cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion

dokumen-dokumen yang mirip
Tinjauan Pasar Bawang Merah

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan. memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Ketidakmampuan tersebut

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. petani. Indonesia merupakan negara yang agraris dengan komoditas pertanian yang

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. STATUS DAN KONDISI SAAT KINI

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

Tinjauan Pasar Minyak Goreng

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA

POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA. Dr. Muchjidin Rahmat

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. (Allium ascalonicum, L) atau dikalangan internasional. menyebutnya shallot merupakan komoditi hortikultura yang tergolong sayuran

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

RELEASE NOTE INFLASI NOVEMBER 2016

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari

DAMPAK KEBIJAKAN PEMBATASAN IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP USAHATANI BAWANG MERAH DI KABUPATEN PROBOLINGGO

FAKTOR PENENTU PRODUKSI USAHATANI CABAI MERAH DI KECAMATAN BULU DAN TLOGOMULYO, KABUPATEN TEMANGGUNG ABSTRAK

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

PENDAHULUAN. masakan guna menambahkan cita rasa dan kenikmatan makanan. Hampir setiap

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rata-rata Harga Gabah Menurut Kualitas, Komponen Mutu dan HPP di Tingkat Petani di Indonesia,

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS JAGUNG I. PENDAHULUAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

Transkripsi:

PRODUKSI, PERDAGANGAN DAN HARGA BAWANG MERAH Muchjidin Rachmat, Bambang Sayaka, dan Chairul Muslim I. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan sayuran rempah yang dikonsumsi rumahtangga sebagai bumbu masakan sehari hari. Dibedakan antara produk Bawang Merah atau Shallots (Allium ascalonicum L) dan Bawang Bombay atau Onion (Allium cepa), namun dalam statistic internasional (FAOSTAT) hanya dikenal istilah Onion dimana Shallots berada didalamnya. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar konsumsi masyarakat dunia adalah Onion (Bawang Bombay), sementara masyarakat yang mengkonsumsi Bawang Merah (shallost) relative terbatas. Pada kondisi demikian maka data internasional khusus tentang Bawang Merah (shallots) sulit dijumpai, yang ada adalah data tentang Onion secara keseluruhan. Dapat dikatakan bahwa produsen dan konsumen Bawang Merah (shallots) terbesar di dunia adalah Indonesia. Beberapa Negara di Asia tenggara seperti Malaysia, Thailand, Phillipiina juga mengkonsumsi Bawang Merah namun tidak sebanyak masyarakat Indonesia. Pada kondisi demikian maka beberapa Negara tersebut yang memproduksikan bawang merah banyak ditujukan dalam rangka ekspor ke Indonesia. Permintaan bawang merah cenderung merata setiap saat sementara produksi bawang merah bersifat musiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya gejolak karena adanya senjang (gap) antara pasokan (suplai) dan permintaan sehinga dapat menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang merah terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi Bawang merah masyarakat. Data BPS (2003) menunjukkan konsumsi perkapita Bawang merah sebesar 2,22 kg/kap/tahun, namun data lebih baru menunjukkan konsumsi bawang merah per kapita sebasar 4,56 kg/kapita/tahun atau 0,38 kg/kap/tahun (Gustini. 2006). Dengan asumsi angka konsumsi tahun 2006 tersebut, maka dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 2012 sebesar 244.775.796 juta jiwa dibutuhkan penyediaan bawang merah sebesar 1116.17 ribu ton/tahun. 1

Penyediaan bawang merah selama ini dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri, namun karena adanya gap antara pasokan dan permintaan, maa suatu waktu Indonesia mengimpor Bawang Merah dan pada waktu lain juga mengekspor menjadi Negara eksportir. Makalah ini akan menyajikan kinerja produksi, perdagangan dan harga bawang merah di Indonesia. II. PRODUKSI DAN PENDAPATAN BAWANG MERAH Dalam kurun waktu tahun 2000-2010, produksi bawang merah Indonesia menunjukkan angka peningkatan dari 772,82 ribu ton menjadi 1048,93 ribu ton atau peningkatan dengan laju 3.36 persen/tahun. Peningkatan produksi tersebut disebabkan oleh peningkatan luas panen dan produktivitas. Dalam kurun waktu tahun 2000-2010, luas panen meningkat dengan laju 2,87 %/tahun dan produktivitas meningkat dengan laju 0,63 %/tahun (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan luas penen, produksi dan produktivitas merah produksi nasional tahun 2000-2010 Tahun Lusas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha) 2000 84,038.00 772,818.00 9.196 2001 82,147.00 861,150.00 10.483 2002 79,867.00 766,572.00 9.598 2003 88,029.00 762,795.00 8.665 2004 88,707.00 757,399.00 8.538 2005 83,614.00 732,610.00 8.762 2006 89,188.00 794,931.00 8.913 2007 93,694.00 802,810.00 8.568 2008 91,339.00 853,615.00 9.346 2009 104,009.00 965,164.00 9.280 2010 109,634.00 1,048,934.00 9.568 Laju (%/th) 2.87 3.36 0.63 Sasaran/ proyeksi 1) 2011 1,084,600 2012 1,122,000 Sumber : Departemen Pertanian (2012) 1) Ditjen Hortikultura (2012) 2

Dalam tahun 2012, Ditjen Hortikultura (2011) mentargetkan produksi bawang merah nasional sebesar 1122,00 ribu ton. Besarnya produksi tersebut sedikit diatas proyeksi kebutuhan nasional sebesar 1116.17 ribu ton seperti diuraikan diatas. Pengusahaan bawang merah di Indonesia hanya dilakukan di daerah tertentu (terbatas) dan terkonsentrasi (sekitar 80 persen) di Pulau Jawa, dan hamper sekitar 50 persen terkonsentrasi di Jawa Tengah. Di Jawa tengah sentra produksi Bawang Merah utama adalah kabupaten Brebes. Urutan produksi kedua bawang merah terbesar adalah jawa Timur (sekitar 19,4 persen) yang terkonsentrasi di kabupaten Nganjuk dan Probolinggo. Semantara Jawa Barat menempati urutan ketiga terbesar produksi bawang nasional dengan sentra produksi di kabupaten Cirebon. Di luar pulau Jawa sentra produksi bawang merah adalah NTB, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan (Tabel 2). Tabel 2. Sepuluh Sentra Produksi Produksi Bawang Merah Th 2010 No Propinsi Ton % 1 Jawa Tengah 506.357 48.27 2 Jawa Timur 203.739 19.42 3 Jawa Barat 116.396 11.10 4 NTB 104.324 9.95 5 Sumatera Barat 25.058 2.39 6 Sulawesi Selatan 23.276 2.22 7 DI Yogyakarta 19.951 1.90 8 Bali 10.981 1.05 9 Sulawesi Tengah 10.301 0.98 10 Sumatera Utara 9.413 0.90 Propinsi Lainnya 19.138 1.82 Indonesia 1048.938 100.00 Sebagai tanaman yang berproduksi musiman, maka produksi bawang merah pada daerah tertentu terjadi pada bulan bulan tertentu. Semantara itu konsumsi bawang hampir dibutuhkan setiap hari dan bahkan pada hari hari besar keagamaan permintaannya cenderung melonjak. Adanya ketidak sesuaian antra produksi dan permintaan menyebabkan pada saat tersebut terjadi gejolak harga, berupa lonjakan kenaikan harga pada saat permintaan lebih tinggi dari pasokan, atau harga merosot pada saat pasokan lebih tinggi dari permintaan. Dalam kaitan itu sejak lama Ditjen Hortikultura telah menyusun Perencanaan pola Produksi 3

Bawang merah yang memadukan perencanaan penanaman antar wilayah di Indonesia sehingga terjadi keseimbangan produksi sepanjang waktu. Dengan cara ini fluktuasi produksi (pasokan ) bawang merah dijaga seminimal mungkin. Namun demikian tidak dapat dipungkiri pada bulan bulan panen raya terjadi lonjakan pasokan dan ada saat tertentu terjadi kekurangan pasokan.dengan menggunakan data pasokan bawang merah yang masuk ke Pasar Induk Kramatjati, panen raya bawang merah terjadi mulai bulan Maret sampai Agustus (Tabel 3). Tabel 3. Perkembangan Pasokan Bulanan Bawang merah ke Pasar Induk Kramatjati Jakarta Tahun 2008 Mei 2012 (Ton) Bulan 2008 2009 2010 2011 2012 Januari 746 725 848 455 554 Februari 896 805 775 252 590 Maret 918 1046 754 385 550 April 881 905 817 644 608 Mei 810 817 793 620 486 Juni 838 820 796 506 Juli 889 773 766 743 Agustus 881 892 786 610 September 951 871 651 595 Oktober 725 914 762 796 Nopember 777 855 611 716 Desember 784 822 577 616 Sumber : Pasar Induk Kr Jati Jakarta (2012) Bawang merah merupakan tanaman sayuran bernilai ekonomi tinggi. Kegiatan usahatani bawang merah memerlukan modal yang cukup besar. Apabila kondisi produksi dan harga baik keuntungan yang diperoleh juga cukup besar, namun dengan biaya investasi yang besar juga berarti mempunyai resiko besar apabila terjadi hal sebaliknya. Pendapatan per hektar usahatani bawang merah memberikan keuntungan sebesar Rp 60.43 juta, yang dihasilkan dari nilai penerimaan sebesar Rp 97,60 juta dan biaya produksi sebesar Rp 37,17 juta. Penerimaan sebesar tersebut merupakan hasil penjualan dari produksi usahatani sebesar 137,575 kuintal per hektar dengan harga jual rata rata Rp 7095 /kg bawang. 4

Sementara itu dari total biaya produksi sebesar Rp 37,17 juta, sebagian besar biaya produksi (49,11 persen) adalah untuk pembelian benih. Biaya produksi lain yang cukup besar adalah untuk tenaga kerja yang mencapai 26,52 persen (Tabel 4). Tabel 4. Analisa Produksi Bawang Merah per Hektar di Brebes Th 2012 No Uraian Satuan Volume Nilai (Rp) % biaya produksi A Total Biaya (1 sd 7) - 37.173.347 100 1 Benih Kw 17.4 18.257.931 49.11 2 Pupuk 503.545 3.851.686 10.36 3 4 5 6 7 - Urea Kg 135.945 TSP kg 102.885 - NPK Kg 135.81 KCL Kg 62.58 ZA Kg 66.325 Pestisida Rp 2.168.687 Tenaga Kerja HOK 319.6 9.859.528 Bunga Modal (10%) Rp 354.121 Biaya lainnya Rp 1.227.073 Sewa lahan Rp 1.454.321 B. Produksi kw 137.575 C. Penerimaan Rp 97.602.510 D. Keuntungan Rp E. B/C Keterangan : Analisa dihitung dari rata rata dua musim 60.429.163 2.63 5.83 26.52 0.95 3.30 3.91 III. PERDAGANGAN BAWANG MERAH Perdagangan domestik (distribusi antar pulau) Bawang merupakan salah satu komoditas yang memiliki fluktuasi yang relatif tinggi. Fluktuasi harga bawang dapat disebabkan oleh biaya tanam, cuaca, stok, transportasi, dan bawang impor. Pada bulan Maret 2012 isu yang mempengaruhi perubahan harga bawang merah karena adanya isu kenaikan harga bahan bakar minyak mulai 1 April 2012, selain itu stok yang semakin sedikit akan membuat harga bawang anjlok. 5

Meningkatnya permintaan akan mempengaruhi harga. Agar dapat memenuhi permintaan maka pemerintah sebaiknya dapat menjaga ketersediaannya. Pasokan yang tersendat ke daerah akan men-gakibatkan menipisnya stok yang ada di pasaran dan membuat harga bawang merah naik. Kelancaran pengiriman bawang merah dari sentra ke daerah yang dipegaruhi dari biaya transpotasi dan cuaca. Isu kenaikan harga bahan bakar minyak mempengaruhi konsumen yang akan menimbun bahan pokok dan menghambat pengiriman dikarenakan adanya penambahan biaya pengiriman, se-dangkan cuaca yang ekstrem akan menghambat distribusi contohnya, pengiriman dari luar pulau yang harus mengirim barang melalui jalur laut. Ekspor-impor Impor bawang merah segar cenderung turun dari tahun 2008 (127.830 ton) hingga tinggal 73.270 ton pada tahun 2010. Nilai impor bawang merah pada tahun 2008 sebesar Rp 4,5 juta dolar dan tahun 2010 sebesar Rp 1,8 juta dolar (Tabel 5). Tabel 5. Volume dan nilai impor dan ekspor bawang merah, 2008-2010 No Uraian 2008 2009 2010 Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Total 1 Impor (ton) 127.83 67.33 31.039 21.851 7.831 12.549 73.27 ('000 $US) 53.745 28.942 13.727 9.867 3.449 6.818 33.862 2 Ekspor (ton) 12.297 12.822 46 482 1.47 1.236 3.234 ('000 $US) 4.534 4.348 54 216 975 570 1.815 Pada tahun 1990-an impor bawang merah merebak dari Filipina, Thailand, Burma, dan Vietnam sejak tahun 1990-an secara illegal membuat harga bawang merah dalam negeri merosot. Permen Keuangan No. 591/2004 menaikkan bea masuk dari 5 persen menajdi 25 persen. Peraturan impor bawang merah dari Kementan No. 18/2008 dan diperbaharui tahun 2012 membuat impor komoditas ini smeakin ketata terutama dilarang saat panen raya. Harga bawang merah lokal Indonesia masih di bawah harga dunia (USDA), namun demikian hingga saat ini membanjirnya bawang impor ke daerah sentra produksi bawang merah membuat petani bawang merah semakin cemas terhadap 6

produksi bawang merah lokal. Sejumlah pedagang di Brebes menyatakan saat ini penjualan bawang merah dari Brebes ke Sumatera terhenti karena wilayah tersebut dipenuhi bawang merah impor yang masuk melalui pelabuhan Belawan di Sumatera Utara. Padahal Sumatera Utara merupakan salah satu pasar terbesar bawang merah dari Brebes. Berdasarkan data Paguyuban Petani Bawang Merah (P3BM) Brebes, sebelum adanya bawang merah impor, volume pengiriman bwang merah ke Pulau Sumatera dari Brebes mencapai 280 per hari. Saat ini, pengiriman bawang merah Brebes ke Sumatera hanya 14 ton per hari. Para petani bawang merah yang tergabung dalam Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) menyatakan, tingginya kuota impor bawang merah menjadikan petani semakin cemas atas produksi mereka, sepanjang bulan januari 2012, impor bawang merah yang masuk ke Indonesia sebesar 50.000 ton dari total kebutuhan bawang impor nasional sebesar 500.000 ton dan mengakibatkan harga bawang merah menjadi turun. IV. PERKEMBANGAN HARGA Harga di tingkat pedagang grosir (ps induk) Catatan harga bawang merah di tingkat pedagang besardi Pasar Induk Kramatjati tidak dibedakan antara harga bawang merah lokal dengan harga bawang merah impor. Pada minggu pertama Januari 2012 harga bawang merah rata-rata mendekati Rp 9.857/kg kemudian turun menjadi Rp 7.857/kg pada minggu ke-2 dan ke-3. Minggu berikutnya harga naik menjadi Rp 8.357/kg dan berfluktuasi dari Rp 6.000 hingga Rp 8.500/kg pada minggu pertama Mei 2012. Kemudian harga cenderung naik mencapai Rp 15.429/kg pada minggu ke-4 Mei 2012. Selama periode Januari-Mei 2012 harga bawang merah tingkat pedagang besar rata-rata Rp 8.844/kg atau rata-rata naik 3 persen per minggu. Dari minggu ke-1 Januari 2012 hingga minggu ke-4 Mei 2012 jumlah pasokan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati asal produksi domestic total sebanyak 10.890 kg atau rata-rata 573 kg/minggu. Pasokan bawang merah impor mulai tercatat minggu ke-3 Januari 2012 hingga minggu ke-4 Mei 2012 sebanyak 2.921 kg atau rata-rata 154 kg/minggu. Rasio pasokan bawang merah impor terhadap bawang merah domestic di Pasar Induk Kramatjati rata-rata 27 persen. 7

Harga ditingkat petani Harga rata-rata bulanan bawang merah paling rendha tejadi pada bulan Januari dan terus meningkat hingga bulan Juli. Hal yang sama juga dialami pada harga grosir (Tabel 6 dan Gambar 1). Kemudian harga turun hingga September saat panen mulai memuncak. Pada bulan Oktober harga mulai meningkat lagi. Rasio harga petani dibanding harga grosir berkisar dari 25 persen (Oktober) hingga 70 persen (Februari). Tabel 6. Harga rata-rata bulanan bawang merah di tingkat produsen (petani) dan grosir di Brebes, 2004-2010 (Rp/kg) Harga Bulan Produsen Grosir Selisih Rasio Januari 4,594 7,417 2,823 61% Februari 4,712 8,019 3,307 70% Maret 5,616 7,939 2,323 41% April 5,209 7,604 2,395 46% Mei 5,357 7,644 2,287 43% Juni 5,888 8,379 2,491 42% Juli 5,850 8,505 2,655 45% Agustus 4,499 6,888 2,389 53% September 4,192 6,229 2,037 49% Oktober 5,661 7,083 1,423 25% Nopember 6,173 8,823 2,650 43% Desember 5,691 8,739 3,047 54% Gambar 1. Rata rata Harga Bulanan Bawang Merah, 2005 2012 10,000 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 Grosir Produsen 8

Harga di berbagai daerah Harga rata-rata bawang merah di 33 kota pada bulan April 2012 meningkat jika dibandingkan dengan bulan Maret 2012 yakni dari harga sebesar Rp. 12.657- /kg menjadi Rp.13.909,-/kg. Sedangkan jika dibandingkan dengan April 2011, terjadi penurunan harga sebesar 28 %. Secara rata-rata nasional, fluktuasi harga bawang periode bulan April 2011 sampai dengan bulan April 2012 cukup tinggi yaitu sebesar 19%, yang diindikasikan oleh koefisien keragaman harga bulanan. Untuk periode bulan April 2011 sampai dengan bulan April 2012, harga rata-rata bawang merah nasional yaitu sebesar Rp.15.783/kg, dengan fluktuasi harga yang menurun sejak bulan Juli 2011 hingga Januari 2012. Tingkat perbedaan harga bawang (disparitas) antar wilayah di Indonesia pada bulan April 2012 relatif tinggi. Hal ini terlihat dari nilai koefisien variasi antar wilayah pada bulan April 2012 sebesar 26%. Artinya, perbedaan harga di suatu wilayah dengan rata-rata nasional pada bulan April 2012 berada dalam kisaran +26%. Angka disparitas tersebut masuk dalam kategori tinggi, karena berada dalam kisaran diatas 10%. Disparitas harga ini dikarenakan adanya isu kenaikan bahan bakar minyak yang akan dinaikkan per 1 April 2012 oleh pemerintah. Selain itu perbedaan masa panen antar wilayah sehingga pasokan bawang merah tidak merata di semua wilayah. Jika dilihat berdasarkan per wilayah, koefisien variansi tertinggi untuk komoditas bawang merah pada periode April 2012 sebagian besar sama dengan koefisien variansi tertinggi pada bulan Maret 2012 yaitu, di wilayah Kupang sebesar 35%, Gorontalo sebesar 32% dan Semarang sebesar 30%. Sedangkan untuk wilayah yang memiliki koefisien variasi terendah adalah Banda aceh sebesar 13%, Tanjung pinang sebesar 12%, dan Medan sebesar 8%. Harga tertinggi bawang berdasarkan wilayah terdapat di Manokwari, Jayapura dan Maluku Utara, sedangkan harga terendah bawang berdasarkan wilayah terdapat di Surabaya, Semarang dan Yogyakarta. 9

Gambar 2. Disparitas Harga Bawang Merah Bulan April 20122 (Kemendag, April 2012) Harga Eceran Harga rata-rata bawang merah tingkat pengecer atau harga yang dibayar oleh konsumen di Jakarta padaa minggu pertama Januari 2012 adalah Rp 10.960/kg dan berfluktuasi hingga Rp 12.000/kg padaa minggu ke-2 Maret 2012. Selanjutnya harga terus naik hingga Rp 13.000/kg pada minggu ke-4 April 2012. Selama periode Januari hingga April 2012, harga eceran bawang merah terendah adalah di Surabaya dan Semarang masing-masing Rp 6.764/kg dan Rp 6.900/kg dan tertinggi di Palembang dan Samarinda masing-masing Rp 14.000/kg, serta di Manado dan Rp 14.800/ kg pada minggu pertama Januari 2012. Pada minggu ke-4 April 2012 harga terendah dijumpai di Surabaya dan Semarang masing-ma sing Rp 9.346 dan Rp 9.820/kg, dan harga eceran tertinggi di Manado Rp 24.800/kg. Rata-rata harga bawang merah eceran tingkat nasional dari Januari hingga April 20122 adalah Rp 11.400/kg. Harga rata-rata di tingkat konsumen di seluruh Indonesia pada tahun 2011 relatif rendah pada bulan Januari, yaitu Rp 12.700/kg, kemudian terus naik hingga Rp 24.700/kg pada bulan April. Bulan berikutnya harga bawang merah cenderung turun menjadi Rp 23.000/g dan terus cenderung turun hingga mencapai Rp 13.400/kg pada bulan Desember. Rata-rata harga bawang merah di tingkat konsumen sepanjang tahun 2011 adalah Rp 18.800/kg. 10

Harga rata-rata bawang merah di tingkat konsumen pada tahun 2010 sebesar Rp 13.000/kg pada bulan Januari. Selanjutnay haraga terus naik hingga mencapai Rp 20.600/kg pada bulan Juli. Bulan berikutnya harga turun kemudian naik lagi pada Desember tahun 2010 menjadi Rp 23.600/kg. Harga rata-rata bawang merah di tingkat konsumen sepanjang tahun 2010 adalah Rp 17.100/kg. Pada tahun 2009 rata-rata harga bawang merah di tingkat konsumen lebih rendah dari tahun 2010, yaitu hanya Rp 12.700/kg. Harga internasional Harga bawah merah domestik mencapai kurang lebih 3 kali lipat harga bawang internasional. Perbedaan pola grafik antara harga bawang merah domestik dan internasional juga cukup terlihat jelas. Pada bulan November 2010- Maret 2011 harga bawang domestik mengalami kenaikan yang cukup ekstrim, sedangkan harga bawang internasional cenderung lebih stabil. Harga bawang merah internnasional tertinggi pada bulan Juli 2010, sekitar Rp 7.500/kg, dan terus cenderung turun hingga awal 2012 dibawah Rp 5.000/kg. Harga domestik bawang merah tertinggi berdasarkan data harga Januari 2009-Februari 2012 terjadi pada bulan Januari 2011. Sedangkan harga internasional bawang merah tertinggi terjadi pada bulan Maret 2010. Harga domestik pada bulan November 2010-Januari 2011 mengalami kenaikan harga tertinggi dikarenakan kurangnya pasokan bawang merah akibat cuaca yang kurang baik pada bulan-bulan tersebut. Tahun 2012 harga domestik maupun harga internasional bawang merah cenderung memiliki pola yang sama atau cenderung stabil. 11