ANALISIS BELANJA PUBLIK PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DAN KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI.

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS EKUITAS ANGGARAN BELANJA PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting

ANALISIS EFISIENSI ANGGARAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER PROGRAM STUDI AKUNTANSI-FEB UMS, 25 JUNI 2014 ISBN: SUB TEMA: AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. masa yang akan datang (Mardiasmo, 2009). untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110

ANALISIS TINGKAT PENYERAPAN BELANJA PUBLIK DI KABUPATEN BOYOLALI ANINDITA YULIARNI B

ANALISIS KINERJA PENERIMAAN PAJAK DAERAH SEBAGAI KOMPONEN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BATAM RANGKUMAN TUGAS AKHIR

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

Manajemen Keuangan Publik. Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

ANALISIS PENGARUH BELANJA DAERAH TERHADAP CAPAIAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (Studi Kasus Pada SKPD Di Boyolali) MEVIANA SUSILOWATI B

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS BELANJA PUBLIK PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DAN KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI.

Analisis Kinerja Belanja Pemerintah daerah Kotamobagu dan Bolaang Mongondow Timur tahun Herman Karamoy

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

ANALISIS EFISIENSI PENGELOLAAN ANGGARAN BELANJA PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPILKABUPATEN BREBES

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian tersendiri bagi sebuah organisasi sektor publik. Pendekatan-pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.12 No.3 Tahun 2012

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DI KABUPATEN SUMBAWA SKRIPSI

EVALUASI REALISASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

Analisis derajat desentralisasi dan kemandirian PAD serta hubungannya dengan produktivitas belanja daerah di Kota Jambi

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA TAHUN ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KULON PROGO

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB VI PENUTUP. Langsung Pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kinerja Pelayanan Publik (Studi kasusu Pada SKPD Kabupaten Sukoharjo) Evi Prismawati B

ANGGARAN PENDIDIKAN DAN PERMASALAHNNYA

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA KEDIRI TAHUN SKRIPSI

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kewenangan daerah dalam menjalankan pemerintahannya pada masa

Brian Sagay, Kinerja Pemerintah Daerah KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA KABUPATEN MINAHASA SELATAN

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil kesimpulan dapat disimpulkan bahwa : 2. Pengeluaran (belanja) Kabupaten Manggarai tahun anggaran 2010-

Disusun Oleh B PROGRAM

BAB II LANDASAN TEORI

Hasil Perhitungan SPM

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KABUPATEN KLATEN TAHUN

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 22

ABSTRAKSI. Kata kunci: sektor publik, kinerja, balance scorecard, PDAM

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKjIP) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PADA DINAS PEREKONOMIAN DAN PARIWISATA KABUPATEN TUBAN RANGKUMAN TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

VARIANS ANGGARAN DAN REALISASI ANGGARAN BELANJA PADA PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO. Febriyanti Kadir

BAB I PENDAHULUAN. negara karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa

Disusun oleh: B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Paramitha S. Mokodompit., S.S. Pangemanan., I. Elim. Analisis Kinerja Keuangan ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA KOTAMOBAGU

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI PROPINSI SULAWESI TENGGARA 1) Muhammad Nur Afiat 2) ABSTRAK

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : Irma Novalia B

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB V RELEVANSI DAN EFEKTIVITAS APBD

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOYOLALI APBD

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERLAKUKANNYA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BOYOLALI APBD

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN TAHUN ANGGARAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Disusun Oleh : B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

Transkripsi:

ANALISIS BELANJA PUBLIK PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DAN KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI. NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S1) Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: DESI AMALIANA B 200 080 102 FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

ANALISIS BELANJA PUBLIK PROGRAM WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN DAN KINERJA PELAYANAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BOYOLALI. Disusun oleh: DESI AMALIANA B200080102 ABSTRAKSI Penelitian ini menganalisis anggaran belanja publik program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan kinerja pelayanan pendidikan di Kabupaten Boyolali. Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementrian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil analisis tren total anggaran belanja fungsi pendidikan untuk tahun 2012-2016 menunjukan hasil yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Rasio belanja APBD menurut fungsi pendidikan, dari tahun ke tahun menunjukan proporsi yang lebih besar dari fungsi-fungsi lain, hal ini memperlihatkan perhatian pemerintah Kab. Boyolali terhadap pengembangan sektor pendidikan. Rasio belanja modal terhadap belanja operasional menunjukan dukungan belanja operasional untuk memfasilitasi pendidikan. Capaian indikator program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun cenderung menurun dan tidak stabil namun masih diatas 80% atau kategori cukup baik. Analisis korelasi menunjukan koefisien korelasi variabel capaian kinerja dan belanja sebesar 0,289 dengan nilai positif dan signifikan 0,019 pada taraf 0,05. Hasil ini menunjukan bahwa belanja pendidikan berkorelasi positif dengan capaian kinerja. Kata Kunci: Anggaran belanja publik, pendidikan dasar, kinerja pelayanan pendidikan dan capaian kinerja.

A. Latar belakang Penganggaran merupakan suatu aktivitas pemerintah yang penting dan universal. Setiap pemerintahan harus menjalankan fungsi penganggaran dalam melakukan aktivitas dan membelanjakan pendapatan. Anggaran merupakan suatu teknik dalam suatu sistem, sehingga keberhasilannya tergantung pada kerjasama dalam sistem tersebut (Mohamad Mahsun et al, 2006) Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai perioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih besar dari anggarannya untuk sektor pendidikan. Belanja publik nasional untuk sektor pendidikan meningkat dari 2,8% pada tahun 2001 menjadi 3,1% pada tahun 2006 relatif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, Jumlah belanja pendidikan di tingkat kab/kota meningkat baik dalam sisi jumlah maupun proporsinya dari Rp 26 Triliun pada tahun 2001 menjadi Rp 52 Triliun pada tahun 2006. Menurut Bank Dunia (2008) belanja publik untuk sektor pendidikan diperkirakan meningkat lagi hingga 3,3% pada tahun 2008 dan 3,6% pada tahun 2011 sesuai dengan data anggaran. Hal tersebut disadari bahwa peningkatan pengeluaran publik untuk anggaran pendidikan tidak terlepas dari amanat konstitusi UUD 1945. Kewajiban konstitusi ini kemudian dipertegas dalam UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengharuskan pemerintah pusat dan daerah untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari anggaran mereka untuk sektor pendidikan ini. Meskipun demikian, besarnya anggaran pendidikan belum efektif dalam mempengaruhi kinerja sektor pendidikan di Indonesia. Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, baik terhadap total pengeluaran pembangunan maupun Produk Domestik Bruto, secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan.

Tujuan Penelitian: 1. Untuk menganalisis besarnya pengeluaran pemerintah Kabupaten Boyolali dalam menjalankan fungsi pendidikan dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain 2. Untuk menganalisis besarnya biaya pelayanan pendidikan pemerintah Kabupaten boyolali untuk tiap siswa program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun 3. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara capaian kinerja pelayanan pendidikan dengan belanja pendidikan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Kabupaten Boyolali ditinjau dari sisi belanja modal terhadap belanja operasional. B. Landasan Teori Pengeluaran Pemerintah (Anggaran) untuk Fungsi Pendidikan Menurut mardiasmo, 2002 anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang. Fungsi Anggaran sektor publik yaitu: a. Anggaran Sebagai Alat Perencanaan (Planing Tool) b. Anggaran Sebagai Alat Pengendalian (Control Tool) c. Anggaran Sebagai Alat Kebijakan Fiskal (Fiskal Tool) d. Anggaran Sebagai Alat Politik (Politikal Tool) e. Anggaran Sebagai Alat kordinasi dan Komunikasi (coordination and Communication Tool) f. Anggaran Sebagai Alat Penilaian Kinerja (Performance Measurement) g. Anggaran Sebagai Alat Motivasi (Motivation Tool) h. Anggaran Sebagai Alat untuk Menciptakan Ruang Publik (Publik Sphere) Jenis anggaran sektor publik dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Anggaran Operasional 2. Anggaran Modal/investasi UU No. 10 Tahun 2010 tentang APBN TA 2011, dinyatakan bahwa Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementrian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah (pasal 1 butir 48). Pelayanan Pendidikan untuk Wajar 9 tahun Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan perwujudan amanat pembukaan UUD 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. serta pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjamin hak atas pendidikan dasar bagi warga negara indonesia yang berusia 7-15 tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia adalah melalui peningkatan secara nyata persentase penduduk yang dapat menyelesaikan proram Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun. Program wajib belajar memiliki dasar hukum sebagai berikut: 1. Undang-undang Dasar 1945, pasal 31 ayat 2 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 6 ayat 1. 3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. 4. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1994 tentang Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

5. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara 6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Didalam Dasar Hukum tersebut mengatur bahwa: - Setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar - Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, - WAJAR 9 Tahun merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat (Suyanto.2010) Kinerja Pelayanan Pendidikan Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun et al, 2006) Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, 2002 dalam Mohamad Mahsun et al, 2006)

Hubungan Capaian Kinerja Pendidikan dan Belanja Pendidikan Menurut Fatah (1998, 136) menyatakan bahwa belanja pendidikan merupakan faktor yang tidak dapat dihindarkan keberadaannya dalam menyediakan komponen-komponen input pendidikan dan menghasilkan luaran capaian kinerja. Karena pendidikan merupakan suatu proses maka belanja pendidikan akan menghasilkan capaian kinerja yang sesuai dengan dokumen perencanaan. Ha: Terdapat hubungan antara capaian kinerja program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan belanja pendidikan dasar. C. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif kuantitatif, yaitu menjelaskan karakteristik data kuantitatif sesuai dengan tujuan analisis yang akan dilakukan. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa dokumen APBD dan data olahan yang tersedia di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan serta Aset Daerah (DPPKAD) serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah raga (Disdikpora) di Kabupaten Boyolali. Setelah data dikumpulkan maka selanjutnya data di analisis, metode yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari buku pedoman pelaksanaan Analisis Belanja Publik Pendidikan Dasar (ABPPD) yang diterbitkan oleh Basic Education Capacity-Trust Fund (BEC-TF) (WordBank, 2009) dan metode analisis Trend. D. Hasil Penelitian 1. Analisis trend dengan metode kuadrat terkecil diperoleh dengan menentukan garis trend yang mempunyai jumlah terkecil dari kuadrat selisih data asli dengan data pada garis trend. Persamaan garis linear dari analisis time series akan mengikuti: Y = a + Bx

Tabel IV.1 Analisis Trend Tahun Total Belanja (Y) (X) tahun Y.X X² 2007 Rp 316.780.315.000,00-2 Rp (633.560.630.000,00) 4 2008 Rp 358.482.352.000,00-1 Rp (358.482.352.000,00) 1 2009 Rp 451.141.456.000,00 0 Rp - 0 2010 Rp 488.243.353.500,00 1 Rp 488.243.353.500,00 1 2011 Rp 624.410.728.000,00 2 Rp 1.248.821.456.000,00 4 Rp 2.239.058.204.500,00 Rp 745.021.827.500,00 X² = 10 Sumber Data: DPPKAD Kabupaten Boyolali Nilai a = Y/n = Rp 2.239.058.204.500 5 = Rp 447.811.640.900 Nilai b = YX/ X² = Rp 745.021.827.500 10 = Rp 74.502.182.750 Jadi persamaan trend = Y = 447.811.640.900 + 74.502.182.750 X Jadi persamaan trend anggaran pendidikan Kabupaten Boyolali termasuk jenis trend positif, sehingga apabila nilai X meningkat, maka nilai Y yaitu total anggaran belanja fungsi pendidikan juga meningkat. Nilai peramalan total anggaran belanja fungsi pendidikan untuk tahun 2012, 2013, 2014, 2015, dan 2016 yaitu: Nilai X untuk 2012 adalah 3. Sehingga nilai peramalannya adalah : Y 2012 = 447.811.640.900 + 74.502.182.750 (3) = Rp 671.318.189.200 Nilai X untuk 2013 adalah 4. Sehingga nilai peramalannya adalah : Y 2013 = 447.811.640.900 + 74.502.182.750 (4) = Rp 745.820.371.900 Nilai X untuk 2014 adalah 5. Sehingga nilai peramalannya adalah Y 2014 = 447.811.640.900 + 74.502.182.750 (5) = Rp 820.322.554.700 Nilai X untuk 2015 adalah 6. Sehingga nilai peramalannya adalah : Y 2015 = 447.811.640.900 + 74.502.182.750 (6)

= Rp 894.824.737.400 Nilai X untuk 2016 adalah 7. Sehingga nilai peramalannya adalah : Y 2016 = 447.811.640.900 + 74.502.182.750 (7) = Rp 969.326.920.200 2. Analisis Belanja APBD menurut fungsi digunakan untuk melihat besaran gambaran pengeluaran pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi pendidikan dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain seperti fungsi pelayanan umum, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, fungsi kesehatan, pariwisata, perlindungan sosial. Formula yang digunakan adalah: Belanja APBD menurut Fungsi... Rasio Belanja APBD Fungsi...= x 100% Total Belanja APBD Gambar IV.1 Rasio Belanja APBD menurut Fungsi tahun 2007 Perlindungan Sosial; 0,52% Pendidikan; 45,70% Pelayanan Umum; 26,19% Ketertiban dan Keamanan; 0,69% Ekonomi; 7,75% Pariwisata dan Budaya; 0,75% Kesehatan ; 9,44% Lingkungan hidup; 0,99% Perumahan dan Fasilitas umum; 7,96% Sumber data: DPPKAD Kabupaten Boyolali Berdasarkan gambar IV.1 dapat diketahui bahwa rasio terbesar belanja APBD menurut masing-masing fungsi pada tahun 2007 yaitu terletak pada fungsi pendidikan sebesar 45,70%. Berdasarkan besarnya rasio untuk fungsi pendidikan ini meperlihatkan perhatian pemerintah Kabupaten Boyolali terhadap pengembangan sektor pendidikan.

3. Analisis Belanja Pendidikan per Siswa digunakan untuk mengetahui pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan bagi tiap usia sekolah untuk siswa wajar 9 tahun. Analisi ini dihitung dengan formula sebagai berikut: Belanja pendidikan/siswa = Total Belanja urusan Pendidikan APBD Jumlah Siswa Tabel IV.2 Belanja Pendidikan per Siswa Total Belanja urusan Pendidikan Belanja Pendidikan Tahun APBD Jumlah siswa per siswa 1 2 3 = 1 : 2 2007 Rp 39.631.886.000,00 160.482 Rp 246.955 2008 Rp 47.861.232.125,00 148.956 Rp 321.311 2009 Rp 56.069.880.500,00 147.119 Rp 381.119 2010 Rp 2.881.569.950,00 144.817 Rp 19.898 Sumber Data: DPPKAD dan DIKPORA Kab. Boyolali Berdasarkan Tabel IV.2 Di atas dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah untuk belanja pendidikan per siswa untuk program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun selalu mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai 2009 yaitu Rp 246.955 ; Rp 321.311 ; Rp 381.119, peningkatan belanja pendidikan untuk tiap siswa ini dikarenakan anggaran total belanja urusan pendidikan yang meningkat dan jumlah siswa tiap tahun yang berkurang. 4. Analisis Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Operasional digunakan untuk mengetahui besarnya penyusunan anggaran belanja pendidikan untuk fasilitas pendidikan wajar 9 tahun. Formula yang digunakan adalah: Belanja Modal APBD Pendidikan Rasio Belanja Modal thd Belanja Operasional = x 100% Belanja Operasional APBD Pendidikan

Sumber Data: DPPKAD Kab. Boyolali Tabel IV.4 Belanja untuk Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun Belanja Operasional Rasio Belanja Modal thd Rasio Belanja Modal thd Belanja Modal Total Belanja Tahun Pegawai Barang & Jasa Belanja Operasional Total Belanja 1 2 3 4 = 1 + 2 + 3 5 = 3 : (1 + 2) x 100% 6 = (3 : 4) x 100% 2007 Rp 2.002.043.000,00 Rp 7.911.165.000,00 Rp 29.718.678.000,00 Rp 39.631.886.000,00 299,79% 74,99% 2008 Rp 1.988.265.000,00 Rp 5.227.149.450,00 Rp 40.645.817.675,00 Rp 47.861.232.125,00 563,32% 84,92% 2009 Rp 645.583.000,00 Rp 1.313.967.500,00 Rp 54.110.330.000,00 Rp 56.069.880.500,00 2761,36% 96,51% 2010 Rp 222.733.000,00 Rp 2.500.711.950,00 Rp 158.125.000,00 Rp 2.881.569.950,00 5,81% 5,49% 2011 Rp 1.056.094.720,00 Rp 33.011.734.400,00 Rp 67.639.554.880,00 Rp 101.707.384.000,00 198,54% 66,50%

Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja untuk Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun pada tahun 2007 yaitu sebesar 74,99% artinya 74,99% dari total belanja pendidikan yang dimiliki pemerintah daerah digunakan untuk investasi pendidikan program wajib belajar 9 tahun. Rasio Belanja Modal terhadap Belanja Operasional untuk Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun pada tahun 2007 yaitu sebesar 299,79% artinya dukungan belanja operasional untuk fasilitas pendidikan sebesar 299,79%. 5. Analisis Capaian Kinerja yaitu analisis tahunan instansi pemerintah yang diukur dengan keberhasilan dalam mencapai kinerja selama 5tahun. Formula yang digunakan adalah: Persentase pencapaian rencana Realisasi Capaian Kinerja tingkat capaian = x 100% Rencana Capaian Kinerja

URAIAN KINERJA PROGRAM Satua n RPJMD Tabel IV.5 Capaian Kinerja Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun TARGET REALISASI CAPAIAN KINERJA RPJMD RPJMD th 2006 th 2007 th 2008 th 2009 th 2010 th 2006 th 2007 th 2008 th 2009 th 2010 th 2006 th 2007 th 2008 th 2009 th 2010 Pendidikan SD/MI: APK Tk. SD/MI % 100 104,7 105,12 99 100,38 100 100,18 100,26 98,5 100,26 100,18 100,18 99,8 95,73 94 101,27 99,8 93,49 APM Tk. SD/MI % 83,45 87,37 87,66 84 83,45 83,45 84,45 83,09 84,63 97,62 84,45 84,45 101,2 95,1 97 117 101,2 94,64 Angka Lulusan SD/MI % 97 95,3 95,45 95,45 96,81 97 96,71 94,7 98,13 96,8 96,71 99,8 99,9 91 103 101 99,9 100,6 Angka Mengulang SD/MI % 4,36 4,75 4,55 4,05 4,36 4,36 3,93 5,3 4,07 3,98 3,93 3,93 110,94 91 111 102 110,94 106,87 Angka Putus Sekolah SD/MI % 0,08 0,11 0,11 0,11 0,08 0,08 0,09 0,17 0,12 0,09 0,09 0,09 88,89 88 108 118 88,89 122,22 Persentase SD/MI Menerapkan Manaj Berbasis Kompetensi % 100 80 90 100 90 100 95 70 95 100 95 100 105,56 87,5 106 100 105,56 122,22 Persentase Keterlaksanaannya Kurikulum Nasional SD/MI % 90 80 95 100 90 90 100 70 100 100 100 100 111,11 87,5 105 100 111,11 100 Pendidikan SMP/MTS: % APK Tk. SMP/MTs % 90 83,94 83,94 90 93,69 96 97,68 87,63 88,33 86,97 97,68 86,01 104,26 104,4 104 96,64 104,26 101,71 APM Tk. SMP/MTs % 70,78 60,45 60,75 64 70,78 70,78 73,41 67,72 63,99 75,81 73,41 63,17 103,72 112,03 105 118 103,72 103,98 Angka Melanjutkan % 94,28 88,3 94 94,28 94,28 94,28 87,63 69,3 94,28 91,68 100 99,24 74 100 103,13 Angka Lulusan SMP/MTs % 97 96,57 97,09 95 96,25 97 91,25 67,72 72 90,88 91,25 98,07 94,81 70,13 74 96 94,81 101,01 Angka Mengulang SMP/MTs % 0,14 0,25 0,23 0,21 0,14 0,14 0,14 0,42 0,19 0,2 0,14 0,42 100 60 117 104 100 54,76 Angka Putus Sekolah SMP/MTs % 0,17 0,75 0,74 0,75 0,17 0,17 0,17 0,59 0,81 0,8 0,17 0,59 100 153 91 94 100 125,42 Persentase SMP/MTs Menerapkan Manaj Berbasis Sekolah % 100 62,66 49 65 95 100 75 62 70 100 75 70 78,95 98,95 143 154 78,95 111,11 Persentase Keterlaksanaannya Kurikulum Nasional SMP/MTs % 90 36 49 90 90 90 95 20 12 100 95 12 105,56 55,56 245 111 105,56 292,68 Persentase R.Kelas Kondisi 'Rusak Berat' % 22,5 22,5 22,5 55,5 22,2 22,2 21,54 13,06 13,06 13,06 21,54 21,54 97,03 58,04 58,04 58,04 97,03 97,03 Persentase Laboratorium/Sekolah % 61,87 61,26 61,26 61,26 61,87 61,87 63,5 47,15 47,15 47,15 63,5 63,5 102,63 76,97 76,97 76,97 102,63 102,63 Persentase UKS/Sekolah % 66,29 47,18 47,18 47,18 66,29 66,29 59,5 65 65 65 59,5 59,5 89,76 137,77 137,77 137,77 89,76 89,76 Persentase Perpustakaan/Sekolah % 86,65 67,88 67,88 67,88 86,65 86,85 79 78 78 78 79 91,17 114,91 114,97 114,91 91,17 Rata-rata capaian kinerja 99,2 93,52 115 105,8 99,2

6. Analisis korelasi. Tabel IV.6 Hasil analisis korelasi Capkin logbelanja Capkin Pearson Correlation 1 0.289 * Sig. (2-tailed) 0.019 N 65 65 logbelanja Pearson Correlation 0.289 * 1 Sig. (2-tailed) 0.019 N 65 65 *. Signifikan pada tingkat 0,05 Hasil analisis korelasi antara capaian kinerja program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan belanja pendidikan dasar menunjukan koefisien korelasi variabel capaian kinerja dan belanja sebesar 0,289 dengan nilai positif dan signifikan 0,019 pada taraf 0,05. Hasil ini menunjukan bahwa belanja pendidikan berkorelasi positif dengan capaian kinerja E. Kesimpulan dan Saran 1. Besarnya rasio belanja APBD menurut fungsi pendidikan Kabupaten Boyolali selama tahun 2007-2011 selalu lebih besar dari fungsi-fungsi lain, besarnya rasio belanja ini memperlihatkan perhatian pemerintah Kabupaten Boyolali terhadap pengembangan sektor pendidikan. Hal ini diharapkan menjadi potensi peningkatan pelayanan pendidikan di Kabupaten Boyolali. 2. Hubungan antara capaian kinerja program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dengan belanja pendidikan dasar secara statistik menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan pada taraf 5% (lihat tabel IV.6). Hasil ini mengindikasi bahwa pemerintah kabupaten Boyolali telah menyerap belanja pendidikan dasarnya sesuai dengan capaian kinerja yang direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA Amanda, Rica. 2010. Analisis Efisiensi Teknis Bidang Pendidikan dalam Implementasi Model Kota Layak Anak. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang. Campos, Jose Edgardo, Sanjay Pradhan. 1996. Evaluating Public Expenditure Management System. Published in the Journal of Policy Analysis and Management, Summer 1997. Fatah, Nanang. 1998. Studi tentang pembiayaan Pendidikan Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Jayadi. 2011. Program Wajib Belajar 9 tahun. http://refdak.wordpress.com Mahsun, Mohamad, Firma Sulistiyowati, Heribertus Andre Purwanugraha 2006. Akuntansi Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik, ANDI Yogyakarta. Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 1999. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta. PT. BPFE Paslah, Asroni. 2011. Pencapaian program wajib belajar 9 tahun, Program Magister Sains Sekolah Pascasarjana Manajemen Pendidikan Universitas Lampung. Tesis Reinikka, Ritva, Nathanael Smith. 2004. Public Expenditure Tracking Surveys in Education. International Institute for Educational Planning. Paris Republik Indonesia, 2005, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 62. Republik Indonesia, 2010, Permendiknas No. 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Republik Indonesia, 1945, Undang-undang Dasar 1945, pasal 31 Republik Indonesia, 2010, Undang-Undang No. 10 tahun 2010 tentang Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011, Pasal 1 Republik Indonesia, 2003, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 11, 12, 34 dan 49.

Republik Indonesia, 2005, Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 13 Roberts, John. 2003. Poverty Reduction Outcomes in Education and Health: Public Expenditure and Aid. Overseas Development Institute. London. Schiavo, Salvatore, Campo. 1999. Strengthening Performance in Public Expenditure Management. Asian Review of Public Administration, vol- XI, No. 2 (July-December 1999) Soroka, Stuart N., Christopher Wlenzien, McLean. 2005. Public Expenditure in the UK: How Measures Matter. J.R. Statist Soc. A.(2006). Suharyadi dan Purwanto, 2003. Buku Statistika. Jakarta. PT. Salemba Emban Patria Supriadi, Dedi. 2006. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya Suyanto, 2010. Kebijakan Pemerintah tenteng Pelaksanaan Hak atas Pendidikan Dasar Di Indonesia. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar menengah Kementrian Pendidikan Nasional. Wakhinuddin S, 2009, Angka Partisipasi dalam Pendidikan, http://wakhinuddin.wordpress.com http://disdikpora-boyolali.info tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan http://moshimoshi.netne.net.html tentang Education For All