bawah 39-92 Atas 0-75 SA 2 527 75 Bawah 75-527 Atas 0-90 SA 3 825 90 Bawah 90-825 Atas 0-42 SM 1 76 42 Bawah 42-76 Atas 0-32 SM 2 132 32 Bawah 32-132 Atas 0-53 SM 3 170 53 Bawah 53-170 * ) Pola penampang lahan gambut secara lengkap dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kematangan Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkat kematangan gambut di Desa Sungai Rambut dan Desa Sungai Mendahara Ulu memiliki tingkat kematangan hemik, sedangkan di Desa Sungai Aur memiliki tingkat kematangan fibrik dan hemik. Data penetapan tingkat kematangan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Kematangan Tanah Gambut Hasil Penetapan Metode Cepat di Lapangan, Metode McKinzie dan Metode Suntikan Lokasi S. Rambut S. Aur Titik Pengamatan SR 1 SR 2 SR 3 SA 1 SA 2 SA 3 Lapisan Metode penetapan cepat dilapangan Metode McKinzie Metode Suntikan Atas Hemik Hemik Hemik Atas Hemik Hemik Hemik Atas Hemik Hemik Hemik Atas Fibrik Hemik Fibrik Atas Fibrik Fibrik Fibrik Atas Fibrik Fibrik Fibrik Bawah Hemik Hemik Fibrik S. M. Ulu SM 1 SM 2 SM 3 Atas Hemik Hemik Fibrik Atas Hemik Hemik Hemik Atas Hemik Hemik Hemik Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa penetapan tingkat kematangan dengan ketiga metode yang digunakan sebagian besar memiliki hasil yang sama. Namun, terdapat beberapa perbedaan hasil penetapan tingkat kematangan antara metode warna, metode suntikan dan metode cepat dilapangan. Hal ini dapat dilihat pada titik pengamatan SA1 lapisan atas, SA3 lapisan bawah dan SM1 lapisan atas. Perbedaan ini disebabkan karena bahan serat pada gambut tersebar secara acak sehingga mengakibatkan penetapan tingkat kematangan mendapatkan hasil yang berbeda. Selain itu, perbedaan juga dapat disebabkan karena kesalahan yang terjadi pada saat dilakukan penetapan volume contoh tanah gambut dalam suntikan karena gaya penekanan yang dilakukan berbeda-beda, dan kesalahan ini dapat terjadi juga pada metode McKinzie ketika dilakukan penetapan volume contoh tanah gambut yang dilakukan dengan gelas ukur, sehingga dapat

5 mengakibatkan kesalahan penetapan volume contoh tanah gambut yang mempengaruhi perbandingan jumlah serat yang diamati. Secara umum, lapisan gambut di atas muka air tanah memiliki tingkat dekomposisi yang lebih lanjut daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil penetapan tingkat kematangan dengan ketiga metode yang digunakan belum dapat menjelaskan adanya perbedaan tingkat dekomposisi pada lapisan di atas dan di bawah muka air tanah. Hal ini dapat terlihat dari tidak adanya perbedaan tingkat kematangan antara lapisan di atas dan di bawah muka air tanah. Meskipun tingkat kematangan gambut di atas dan di bawah muka air tanah relatif sama, tetapi sebetulnya mempunyai perbedaan yang cukup jelas apabila dilihat dari nisbah C/N. Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat dilihat bahwa lapisan di atas muka air tanah memiliki nisbah C/N yang lebih rendah daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah. Data pengamatan nisbah C/N secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data pengamatan C, N dan C/N ratio CHNS analyzer Lokasi Titik pengamatan Lapisan C/N ratio C (%) N (%) S. Rambut SR1 Atas 51.3000 1.5626 32.8299 Bawah 51.3150 1.2425 41.2998 SR2 Atas 50.8150 1.3530 37.5573 Bawah 51.6750 1.2310 41.9781 SR3 Atas 50.9300 1.3940 36.5352 Bawah 51.5300 1.5585 33.0638 S.Aur SA1 Atas 45.3700 1.4475 31.3437 Bawah 45.7000 1.3190 34.6475 SA2 Atas 48.4450 1.7975 26.9513 Bawah 50.0650 1.0700 46.7897 SA3 Atas 49.8550 1.7385 28.6770 Bawah 53.2550 1.3805 38.5766 S.M. Ulu SM1 Atas 45.8800 1.3155 34.8765 Bawah 47.6950 1.1400 41.8377 SM2 Atas 46.6400 1.5275 30.5336 Bawah 47.4600 1.0990 43.1847 SM3 Atas 45.1900 1.6545 27.3134 Bawah 48.7050 1.2500 38.9640 Menurut Noor (2001), nisbah C/N yang tinggi (C/N >20) mengindikasikan tingkat dekomposisi yang belum lanjut, semakin tinggi nisbah C/N maka semakin rendah tingkat dekomposisi yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lapisan gambut di atas muka air tanah memiliki tingkat dekomposisi yang lebih besar daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah.

6 Pada tanah gambut di Desa Sungai Aur ditemukan fenomena menarik dimana hasil penetapan tingkat kematangan dengan menggunakan ketiga metode yang digunakan, lapisan gambut diatas muka air tanah pada lokasi ini memiliki tingkat kematangan fibrik sedangkan lapisan dibawah muka air tanah memiliki tingkat kematangan hemik. Hal tersebut disebabkan karena akibat kebakaran pada lokasi ini yang menyebabkan terjadinya pemanasan pada tanah gambut. Pemanasan tersebut menyebabkan tanah gambut kehilangan kelembaban dan timbul sifat penolakan terhadap air serta sifat kering tidak dapat balik. Akibatnya tanah gambut membentuk apa yang disebut dengan pasir palsu (Pseudo sands). Pasir palsu ini memiliki kemampuan memegang air yang sangat rendah. Hal ini yang menyebabkan contoh tanah gambut tersebut tidak terlarut dengan air ketika dilakukan penyaringan dengan menggunakan air yang mengalir pada penetapan tingkat kematangan, akibatnya tanah tersebut terlihat seperti memiliki kadar serat yang tinggi. Hal ini yang menyebabkan tanah gambut di Desa Sungai Aur memiliki tingkat kematangan fibrik pada lapisan di atas muka air tanah. Selain itu, kebakaran tanah gambut juga dapat menyebabkan hancurnya bahan organik sehingga tersedia hara yang cukup besar, namun dapat terjadi juga kehilangan hara akibat volatilisasi (Djajakirana, 2002). Berdasarkan hasil analisis nisbah C/N pada tanah gambut di Desa Sungai Aur didapatkan nilai yang lebih rendah pada lapisan gambut di atas muka air tanah. Hal ini menjelaskan bahwa, pada lapisan di atas muka air tanah tidak terjadi penimbunan bahan baru. Penurunan kandungan C-organik pada lapisan diatas muka air tanah terjadi karena kebakaran yang mengakibatkan teroksidasinya sebagian C-organik. Hal ini mengakibatkan turunnya kandungan C-organik yang diikuti pula dengan penurunan nisbah C/N pada lapisan ini. Kelemahan dari ketiga metode penetapan tingkat kematangan disebabkan karena pengklasifikasian tingkat kematangan didasarkan pada perbandingan jumlah serat atau bahan yang lebih kasar. Hal ini dinilai kurang relevan karena perbandingan jumlah serat dapat berubah akibat proses tertentu, salah satu contohnya adalah peristiwa kebakaran. Kelemahan ini yang menyebabkan ketiga metode diatas kurang dapat menjelaskan perbedaan tingkat dekomposisi yang terjadi. Karakteristik Kimia Gambut Tanah gambut pada lokasi pengambilan contoh, termasuk kedalam gambut pedalaman dimana pembentukan dan perkembangannya didominasi oleh pengaruh air tawar dan juga merupakan areal yang tergenang oleh air hujan dan luapan air sungai. Dari hasil analisis karakteristik kimia dapat diketahui bahwa tanah gambut pada lokasi penelitian memiliki reaksi

7 tanah yang masam, KTK yang tinggi dan rendahnya kejenuhan basa. Hasil analisis karakteristik kimia tanah gambut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai ph, Kandungan Basa-basa dapat dipertukarkan, Total Basa-basa, KTK dan KB Titik pengamatan ph H 2 O Basa-basa yang dapat dipertukarkan (me/100 gr) Lapisan Jumlah KTK KB Ca Mg K Na basa-basa (me/100 gr) (%) SR1 Atas 3.43 4.22 3.10 2.21 2.09 11.62 110.00 10.56 Bawah 3.78 3.08 1.73 0.98 2.09 7.88 101.20 7.79 SR2 Atas 3.70 2.46 3.03 0.72 2.00 8.21 113.60 7.23 Bawah 3.50 2.14 2.57 0.62 2.44 7.77 107.60 7.22 SR3 Atas 3.54 2.94 2.87 1.39 2.79 9.99 130.60 7.65 Bawah 3.56 3.65 2.59 1.03 2.18 9.45 108.60 8.70 SA1 Atas 3.59 4.03 2.00 0.46 2.09 8.58 110.20 7.79 Bawah 3.37 3.27 1.71 0.56 2.18 7.72 94.00 8.21 SA2 Atas 3.54 2.89 1.73 0.46 1.83 6.91 102.60 6.73 Bawah 3.29 1.16 1.40 0.57 1.92 5.05 89.00 5.67 SA3 Atas 3.84 4.00 2.39 0.87 1.83 9.09 118.80 7.65 Bawah 3.68 4.17 2.09 0.56 1.83 8.65 87.80 9.85 SM1 Atas 3.68 7.15 4.70 0.72 1.83 14.40 155.40 9.27 Bawah 3.61 5.10 3.81 0.57 2.09 11.57 100.40 11.52 SM2 Atas 3.85 4.81 3.78 0.67 2.70 11.96 110.00 10.87 Bawah 3.65 4.61 3.51 1.08 1.92 11.12 100.00 11.12 SM3 Atas 3.67 6.86 4.54 1.23 2.27 14.90 105.40 14.14 Bawah 3.78 5.33 5.08 0.77 2.44 13.62 121.60 11.20 Hasil pengamatan terhadap karakteristik kimia tanah gambut menunjukkan bahwa penurunan muka air tanah yang terjadi menyebabkan terjadinya peningkatan karakteristik kimia pada lapisan diatas muka air, antara lain: peningkatan kadar N, jumlah total basa-basa dapat dipertukarkan dan kapasitas tukar kation, sedangkan kadar C-organik cenderung menurun akibat terjadinya proses oksidasi bahan organik yang lebih besar pada lapisan di atas muka air tanah. Kemasaman tanah gambut sangat dipengaruhi oleh keberadaan asam-asam organik. Ion H + dalam tanah gambut berada dalam bentuk gugus fungsional asam-asam organik terutama dalam bentuk gugus karboksilat (-COOH) dan gugus hidroksil dari fenolat (-OH). Gugus tersebut merupakan asam lemah yang dapat terdissosiasi menghasilkan ion H +, dan mampu mempertahankan reaksi tanah terhadap perubahan kemasaman tanah (Riwandi, 2001). Nilai ph pada lapisan gambut di atas dan di bawah muka air tanah tidak begitu berbeda dan tidak menunjukkan adanya pola penurunan atau peningkatan ph pada lapisan tersebut. Hal ini terjadi karena kemampuan gambut yang dapat mempertahankan reaksi tanah terhadap perubahan kemasaman tanah. Penambahan basa-basa hasil dekomposisi bahan organik dan pemupukan akan menyebabkan terjadinya peningkatan ph, hal ini akan menyebabkan terdissosiasinya gugus karboksilat dan fenolat yang akan menghasilkan ion H + dan akan mengakibatkan nilai ph

8 mendekati ph awal. Hal ini yang mengakibatkan pada lapisan di atas dan di bawah muka air tanah tidak memiliki perbedaan yang terlalu besar. Lapisan gambut di atas muka air tanah cenderung memiliki kandungan C-organik yang lebih rendah daripada lapisan gambut yang berada di bawah muka air tanah. Hal ini disebabkan karena terjadi oksidasi bahan organik yang lebih besar pada lapisan diatas muka air tanah. Keadaan yang oksidatif mengindikasikan ketersediaan O 2 yang lebih besar yang dapat mengakibatkan terjadinya tingkat dekomposisi yang lebih lanjut sehingga laju mineralisasi C-organik lebih cepat, dimana bahan gambut menghasilkan CO 2. Kandungan N-total pada contoh tanah gambut di lokasi pengambilan contoh berada pada kisaran sedang. Rata-rata kandungan N-total cenderung lebih tinggi pada lapisan di atas muka air tanah dimana terjadi tingkat dekomposisi yang lebih besar dan aktivitas perakaran serta mikroorganisme yang cukup intensif pada lapisan ini. Kadarnya cenderung lebih rendah pada lapisan di bawah muka air tanah. Menurut Andriesse (1988), dengan meningkatnya umur dan pembukaan gambut, kandungan N akan meningkat dan berkorelasi dengan tingkat dekomposisi. Tingginya muka air berpengaruh terhadap jumlah N yang dilepaskan, karena mempengaruhi zone perakaran, aerasi dan temperatur. Semakin tinggi muka air, jumlah N yang tersedia bagi tanaman semakin rendah. Nilai KTK tanah gambut pada lapisan di atas muka air tanah cenderung lebih tinggi daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah. Hal ini terjadi karena lapisan di atas muka air tanah memiliki tingkat dekomposisi yang lebih lanjut. Terdekomposisinya bahan organik akan menyebabkan semakin banyaknya tapak-tapak jerapan yang terbentuk dan mengakibatkan peningkatan KTK (Gandini, 1998). Kejenuhan basa pada ketiga lokasi pengambilan contoh tanah memiliki nilai yang tergolong rendah. Tidak terdapat pola peningkatan atau penurunan kejenuhan basa pada lapisan gambut di atas dan di bawah muka air tanah. Namun, jumlah total basa-basa pada lapisan di atas muka air tanah cenderung lebih besar daripada lapisan di bawah muka air tanah, walaupun pada beberapa titik pengamatan antara lapisan di atas dan di bawah muka air tanah kandungan basa-basa tersebut juga dapat bervariasi. Tingkat perombakan yang cenderung lebih besar pada lapisan di atas muka air tanah menyebabkan terjadi pengembalian unsur yang lebih cepat pada lapisan ini sehingga jumlah basa-basa pada lapisan ini cenderung lebih besar. Variasi kandungan basa-basa antara lapisan di atas dan di bawah muka air tanah yang terjadi pada beberapa titik pengamatan disebabkan karena sejumlah unsur dapat tercuci bersama air yang mengalir keluar (Mulyanto dan Nurhayati, 2002).

9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penurunan muka air tanah menyebabkan lapisan gambut di atas muka air tanah mengalami proses dekomposisi yang lebih lanjut daripada lapisan gambut di bawah muka air tanah. 2. Penurunan muka air tanah mengakibatkan proses dekomposisi berlangsung lebih cepat pada lapisan di atas muka air tanah, sehingga mempengaruhi karakteristik kimia. Perubahan karakteristik kimia yang terjadi, antara lain: peningkatan kadar N-total, jumlah total basa-basa dan kapasitas tukar kation pada lapisan di atas muka air tanah, sedangkan kadar C-organik cenderung lebih rendah akibat mineralisasi yang berlangsung lebih cepat pada lapisan di atas muka air tanah. Saran Diperlukan adanya pendekatan baru penetapan tingkat kematangan yang dapat menjelaskan perbedaan tingkat dekomposisi dan perubahan perbandingan jumlah serat yang terjadi. Ucapan terima kasih diberikan kepada Wetlands International Indonesian Programme (WI-IP) dan Canadian International Development Agency (CIDA) atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Andriesse, J. P. 1988. Nature and Management of Tropical Peat Soils. FAO Soils Bull. 59. Rome. Djajakirana, G. 2002. Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Kualitas Tanah Mineral dan Gambut. Jurusan tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Gandini, T. 1998. Perubahan Sifat dan Klasifikasi Tanah Gambut Setelah 23 Tahun Penggunaan Lahan Untuk Pertanian Di Delta Berbak, Jambi. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Lynn, W. C., W. E. McKinzie and R. B. Grossman. 1974. Field Laboratory Test for Characterization of Histosol. Soil Science Society of America Journal. 6: 11-20. Mulyanto, B. and Nurhayati. 2002. Perubahan Karakteristik Lahan Gambut Setelah Lebih 15 Tahun Pembukaan Lahan di Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. VIII: 76-81. Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta. 174 hlmn. Riwandi. 2001. Kajian Stabilitas Gambut Tropika Indonesia Berdasarkan Analisis Kehilangan Karbon Organik, Sifat Fisiko Kimia dan Komposisi Bahan Gambut. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Widjaja Adhi, I. P. G. 1988. Physical and Chemical Characteristics of Peat Soils of Indonesia. Paper Presented at Third Meeting of The Cooperative Research on Problem Soils. On August 22-26. 1988, at CRIFC. Bogor.

Gambar Lampiran 1. Peta Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Gambut 10

11 Gambar Lampiran 2. Pola Penampang Lahan Gambut Pada Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Gambar 2.1. Pola Penampang Lahan Gambut di Desa Sungai Rambut (Kawasan Taman Nasional Berbak) Gambar 2.2. Pola Penampang Lahan Gambut di Desa Sungai Aur (Lahan Bekas HTI PT. DHL) Gambar 2.3. Pola Penampang Lahan Gambut di Desa Sungai Mendahara Ulu (Kawasan pertanian masyarakat, Parit Sinar Wajok)

12 Tabel Lampiran 1. Data Tingkat Kematangan Gambut Dengan Metode McKinzie Lokasi Warna Kadar Serat Tingkat Kematangan Lokasi Warna Kadar Serat Tingkat Kematangan SR1A1 10 YR 3/4 4/10 Hemik SA2B1 10 YR 3/4 3/10 Hemik SR1A2 10 YR 3/2 4/10 Hemik SA2B2 10 YR 3/4 6/10 Hemik SR1B1 10 YR 3/4 4/10 Hemik SA3A1 10 YR 4/4 9/10 Fibrik SR1B2 10 YR 3/4 4/10 Hemik SA3A2 10 YR 5/6 9/10 Fibrik SR2A1 10 YR 3/4 4/10 Hemik SA3B1 10 YR 5/8 6/10 Hemik SR2A2 10 YR 3/4 5/10 Hemik SA3B2 10 YR 5/8 7/10 Hemik SR2B1 10 YR 4/6 5/10 Hemik SM1A1 10 YR 3/2 4/10 Hemik SR2B2 10 YR 4/6 6/10 Hemik SM1A2 10 YR 3/4 4/10 Hemik SR3A1 10 YR 4/4 5/10 Hemik SM1B1 10 YR 4/4 5/10 Hemik SR3A2 10 YR 3/2 4/10 Hemik SM1B2 10 YR 3/4 5/10 Hemik SR3B1 10 YR 5/4 4/10 Hemik SM2A1 10 YR 3/2 5/10 Hemik SR3B2 10 YR 3/2 6/10 Hemik SM2A2 10 YR 4/4 4/10 Hemik SA1A1 10 YR 4/6 3/10 Hemik SM2B1 10 YR 3/4 5/10 Hemik SA1A2 10 YR 3/2 6/10 Hemik SM2B2 10 YR 5/6 3/10 Hemik SA1B1 10 YR 3/3 3/10 Hemik SM3A1 10 YR 3/4 4/10 Hemik SA1B2 10 YR 3/4 3/10 Hemik SM3A2 10 YR 4/4 4/10 Hemik SA2A1 10 YR 5/6 9/10 Fibrik SM3B1 10 YR 4/6 6/10 Hemik SA2A2 10 YR 4/6 9/10 Fibrik SM3B2 10 YR 4/6 3/10 Hemik Tabel Lampiran 2. Data Tingkat Kematangan Gambut Dengan Metode Suntikan Lokasi V1 V2 % Tingkat Kematangan Lokasi V1 V2 % Tingkat Kematangan SR1A1 15 5 33.33 Hemik SA2B1 15 8 53.33 Hemik SR1A2 13 5 38.46 Hemik SA2B2 15 7 46.67 Hemik SR1B1 13 9 69.23 Fibrik SA3A1 12 10 83.33 Fibrik SR1B2 10 5 50.00 Hemik SA3A2 13 9 69.23 Fibrik SR2A1 16 9 56.25 Hemik SA3B1 14 10 71.43 Fibrik SR2A2 13 5 38.46 Hemik SA3B2 13 9 69.23 Fibrik SR2B1 13 7 53.85 Hemik SM1A1 12 9 75.00 Fibrik SR2B2 20 10 50.00 Hemik SM1A2 13 10 76.92 Fibrik SR3A1 18 7 38.89 Hemik SM1B1 17 10 58.82 Hemik SR3A2 18 9 50.00 Hemik SM1B2 17 8 47.06 Hemik SR3B1 15 8 53.33 Hemik SM2A1 17 7 41.18 Hemik SR3B2 17 10 58.82 Hemik SM2A2 13 7 53.85 Hemik SA1A1 14 11 78.57 Fibrik SM2B1 15 8 53.33 Hemik SA1A2 10 7 70.00 Fibrik SM2B2 15 9 60.00 Hemik SA1B1 14 8 57.14 Hemik SM3A1 17 9 52.94 Hemik SA1B2 17 10 58.82 Hemik SM3A2 14 10 71.43 Fibrik SA2A1 10 7 70.00 Fibrik SM3B1 13 7 53.85 Hemik SA2A2 12 9 75.00 Fibrik SM3B2 16 8 50.00 Hemik