Peranan Energi Baru dan Terbarukan Dalam Penyediaan Energi Nasional Jangka Panjang (Outlook Energi Indonesia 212) Ira Fitriana 1 1 Perekayasa Madya Bidang Perencanaan Energi-PTPSE, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan mendorong penggunaan energi secara nasional. Namun demikian ketersediaan sumber daya energi fosil makin berkurang, oleh karena itu sangat dibutuhkan dorongan terhadap peranan energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi yang kian meningkat. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan energi alternatif yang patut dipertimbangkan mengingat sumber daya EBT selalu tersedia dan menggunakan teknologi yang terus berkembang. Menurut kebijakan Pemerintah, peranan EBT akan terus ditingkatkan dalam perencanaan energi nasional hingga dapat bersaing dengan penggunaan energi fosil. Seluruh sektor pengguna energi seperti sektor industri, sektor transportasi, sektor rumah tangga mulai mempertimbangkan peralihan penggunaan EBT dalam jenis bahan bakarnya. Pemanfaatan EBT dapat bersaing dalam penyediaan energi nasional jika harga energinya dapat bersaing dengan harga energi fosil lainnya. Dengan adanya target pembangunan ekonomi maka diharapkan bahwa kebutuhan energi masa depan akan tumbuh melampaui trend historikal yang sudah berlangsung. Disamping itu, tantangan penyediaan energi yang dihadapi akan meningkat untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan energi yang lebih tinggi. Untuk itu, diharapkan peranan EBT untuk memenuhi akan terus meningkat. Kata Kunci: Energi Baru dan Terbarukan (EBT), energi fosil, perencanaan energi, skenario ABSTRACT Increasing of economic growth will encourage the use of energy nationally. However, the availability of fossil energy resources dwindle, therefore much needed boost to the role of alternative energy to meet growing energy needs. New and Renewable Energy (NRE) is an alternative energy that should be considered because given the resources available and the use of renewable energy technology is always evolving. According to government policy, the role of renewable energy will continue increasing in national energy planning to be able to compete with fossil energy use. The whole sector energy users such as industry sector, transportation sector, the household sector began to consider the use of renewable energy transition in fuel types. Utilization of renewable energy can compete in the national energy supply if the price of energy can compete with other fossil energy prices. With a high economic development target (Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development) according to a non BAU scheme, it can be expected that energy demand will grow at a much larger rate compared to that of historical trends. In addition, the challenge to energy supply will increase to meet the higher energy demand growth.due to that New and Renewable Energy (NRE)is expected to increase continuosly. Keywords: New and Renewable Energy (NRE), fossil energy, energy planning, scenario 39
PENDAHULUAN Penggunaan energi Indonesia mencapai 1.12 juta SBM pada tahun 21. Secara historikal dari tahun 2 hingga tahun 21 penggunaan energi mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 3,1% per tahun. Dalam pemenuhan penggunaan energi tersebut juga memicu perkembangan penyediaan energi primer yang mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,9% per tahun dari 726,7 juta SBM pada tahun 2 menjadi 1.177 juta SBM. Peningkatan penyediaan energi sangat mengandalkan pembangunan infrastruktur energi seperti pembangkit listrik, kilang minyak, pelabuhan, dsb yang memerlukan pendanaan yang cukup besar. Dengan menurunnya penyediaan energi fosil, maka sudah sepatutnya penyediaan energi juga sudah mulai mempertimbangkan penggunaan EBT untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Menurut Perpres No.32 tahun 211 telah ditetapkan program pembangunan ekonomi yang dijabarkan melalui Program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (). Melalui program ini, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 225. Pemahaman tersebut harus direfleksikan dalam kebijakan Pemerintah. Regulasi yang ada seharusnya dapat mendorong partisipasi dunia usaha secara maksimal untuk membangun berbagai macam industri dan infrastruktur yang diperlukan. Karena itu percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia memerlukan evaluasi terhadap seluruh kerangka regulasi yang ada, dan kemudian langkah-langkah strategis diambil untuk merevisi dan merubah regulasi sehingga mendorong partisipasi maksimal yang sehat dari dunia usaha. METODE PENELITIAN Metode penelitian dalam pengkajian buku Outlook Energi Indonesia 212 (OEI 212) ini menggunakan metode optimasi. Dalam memenuhi kebutuhan energi yang jangka panjang, semua proses energi mencakup seluruh bahan bakar dan teknologi yang digunakan, diperhitungkan harga energi dan keekonomiannya sehingga diperoleh optimisasi penyediaan energi berdasarkan total biaya energi yang paling minimum (least cost). Biaya sistem total dihitung dengan mendiskonto seluruh biaya ke tahun dasar. Dalam penelitian ini digunakan model Markal yang merupakan metode yang umum digunakan untuk memproyeksikan perencanaan energi di beberapa negara. Untuk memperkirakan kebutuhan energi jangka panjang, BPPT telah mengembangkan BPPT Model for Energy Demand of Indonesia atau disingkat BPPT- MEDI). Data masukan yang menjadi dasar perhitungan model ini adalah data perkembangan penduduk dan ekonomi nasional yang kemudian diproyeksikan berdasarkan data historikal serta informasi terkait perkembangan demografi dan ekonomi secara nasional. Kebutuhan energi jangka panjang ini dirinci menjadi lima sektor pengguna yaitu sektor industri, rumah tangga, transportasi, komersial dan sektor lainnya. Selanjutnya data kebutuhan energi jangka panjang akan menjadi masukan untuk model Markal dalam memproyeksikan penyediaan energi jangka, atau disebut juga dengan demand driven. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Saat Ini Perkembangan penduduk Indonesia dari tahun 2 hingga 21 mengalami laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,5% per tahun. Saat ini penduduk Indonesia menjadi 237 juta jiwa. Berdasarkan data Susenas, 54% penduduk tinggal di perkotaan sedangkan lainnya di wilayah pedesaan. Banyaknya penduduk di wilayah perkotaan akan mendorong gaya hidup penduduk yang lebih tinggi karena peralihan teknologi sehingga mendorong kenaikan kebutuhan energi. Dalam kurun waktu 1 tahun tersebut, perekonomian Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup pesat. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2 21 adalah sebesar 3,8%, namun pada tahun 29 21 sudah terjadi laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,1%. Pada tahun 21 penggunaan energi primer masih didominasi oleh pemanfaatan BBM sebesar 37,6% terhadap total energi primer, kemudian diikuti oleh pemakaian biomasa, gas bumi, batubara, tenaga air dan panas bumi. Peranan Energi Baru dan Terbarukan (tenaga air dan panas bumi) masih sangat sedikit yaitu sekitar 4%. Namun dalam pemanfaatan bahan bakar untuk pembangkit listrik didominasi oleh penggunaan batubara sebesar 23,96 juta ton atau sebesar 96,32 juta SBM. Penggunaan minyak diesel juga masih banyak digunakan terutama untuk daerah-daerah terpencil yang infrastrukturnya masih terbatas dimana selama kurun waktu 1 tahun pemakaiannya meningkat dengan laju pertumbuhan 8,2% per tahun. Penggunaan gas masih sedikit jika dibandingkan dengan batubara dan BBM, hal ini disebabkan penggunaan gas lebih dialokasikan untuk komoditi ekspor yang sudah terikat oleh kontrak. Kapasitas pembangkit berbasis EBT adalah sebesar 14,9% yang terdiri dari PLTA, PLTP dan PLT Bayu. Tabel 1. Potensi sumber daya energi fosil dan EBT No. Energi Fosil Cadangan Produksi per tahun Rasio cadangan per produksi 1 Minyak 4 milyar barel 347 juta barel 11 tahun 2 Gas 14,71 TSCF 3212 BSCF 32 tahun 3 Batubara 21 milyar ton 329 juta ton 85 tahun 4 CBM 453 TSCF - - 5 Shale gas 574 TSCF - - No. Non Energi Fosil Sumber Daya (SD) Kapasitas Terpasang (KT) Rasio (KT/SD) (%) 1. Hidro 75.67 MW 6.654,29 MW 8.8 2. Panas bumi 29.38 MW 1226 MW 4.2 3. Mini-mikro hidro 769,69 MW 228,98 MW 29.75 4. Biomasa 49.81 MW 1.618,4 MW 3.25 5. Energi surya 4,8 kwh/m2/hari 22,45 MW - 6. Energi angin 3-6 m/detik 1,87 MW - 7. Uranium 3. MW*) 3 MW**) 1 Sumber: Ditjen EBTKE Keterangan : *) hanya di Kalan- Kalimantan Barat **) non energi, hanya untuk penelitian (riset) 41
Untuk memproyeksikan penyediaan energi jangka panjang perlu dipertimbangkan sumber daya dan cadangan dari masing-masing jenis bahan bakar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi. Dari Tabel 1 dapat terlihat, cadangan minyak hanya dapat digunakan 11 tahun lagi, maka selanjutnya impor akan menjadi solusinya. Meskipun cadangan gas dan batubara masih dapat digunakan untuk beberapa tahun, namun penggunaan EBT untuk menggantikan energi fosil yang cadangannya terus menurun. Dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa sumberdaya energi baru dan terbarukan sangat melimpah, namun baru sebagian kecil yang termanfaatkan. Dalam table tersebut belum dipertimbangkan pemanfaatan biodiesel dan biopremium yang pemakaiannya didorong dengan adanya Permen mengenai Mandatori Biofuel.. Permasalahan Energi Saat Ini Kebutuhan BBM terus meningkat terutama pada sektor transportasi yang teknologinya masih berbasis pada pemanfaatan BBM masih sukar digantikan dengan bahan bakar lainnya. Ekspor minyak, gas maupun batubara masih harus terpenuhi danterikat dalam kontrak dalam waktu tertentu, sehingga sulit untuk dialihkan untuk komoditas domestik. Penambagan masih dilakukan secara ilegal dan tidak termonitor. Bahan bakar yang diperjualbelikan secara komersial masih dibawah harga keekonomiannya, sehingga sektor energi belum secara siknifikan mendongkrak devisa negeri Penggunaaan energi baru dan terbarukan baik dalam energi primer maupun dalam pembangkit listrik masih relatif rendah karena harga energi EBT masih belum bersaing dengan energi fosil, rumitnya birokrasi dalam menerapkan teknologi baru, rendahnya pengetahuan konsumen dalam mengaplikasikan teknologi baru dalam kehidupan sehari-hari. Adanya Permen ESDM nomor 4 tahun 212 tentang Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Energi Terbarukan Skala Kecil dan Menengah atau Kelebihan Tenaga Listrik akan mendorong meningkatnya pemanfaatan EBT dalam pembangkitan listrik. Kebutuhan Energi Jangka Panjang Berdasarkan historikal perkembangan ekonomi, pada skenario dasar diperkirakan akan meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7,6% per tahun. Pertumbuhan ini akan mendorong pertumbuhan kebutuhan energi final selama kurun waktu 21 hingga 23 sebesar 5,4% per tahun. Sedangkan pada skenario akan mendorong kebutuhan energi dengan laju pertumbuhan 7,6% per tahun. Dalam kebutuhan energi final sektor industri mendominasi penggunaan energi final Sebagai pemasok ekonomi nasional, diharapkan sektor industri terus meningkat dan mendominasi kebutuhan energi final, kemudian diikuti oleh sektor transportasi sebagai sektor pendukung kegiatan ekonomi. 42
21 215 22 225 23 2,43 1,834 1,636 1,36 1,27 1,17 1,17 2,91 2,772 4,399 Industri/Industry Komersial/Commercial Lainnya/Others Rumah Tangga/Household Transportasi/Transportation Total 1 2 3 4 5 Juta SBM/million BOE Gambar 1. Proyeksi total kebutuhan energi final menurut sektor pengguna Pangsa sektor industri terus meningkat dari 39% pada tahun 21 menjadi 41% di tahun 215 dan menjadi 43% di tahun 23. Peranan sektor transportasi meningkat dari 24% menjadi 28% di tahun 215 dan menjadi 35% di tahun 23. Dengan menyusutnya penggunaan kayubakar di sektor rumah tangga menyebabkan peranannya terus menurun dari 31% menjadi 24% (215) dan menjadi 13% (23) di skenario dasar. Namun di skenario peranan sektor rumah tangga tahun 23 menjadi lebih kecil dibandingkan dengan skenario. Hal ini terjadi karena diperkirakan gaya hidup masyarakat kian meningkat pada skenario, sehingga pemakaian kayubakar makin tertekan. Penyediaan Energi Jangka Panjang Total penyediaan energi primer skenario tahun 21-23 meningkat lebih dari 3 kali lipat dengan laju pertumbuhan rata-rata 5,8% per tahun, dari 1.321 juta SBM menjadi 4.14 juta SBM. Untuk jangka pendek (hingga tahun 215), penyediaan energi primer meningkat dengan pertumbuhan sedikit lebih tinggi, yaitu 6,3% menjadi 1.789 juta SBM. Hingga tahun 23, penyediaan energi akan tetap didominasi oleh energi fosil, dengan pangsa terbesar dimiliki oleh batubara. Sementara itu, peran EBT masih kurang dari seperlima dari total penyediaan energi. Pada skenario, penyediaan energi mengalami laju pertumbuhan yang lebih besar (8,% per tahun) atau meningkat 4,7 kali penyediaan energi tahun 21. Perbedaan total penyediaan energi kedua skenario dari tahun ke tahun semakin besar hingga mencapai separuh dari total penyediaan energi skenario dasar 23. 43
7 6,155 6 EBT / NRE Juta SBM 5 4 3 2,593 3,943 3,92 4,14 Kayu Bakar / Firewood Gas / Gas Minyak / Oil 2 1,321 1,847 1,789 2,33 Batubara / Coal Total / Base Total 1 1,321 Total / Total 21 215 22 225 23 Gambar 2. Proyeksi total penyediaan energi primer Net Pasokan Energi Pada skenario, net pasokan energi untuk dalam negeri diperkirakan tumbuh dengan laju rata-rata 5,8%, dimana produksi energi fosil tumbuh 3,% per tahun dan produksi EBT 3,9% per tahun. Impor tumbuh dengan laju rata-rata 9,2% per tahun, sedangkan ekspor energi hanya tumbuh sebesar 1,5%. Pada skenario ini, Indonesia masih berada pada posisi negara pengekspor energi hingga tahun 23 dikarenakan ekspor batubara (komponen ekspor terbesar) terus meningkat hingga tahun 23 dengan pertumbuhan rata-rata 3,6% per tahun. 9 / Base 9 8 8 7 7 6 6 Juta SBM 5 4 3 2 1 Juta SBM 5 4 3 2 1 Produksi Fosil / Fossil Production Impor / Import Ekspor / Export Produksi EBT / NRE Production Net Pasokan Dalam Negeri / Net Domestic Supply Produksi Fosil / Fossil Production Impor / Import Ekspor / Export Produksi EBT / NRE Production Net Pasokan Dalam Negeri / Net Domestic Supply Gambar 3. Proyeksi total produksi, ekspor, dan impor energi primer skenario dan scenario Pada skenario, kondisi negara pengimpor energi akan dialami Indonesia pada tahun 228. Hal tersebut disebabkan oleh pesatnya permintaan energi dalam negeri, yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi daripada skenario (rata-rata 8% per tahun). Di samping itu, impor energi juga mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari skenario mencapai 11,7% per tahun. 44
8 18.7% 18.6% 717 2% Sampah / Waste 17.5% Panas Bumi / Geothermal Juta SBM / Million BOE 6 4 2 1.7% 141 13.% 233 436 576 15% 1% 5% Rasio Kontribusi EBT / NRE Contribution Ratio Nuklir / Nuclear Matahari / Solar Hidro / Hydro Biomasa / Biomass Angin / Wind CTL / Coal to Liquid BBN / Biofuel CBM / Coal Bed Methane Total EBT / NRE Total 21 215 22 225 23 % Rasio Kontribusi EBT / NRE Contribution Ratio Gambar 4. Proyeksi penyediaan EBT dan rasio kontribusi EBT skenario Berdasarkan hasil analisa Skenario, penyediaan EBT meningkat dengan pertumbuhan lebih dari 8% per tahun sehingga pemanfaatan EBT meningkat lebih dari empat kali lipat dari 141 juta SBM pada 21 menjadi 67 juta SBM pada 23. Pada 21, sebagian besar dari EBT dipenuhi dari biomasa, diikuti secara berturut turut oleh hidro atau tenaga air, biofuel, panas bumi, sampah, matahari, dan angin. Namun pada akhir periode 23, biofuel untuk sector transportasi menjadi EBT utama, disusul secara berturut turut oleh panas bumi, hidro, biomasa, nuklir, CBM, CTL, matahari, sampah dan angin. 12 18.7% 18.6% 17.5% 2% 9 13.% 18.1% 16.7% 14.4% +171 16% Juta SBM / Million BOE 6 3 1.7% 1.7% 12.6% +8 +32 +82 12% 8% 4% Rasio EBT / NRE Ratio 21 215 22 225 23 % Total EBT, / NRE Total, Base Rasio EBT, / NRE Ratio, Base Selisih - / Base- Difference Rasio EBT, / NRE Ratio, Gambar 5. Perbandingan proyeksi penyediaan EBT skenario dan Berdasarkan skenario pada periode waktu 21-23, pertumbuhan penyediaan ebt lebih pesat dari skenario dasar, yaitu lebih dari 1% per tahun yang menjadikan penyediaan ebt mencapai 888 juta sbm pada 23. Meskipun lebih tingginya pertumbuhan PDB pada skenario ini dapat berdampak pada naiknya kontribusi EBT, tetapi tidak semua jenis ebt mengalami kenaikan besaran. Pertumbuhan PDB yang lebih tinggi berdampak pada makin besarnya pertumbuhan BBN, sehingga pada tahun 23 pemanfaatan biofuel meningkat dari 233 juta sbm (29%) pada skenario dasar menjadi 356 juta sbm (38%) pada skenario. Namun lebih tingginya PDB pada skenario ini tidak berdampak terhadap penambahan volume EBT dari 45
CBM, CTL, angin, hidro, matahari, nuklir, panas bumi, dan sampah, meskipun mengalami perubahan pangsa. Peranan EBT dalam Pembangkitan Listrik Kapasitas pembangkit listrik PLN dan non PLN pada tahun 21 mencapai 33,3 GW secara keseluruhan, selama periode 21-23, pada skenario dasar, menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan kapasitas pembangkitan listrik nasional hingga 5 kali. pertumbuhan kapasitas pembangkit sesuai skenario dasar terjadi dengan laju rata-rata 8,2% per tahun menjadi 162 GW (23). Sesuai skenario, kapasitas pembangkit listrik tersebut akan tumbuh jauh lebih tinggi, sekitar 1%, dimana pada tahun 23 diproyeksikan akan mencapai 228 GW. Selanjutnya hasil proyeksi kedua skenario tersebut menunjukkan PLTU batubara selama masa periode studi tetap dominan dibanding dengan pembangkit jenis lain, dimana pada tahun 23 mencapai 97,6 GW (skenario dasar) dan 16,7 GW (skenario ). Gambar 6. Kapasitas Pembangkit Listrik Nasional Jangka Panjang Pada tahun 215 diprediksi kapasitas pembangkit EBT akan melebihi 9 GW, baik untuk skenario dasar maupun. Selanjutnya selama kurun waktu 21 s.d. 23 Pembangkit jenis EBT meningkat hampir 6 kali, yaitu dari 6,6 GW menjadi 39 GW (24%). Pembangkit jenis EBT tersebut terdiri dari PLTP, PLTA, PLTM, Pembangkit Biomasa, PLTN, PLTB (angin), PLTS, PLTGB (gasifikasi batubara) serta Pembangkit berbasis sampah. PLTP dan pembangkit berbasis hidro pada tahun 225 diprediksi berturut-turut akan mencapai 1 GW (8%) dan 15,5 GW (13%), kemudian naik menjadi 12 GW (7%) dan 18,3 GW (11%) tahun 23. Khusus PLTN diperkirakan masuk dalam sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali pada tahun 228 sebesar 2 GW (1%), dan bertambah menjadi 4 GW (2%) pada tahun 23. Sesuai skenario, total kapasitas pembangkit EBT relative tidak berubah, mengingat adanya kendala seperti biaya investasi dan operasional yang mahal sehingga kurang dapat bersaing dengan pembangkit jenis lainnya KESIMPULAN Lebih dari 82% pasokan energi primer untuk memenuhi kebutuhan energi final tersebut merupakan energi fosil, sementara pangsa kemampuan pasokan EBT akan menurun dengan meningkatnya kebutuhan energi final. Peranan pasokan batubara secara bertahap akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan sektor 46
industri dan akan menjadi sumber energi utama di kemudian hari karena didukung oleh sumberdaya yang cukup. Namun, ditengah peranan migas yang masih dominan, kemampuan produksi migas Indonesia cenderung menurun seiring dengan usia lapangan. Akibatnya, impor minyak bumi dan BBM menjadi solusi yang tidak dapat dihindari bahkan sekalipun upaya substitusi BBM dengan BBM sintetis (BBN dan CTL) sudah dilakukan. Akibat tingginya kebutuhan energi final sesuai skenario, Indonesia akan menjadi net importir energi mulai tahun 227, sedangkan skenario yang diprediksi Indonesia belum menjadi negara net importir. Dengan kondisi sumberdaya, pengelolaan, dan kebijakan EBT saat ini, peranan EBT hingga tahun 23 masih terbatas, meskipun sudah dilakukan upaya pemanfaatan EBT sesuai dengan keekonomiannya. Sesuai Skenario pada tahun 23, kapasitas PLTP diprediksi mencapai 11,96 GW, kapasitas PLTA mencapai 18,33 GW, kapasitas PLTU-biomasa sebesar 2,25 GW, kapasitas PLTN 4, GW, kapasitas energi terbarukan lainnya (surya, angin, dan laut) sebanyak 2,39 GW, sedangkan produksi CBM mencapai 73 MMCFD, produksi CTL sebanyak 3,9 juta kiloliter, produksi CTG sebesar 1,33 MMCFD, dan biofuel sebesar 5,73 juta kilo liter (B-1 & E-1). Rendahnya pemanfaatan EBT karena EBT bersifat site specific, jauh dari pusat beban, adanya dualisme kepentingan, memerlukan invetasi yang tinggi, terletak pada hutan konservasi, dan lainnya. Padahal, optimalisasi pemanfaatan EBT selain berdampak terhadap penurunan laju pertumbuhan emisi global dan lokal (pro-environment), juga berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth), penyerapan tenaga kerja (pro-job), dan peningkatan pendapatan masyarakat dengan orientasi pengentasan kemiskinan (pro-poor). UCAPAN TERIMAKASIH Sumber data dan informasi tulisan ini berasal dari Buku Outlook Energi Indonesia 212 yang ditulis oleh Tim Perencanaan Energi - BPPT, untuk itu disampaikan terimakasih terutama kepada Tim Perencanaan Energi, Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, Kedeputian TIEM - BPPT. DAFTAR PUSTAKA Bappenas, 211. Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 211-225 BPPT, 212. Buku Outlook Energi Indonesia 212, Pengembangan Energi Masa Depan dalam Mendukung Pertumbuhan Ekonomi dan Ketahanan Energi Nasional, TIEM BPPT BPS (29) Statistik Industri Besar dan Sedang 29, Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS (211) Statistik Indonesia 211, Badan Pusat Statistik, Jakarta. CDIEMR (211) Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 211, Center for Data and Information on Energy and Mineral Resources, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta. Menko Perekonomian (211) Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta. Pertamina (211) Data Pengembangan Kilang Minyak Indonesia (Permintaan Data BPPT ke Pertamina). PLN (211) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 211-22, PT PLN (Persero), Jakarta 47