BAB II MODEL PENDIDIKAN INKLUSI. pengajaran dan latihan, perbuatan, cara mendidik. 1 Pendidikan adalah. Abdul Latif, mengatakan bahwa:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II MODEL PENDIDIKAN INKLUSI. pengajaran dan latihan, perbuatan, cara mendidik. 1 Pendidikan adalah. Abdul Latif, mengatakan bahwa:"

Transkripsi

1 BAB II MODEL PENDIDIKAN INKLUSI A. Pendidikan Inklusi 1. Pengertian Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, perbuatan, cara mendidik. 1 Pendidikan adalah segala jenis pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk mengetahui dan kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah terjadi itu. Abdul Latif, mengatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 2 Menurut Abuddin Nata, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 3 1 Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm Abuddin Nata, filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 1997), hlm

2 29 Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan. 4 b. Pengertian Inklusi Secara etimologi berasal dari bahasa inggris inclusion yang berarti terbuka. Banyak sekali interpretasi mengenai konsep pendidikan inklusi ini, Ada sebagian orang yang mengartikannya sebagai mainstreaming, ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun demikian pengertian pendidikan inklusi pada umumnya adalah penyelenggaraan pendidikan bagi masyarakat yang mengalami hambatan baik fisik maupun psikis atau dalam arti lebih luas yaitu keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan dan interaksi yang ada di sekolah tanpa membeda-bedakan latar belakang. 5 Sedangkan secara terminologi Menurut Direktorat Jendral pendidikan luar biasa dengan mengambil pendapat para ahli, ada beberapa pengertian tentang pendidikan inklusi yang beragam, diantaranya yang dikemukakan oleh Stainback dan Stainback bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua di kelas yang sama. Sedangkan menurut Staub dan Peck bahwa pendidikan inklusi adalah menempatkan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, 4 Fuad Hasan, Dasar-dasar Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm Permendiknas, No. 41 Th. 2007, Tentang Standar Proses, hlm. 46.

3 30 dan berat secara penuh di kelas regular. Selanjutnya Sapon-Shevin mengemukakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat di sekolah reguler bersama-sama teman seusianya. 6 Jadi Pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Konsep pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang mempresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Keberadaan pendidikan inklusi bukan saja penting untuk menampung anak yang berkebutuhan khusus dalam sebuah sekolah yang terpadu, melainkan pula dimaksudkan untuk mengembangkan potensi dan menyelamatkan masa depan mereka dari diskriminasi pendidikan yang cenderung mengabaikan anak-anak berkelainan 7. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi semua, peningkatan 6 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal Pendidikan Terpadu Ditjend. Pend. Dasar dan Menengah Dep. Pend. Nasional, 2004, hlm Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm

4 31 mutu pendidikan, upaya strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9 tahun, serta upaya mengubah sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus. 8 Pendidikan inklusi terjadi mana kala pengintegrasian dalam penempatan peserta didik di kelas-kelas reguler berdasarkan atas ide pandangan hidup yang berbeda dengan pandangan sebelumnya. Konsep inklusi berdasarkan atas gagasan bahwa sekolah reguler harus menyediakan lingkungan belajar bagi seluruh peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, apapun tingkat kemampuan ataupun kelainannya. Sekolah inklusi menyelenggarakan berbagai keterampilan berkaitan dengan budaya, sosial, kelompok etnik, dan latar belakang sosial. 9 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil. 2. Tujuan Pendidikan Inklusi 2009), hlm. 15. Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan 8 Ibid., hlm Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Sleman: PT Intan Sejati,

5 32 spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain.tujuan praktis yang ingin dicapai dalam pendidikan inklusi meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh orang tua dan oleh masyarakat. a. Tujuan yang ingin dicapai oleh anak dalam mengikuti kegiatan belajar dalam inklusi antara lain adalah: 1) Berkembangnya kepercayaan pada diri anak, merasa bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya. 2) Anak dapat belajar secara mandiri, dengan mencoba memahami dan menerapkan pelajaran yang diperolehnya di sekolah ke dalam kehidupan sehari-hari. 3) Anak mampu berinteraksi secara aktif bersama teman-temannya, guru, sekolah dan masyarakat. 4) Anak dapat belajar untuk menerima adanya perbedaan, dan mampu beradaptasi dalam mengatasi perbedaan tersebut. b. Tujuan yang ingin dicapai oleh guru-guru dalam pelaksanakan pendidikan inklusi antara lain adalah: 1) Guru akan memperoleh kesempatan belajar dari cara mengajar dengan setting inklusi. 2) Terampil dalam melakukan pembelajaran kepada peserta didik yang memiliki latar belakang beragam. 3) Mampu mengatasi berbagai tantangan dalam memberikan layanan kepada semua anak. 4) Bersikap positif terhadap orang tua, masyarakat, dan anak dalam situasi beragam.

6 33 5) Mempunyai peluang untuk menggali dan mengembangkan serta mengaplikasikan berbagai gagasan baru melalui komunikasi dengan anak di lingkungan sekolah dan masyarakat. c. Tujuan yang ingin dicapai bagi orang tua antara lain adalah: 1) Para orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana cara mendidik dan membimbing anaknya agar lebih baik dari pada di rumah, dengan menggunakan teknik yang digunakan guru di sekolah. 2) Mereka secara pribadi terlibat, dan akan merasakan keberadaanya menjadi lebih penting dalam membantu anak untuk belajar. 3) Orang tua akan merasa dihargai, merasa dirinya sebagai mitra sejajar dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas kepada anaknya. 4) Orang tua mengetahui bahwa anaknya dan semua anak yang di sekolah, menerima pendidikan yang berkualitas sesuai dengan kemampuan masing-masing individu anak. d. Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan inklusi antara lain adalah: 1) Masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak anak mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya. 2) Semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi sumberdaya yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa masyarakat akan lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat. 10 Adapun tujuan pendidikan inklusi menurut Raschake dan Bronson, terbagi menjadi empat yakni bagi pihak sekolah, bagi guru, dan bagi masyarakat. Lebih jelasnya sebagai berikut: a. Bagi anak berkebutuhan khusus 1) Anak akan merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya. 2) Anak akan memperoleh bermacam-macam sumber untuk belajar dan bertumbuh. 10 Nizha, Pendidikan Inklusi Sejarah dan Tujuan. Diakses 15 September 2014.

7 34 3) Meningkatkan harga diri anak. 4) Anak memperoleh kesempatan untuk belajar dan menjalin persahabatan bersama teman sebaya. b. Bagi pihak sekolah 1) Memperoleh pengalaman untuk mengelola berbagai perbedaan dalam satu kelas. 2) Mengembangkan apresiasi bahwa setiap orang memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda satu dengan yang lainnya. 3) Meningkatkan kepekaan terhadap keterbatasan orang lain dan rasa empati pada keterbatasan anak. 4) Meningkatkan kemampuan untuk menolong dan mengajar semua anak dalam kelas. c. Bagi guru 1) Membantu guru untuk menghargai perbedaan pada setiap anak dan mengakui bahwa anak berkebutuhan khusus juga memiliki kemampuan. 2) Menciptakan kepedulian bagi setiap guru terhadap pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. 3) Guru akan merasa tertantang untuk menciptakan metodemetode baru dalam pembelajaran dan mengembangkan kerja sama dalam memecahkan masalah. 4) Meredam kejenuhan guru dalam mengajar. d. Bagi masyarakat 1) Meningkatkan kesetaraan sosial dan kedamaian dalam masyarakat. 2) Mengajarkan kerjasama dalam masyarakat dan mengajarkan setiap anggota masyarakat tentang proses demokrasi. 3) Membangun rasa saling mendukung dan saling membutuhkan antar anggota masyarakat Suparjo, Pendidikan Inklusi. Diakses 30 September 2014.

8 35 Sedangkan menurut Mohammad Takdir Ilahi, tujuan pendidikan inklusi ada dua macam, yakni: a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memilki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. b. Mewujudkan penyelenggaraan pndidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik Karakteristik Pendidikan Inklusi Hakikat pendidikan inklusi sesungguhnya berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadai demi membangun masa depan bangsa. Hal ini sesuai dengan kebijakan pendidikan inklusif, yang terterang dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif yang menyatakan bahwa sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Berkaitan dengan layanan penuh bagi anak berkebutuhan khusus, karakter pendidikan inklusi tentu saja sangat terbuka dan menerima tanpa 12 Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm

9 36 syarat anak Indonesia yang berkeinginan kuat untuk mengembangkan kreativitas dan ketrampilan mereka dalam satu wadah yang sudah direncanakan dengan matang. Pendidikan inklusi secara praktis berbeda dengan sisitem pendidikan sebelumnya yang terkesan memusatkan perhatian pada anak tanpa mempedulikan sistem pengajaran yang digunakan sehingga secara tidak langsung telah mengubur impian untuk mendapatkan akses dan jaminan mutu pendidikan yang sesuai dengan landasan ataupun ideologi pendidikan inklusi itu sendiri. Karakteristik pendidikan inklusi ada beberapa poin penting, yaitu sebagai berikut: a. Kurikulum yang Fleksibel Penyesuaian kurikulum dalam penerapan pendidikan inklusi tidak harus terlebih dahulu menekankan pada materi pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana memberikan perhatian penuh pada kebutuhan anak didik. Jika ingin memberikan materi pelajaran kepada anak berkebutuhan khusus, harus memperhatikan kurikulum apa yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kurikulum yang fleksibel harus menjadi prioritas utama dalam memberikan kemudahan kepada mereka yang belum mendapatkan layanan pendidikan terbaik demi menunjang karir dan masa depan. Berikan pula materi yang sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama berkaitan dengan masalah ketrampilan dan potensi pribadi mereka yang belum berkembang.

10 37 b. Pendekatan Pembelajaran yang Fleksibel Dalam aktivitas belajar mengajar, sistem pendidikan inklusi harus memberikan pendekatan yang tidak menyulitkan mereka untuk memahami materi pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan. c. Sistem Evaluasi yang Fleksibel Dalam melakukan penilaian harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal pada umumnya, karena anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umumnya sehingga memerlukan keseriusan dari seorang guru dalam melakukan penilaian. d. Pembelajaran yang Ramah Proses pembelajaran dalam konsep pendidikan inklusi harus mencerminkan pembelajaran yang ramah. Pembelajaran yang ramah bisa membuat anak termotivasi dan terdorong untuk terus mengembangkan potensi dan skill mereka sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Karakteristik dalam pendidikan inklusi tergabung dalam beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut: a. Hubungan

11 38 Ramah dan hangat, contoh untuk anak tuna rungu: guru selalu berada di dekatnya dengan wajah terarah pada anak dan tersenyum. Pendamping kelas( orang tua ) memuji anak tuna rungu dan membantu lainnya. b. Kemampuan Guru, peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda serta orang tua sebagai pendamping. c. Pengaturan tempat duduk Pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti, duduk berkelompok di lantai membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain. d. Materi belajar Berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran, contoh pembelajarn matematika disampaikan melalui kegiatan yang lebih menarik, menantang dan menyenangkan melalui bermain peran menggunakan poster dan wayang untuk pelajaran bahasa. e. Sumber Guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu. f. Evaluasi Penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm

12 39 4. Kurikulum Pendidikan Inklusi Kurikulum merupakan komponen yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja tetapi juga pengalaman belajar yan harus dimiliki oleh setiap siswa serta bagaimana mengorganisasikan pengalaman itu itu. 14 Secara sederhana, kurikulum memberikan gambaran tentang kegiatan belajar dalam suatu lembaga pendidikan. Tidak heran bila dalam kurikulum tidak sekedar dijabarkan serangkaian ilmu pengetahuan yang harus diajarkan anak didik oleh pendidikanya, tetapi juga segala kegiatan yang menyangkut kependidikan dan memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak didik dalam rangka mencapai hakikat tujuan pendidikan yang sebenarnya, terutama perubahan tingkah laku yang menjadi cerminan dari kualitas anak didik yang berkepribadian luhur. Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan memepertimbangkan karakteristik dan tingkat kecerdasannya. Dalam hal ini tentu disesuaikan dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus sehingga kurikulum akademik dapat dipilah menjadi tiga. Pertama, anak dengan kemampuan akademik rata-rata dan di atas tinggi disiapkan kurikulum terpadu dengan kurikulum normal atau kurikulum modifikasi. Kedua, anak dengan kemampuan akademik sedang 14 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 10.

13 40 (di bawah rata-rata) disiapkan kurikulum fungsional/vokasional. Ketiga, anak dengan kemampuan akademik sangat rendah disiapkan kurikulum pengembangan bina diri. Juga perlu disiapkan kurikulum kompensatoris, yaitu kurikulum khusus untuk meminimalisasi barier pada setiap anak berkebutuhan khusus sebelum belajar aspek akademik. Menurut Permendiknas no. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi, satuan pendidikan penyelenggaraan pendidikan inklusi menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya. 15 Dalam pembelajaran inklusi, model kurikulum bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi empat, yakni: a. Duplikasi Kurikulum Yakni anak berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang tingkat kesulitannya sama dengan siswa rata-rata/reguler. Model kurikulum ini cocok untuk peserta didik tunanetra, tunarungu,tunawicara, tunadaksa, dan tunalaras. Alasannya karena peserta didik tersebut tidak mengalami hambatan intelegensi, namun demikian perlu memodifikasi proses, yakni menggunakan huruf Braille, dan tunarungu menggunakan bahasa isyarat dalam penyampaiannya. b. Modifikasi Kurikulum 15 Suparjo, op. cit.

14 41 Yakni kurikulum siswa rata-rata/reguler disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan/potensi anak berkebutuhan khusus. c. Subtitusi Kurikulum Yakni beberapa bagian kurikulum anak rata-rata ditiadakan dan diganti dengan yang kurang lebih setara. Model kurikulum ini untuk anak berkebutuhan khusus dengan melihat situasi dan kondisinya d. Omisi Kurikulum Yaitu bagian dari kurikulum umum untuk mata pelajaran tertentu ditiadakan total, karena tidak memungkinkan bagi anak bekebutuhan khusus untuk dapat berfikir setara dengan anak rata-rata. 16 Pelaksanaan pendidikan inklusi dipandang perlu untuk menguraikan komponen-komponen kurikulum. Beberapa komponen kurikulum yang sudah dimodifikasi agar sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus, antara lain sebagai berikut: a. Tujuan Tujuan kurikulum dimaksudkan untuk perkembangan tuntutan, kondisi, dan kebutuhan masyarakat dan disadari oleh pemikiranpemikiran yang sesuai dengan nilai-nilai filosofis. b. Materi atau Bahan Ajar Untuk mencapai tujuan mengajar yang telah ditentukan, diperlukan bahan ajar untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki 16 Sepucuk Tunas Bangsa, Kurikulum dan Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Diakses, 1 Oktober 2014.

15 42 inteligensi di atas normal, materi di dalam kurikulum sekolah reguler dapat diperluas dan diperdalam dan ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah reguler, tetapi materi tersebut dianggap penting untuk anak berbakat. Sementara untuk anak berkebtuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit. Demikian pula untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lalmban belajar atau tuna garahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitan seperlunya atau bahkan dihilangkan bagian tertentu. c. Strategi pembelajaran Ditinjau dari proses pembelajaran, strategi pembelajaran ada dua, yaitu: 1) perencanaan pembelajaran hendaknya dibuat berdasar hasil asesmen dan dibuat bersama antara guru kelas dan guru khusus dalam bentuk program pembelajaran individual. 2) pelaksanaan pembelajaran lebih mengutamakan metode pembelajaran kooperatif dan partisipatif, memberi kesempatan yang sam dengan siswa lain, menjadi tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara kolaborasi antara guru khusus dan guru kelas, serta dengan menggunakan media, sumber daya, dan lingkungan yang beragam sesaui dengan keadaan. d. Media pembelajaran

16 43 Penggunaan media sebagai perantara dalam proses pembelajaran memiliki nilai dan fungsi yang amat berharga bagi terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif. Melalui penggunaan media anak didik dilatih untuk memperkuat kepekaan dan keterampilan secara optimal dengan ditopang oleh motivasi guru. e. Evaluasi kurikulum Penilaian kurikulum dimaksudkan untuk melihat atau menaksir keefektifan kurikulum yang digunakan oleh guru dalam mengaplikasikan kurikulum tersebut Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Inklusi Evaluasi pembelajaran bagi peserta didik berarti kegiatan menilai proses dan hasil belajar, bagi yang berupa kegiatan kurikuler, ko-kurikuler, maupun ekstrakurikuler. Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan dan prestasi belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Begitupula penilaian sebagaimana disebutkan dalam pasal Permendiknas tersebut, adalah: a. Penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusi mengacu pada jenis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. 17 Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm

17 44 b. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti Ujian Nasional. c. Peserta didik yang berkebutuhan khusus dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. d. Peserta didik yang menyelesaikan dan lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidika mendapatkan ijaah yang blankonya dikeluarkan oleh pemerintah. e. Peserta didik yang berkebutuhan khusus menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional pendidikan mendapatkan Surat Tanda Tamat Belajar yang blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang brsangkutan. f. Peserta didik yang memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau satuan pendidikan khusus.

18 45 B. Model Pendidikan Inklusi 1. Pengertian Model Pendidikan Inklusi Model adalah contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. 18 Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. 19 Jadi model adalah bentuk dari suatu konsep yang akan dihasilkan sesuai dengan keinginan. Pendidikan inklusi pada dasarnya memiliki dua model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion). Model ini menyertakan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menerima pembelajaran individual dalam kelas reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion). Model parsial ini mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus dalam sebagian pembelajaran yang berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out dengan bantuan guru pendamping khusus. Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan Marie Hardin. Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut inklusi terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus. Model ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik normal. 18 Meity Taqdir Qodratilah, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011), hlm Diakses, 22 September 2014.

19 46 Model inklusi terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik normal. Dengan pengandaian demikian seolah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusi seperti apapun tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep dasar pendidikan inklusi. Model pendidikan inklusi yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu model pendidikan inklusi moderat. Pendidikan inklusi moderat yang dimaksud yaitu pendidikan inklusi yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming. Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja.filosofinya tetap pendidikan inklusi, tetapi dalam praktiknya anak berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Melihat kondisi dan sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia, model pendidikan inklusi lebih sesuai adalah model yang mengasumsikan bahwa inklusi sama dengan mainstreaming. Penempatan anak berkelainan di sekolah inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut :

20 47 a. Kelas Reguler Penuh Model kelas reguler penuh yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama. b. Kelas Reguler dengan Cluster Cara ini bebeda dengan model yang petama, yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus. c. Kelas Reguler dengan Pull Out Anak berkebutuhan khusus dalam model ini, belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. d. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out Yaitu anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktuwaktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus. e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian Cara atau model ini adalah dengan mengelompokkan anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.

21 48 f. Kelas Khusus Penuh di Sekolah Reguler Yang dimaksud model kelas khusus penuh di sekolah reguler adalah anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Berikut adalah gambaran model pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus, adalah sebagai berikut: Kelas Reguler / Inklusi Penuh X Y X Y X Y X Y G1 X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas / Mapel 2. Kelas Reguler dengan Cluster X X X X X Y X Y X X X X X Y X Y G2 G1 X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas / Mapel G2 = GPK 20 Subagya, Pusat Sumber Pendidikan Khusus Peran dan Tugas Guru Pembimbing Khusus (GPK), Makalah yang disampaikan dalam seminar Pokja Pendidikan Inklusif Prov. Jateng yang Diselenggarakan PLB FKIP UNS, 11 Maret 2015.

22 49 3. Kelas Reguler dengan Pull Out X Y X Y X Y X Y G1 Y Y Y X = Non ABK Y = ABK RS G2 G1 = Guru Kelas / Mapel G2 = GPK 4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out X X X X X Y X Y X X X X X Y X Y G2 Y Y Y Y X = Non ABK RS G2 X X X X G1 X X X X Y = ABK G1 = Guru Kelas / Mapel G2 = GPK RS = Ruang Sumber

23 50 5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian Y Y KH G1 + G2 Y Y X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas/ Mapel G2 = GPK KH = Kelas Khusus 6. Kelas Khusus Penuh di sekolah Reguler G2 Y Y KH Y Y X X X X G1 X X X X X = Non ABK Y = ABK G1 = Guru Kelas/ Mapel G2 = GPK KH = Kelas Khusus

24 51 Dengan demikian, pendidikan inklusi seperti pada model di atas tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit) Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi dimaknai sebagai salah satu wadah untuk mencapai ketuntasan wajib belajar sembilan tahun serta untuk efisiensi layanan pendidikan.pelaksanaan pendidikan inklusi tentu saja ada berbagai macam faktor yang mendukung dan ada pula faktor penghambat dalam pencapaian tujuan pendidikan inklusi tersebut. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, antara lain sebagai berikut: 21 Asruly Wulandari. Model dan Kuriklum Pendidikan Inklusif 12 Sepetember 2014.

25 52 a. Masih adanya kesulitan menyelaraskan antara standar layanan persekolahan reguler yang selama ini berjalan dan variasi kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus. b. Sekolah belum mampu menyediakan program yang tepat, bagi anak berkebutuhan khusus dengan kondisi kecerdasan di bawah rata-rata (tunagrahita). c. Belum ada sistem evaluasi hasil belajar, baik normatif dan sumatif yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. d. Kurangnya sarana dan sumber belajar asesabilitas untuk mengakomodasi kebutuhan mobilitas dan belajar anak berkebutuhan khusus. e. Belum semua guru reguler memiliki kompetensi memberikan layanan anak berkebutuhan khusus dan masih minimnya guru khusus di sekolah inklusif, meskipun bukan suatu keharusan (identik) antara sekolah khusus dan sekolah inklusi. f. Belum seluruh warga sekolah memiliki kesepemahaman tentang pendidikan inklusi dan layanan anak berkebutuhan khusus. g. Masih adanya anggapan keberadaan anak berkebutuhan khusus akan mempengaruhi ketuntasan hasil belajar akhir tahun, akibatnya anak berkebutuhan khusus dipindahkan di SLB menjelang ujian. h. Layanan inklusi masih belum menyatu dalam sistem dan iklim sekolah sehingga ada dua label siswa anak berkebutuhan khusus dan reguler.

26 53 i. Belum semua pengambil kebijakan termasuk bidang pendidikan memahami tentang sistem inklusi. j. Secara pengelolaan pelaksanaan pendidikan inklusi kurang dipersiapkan dengan komprehensif. k. Belum optimalnya penyediaan bahan ajar sesuai kebutuhan anak berkebutuhan khusus. 22 Menilik banyaknya faktor penghambat dalam praktik pendidikan inklusi tersebut menunjukkan masih perlunya penataan dan pembenahan yang lebih komprehensif. Pendidikan inklusi merupakan agenda besar yang melibatkan banyak pihak yang berkaitan dengan diri anak sampai dengan lingkungannya. Dalam pelaksanaannya pendidikan inklusi adalah program yang merespon perbedaan individu yang melibatkan keseluruhan tatanan dan proses yang tersedia bagi setiap siswa, dan bukannya terpisah dari mereka. Pendidikan inklusi yang berhasil untuk anak berkebutuhan khusus membutuhkan perubahan mulai dari tataran paragdimatis hingga pada tataran operasional. Keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusi pastinya dipengaruhi oleh faktor-faktor penting yang mendukungnya, antara lain sebagai berikut: a. Fleksibilitas Kurikulum (Bahan Ajar) Kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi 22 Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 131.

27 54 pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Kurikulum meniscayakan adanya keselarasan tujuan dan program yang dijalankan berjalan simultan. Tujuan yang hendak dicapai setidaknya telah tergambar dalam program yang tertuang di setiap kurikulum sehingga mencerminkan harmonisasi terget pencapaian yang saling melengkapi satu sama lain. Komponen-komponen penting kurikulum yang sudah dimodifikasi yang menentukan masa depan belajar anak berkebutuhan khusus, yaitu: 1) Tujuan 2) Materi atau Bahan Ajar 3) Strategi Pembelajaran 4) Media Pembelajaran 5) Evaluasi Kurikulum b. Tenaga Pendidik (Guru) Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusi yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tenaga pendidik atau guru yang profesional dalam bidangnya masing-masing untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus c. Lingkungan dan Penyelenggara Sekolah Inklusi Banyak faktor pendukung yang berkaitan dengan lingkungan, diantaranya peran orang tua, sekolah khusus (SLB), dan pemerintah.

28 55 Peran orang tua sangat menentukan bagi peningkatan motivasi dan kepercayaan diri anak agar tetap tidak putus asa dalam menjalani kehidupan. Pemerintah juga berperan penting dalam menentukan pelaksanaan pendidikan inklusi. Pemerintah dituntut untuk membantu dalam merumuskan kebijakan-kebijakan internal sekolah, meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan melalui berbagai latihan di bidang inklusi, menyediakan guru khusus, menyediakan subsidi berupa anggaran bantuan khusus dan dalam pengadaan media, alat, dan sarana khusus yang diperlukan sekolah, program pendampingan, monitoring dan evaluasi program, maupun dalam sosialisasi ke masyarakat luas. d. Sarana-Prasarana Sarana dan prasarana merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pendidikan inklusi. Sarana dan prasarana hendaknya disesuaikan dengan tuntutan kurikulum (bahan ajar) yang telah dikembangkan. Sarana dan prasarana berkaitan langsung dengan ruang kelas, perpustakaan, ruang bimbingan dan konseling (BK), dan ruang multimedia. e. Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus seperti yang terkutip dalam pasal 7 sampai 9 Permendiknas nomor 70 tahun 2009 bahwa, satuan penyelenggara pendidikan inklusi menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan

29 56 yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat. Komponen pendukung dan penentu keberhasilan sekolah inklusi khususnya pembelajaran di kelas yaitu guru, sarana, dan prasarana belajar, sebisa mungkin perlu dipersiapkan dan dikondisikan agar anak berkebutuhan khusus tidak diperlakukan diskriminatif. Efektivitas keberhasilan program pembelajaran pada program pendidikan inklusi ini sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak termasuk keselarasan pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus, antar pemerintah, guru, dan masyarakat Ibid., hlm

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berusaha menjangkau semua orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin

PENDIDIKAN INKLUSIF. BPK Penabur Cimahi, 11 Juli Mohamad Sugiarmin PENDIDIKAN INKLUSIF sugiarmin_2006@yahoo.co.id BPK Penabur Cimahi, 11 Juli 2009 Target yang diharapkan pada peserta Pemahaman Peserta Memahami konsep Pendidikan Inklusif Peserta Memahami keragaman peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education 110 BAB V PENUTUP A. Simpulan Pendidikan inklusif sebagai suatu kecenderungan baru dalam sistem pendidikan hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya demokrasi pendidikan dan tegaknya hak asasi manusia

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No MEDAN MARELAN Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu UNA 2017 1119 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SDN No. 067261 MEDAN MARELAN Dahniar Harahap* 1 dan Nina Hastina 2 1,2) Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik yang terjadi pada peradaban umat manusia sebagian besar disebabkan oleh ketidakmampuan manusia untuk dapat menerima perbedaan yang terjadi diantara umat manusia

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak

BAB I PENDAHULUAN. warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah ditegaskan dalam UU RI 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Luar Biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik,

Lebih terperinci

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI

PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI PERANGKAT PEMBELAJARAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI (Program Pengabdian Masyarakat di SD Gadingan Kulonprogo) Oleh: Rafika Rahmawati, M.Pd (rafika@uny.ac.id) Pendidikan inklusi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi

SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni PSG Bekasi SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN INKLUSIF NUFA (Nurul Falah) Bekasi, 22 Juni 2007 PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang semaksimal mungkin mengakomodasi semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Adanya perubahan paradigma baru tentang pendidikan, yaitu pendidikan untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas usia, tingkat

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

A. Perspektif Historis

A. Perspektif Historis A. Perspektif Historis Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia. Mereka memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi Barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia di dunia baik itu pendidikan formal maupun non formal. Begitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia akhir-akhir ini sangat terbilang pesat, seiring dengan perkembangan dunia kebutuhan akan pendidikanpun semakin meningkat. Pendidikan akan selalu

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ema Rahmawati, 2014 Kompetensi guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945, Amandemen IV Pembukaan, alinea IV yaitu dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya. Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat,

Lebih terperinci

GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF DI INDONESIA TINJAUAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2016 GAMBARAN SEKOLAH INKLUSIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan inklusif merupakan paradigma baru pendidikan kita dan merupakan strategi untuk mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari. memperoleh perlakuan yang layak dalam kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membuat manusia menyesuaikan diri dengan jalan merubah cara pandang dalam memahami dan menyadari bahwa setiap individu memiliki hak untuk

Lebih terperinci

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu (JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) PENDIDIKAN INKLUSIF DISEKOLAH DASAR KOTA PADANG Oleh: Afrina Devi Marti Abstrak: Penelitian ini di latarbelakangi oleh Permendiknas No.20 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif. Tujuan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP. 131 755 068 PENDIDIKAN KHUSUS/PLB (SPECIAL EDUCATION) Konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus):

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler Drs. Didi Tarsidi I. Pendahuluan 1.1. Hak setiap anak atas pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2009 1 TENTANG: PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK YANG MEMILIKI KELAINAN DAN MEMILIKI POTENSI KECERDASAN DAN/ATAU BAKAT ISTIMEWA

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak asasi hidup setiap manusia. Oleh karena itu, setiap manusia memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu sesuai

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Tinjauan mengenai Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Pendidikan menjadi hak bagi setiap individu, bukan hanya individu dengan keadaan normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang dikemukakan pada bab sebelum ini, selanjutnya penulis menyimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Lebih terperinci

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri

SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENGUKURAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) RINGAN MELALUI PEMBELAJARAAN KOOPERATIF SETTING INKLUSIF SUMIYATUN SDN Ketami 1 Kec. Pesantren Kota Kediri Abstrak: Salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pendidikan inklusif sesungguhnya berupaya memberikan peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia, untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Pendidikan merupakan sarana untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik. Menjadi insan-insan yang terdidik merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (SUSENAS) Tahun 2004 adalah : Tunanetra jiwa, Tunadaksa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus di Indonesia bila dilihat dari data statistik jumlah Penyandang Cacat sesuai hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agar keberlangsungan hidup setiap manusia terjamin maka kebutuhan dasar akan pendidikan harus terpenuhi sehingga lebih bermartabat dan percaya diri. Oleh karena itu

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto

PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA. Oleh: Haryanto PENDIDIKAN PENYANDANG CACAT DARI SUDUT PANDANG MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI INDONESIA Oleh: Haryanto REALITA PENCA DI LAPANGAN Belum ada data riil jumlah penca di Indonesia, Diperkirakan 10% dari populasi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali. Baik yang berkebutuhan khusus (tunanetra, tunarungu, tunagrahita ringan, autisme, lambat belajar dan tunalaras),

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi

BAB IV ANALISIS PENELITIAN. A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Analisis Kebijakan Pendidikan Inklusi di SD Negeri 02 Srinahan Kesesi Pendidikan inklusi merupakan suatu terobosan dimana keberadaan serta operasionalnya dapat memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi kebutuhan paling dasar untuk membangun kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek 144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek budaya, aspek kebijakan, dan aspek praktik yang digunakan sebagai tolak ukur keterlaksanannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam melaksanakan tugas belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga menjadi kebiasaan. Dalam pendidikan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus telah dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen pokok bagi kehihupan manusia. Hak atas pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas dikemukakan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Tujuan tersebut berlaku bagi

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

Pembelajaran yang Ramah M.SUGIARMIN

Pembelajaran yang Ramah M.SUGIARMIN Pembelajaran yang Ramah M.SUGIARMIN Pemebelajaran yang ramah Pembelajaran yang inklusif, akrab" - ramah kepada anak" dan ramah kepada guru. Ini berarti : siswa dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas

Lebih terperinci

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) Volume Nomor September 2014 E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS) http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu Halaman : 221-229 Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tesis ini bertujuan untuk menganalisis pelayanan pendidikan inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 1. Dengan mengambil lokus pada Sekolah Menengah Pertama Negeri

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN NASIONAL Oleh: Ishartiwi

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN NASIONAL Oleh: Ishartiwi IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM SISTEM PERSEKOLAHAN NASIONAL Oleh: Ishartiwi Abstrak Pendidikan inklusif memberikan layanan pendidikan berdasarkan variasi potensi peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah Pendidikan harus mendapatkan dukungan untuk menjalankan fungsi penyelenggaraannya bagi masyarakat dengan sebaik-baiknya. Fungsi pendidikan baik bersifat formal maupun non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA TASIKMALAYA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI SEBUAH SOLUSI BAGI KESULITAN BERSOSIALISASI PADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI SEBUAH SOLUSI BAGI KESULITAN BERSOSIALISASI PADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS SEKOLAH INKLUSI SEBAGAI SEBUAH SOLUSI BAGI KESULITAN BERSOSIALISASI PADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS Taufik Muhtarom Universitas PGRI Yogyakarta taufikmuhtarom@gmail.com Abstrak Pendidikan merupakan salah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA Implementasi Pendidikan Inklusif... (Winda Andriyani) 307 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI SEKOLAH DASAR TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN ELEMENTARY SCHOOL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pendamping khusus ketika anak berkebutuhan khusus dengan ketunaan low

BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. pendamping khusus ketika anak berkebutuhan khusus dengan ketunaan low BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Individualized Educational Program (IEP) diberikan oleh guru pendamping khusus ketika anak berkebutuhan khusus dengan ketunaan low vision kurang bisa memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat saling mengisi dan saling membantu satu dengan yang lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia karena dibekali memiliki akal budi, kepribadian serta kecerdasan yang membedakannya dengan makhluk lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya sekolah-sekolah regular dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara tentang pemerataan akses pendidikan di Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) baik yang diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat memperoleh pendidikan melekat pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab II pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF

PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF PENGETAHUAN MAHASISWA PG-PAUD UNIPA SURABAYA TENTANG PENDIDIKAN INKLUSIF Muchamad Irvan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya irvan.mch15@gmail.com Abstrak Sebagai wujud besarnya perhatian pemerintah untuk

Lebih terperinci

PROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN LUAR BIASA DALAM KERANGKA PENDIDIKAN INKLUSI

PROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN LUAR BIASA DALAM KERANGKA PENDIDIKAN INKLUSI PROSPEK TENAGA KEPENDIDIKAN PENDIDIKAN LUAR BIASA DALAM KERANGKA PENDIDIKAN INKLUSI Oleh Mumpuniarti Ketua Jurusan PLB Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta I. PENDAHULUAN Pendidikan Inklusi

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: HAKIKAT PENDIDIKAN KHUSUS 1.1 Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus... 1.3 Latihan... 1.15 Rangkuman... 1.16 Tes Formatif 1..... 1.17 Penyebab dan Dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

4. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII 1. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Pro-

4. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII 1. Kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Pro- 3. Struktur Kurikulum SMA/MA Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Struktur kurikulum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered), menjadi berpusat pada siswa (student centered),

Lebih terperinci