PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

BONUS DEMOGRAFI INDONESIA

(S.5) SIMULASI PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA DENGAN ASUMSI TFR NAIK DAN TURUN Yayat Karyana

PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang peran yang

Studi Kependudukan - 1. Demografi formal. Konsep Dasar. Studi Kependudukan - 2. Pertumbuhan Penduduk. Demographic Balancing Equation

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk merupakan bagian integral dari suatu negara. Komposisi dan

ANALISA HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 DAN IMPLIKASI KEPENDUDUKAN DI PROVINSI BENGKULU

MODUL ONLINE INFORMASI DATA KEPENDUDUKAN PENDALAMAN MATERI DEMOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. Padahal sumber data penduduk yang tersedia hanya secara periodik, yaitu Sensus Penduduk

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

PERMASALAHAN KEPENDUDUKAN DAN PENANGGULANGANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk kota Pematangsiantar setiap tahunnya menunjukkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Bonus demografi secara umum menggambarkan perubahan komposisi

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Data dan Informasi dalam Perencanaan

Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi dan sulit

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kependudukan sangat erat kaitannya dengan demografi. Demografi sendiri


KULIAH UMUM PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

EVALUASI KONDISI DEMOGRAFI SECARA TEMPORAL DI PROVINSI BENGKULU: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Peduduk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk Kota Pematangsiantar setiap tahunnya menunjukkaan

BAB 7: GEOGRAFI ANTROPOSFER

TIGA PULUH DUA TAHUN PERJALANAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA NASIONAL DI PROPINSI BENGKULU (1972 SAMPAI DENGAN 2010)

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

pengisian data dan cara pembuatan grafik. setelah pengolahan dan analisa perhitungan serta saran-saran yang

BAB I PENDAHULUAN. antara pemerintah dan pihak swasta (masyarakat) sehingga sumber daya yang ada

PEDOMAN PENGHITUNGAN PROYEKSI PENDUDUK DAN ANGKATAN KERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatankekuatan

PERTEMUAN 12 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemahaman mengenai keadaan penduduk di suatu daerah atau negara diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

Prosiding SNaPP2010 Edisi Eksakta ISSN:

ASPEK KEPENDUDUKAN III. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB I PENDAHULUAN. faktor ekonomi dan faktor non ekonomi dimana salah satunya adalah faktor

PENETAPAN SEMENTARA PROYEKSI PENDUDUK KABUPATEN/KOTA TAHUN 2015 DAN TAHUN 2035

Data dan Informasi dalam Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA. Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan penduduk dunia, Indonesia juga sebagai negara

Masalah lain yang muncul adalah berubahnya struktur

Penduduk, Masyarakat dan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. seperti Negara Indonesia akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Negara

BAB III PROYEKSI PENDUDUK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

Demografi formal = Demografi murni. Sumber data Sekunder. Pengambilan Data Penduduk. Registrasi Survai

PENGERTIAN, CAKUPAN DAN UKURAN MORTALITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Data Agregat per Kecamatan

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

(MS.6) TAKSIRAN TFR BERDASARKAN HASIL PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA MENGGUNAKAN METODE CAMPURAN

Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan

HRD Forum Bekasi 7 November 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDUNG Nugraha Setiawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kependudukan sudah merupakan masalah serius yang bukan saja dihadapi oleh

MERUBAH PETAKA MENJADI BERKAH: Optimalisasi Bonus Demografi bagi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti Demos adalah rakyat

RASIO KETERGANTUNGAN ANALISA UNTUK INDONESIA. Oleh : Sita Dewi

Peran Analisis Demografi dalam Perencanaan Ketenagakerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Terbesar di Dunia. Setelah China, India, dan Amerika Serikat. Di tambah dengan

1. Masalah Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk. sebesar 3,52 per tahun. Jumlah Penduduk. Kendari Tenggara sebanyak. dengan laju laju pertumbuhan sebesar 2,30 per tahun

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk


ASPEK KEPENDUDUKAN IV

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Kota Administrasi Jakarta Utara. Data Agregat per Kecamatan

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

Advokasi Penyusunan Grand Design Pengendalian Kuantitas Penduduk Kabupaten/ Kota se- Bakorwil III Provinsi Jawa Tengah

K O T A P E K A N B A R U

Sekapur Sirih. Pekanbaru, Agustus 2010 Kepala BPS Provinsi Riau. Abdul Manaf, MA NIP

BADAN PUSAT STATISTIK

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. lengkap dari pada sumber-sumber data yang lain karena kemungkinan tercecernya

Identifikasi dan Pengukuran Variabel Sosial Ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tepat rencana pembangunan itu dibuat. Suatu perencanaan kependudukan adalah

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun. Perwakilan BKKBN Provinsi Papua 2014

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

KEBIJAKAN PRESPEKTIF DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL YANG BERWAWASAN KEPENDUDUKAN

BAB III PROFIL UMUR DAN JENIS KELAMIN PENDUDUK KABUPATEN MAJALENGKA

SEKAPUR SIRIH. Tanjungpinang, Agustus 2010 Kepala BPS Kota Tanjungpinang. Ir. ABRIANSYAH MULLER NIP

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 13. PendudukLatihan Soal 13.1

Transkripsi:

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 2035 Dr. Sukamdi Agus Joko Pitoyo, M.A. Eddy Kiswanto, M.Si M. Arif Fahrudin Alfana PENDAHULUAN Proyeksi penduduk merupakan cara penggambaran jumlah penduduk berdasarkan perhitungan tertentu yang didasarkan pada asumsi komponen yang bekerja di dalamnya yang meliputi kelahiran, kematian, dan migrasi. Proyeksi memegang peranan penting dalam tujuannya sebagai sebuah sistem perencanaan di masa yang akan datang. Di Indonesia, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004. Dengan kata lain, proyeksi penduduk bermanfaat sebagai basis data dan target penentuan kebijakan untuk pembangunan sektoral. Perhitungan proyeksi yang dilakukan oleh Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan (PSKK) dilakukan dalam kurun waktu 2010-2035. Terdapat tiga alasan utama proyeksi penduduk ini penting dilakukan. Pertama adalah dari segi akademis, penyusunan proyeksi penduduk merupakan perdebatan ilmiah terkait asumsi dan model proyeksi yang digunakan. Asumsi besaran angka fertilitas, mortalitas, dan mobilitas tidak terlepas dari landasan teori dan fakta empiris dari data pendukung. Selain itu, penentuan model proyeksi berikut software yang digunakan juga penuh diskusi tersendiri. Perbedaan asumsi dan model proyeksi yang digunakan akan menghasilkan menghasilkan angka yang berbeda. Kedua adalah dari sisi praktis, hasil proyeksi penduduk ini akan memberikan alternatif selain dari proyeksi yang selama ini dibuat oleh BPS. Hal ini penting karena pembangunan yang berwawasan kependudukan menempatkan penduduk sebagai objek dan subjek pembangunan

sehingga membutuhkan sumber data lain sebagai pembanding yang independen yang dapat meminimalkan bias kepentingan. Ketiga adalah dari sisi kebijakan dan perencanaan pembangunan, proyeksi lain selain dari BPS diperlukan sebagai bagian dari dasar penentuan kebijakan dan perencanaan pembangunan. TUJUAN Penduduk dan proyeksinya merupakan gambaran yang peranannya dapat digunakan sebagai penentuan kebijakan. Tujuan dari penyusunan proyeksi ini, antara lain, adalah sebagai berikut. 1. menghitung jumlah penduduk Indonesia selama periode 2010-2035. Rentang proyeksi tidak terlalu jauh untuk menghindari kesalahan dari asumsi dan metode proyeksi. Proyeksi dengan jangka waktu yang lama akan jauh berbeda dengan keadaan sebenarnya seiring dengan perubahan keadaan sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang berkembang cepat. 2. menyediakan data penduduk Indonesia pada periode 2010 2035 untuk kepentingan evaluasi terhadap dinamika penduduk dan perencanaan pembangunan pada jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang METODE Proyeksi adalah prediksi jumlah penduduk di masa depan yang sangat bergantung terhadap kualitas data. Berkaitan dengan hal tersebut, maka aspek yang perlu diperhatikan adalah metode prediksi, jumlah penduduk menurut umur, aspek fertilitas, aspek mortalitas, dan aspek migrasi. Proyeksi dilakukan menggunakan bantuan Program Spectrum. Data yang diperlukan adalah jumlah penduduk menurut kelompok umur lima tahunan pada tahun dasar, angka harapan hidup, model life table yang digunakan, nilai fertilitas total (TFR), nilai fertilitas menurut kelompok umur (ASFR), nilai rasio jenis kelamin (sex ratio) pada saat lahir, dan migrasi internasional. Jumlah penduduk pada tahun dasar diperoleh dari publikasi data sensus yang telah dievaluasi. Penduduk pada awal tahun ini akan diproyeksikan antara rentang tahun 2010-2035 dengan memasukkan indikator lainnya. Data sex ratio saat lahir diisikan konstan pada angka 105. Untuk indikator lainnya, dibutuhkan data periodik sampai tahun 2035 sehingga penentuan asumsi dasar merupakan kunci pokok yang memengaruhi perhitungan berikutnya. Penentuan asumsi akan sangat bergantung dari

tren data sebelumnya dan kebijakan yang akan diambil dalam penentuan target pada tahun proyeksi terakhir. Asumsi Fertilitas Asumsi fertilitas ditentukan oleh pola yang terjadi pada masa lalu. Untuk indikator fertilitas, digunakan nilai TFR dan ASFR. Proyeksi ASFR untuk Program Spectrum didapatkan dengan melihat pertumbuhan ASFR per kelompok umur pada periode 2000-2010. Dengan asumsi pertumbuhan konstan, maka nilai ASFR dapat diproyeksikan sampai 2035. Sementara itu, asumsi nilai TFR dilihat berdasarkan tren perkembangan TFR dari tahun ke tahun berdasarkan data publikasi dari data Sensus dan Supas. Tabel 1 Nilai TFR Indonesia menurut BPS 1971-2010 Tahun 1971 1980 1990 1995 2000 2005 2010 BPS 5,6 4,7 3,3 2,8 2,3 2,3 2,4 Sumber: BPS 1971-2010 Perkembangan TFR berdasarkan data Sensus dan Supas mengalami dinamika yang menarik dari nilai 5,61 pada 1971 turun sampai 2,41 pada 2010 (Tabel 1). Berdasarkan nilai tersebut, diketahui bahwa pertumbuhan TFR mengalami dinamika perkembangan yang signifikan yang dapat dilihat dalam tiga kategori. Pertama, tahun 1971 sampai 1990 merupakan periode kelahiran turun cepat. Kedua, pada periode 1990 sampai 2005 pertumbuhan TFR mulai stabil dan ketiga, pada periode 2005-2010 pertumbuhan TFR mulai naik kembali (Gambar 1). Terdapat persoalan besar, bagaimana mungkin pertumbuhan TFR akan diambil berdasarkan kategori ketiga? Ini sama artinya dengan pernyataan bahwa tidak ada program terkait dengan penurunan fertilitas pada periode 2000-2010. Untuk itu, skenario proyeksi TFR dari tahun 2010 sampai 2035 menggunakan skenario pertumbuhan stabil rendah pada periode 2000-2005. Nilai pertumbuhan TFR pada 2000-2005 sebesar -0,0069. Berdasarkan pertumbuhan TFR yang dianggap konstan, maka didapatkan skenario nilai TFR sampai 2035 (Tabel 2).

Tabel 2 Proyeksi TFR Indonesia 2010-2035 Tahun 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Proyeksi 2,41 2,33 2,25 2,17 2,10 2,03 Sumber: BPS dan UN 1971-2010 2000-2005 2005-2010 1971-1980 1995-2000 1990-1995 Asumsi 1990-1995 penurunan TFR Sumber: BPS 1971-2010 Gambar 1 Pertumbuhan TFR 1971-2010 Asumsi Penurunan Mortalitas Indikator untuk mengetahui tingkat mortalitas adalah angka kematian bayi (AKB) dan angka harapan hidup (AHH). Untuk mengetahui keduanya, dapat dengan melihat nilai level pada tabel kematian. Penentuan besarnya nilai Level of Mortality (LOM) ini dapat dipilih dengan beberapa metode yang digunakan. Untuk negara berkembang, pola mortalitas yang digunakan dan dianggap sesuai adalah pola mortalitas model Coale Demeny West. Model ini disusun dengan basis data yang bersifat umum sehingga dianggap memiliki keterwakilan pada sebagian besar negara di dunia. Sementara itu, untuk menghitung proyeksi AHH digunakan data publikasi dari UN World Population Prospect 2012 Revision, baik AHH untuk laki-laki maupun perempuan dari tahun 2010-2035. Asumsi Migrasi Perpindahan atau migrasi merupakan komponen yang dianggap memiliki peran kecil dalam memengaruhi jumlah dan komposisi penduduk. Namun proyeksi ini tetap memperhitungkan migrasi internasional sebagai salah satu komponen data. Asumsi

yang digunakan adalah pola migrasi internasional tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini didasarkan pada kejadian migrasi yang hanya terjadi karena kejadian luar biasa, seperti perang, bencana, atau ketidakstabilan politik. Atas asumsi itulah, maka migrasi dianggap berpola konstan dalam waktu yang relatif panjang sejak tahun 2010-2035. Oleh karena itu, nilai migrasi internasional menggunakan nilai yang telah dihitung (default) oleh Program Spectrum. HASIL PROYEKSI Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat, yaitu dari 238,5 juta pada 2010 menjadi 304,9 juta pada 2035 (Gambar 2). Jumlah tersebut lebih banyak daripada proyeksi UN (303,3 juta) dan lebih sedikit daripada jumlah penduduk yang dilakukan Bappenas, BPS, dan UNFPA (305,6 juta). Hal itu tentu saja berkaitan dengan metode yang dipilih. Berdasarkan pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2010-2035, tampak kecenderungan yang terus menurun. Dalam periode 2010-2015 dan 2030-2035 laju pertumbuhan penduduk turun dari 1,3 persen menjadi 0,7 persen per tahun. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan penurunan pertumbuhan penduduk yang diproyeksikan oleh Bappenas-BPS-UNFPA dan UN. Pertumbuhan penduduk ratarata per tahun menurut proyeksi dari Bappenas-BPS-UNFPA turun dari 1,3 persen menjadi 0,6 persen dalam periode yang sama. Sementara itu, pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun menurut proyeksi dari UN turun dari 1,2 persen menjadi 0,7 persen (Tabel 3). Tabel 3 Pertumbuhan Penduduk Indonesia 2010-2035 Proyeksi Asumsi Pertumbuhan Penduduk 2010-2015 2015-2020 2020-2025 2025-2030 2030-2035 PSKK 0,013 0,011 0,010 0,008 0,007 Bappenas-BPS- UNFPA 0,014 0,012 0,010 0,008 0,006 UN 0,012 0,010 0,009 0,008 0,007 Sumber: BPS dan UN 1971-2010

2010 2015 2020 2025 2030 2035 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Sumber 238.518,8 254.375,4 269.144,6 282.634,6 294.621,9 304.902,0 Versi PSKK 238.518,8 255.461,7 271.066,4 284.829,0 296.405,1 305.652,4 Versi Bappenas-BPS-UNFPA 240.676,5 255.708,8 269.413,5 282.011,4 293.482,5 303.382,4 Versi UN Gambar 2 Proyeksi Penduduk 2010-2035 Selain jumlah penduduk, aspek penting yang perlu dilihat adalah beban ketergantungan, yaitu perbandingan antara penduduk produktif dengan usia nonproduktif. Ini yang kemudian disebut juga sebagai rasio ketergantungan. Nilai rasio ketergantungan adalah indikator kasar keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Semakin rendah angka beban ketergantungan berarti penduduk di usia produktif semakin tinggi. Hal ini dijadikan indikator potensi ekonomi yang mungkin tercipta yang juga disebut sebagai jendela peluang (windows of opportunity). Jendela peluang tersebut, dari sisi kependudukan, disebut pula dengan bonus demografi, yaitu potensi ekonomi dari suatu negara ketika angka beban ketergantungan berada pada titik rendah. Angka beban ketergantungan di Indonesia berdasarkan hasil proyeksi penduduk menghasilkan tiga pola. Pertama, turun secara nyata mulai 2010 sampai sekitar 2020, dari angka 50 menjadi 47. Pada periode ini Indonesia secara ekonomi berpotensi mendekati gerbang kejayaan. Kedua, stabil pada angka terendah mulai tahun 2020

sampai 2030, yaitu pada angka beban ketergantungan 47. Ini adalah angka beban ketergantungan terendah yang akan dicapai di Indonesia dan dapat bertahan sekitar sepuluh tahun. Pada periode ini Indonesia berpotensi menjadi negara yang maju dan jaya yang sering diidamkan sebagai negara yang sejahtera (welfare state) gemah ripah loh jinawi. Perlu disadari ini adalah peluang, yang perlu diantisipasi dan dipersiapkan oleh banyak pihak, yang akan terwujud apabila kondisinya kondusif. Persiapan yang salah akan membuang peluang sehingga yang sedianya peluang kemajuan justru menjadi bencana (demographic disaster). Ketiga, pola kembali naik, yakni mulai tahun 2030 angka beban ketergantungan menjadi naik seiring dengan meningkatnya penduduk lansia di Indonesia. Hal penting yang perlu diantisipasi adalah program terkait dengan lansia. Persoalan yang muncul setelah 2030 di Indonesia adalah cara pengelolaan lansia. Gambar 3 Proyeksi Rasio Ketergantungan Indonesia 2010-2035 Sumber: BPS, UN Hasil proyeksi penduduk yang juga dapat dicermati terkait dengan perencanaan sektoral adalah jumlah penduduk usia anak, usia remaja, usia produktif, dan usia lansia. Program pembangunan yang relevan dengan hasil tersebut adalah sektor pendidikan, tenaga kerja, ketahanan pangan, perumahan, dan sebagainya. Ketenagakerjaan merupakan salah satu isu sentral dalam pembangunan kependudukan. Berdasarkan proyeksinya, jumlah angkatan kerja secara absolut dan relatif senantiasa bertambah dari tahun ke tahun pada kurun waktu 2010-2035. Bahkan jika dibandingkan dengan

proyeksi lainnya, yaitu proyeksi versi Bappenas-BPS-UNFPA dan proyeksi versi UN, jumlah relatif dan absolut angkatan kerja pada kurun 2010-2035 tidak banyak berbeda (Gambar 4). Angkatan kerja, yakni penduduk yang berusia produktif (15-64 tahun), yang terdiri dari bekerja dan pencari kerja cenderung meningkat pesat. Jumlah angkatan kerja tahun 2035 mencapai 67,3 persen dari total jumlah penduduk yang berarti potensi sumber daya manusia berlimpah. Masalahnya adalah jika kebanyakan dari mereka berstatus pencari kerja atau penganggur. Jumlah penganggur dan/atau setengah penganggur yang berlebih tentu akan menjadi bencana bagi pembangunan. 2010 2015 2020 2025 2030 2035 Sumber: BPS, UN Gambar 4 Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia 2010-2035 Hal lain yang juga menarik dari hasil proyeksi adalah penduduk lansia. Kelompok usia pasca produktif, yakni lansia yang berumur 65+, menjadi penting karena lansia dapat menjadi potensi atau beban dalam siklus kehidupan manusia secara keseluruhan. Dalam bidang ekonomi, lansia berperan dalam pertumbuhan ekonomi, tabungan, investasi, konsumsi barang/jasa, ketenagakerjaan, pajak, dan kegiatan ekonomi lainnya. Dalam aspek sosial, lansia masuk dalam komposisi keluarga, kebutuhan perumahan, migrasi, dan pemenuhan pelayanan kesehatan. Dalam bidang

politik, lansia berperan dalam pemilihan umum suatu negara. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah lansia yang berumur 65+ akan berlipat 100 persen pada 2035 dibandingkan dengan 2010. Pada 2010 tercatat jumlah persentase lansia sebesar 4,9 persen (11.878.236 jiwa) dan menjadi 10,8 persen (32.112.361) pada 2035 (Gambar 5). Sumber: BPS, UN Gambar 5 Proyeksi Lansia 65+ Indonesia 2010-2035 PENUTUP Hasil proyeksi penduduk Indonesia ini dapat memberikan sumber data lain sebagai pembanding dari proyeksi lain yang telah dibuat oleh BPS. Secara umum jumlah penduduk hasil proyeksi hampir sama, dengan perbedaan kurang dari satu juta di akhir proyeksi apabila dibandingkan dengan hasil proyeksi BPS dan UN. Namun apabila dilihat secara detail, akan tampak perbedaannya, misalnya jika dilihat berdasarkan angkatan kerja dan lansia. Berdasarkan jumlahnya, penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat, yaitu dari 238,5 juta pada 2010 menjadi 304,9 juta pada 2035. Jumlah yang demikian besar menimbulkan potensi dan tantangan dalam

pembangunan. Potensi didapatkan jika penduduk yang demikian besar memiliki kualitas yang tinggi. Sementara itu, jumlah penduduk yang besar menimbulkan ancaman jika tidak mampu dikelola sehingga hanya menjadi beban bagi pembangunan. Jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan yang signifikan pada periode 2010-2035. Pada periode 25 tahun akan terjadi penambahan sekitar 50 juta angkatan kerja baru, yang berarti 2 juta angkatan kerja tiap tahun. Terkait dengan peningkatan angkatan kerja ini, potensi bonus demografi di Indonesia akan terjadi mulai 2020 sampai 2030, yaitu ketika angka beban ketergantungan berada pada posisi terendah (47). Saat itulah Indonesia berpotensi menjadi negara sejahtera (Welfare State) yang gemah ripah loh jinawi. Di sisi lain, ada persoalan serius yang perlu diantisipasi, yaitu lansia. Penduduk lansia akan meningkat 100 persen dari 2010 sampai 2035, dari sebesar 4,9 persen (11.878.236 jiwa) menjadi 10,8 persen (32.112.361 jiwa) pada 2035.