Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN INKLUSIF. Oleh Mohamad Sugiarmin

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

PENDIDIKAN INKLUSIF. Kata Kunci : Konsep, Sejarah, Tujuan, Landasan Pendidikan Inklusi

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

JASSI_anakku Volume 17 Nomor 1, Juni 2016

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Perspektif Historis

PENDIDIKAN INKLUSIF. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

REVITALISASI PROGRAM STUDI PLB DALAM MENGHADAPI PROGRAM INKLUSI *) Oleh Edi Purwanta **)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SIKAP GURU TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Educational Psychology Journal

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

MANAJEMEN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ;

Kesiapan Guru dalam Pelaksanaan Wajib Belajar 12 Tahun di Sekolah Inklusi

PENDIDIKAN INKLUSI *) Oleh. Edi Purwanta *) Pendekatan pendidikan luar biasa dari waktu ke waktu mengalami

KOMPETENSI KONSELOR DALAM MENGHADAPI PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

world conference on human right: The worldconference reaffirms the obligation of states to

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

Pendidikan Luar Biasa/ Pendidikan Khusus

BAB II MODEL PENDIDIKAN INKLUSI. pengajaran dan latihan, perbuatan, cara mendidik. 1 Pendidikan adalah. Abdul Latif, mengatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

PENDEKATAN INKLUSIF DALAM PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

PAUD INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB II KAJIAN TEORI Kebijakan Education for All itu sendiri merupakan upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asalusul,

ABSTRAK. Kata Kunci : Anak berkebutuhan khusus, TK, pelayanan

PROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 2, Desember 2017

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin

Penyandang Cacat dan Permasalahannya

BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

Individualized Education Program (IEP) Least Restrictive Environment (LRE) Teaming and Collaboration among Professionals

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang akan dieksplorasi. SD Negeri 2 Bendan merupakan salah satu sekolah

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

PENDIDIKAN INKLUSI ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan penegasan

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ABK DALAM SETTING PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan, sekolah dasar (SD) merupakan salah satu jenjang

GUIDANCE AND COUNSELING PROGRAM MODEL AT JUNIOR HIGH SCHOOL INCLUSIVE EDUCATION PROVIDERS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan tidak hanya dibutuhkan oleh anak-anak normal (siswa reguler), akan

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

PENDIDIKAN SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS. Kuliah 2 Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

Transkripsi:

Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Nuraeni Program Studi Bimbingan dan Konseling, FIP IKIP Mataram E-mail: sasakrengganis@gmail.com Abstract: Inclusive education should be started in early childhood. In addition to laws and regulations that support the implementation of early childhood education, conceptual and scientific studies of child development, have shown positive values in the provision of early education services. The most striking effect and can leave the impression that the old performed at the right time, ie during the critical or sensitive period. Therefore, the need for stimuli given at an early age that can improve all aspects of the development is also based on the view. Delay or waiver provision stimuli at the right time will give a negative impact on children's development. Abstrak: Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undang-undang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. pengaruh yang paling mengena dan dapat meninggalkan kesan yang lama dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada masa kritis atau masa sensitif. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. Kata Kunci: Pendidikan Inklusif, PAUD Pendahuluan Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Pendidikan terpadu yang ada pada saat ini diarahkan menuju pendidikan inklusif sebagai wadah yang ideal yang diharapkan dapat mengakomodasikan pendidikan bagi semua anak terutama anakanak yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus yang selama ini masih belum terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan layaknya anak-anak lain. Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undangundang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. Smith (2006) menjelaskan bahwa pengaruh yang paling mengena dan dapat meninggalkan kesan yang lama dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada masa kritis atau masa sensitif. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. 2014 LPPM IKIP Mataram

Jurnal Kependidikan 13 (4): 393-400 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Indonesia selama ini sudah menyelenggarakan pendidikan inklusif, dimulai dari tingkat pendidikan dasar (SD) sampai dengan tingkat atas (SMA). Pendidikan inklusif selayaknya dapat dimulai dari jenjang pendidikan yang paling awal, yaitu dimulai dari jenjang PAUD. Hal ini disebabkan karena pada saat usia dini, seorang anak dapat menerima rangsangan dengan sangat baik dibandingkan setelah anak tersebut menginjak usia yang lebih tinggi (usia SD). Konsep ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) Pengertian anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas apabila dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik dan berbeda dengan anak pada umumnya (Depdiknas, 2007). Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan, baik itu disebabkan karena kurang atau terlalu berlebihnya potensi yan dimiliki sang anak. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak. Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan. Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen (Depdiknas, 2007). Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, memiliki perkembangan hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbedabeda (Hildayani, 2009). Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak. Sesuai kebutuhan lapangan maka pada buku ini hanya dibahas secara singkat pada kelompok anak berkebutuhan khusus yang sifatnya permanen. Pengertian Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beraneka ragam, Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusif adalah sekolah yang dapat menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah tersebut mampu menyediakan program pendidikan yang layak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Bantuan dan dukungan yang diberikan oleh para guru agar semua anak dapat mencapai keberhasilan. 394

Nuraeni, Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah dengan menempatkan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas reguler. Pendidikan inklusif menurut Sapon- Shevin (dalam Unesco, 2003) merupakan sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama dengan anak seusianya. Hal ini menuntut konsekuensi adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua dan masyarakat sekitar. Istilah inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber-sumber seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model pendidikan yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan atau kelainan yang dimiliki individu. Dengan demikian pendidikan inklusif didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak individu. Istilah pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anak-anak berkebutuhan khusus (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah. Konsep inklusif memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah Walisman (2009) menyatakan bahwa hakikat inklusif adalah mengenai persamaan hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Para siswa harus diberi kesempatan yang sama untuk mencapai potensi mereka. Untuk mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka yang memiliki ketidakmampuan khusus dan/atau memiliki kebutuhan belajar yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu tinggi dan tepat. Keduanya menekankan bahwa siswa memiliki hak yang sama tanpa dibeda-bedakan berdasarkan perkembangan individu, sosial, dan intelektual. Perbedaan yang terdapat dalam diri individu harus disikapi dunia pendidikan dengan mempersiapkan model pendidikan yang disesuaikan dengan perbedaanperbedaan individu tersebut. Perbedaan bukan lantas melahirkan diskriminasi dalam pendidikan, namun pendidikan harus tanggap dalam menghadapi perbedaan. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pengertian pendidikan dalam Permendiknas di atas memberikan penjelasan secara lebih rinci mengenai siapa saja yang 395

Jurnal Kependidikan 13 (4): 393-400 dapat dimasukkan dalam pendidikan inklusif. Perincian yang diberikan pemerintah ini dapat dipahami sebagai bentuk kebijakan yang sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia, sehingga pemerintah memandang perlu memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik dari yang normal, memilik kelainan, dan memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan. Dengan demikian pemerintah mulai mengubah model pendidikan yang selama ini memisahmisahkan peserta didik normal ke dalam sekolah reguler, peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan bakat istimewa ke dalam sekolah (baca: kelas) akselerasi, dan peserta didik dengan kelainan ke dalam Sekolah Luar Biasa (SLB). Rumusan mengenai pendidikan inklusif yang disusun oleh Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengenai pendidikan inklusif menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama-sama teman seusianya. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di sekolah yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak dan menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anakanak berhasil. Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas secara umum menyatakan hal yang sama mengenai pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif berarti pendidikan yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Masing-masing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibeda-bedakan satu sama lain. Latar Belakang Pendidikan Inklusif di PAUD Pendidikan inklusif seharusnya dapat dimulai sejak anak usia dini. Selain undangundang dan peraturan yang mendukung terselenggaranya pendidikan anak usia dini, secara konseptual dan kajian-kajian ilmiah mengenai perkembangan anak, telah menunjukkan adanya nilai-nilai positif dalam pemberian layanan pendidikan sejak dini. Smith (2006) menjelaskan bahwa pengaruh yang paling mengena dan dapat meninggalkan kesan yang lama dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada masa kritis atau masa sensitif. Oleh karena itu, perlunya rangsangan diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangan juga didasarkan pada pandangan tersebut. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat yang tepat akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak. Disamping uraian di atas, alasan mengapa program inklusif sebaiknya diterapkan sejak di PAUD karena ternyata ada banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari program inklusif yang diselenggarakan oleh sekolah-sekolah, diantaranya: 396

Nuraeni, Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini 1. Manfaat bagi semua siswa; Bagi anak-anak yang tidak memiliki hambatan akan menambah wawasan bahwa di lingkungan mereka ada beberapa individu yang mempunyai beberapa hambatan Setelah mereka mengetahuinya selanjutnya dapat menimbulkan efek pemahaman dan penerimaan sejak dini Bagi anak berkebutuhan khusus tidak akan merasa bahwa mereka berbeda dengan anak-anak lain Meningkatkan rasa percaya diri anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus. 2. Manfaat bagi tenaga pendidik Guru memperoleh ilmu dan dan pengalaman baru yang sangat bermanfaat bagi mereka Menemukan metode-metode manipulatif dan kreatif dalam pengajaran Menumbuhkan suatu komitmen terhadap etika dan tanggung jawab pengajaran. 3. Manfaat bagi orangtua Manfaat bagi orangtua dengan ABK adalah dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka karena ternyata anaknya bukanlah penyakit yang perlu disingkirkan tapi bisa bergabung dengan bukan ABK. Manfaat bagi orangtua pada umumnya adalah dalam rangka pengembangan sikap empati, penghargaan dan penerimaan pada ABK beserta keluarganya. 4. Manfaat bagi masyarakat Masyarakat secara umum akan terbuka pemahamannya bahwa ABK bukanlah anak yang harus dikucilkan dan disingkirkan, ABK bisa bergabung dengan anak pada umumnya karena mereka seperti yang lainnya juga adalah manusia yang tentu saja mempunyai hak yang sama. Keterbukaan pemahaman masyarakat tersebut bisa dibangun melalui adanya sekolah-sekolah inklusif, terutama apabila dimulai dari jenjang PAUD. Model-model Pendidikan Inklusif Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan atau penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Dengan melihat adanya penyesuaian terhadap kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam setting pendidikan inklusif model pendidikan yang dilaksanakan memiliki model yang berbeda dengan model pendidikan yang lazim dilaksanakan di sekolah-sekolah reguler. Pada dasarnya pendidikan inklusif memiliki beberapa model, diantaranya (Dikdasmen, 2007): 397

Jurnal Kependidikan 13 (4): 393-400 1. Kelas inklusif penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler. 2. Kelas inklusif parsial (partial inclusion) atau pull out Model ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus. 3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out Anak berkebutuhan khusus bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. 4. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler. 5. Kelas khusus penuh Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi berhubung gradasi kekhususannya cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus dengan gradasi kekhususan berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi anak dengan gradasi kekhususan sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit). Prasyarat Pendidikan Inklusif di PAUD Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusif adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon-Shevin (dalam Supamo, 2001) mengemukakan beberapa profil pembelajaran di sekolah inklusif yaitu: 1. Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. 2. Mengajar kelas yang heterogen memerlukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar. 3. Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi. 4. Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. 398

Nuraeni, Pendidikan Inklusi di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum pada pendidikan inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari; (1) Model kurikulum reguler; (2) Model kurikulum reguler dengan modifikasi; dan (3) Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI). Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip pada persamaan mensyaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Kompetensi Guru Pendidikan Inklusif Pengembangan Kompetensi guru sangatlah mutlak sebagai syarat terselenggaranya pendidikan inklusif. Menurut Suparno (2001), secara substansial terdapat dua komponen utama dalam pengembangan kompetensi guru pendidikan inklusif. Pertama, memiliki kompetensi inti guru yang telah distandarkan dan dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/T K/RA, mencakup kompetensi (a) pedagogik, (b) kepribadian, (c) sosial, dan (d) profesional, (Permendiknas No. 16 Tahun 2007). Kedua, kompetensi kekhususan dalam pendidikan inklusif untuk TK, yaitu memiliki pemahaman dan kemampuan dalam hal; (a) karakteristik dan kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus; (b) assesment pembelajaran anak berkebutuhan khusus; (c) menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah; (d) program pembelajaran individual; dan (e) evaluasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus. Selain semua prasyarat yang telah dikemukakan di atas, untuk menjadi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menurut Direktorat Pembinaan SLB (2007) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, kriteria tersebut antara lain: (a) Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua); (b) Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah; (c) Tersedia guru pendidikan khusus (GPK). GPK adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan khusus/pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif; (d) Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar; (e) Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan; (f) Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak; (g) Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif; (h) Sekolah tersebut telah terakreditasi; dan (i) Memenuhi prosedur administrasi yang ditentukan. Penutup Untuk mewujudkan pendidikan inklusif di lembaga PAUD bukanlah hal yang sederhana, perlu perencanaan dan persiapanpersiapan yang matang, diantaranya 399

Jurnal Kependidikan 13 (4): 393-400 meliputi: penciptaan komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan; perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar; penyiapan guru untuk mengajar secara interaktif; penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi; pelibatan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan. Guru dalam seting kelas inklusif harus menguasai strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik kekhususan anak didiknya. Hal ini dikarenakan ABK masing-masing mempunyai karakteristik pembelajaran yang sangat berbeda antara individu yang satu dengan yang lain walapun itu masih dalam satu ketunaan juga. Daftar Pustaka Depdiknas. (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Hildayani. R. (2009). Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus). Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, Depdiknas. Mdikana, Andile 8: Mayekiso, Tokozile. 2007. Preservice Educators Attitudes Toward Inclusive Education. International journal of Special Education. Vol. 22, Number 1. 1 Smith, David. (2006). Inklusi, Sekolah yang Ramah untuk Semua. (Terjemahan). Bandung: Penerbit Nuansa Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion, Education-Special Needs Education An Introduction. Oslo: Unipub forlag. Stainback,W. & Sianback,S. (1990). Support Networks for Inclusive Schooling: Independent Integrated Education. Baltimore: Paul H.Brooks. Staub, D. & Peck,C.A. (1994/195). What are the outcomes for Nondisabled students? Educational Leadership. 52 (4) 36-40. Supamo. (2001). Desain Pembelajaran Untuk Guru TK Inklusif, Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan, Nopember 2011, Th. XXX, No. 3. Tim Dir Pembinaan SLB (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Dirjen Mandikdasmen. Dir Pembinaan SLB Tim Dir Pembinaan SLB (2007). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusif. Dirjen Mandikdasmen. Dir Pembinaan SLB UNESCO. (1994). The Salamanca Statement and Frame work for Action on Special Needs Education. Paris UNESCO, (2003), Open File on Inclusive E ducation, Support Material for Managers and Administrators; Unesco; France. Wasliman, Iim (2009) Pendidikan Inklusif Ramah Anak. Disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Ilmu Administrasi Pendidikan STKIP Persis Bandung. 400