ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS JAGUNG I. PENDAHULUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS JAGUNG I. PENDAHULUAN"

Transkripsi

1 ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS JAGUNG I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai Renstra Kementerian Pertanian ( ), terdapat lima komoditas pangan utama dan strategis yaitu beras, jagung, kedelai, daging sapi dan gula. Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target sukses, yaitu: (1) swasembada berkelanjutan dan pencapaian swasembada, (2) diversifikasi pangan, (3) peningkatan daya saing nilai tambah ekspor, dan (4) kesejahteraan petani. Secara khusus swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung, dan sasaran produksi jagung khususnya sebesar 29 juta ton pipilan kering pada tahun Dalam rangka mencapai target sukses tersebut khusus pada komoditas jagung yaitu untuk menjamin swasembada berkelanjutan tentu diperlukan upaya keras agar tingkat produksi saat ini dapat dipertahankan dan bahkan lebih ditingkatkan. Upaya meningkatkan produksi jagung nasional memiliki urgensi kuat, mengingat jagung memiliki peran strategis dalam memenuhi berbagai permintaan nasional. Jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, kecukupan pasokan pakan ternak, dan bahkan akhir-akhir ini dijadikan sebagai bahan baku energi alternatif (biofuel). Posisi jagung dalam diversifikasi konsumsi pangan berfungsi dalam mengurangi ketergantungan terhadap makanan pokok beras. Jagung juga sangat berperan dalam industri pakan dan industri pangan yang memerlukan pasokan terbesar dibanding untuk konsumsi langsung. Perkembangan produksi jagung nasional pada periode mengalami peningkatan sebesar 7,86 %/tahun. Sementara peningkatan luas panen dan produktivitasnya masing-masing sebesar 2,62 persen dan 5,23 %/tahun. Dengan demikian laju peningkatan produksi jagung nasional periode lebih dominan terdorong oleh peningkatan produktivitas melalui teknologi modern dalam budidaya jagung. Pada tahun 2011, luas panen jagung nasional mencapai 3,86 juta hektar dengan tingkat produksi dan produktivitas masing-masing sebesar 17,63 juta ton dan 4,57 ton/ha (BPS, 2012). Sementara itu, kebutuhan jagung nasional selama periode mengalami peningkatan sebesar 6,34 persen per tahun. Pada tahun 2005, total kebutuhan jagung mencapai 11,86 juta ton, kemudian meningkat menjadi 13,71 juta ton pada tahun 2008, dan menjadi 16,50 juta ton pada tahun Adapun proporsi penggunaan jagung dari total kebutuhan sebesar persen untuk bahan baku pakan, 30 persen sebagai 1

2 bahan baku industri makanan dan sisanya sebagai bahan konsumsi (pangan) langsung masyarakat. Berdasarkan data statistik diketahui bahwa selama periode (kecuali 2006), produksi jagung sudah melampaui kebutuhan konsumsinya. Pertanyaannya adalah mengapa selama periode tersebut Indonesia masih mengimpor jagung?. Bahkan impor jagung selama periode tersebut terus meningkat dari 0,23 juta ton pada tahun 2005 menjadi 1,52 juta ton pada tahun 2010 dan 2,37 juta ton pada tahun Meningkatnya impor jagung sangat menguras devisa negara yang jumlahnya besar tiap tahunnya. Hal ini makin kuat disaat terjadi krisis pangan dunia yang membuat lonjakan harga komoditas pertanian, termasuk jagung. Kondisi ini menambah kekhawatiran industri pakan. Sebab hampir 80% bahan baku pakan masih harus diimpor, sementara harga jagung dunia melonjak menyebabkan biaya produksi naik. Masih terdapatnya impor jagung yang terus meningkat akibat harga jagung dalam negeri yang mahal. Meningkatnya harga jagung dalam negeri merupakan konsekuensi logis dari meningkatnya harga-harga komoditas pertanian dunia. Selain itu, harga input usahatani secara umum juga naik sehingga biaya produksi juga naik. Kenaikan biaya produksi secara otomatis meningkatkan harga jagung. Dengan demikian peningkatan harga jagung dalam negeri inilah yang diduga sebagai penyebab industri pakan mencari bahan baku jagung melalui impor. Bila pemenuhan kebutuhan jagung mengandalkan impor akan berisiko tinggi, berdampak negatif terhadap industri peternakan (pakan) dalam negeri, dan akan mematikan petani jagung Indonesia. Sebab, usahatani jagung Indonesia yang tradisional harus bersaing dengan usahatani jagung negara maju seperti Amerika Serikat dan China. Kinerja produksi jagung nasional masih harus terus ditingkatkan. Fakta menunjukan bahwa produktivitas jagung nasional rata-rata 4,57 ton per hektar (BPS, 2012). Menurut Kasryno, et.al. (2007) bahwa potensi produktivitas jagung hibrida dapat mencapai 7 ton/ha. Hasil penelitian Bachtiar, et.al. (2007) yang mengungkapkan bahwa pada beberapa sentra produksi jagung seperti di Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Jawa Timur masih banyak petani yang menanam varietas lokal dan varietas unggul lama yang benihnya telah mengalami degradasi secara genetik dan belum dimurnikan. Pada tahun 2009/2010, penggunaan benih jagung hibrida sekitar 50 persen dari total pemakaian benih jagung di Indonesia. Sementara itu, produktivitas jagung nasional relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas jagung negara produsen utama seperti Amerika Serikat yang telah mencapai 9,77 ton/ha dan China 5,50 ton/ha (FAO, 2011). 2

3 1.2. Tujuan kajian Kajian ini bertujuan untuk menganalisis: (a) dinamika harga domestik dan internasional, (b) perkembangan produksi dan permintaan/konsumsi jagung termasuk faktor penyebabnya; dan (c) keragaan impor dan faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan bersumber dari berbagai instansi, literatur/pustaka hasil penelitian/kajian dan pustaka lainnya yang relevan dengan analisis. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. II. DINAMIKA HARGA KOMODITAS JAGUNG 2.1. Harga Domestik (produsen, konsumen dan perdagangan besar) Seiring dengan meningkatnya harga-harga komoditas pertanian dunia, harga jagung nasional juga menunjukkan peningkatan. Trend peningkatan harga jagung di tingkat produsen sebesar 10,71 %/tahun, yaitu meningkat dari Rp 1.668/Kg (2005) menjadi Rp 3.400/Kg (2011). Pada tingkat konsumen, peningkatan harga mencapai 11,15 %/tahun yaitu dari Rp 2.002/Kg (2005) menjadi Rp 3.800/Kg (2011). Selanjutnya harga jagung pada perdagangan besar mengalami peningkatan sebesar 10,34 %/tahun yaitu Rp 2.150/Kg (2005) menjadi Rp 4.271/Kg (2011) (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan Harga Produsen, Konsumen, dan Perdagangan Besar Jagung, Harga Produsen Harga Harga Selisih Selisih Tahun Jagung Pipilan Konsumen Perdagangan Harga (2-1) Harga (3-1) Kering (Rp/Kg) (Rp/Kg) Besar (Rp/Kg) (Rp/kg) (Rp/kg) (1) (2) (3) , , ,00 333,57 481, , , ,33 418,95 531, , , ,67 710, , , , , , , , , ,00 918, , , , , , , , , ,83 400,00 870,83 Trend (%/thn) 10,71 11,15 10,34 12,40 9,68 Sumber: BPS ( ). Harga jagung di tingkat konsumen atau pedagang dan di tingkat produsen (petani) umumnya bersifat asimetri. Selisih harga jagung ditingkat konsumen dan tingkat produsen 3

4 berkisar antara Rp 333,57/Kg Rp 1.579,02/Kg, dengan kecenderungan peningkatan sebesar 12,40 %/tahun. Sementara selisih harga jagung ditingkat perdagangan besar dan tingkat produsen berkisar antara Rp 481,60/Kg Rp 2.014/Kg, dengan kecenderungan peningkatan sebesar 9,60 %/tahun. Peningkatan harga jagung di tingkat konsumen atau pedagang besar tidak ditransmisikan secara sempurna ke harga jagung di tingkat petani. Sementara penurunan harga jagung di tingkat konsumen atau perdagangan besar ditransmisikan secara sempurna ke harga jagung di tingkat petani. Dengan demikian, fluktuasi harga jagung hanya menguntungkan pedagang serta merugikan petani dan konsumen Harga Internasional (paritas impor) Terdapatnya anomali iklim yang berakibat pada kurang berhasilnya produksi pertanian termasuk jagung, telah mendorong harga jagung misalnya di negara produsen jagung dunia USA (FOB US $/ton) meningkat sekitar 14,23 %/tahun, yaitu dari 98,41 US $/ton (2005) menjadi 291,78 US $ (2011). Seiring dengan pergerakan harga FOB dinegara produsen, maka harga jagung kuning asal impor juga mengalami peningkatan signifikan yaitu 12,14 %/tahun. Harga jagung impor tahun 2005 mencapai Rp 1.260/Kg dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai Rp 3.213/Kg tahun Pada tahun harga jagung impor sedikit menurun pada kisaran harga Rp 2.031/Kg Rp 2.200/Kg, kemudian meningkat kembali mulai tahun 2011 (Tabel 2). Tabel 2. Perkembangan Harga Jagung Impor di Dalam Negeri, Harga Jagung Selisih Harga Selisih Harga Tahun Harga Jagung Kuning Impor jagung impor dan jagung impor dan (US No.2 Yellow) di Dalam harga petani harga ped.besar (FOB US$/MT) Negeri (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Rp/Kg) , , , , , , , , , , , , , , Trend (%/thn) 14,23 12,14-112,34 7,24 Sumber: FAO (2011) dan Pink Sheet (2012). 4

5 2.3. Perbandingan Harga Domestik dengan Harga Internasional Pola pergerakan harga domestik pada perdagangan besar hampir sama dengan harga jagung impor asal USA di Indonesia. Secara umum, bahwa harga jagung di tingkat perdagangan besar lebih tinggi dibanding dengan harga jagung asal impor. Namun, jika dibandingkan dengan harga ditingkat petani maka harga jagung impor tidaklah selalu lebih rendah. Selisih harga jagung asal impor dengan harga di tingkat pedagang besar sangatlah lebar, dibandingkan dengan selisih harga dengan di tingkat petani. Hal demikian jelas mencerminkan bahwa sesungguhnya harga jagung di tingkat petani sangatlah rendah dan kecenderungan secara umum rendah. Sementara fenomena harga jagung yang tinggi kerap terjadi ditingkat pedagang besar atau bandar jagung. Rendahnya harga jagung di tingkat petani bukanlah semata-mata karena tingkat efisiensi usahatani yang tinggi, melainkan harga jual jagung ditingkat petani sering di tekan oleh para pedagang jagung. Menurut hasil kajian Rachman (2005) bahwa dalam pemasaran jagung di lokasi penelitian Jawa Timur, perubahan harga pada pasar internasional maupun pasar domestik tidak tertransmisisikan dengan baik terhadap pasar produsen. Keragaan harga pada pasar produsen lebih berfluktuasi karena berbagai faktor eksternal seperti musim, serangan OPT dan sebagainya dari pada harga dipasar konsumen. Dengan demikian bahwa aksesibilitas petani terhadap pasar tidak sebaik pedagang. Faktor lain yang menyebabkannya juga adalah bahwa ketergantungan petani kepada pedagang yang lebih tinggi dibandingkan ketergantungan pedagang pada petani dalam memperoleh barang sehingga posisi tawar petani menjadi lemah. Menurut Hayami dan Kawagoe (1993) bahwa peran pedagang dalam pemasaran pertanian adalah sangat dominan. Dalam penentuan harga, unsur monopoli dan monopsoni sudah merupakan hal yang sangat klasik yang sangat berpeluang merugikan petani. Sementara itu, rendahnya harga jagung asal impor dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: (1) Tingkat efisiensi usahatani jagung di negara eksportir (utamanya pada produsen jagung USA) lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi usahatani jagung di Indonesia; (2) Sistem distribusi dan pemasaran jagung di negara eksportir jagung (seperti USA dan China) jauh lebih efisien; (3) Skala usahatani jagung di negara eksportir jagung lebih luas; (4) Manajemen pengelolaan usahatani jagung di negara eksportir jagung jauh lebih modern, (5) Sistem permodalan dan dukungan kelembagaan usahatani di negara eksportir jagung sudah sangat memadai, dan (6) Dukungan pemerintah dan pihak swasta dalam mengembangkan komoditas jagung di negara eksportir lebih kuat dan saling bersinergi. 5

6 Gambar 1. Perkembangan harga jagung domestik di berbagai tingkatan dan harga jagung asal impor, (Rp/Kg). 6

7 III. ASPEK-ASPEK STRATEGIS DINAMIKA HARGA 3.1. Sisi Suplai/Produksi Sentra produksi jagung di Indonesia yaitu terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan NTT (Badan Litbang Pertanian, 2005). Bahkan dalam perkembangannya, 10 sentra produksi jagung terbesar termasuk Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo. Dengan demikian, di Pulau Jawa terdapat 3 Provinsi yang paling dominan produksinya yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Adapun di Luar Jawa, sentra produksi tersebar mulai dari Provinsi di Pulau Sumatera (Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat), di Pulau Sulawesi (Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara), dan di Pulau Nusa Tenggara (NTT). Pangsa produksi jagung dari 10 sentra produksi tersebut hamper mencapai 90 persen terhadap total produksi jagung nasional (Tabel 3). Tabel 3. Perkembangan Produksi Jagung Pada Beberapa Sentra Produksi di Indonesia, (Ton). Perkemb. Provinsi (%/tahun) 1. Jatim ,37 2. Jateng ,97 3. Lampung ,94 4. Sulsel ,50 5. Sumut ,14 6. Jabar ,86 7. Gorontalo ,13 8. NTT ,39 9. Sulut , Sumbar ,50 Total ,98 Indonesia ,72 Sumber: BPS, Berdasarkan data statistik, selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir ( ) luas panen dan produksi jagung nasional mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2,18 %/tahun dan 6,79 %/tahun. Adapun peningkatan produktivitasnya mencapai 4,61 %/tahun. Selanjutnya bila dilihat perkembangan dalam periode lima tahunan, maka pada periode

8 2005 luas panen jagung nasional meningkat 0,91 %/tahun dan produksinya meningkat 5,56 %/tahun. Sementara peningkatan produktivitasnya mencapai 4,65 %/tahun. Selanjutnya pada periode , luas panen dan produksi jagung mengalami peningkatan lebih pesat lagi yaitu masing-masing menjadi 2,62 %/tahun dan 7,89 %/tahun. Luas panen meningkat dari 3,63 juta hektar pada tahun 2005 menjadi 17,63 juta hektar pada tahun 2011, sedangkan produksi meningkat dari 12,52 juta ton pada tahun 2005 menjadi 17,63 juta ton pada tahun Peningkatan produksi yang relatif tinggi tersebut berasal dari peningkatan produktivitas sebesar 5,27 %/tahun, yaitu dari 3,45 ton/ha tahun 2005 menjadi 4,57 ton/ha pada tahun Sisanya berasal dari peningkatan luas panen (Tabel 4). Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Nasional, Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (ton/ha) , , , , , , , , , , , ,57 Perkemb (%/thn) ,91 5,56 4, ,62 7,89 5, ,18 6,79 4,61 Sumber: BPS (2012). Bila dicermati lebih lanjut, selama tahun produksi jagung nasional turun sebesar 3,81 %/tahun. Penurunan produksi ini disebabkan karena menurunnya luas panen sebesar 6,54 %/tahun, sementara peningkatan produktivitas hanya 2,73 %/tahun. Terjadinya penurunan luas panen lebih disebabkan antara lain karena persaingan penggunaan lahan usahatani, insentif harga, dan belum efektifnya pelaksanaan program pemerintah. 8

9 Apabila dibandingkan dengan Negara produsen jagung di ASEAN lainnya seperti Thailand dan Vietnam, maka luas panen jagung Indonesia paling tinggi. Luas panen jagung Indonesia tahun 2011 mencapai 3,86 juta ha, sedangkan luas panen di Thailand dan Vietnam masingmasing sebesar 1,13 juta ha dan 1,15 juta ha (Tabel 5). Lebih tingginya luas panen jagung di Indonesia, menyebabkan produksi jagung Indonesia paling tinggi dan sekaligus produsen jagung terbesar di ASEAN. Produksi jagung Indonesia pada tahun 2011 sebesar 17,63 juta ton, sedangkan di Vietnam dan Thailand masing-masing sebesar 4,79 juta ton dan 4,58 juta ton (Tabel 6). Tingkat produktivitas jagung Indonesia dibanding Vietnam relatif masih lebih tinggi, dimana produktivitas jagung di Indonesia sebesar 4,57 ton/ha dan di kedua negara tersebut masing-masing sebesar 4,18 ton/ha dan 4,05 ton/ha (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi untuk mendongkrak produktivitas jagung Indonesia masih menjadi peluang untuk terus diraih dan ditingkatkan. Tabel 5. Perkembangan Luas Panen Jagung Pada Negara-Negara produsen Jagung Dunia, (Ha). Tahun USA China Brazil Meksiko Thailand Vietnam Indonesia Perkem (%/thn) Sumber: FAO (2012). 9

10 Tabel 6. Perkembangan Produksi Jagung Pada Negara-Negara produsen Jagung Dunia, (Ton). Tahun USA China Brazil Meksiko Thailand Vietnam Indonesia Perkem (%/thn) Sumber: FAO (2012). Gambar 2. Produksi Jagung di Beberapa Negara Produsen di Dunia,

11 Tabel 7. Perkembangan Produktivitas Jagung Pada Negara-Negara produsen Jagung Dunia, (Ton/Ha). Tahun USA China Brazil Meksiko Thailand Vietnam Indonesia Perkem (%/thn) Sumber: FAO (2012). Sementara jika dibandingkan dengan Negara produsen jagung dunia seperti USA, China, dan Brazil maka luas panen di ketiga negara tersebut jauh lebih tinggi dibanding dengan Indonesia. Pada tahun 2011, luas panen jagung di keempat negara tersebut masing-masing seluas 33,39 juta ha; 33,38 juta ha dan 13,41 juta ha. Begitupula halnya dengan produksi jagung yang dihasilkan di ketiga negara produsen tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Produksi jagung tahun 2011 di ketiga negara tersebut masing-masing sebesar 326,22 juta ton, 185,25 juta ton, dan 60,47 juta ton. Tingginya produksi di Negara tersebut selain karena lebih luasnya areal panen, juga karena tingkat produktivitasnya jauh lebih tinggi (khususnya di USA dan China) dibandingkan dengan Indonesia. Misalnya di USA rata-rata produktivitas mencapai 9,77 ton/ha dan di China 5,55 ton/ha, sedangkan produktivitas di Brazil relatif berimbang dengan produktivitas di Indonesia yang mencapai 4,51 ton/ha. Data ini menunjukkan bahwa penerapan teknologi usahatani jagung di negara-negara produsen utama (USA dan China) sudah lebih maju dibanding Indonesia. Hal ini pula yang diduga menjadi penyebab harga jagung per satuan unitnya di negara produsen jagung tersebut menjadi lebih murah. Oleh karena itu, dengan keterbatasan lahan usahatani saat ini, 11

12 meningkatkan produksi jagung nasional melalui peningkatan produktivitas dan insentif harga output menjadi alternatif solusi yang tepat. Berdasarkan struktur ongkos usahatani jagung 2011 (BPS, 2011), diperoleh informasi bahwa: (1) biaya rata-rata usahatani jagung mencapai Rp 9,88 juta/ha, (2) rataan produktivitas 4,57 ton/ha dan harga Rp 3.400/Kg, penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 15,21 juta/ha, serta keuntungan sebesar Rp 5,64 juta/ha, dan (3) harga titik impas (BEP) yaitu Rp 2.165/ha. Dengan demikian, keuntungan usahatani jagung saat ini mencapai 57 persen, melebihi batas keuntungan normal usahatani yaitu 30 persen (Tabel 8). Namun demikian, mengingat lahan garapan petani relatif sempit (<0,50 ha), maka keuntungan nominal menjadi relatif kecil. Hasil beberapa studi empiris menunjukkan bahwa usahatani jagung memiliki keunggulan komparatif yang merupakan potensi keunggulan kompetitif. Meskipun demikian, pengembangan jagung nasional masih dihadapkan dengan beberapa permasalahan antara lain: fluktuasi produksi dan harga musiman/bulanan, kapasitas sumberdaya lahan, kelembagaan, permodalan, efisiensi usaha, mutu hasil, pengumpulan, pergudangan, pengolahan dan pemasaran hasil. Dalam hal peningkatan produktivitas jagung, pemerintah terus mendorong peningkatan produksi melalui penyebarluasan benih unggul dan peningkatan teknik budidaya jagung spesifik lokasi. Upaya mendorong produksi jagung nasional juga selayaknya ditempuh melalui pemberian rangsangan harga output kepada petani jagung. Kenyataan di lapangan bahwa seringkali harga jagung rendah dan cenderung ditekan secara sepihak oleh pabrik pakan/pedagang. Kondisi ini tidak memberi rangsangan yang memadai kepada petani untuk menggunakan teknologi produksi yang lebih baik, sehingga produktivitasnya masih rendah. Harga jagung yang rendah juga tidak merangsang petani untuk menanam jagung dalam areal yang lebih luas. Menurut Ditjen Tanaman Pangan (2008) bahwa keberhasilan peningkatan produksi antara lain tidak terlepas dari kebijakan output dimana pemerintah pusat selalu mendorong pemerintah daerah agar menampung produksi jagung petani sehingga harga jagung di tingkat petani tidak jatuh pada saat panen. Sejak tahun 1990 sudah tidak ada lagi pengaturan harga jagung melalui mekanisme harga dasar, karena dinilai tidak efektif. Tataniaga jagung dibebaskan sehingga harga jagung ditentukan oleh mekanisme pasar, dimana posisi tawar petani lebih lemah daripada pedagang. 12

13 Tabel 8. Analisis Usahatani Jagung Per Hektar di Indonesia, 2011 No Jenis Pengeluaran Nilai Pengeluaran Volume Nilai (Rp/Ha) I. Produksi a. Produksi xxxx b. Harga (Rp/Kg) xxx c. Nilai (Rp) xxx II. Input a. Benih (Kg) b. Pupuk (Kg) Urea TSP/SP ZA KCl NPK Pupuk lainnya xxx c. Pestisida xxx d. Tenaga kerja e. Jasa Pertanian xxx f. Sewa Lahan xxx g. Sewa Alat/Sarana xxx h. Lainnya xxx Total xxx III. Keuntungan xxx IV. R/C xxx 1,57 V. Harga saat Break Even (Rp/Kg) xxx VI. Harga Saat Keuntungan Naik 15% xxx VII. Harga Saat Keuntungan Naik 20% xxx Sumber: BPS (2011) dan Berbagai Hasil Penelitian (2011) Sisi Demand/Konsumsi Permintaan jagung untuk memenuhi kebutuhan pangan, industri bahan makanan, dan bahan baku pakan serta kedepan untuk bahan baku energi (bioetanol) akan makin meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu , bila disandingkan data produksi dan total kebutuhan jagung nasional maka dapat diketahui bahwa produksi jagung nasional selalu dibawah total kebutuhan jagung nasional (Tabel 9). Masih rendahnya produksi jagung nasional, sementara kebutuhannya meningkat pesat menyebabkan terjadinya ketimpangan dalam pemenuhan kebutuhan jagung. Oleh karena itu, untuk mencukupi berbagai kebutuhan (untuk 13

14 makanan atau konsumsi langsung, bahan baku industri olahan dan terutama bahan baku pakan ternak) telah dilakukan impor jagung pada kurun waktu tersebut dengan kisaran antara 1,08 juta 1,37 juta ton. Selanjutnya pada tahun 2005, total kebutuhan jagung mencapai 11,86 juta ton, kemudian meningkat menjadi 12,15 juta ton pada tahun 2006, dan menjadi 16,50 juta ton pada tahun Produksi jagung nasional pada tahun 2005 mencapai 12,52 juta ton, kemudian menurun menjadi 11,61 juta ton tahun 2006 dan meningkat lagi menjadi 17,63 juta ton pada tahun Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2006 terjadi defisit, sehingga untuk mencukupi kebutuhan dilakukan impor sebesar 1.84 juta ton. Selanjutnya pada periode , produksi jagung nasional telah melampaui kebutuhan konsumsinya. Namun demikian, impor jagung tetap dilakukan yaitu sebesar 414 ribu ton pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 2,37 juta ton pada tahun Aktivitas impor jagung masih terus berjalan seiring waktu, meskipun trend produksi jagung nasional menunjukkan peningkatan. Impor ini dilakukan khususnya oleh pelaku industri pakan ternak, dengan beberapa alasan antara lain adalah: (1) kepastian pasokan dan kemudahan memperoleh bahan baku. Industri kesulitan melacak keberadaan stok kelebihan produksi yang ada; (2) produksi jagung di dalam negeri tidak kontinyu sepanjang tahun. Panen jagung terjadi pada dua periode yakni Januari-Mei dan September-Desember, sehingga ada kekosongan pasokan pada Juni-Agustus. Di sisi lain, permintaan jagung untuk pabrik pakan kontinyu sepanjang tahun; (3) membeli jagung di pasar internasional hanya berhubungan dengan satu pedagang internasional. Hal ini berbeda dengan membeli jagung di dalam negeri yang harus berhubungan dengan banyak petani/produsen. Pihak industri lebih menyukai membeli jagung lokal, karena jagung domestik umumnya lebih segar. 14

15 Tabel 9. Perkembangan Produksi, Kebutuhan dan Impor Jagung Nasional, Tahun Produksi (Ton) Kebutuhan (Ton) Impor (Ton) Pertumbuhan (%/thn) Sumber: 1.BPS ( ); 2. FAO (2012); 3 Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi (2007); 4. Badan Litbang Pertanian (2005); 5. Media Berbagai Terbitan Distribusi dan Pemasaran Sentra produksi jagung di Indonesia tersebar di sepuluh provinsi, sementara sentra konsumsi (khususnya industri pakan ternak) dominan terdapat di Pulau Jawa. Distribusi produk dari sentra produksi ke sentra konsumsi memerlukan biaya angkut dan pemasaran yang tinggi, serta diperlukan waktu yang cukup lama. Pada pemasaran jagung disentra produksi, terdapat para pelaku dalam pemasaran yaitu petani, pedagang pengumpul/ penebas, pedagang besar, peternak dan pabrik pakan (Saleh, C, et.al, 2005). Pelaku pemasaran ini masih sama dengan hasil penelitian Timer (1987), hanya saja Bulog tidak lagi melakukan intervensi pasar. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada pelaku pemasaran antar lokasi kajiannya. Pada usahatani jagung yang bersifat subsisten, pola pemasaran relatif sederhana. Petani menjual sebagian kecil produksinya ke konsumen langsung atau pedagang pengecer di pasar lokal. Perbedaan orientasi produksi dan dan karakteristik produksi menyebabkan perbedaan dalam karakteristik dan volume pemasaran. Produsen jagung komersial umumnya menjual seluruh produksinya saat setelah panen, sementara produsen untuk tujuan konsumsi 15

16 mencadangkan hampir seluruh hasil panennya sebagai bahan pangan. Secara umum, petani yang menjual jagung untuk non konsumsi para petani menjual jagung dalam bentuk pipilan terhadap pedagang yang datang. Kelemahan petani dalam menjual hasil tersebut karena keterbatasan ruang dan perolehan informasi dalam hal harga jual. Sementara, petani yang menjual jagung untuk konsumsi umumnya volumenya kecil dan menjual ke pedagang pengecer atau pasar setelah terlebih dahulu mengetahui informasi harga. Namun demikian, meskipun informasi harga diperoleh karena strukturnya monopsoni maka petani tetap lemah dalam bargaining harga dengan para pembelinya. Pada pemasaran jagung domestik, secara umum hasil penelitian menunjukan bahwa posisi tawar petani jagung lemah. Hal ini disebabkan: (1) umumnya petani menjual jagung segera setelah panen; (2) petani dihadapkan pada kebutuhan uang tunai untuk usahatani berikutnya, sehingga nilai tambah dari pasca panen lebih banyak dinikmati oleh para pedagang; dan (3) pasar jagung tersegmentasi secara lokal. Petani menghadapi resiko baik produksi maupun resiko harga. Fluktuasi produksi dan harga jagung juga merupakan resiko yang dihadapi para pedagang jagung yang akan menginternalisasikannya ke dalam marjin pemasaran yang lebih tinggi. Pada kondisi tertentu, diperlukan kebijakan intervensi pemerintah untuk menstabilkan harga jagung untuk meningkatkan efisiensi ekonomi agribisnis jagung dan sekaligus meningkatkan produksi jagung dalam negeri Faktor Lain Kekeringan tengah melanda dunia termasuk di negara-negara produsen pertanian besar dunia. Kekeringan di AS, telah menyebabkan melonjaknya harga pangan seperti gandum, jagung dan kedelai. Departemen Pertanian AS (USDA) memperkirakan produksi pangan dan pakan seperti gandum, jagung, kedelai menurun. Produksi jagung dan kedelai diprediksi masing-masing turun 12% dan 8%. Dalam dua bulan terakhir, harga jagung di pasar komoditas naik 50%,sedangkan harga kedelai naik 30% sejak pertengahan Juni lalu. Kenaikan harga jagung membuat produk turunan dari jagung seperti pakan ternak akan naik harganya. Perkiraan defisit pangan kian besar setelah petani Argentina mengurangi luas lahan yang ditanami jagung sebesar 20%. Argentina adalah eksportir jagung terbesar kedua setelah AS (Khudori dalam Sindo, 2012). 16

17 Menurunnya produksi pangan dibeberapa negara produsen, menyebabkan banyak negara produsen menahan stock komoditas dan mengurangi ekspornya. Oleh karena itu, peningkatan produksi dalam negeri memiliki urgensi kuat untuk terus diupayakan sehingga pemenuhan kebutuhan yang bersumber pada impor semakin dikurangi. IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 4.1. Kesimpulan Harga jagung yang tinggi lebih banyak dinikmati oleh pedagang besar atau bandar jagung, sementara petani jagung secara umum memperoleh harga yang relatif rendah. Rendahnya harga jagung di tingkat petani bukanlah semata-mata karena tingkat efisiensi usahatani yang tinggi, melainkan harga jual jagung ditingkat petani sering di tekan oleh para pedagang jagung. Keragaan harga pada pasar produsen lebih berfluktuasi karena berbagai faktor eksternal seperti musim, serangan OPT dan sebagainya dari pada harga dipasar konsumen. Ketergantungan petani kepada pedagang yang lebih tinggi dibandingkan ketergantungan pedagang pada petani dalam memperoleh barang juga menyebabkan posisi tawar petani menjadi lemah. Terdapatnya perbedaan harga jagung asal impor dan harga jagung domestik, dimana harga jagung impor lebih murah dapat disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut: (1) Tingkat efisiensi usahatani dari negara asal impor lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi usahatani Indonesia; (2) Sistem distribusi dan pemasaran jagung di negara eksportir jagung jauh lebih efisien dari pada di Indonesia; (3) Skala usahatani jagung di negara eksportir jagung jauh lebih luas dari pada di Indonesia; (4) Manajemen pengelolaan usahatani di negara eksportir jagung jauh lebih modern, (5) Sistem permodalan dan dukungan kelembagaan usaha pada di negara eksportir jagung sudah sangat memadai, dan (6) Dukungan pemerintah dan pihak swasta dalam mengembangkan komoditas jagung lebih kuat dan saling bersinergi. Terdapat beberapa alasan kegiatan impor jagung yang tetap dilakukan oleh pelaku industri pakan, antara lain: (1) kepastian pasokan dan kemudahan memperoleh bahan baku; (2) produksi jagung di dalam negeri tidak kontinyu sepanjang tahun; (3) importir di Indonesia hanya berhubungan dengan satu pedagang internasional, berbeda jika membeli jagung di dalam negeri yang harus berhubungan dengan banyak petani/produsen. 17

18 Upaya untuk peningkatan produksi jagung dan pendapatan petani dapat dilakukan melalui efisiensi usahatani dengan mengarahkan pada peningkatan produktivitas, penekanan biaya produksi dan insentif harga output. Secara rinci beberapa upaya yang dimaksud antara lain: (1) menerapkan teknologi tepat guna melalui penyebarluasan benih unggul dan peningkatan teknik budidaya jagung spesifik lokasi, (2) pendampingan kepada petani secara intensif dan kontinyu oleh aparat pertanian (penyuluh pertanian dan peneliti), (3) pengaturan dalam pengadaan dan distribusi sarana produksi (pupuk, benih dan air) yang efisien sehingga tersedia pada tingkat petani pada saat dibutuhkan, (4) pemberian rangsangan harga output kepada petani jagung, dan (5) pengembangan kelembagaan petani dan kemitraan usaha dalam rangka menjamin kepastian harga dan pasar produk yang dihasilkan petani jagung Rekomendasi Kebijakan Dalam rangka meningkatkan produksi jagung, maka dapat dilakukan pengembangan usahatani yang dapat ditempuh melalui: (1) peningkatan skala usahatani antara lain melalui konsolidasi manajemen pengelolaan dan pemberdayaan gabungan kelompok tani serta peningkatan pemanfaatan lahan-lahan yang belum diusahakan secara optimal, (2) peningkatan akses terhadap kredit permodalan usahatani dalam wadah kelompok tani/gabungan kelompok tani yang telah berbadan hukum, (3) memfasilitasi kemitraan yang saling menguntungkan antara kelompok tani/gabungan kelompok tani dengan swasta, terutama terkait pemasaran hasil dan pembinaan usahatani yang berkesinambungan, (4) mendorong pengembangan teknologi modern untuk peningkatan produktivitas di tingkat petani, sehingga dapat meningkatkan produksi jagung, dan (5) mendorong penciptaan nilai tambah di tingkat petani agar tidak hanya menjual jagung sebagai bahan baku industri semata, namun dapat menjual jagung dalam bentuk olahan. Upaya peningkatan produksi dalam negeri diperlukan dalam rangka pemenuhan berbagai kebutuhan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor jagung. Peningkatan teknologi dan manajemen usahatani diharapkan dapat memproduksi jagung yang lebih berdaya saing dipasaran dengan tingkat harga yang lebih kompetitif dibanding dengan jagung impor. Adapun beberapa upaya yang diperlukan dalam peningkatan produksi tersebut antara lain dalam hal: (1) Peningkatan efisiensi usahatani; (2) Perbaikan sistem distribusi dan pemasaran jagung yang lebih efisien; (3) Peningkatan skala usahatani jagung; (4) Perbaikan manajemen pengelolaan usahatani; (5) Dukungan sistem permodalan dan kelembagaan usahatani; dan (6) 18

19 Dukungan pemerintah dan pihak swasta dalam mengembangkan komoditas jagung yang lebih kuat dan saling bersinergi. Matrik Permasalahan, Solusi dan Instansi yang terlibat Pada Berbagai Aspek Pengembangan Produksi, Konsumsi, Distribusi dan Pemasaran Komoditas Jagung. No. Permasalahan Solusi Instansi yang Terlibat 1. Sisi Suplai/produksi: - Produksi jagung di sentra produksi - Diperlukan pemetaan sentra produksi - Ditjen tanaman pangan yang tersebar jagung yang lebih - Dinas pertanian - Produksi jagung tidak merata antar musim - Terdapat persaingan dengan komoditas lain seperti kedelai dan terkoordinasi secara baik dengan pusat konsumsi - Perlu perencanaan Tanaman Pangan Provinsi/Kab. - Bulog palawija lain tanam komoditas - Data produksi yang cenderung surplus dibandingkan konsumsi yang lebih baik - Perbaikan manejemen stock dari 2. Sisi Demand/Konsumsi: - Permintaan yang semakin meningkat untuk kebutuhan bahan baku pakan - Kebutuhan yang kontinyu sepanjang tahun - Impor yang masih tinggi produksi. - Diperlukan data kebutuhan/ konsumsi untuk berbagai kebutuhan yang akurat - Lebih banyak mengkonsumsi produksi jagung dalam negeri dari stock yang ada - Bulog - Ditjen Tanaman pangan, Kementan - Industri Pakan 3. Distribusi dan Pemasaran - Distribusi dan pemasaran jagung yang cenderung kurang efisien - Distribusi jagung yang sulit dari berbagi sentra produksi - Cenderung bersifat Oligopsoni - Harga jagung ditingkat petani yang cenderung rendah - Peningkatan Efisiensi distribusi dan pemasaran - Peningkatan infrastruktur dan layanan transportasi komoditas pertanian secara baik dan murah - Ditjen Tan. Pangan - Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan - Kepolisian - Kementerian Perdagangan - Bulog 4. Faktor lain (termasuk kebijakan negara produsen lain): - Semakin meningkatnya produksi dan produktivitas jagung pada negara produsen utama - Kegagalan produksi negara produsen utama - Produsen jagung meningkatkan harga jagung ekspor - Perlunya antisipasi stock supply dalam negeri - Efisiensi usahatani - Dukungan dan memperkuat produksi dalam negeri. - Ditjen Tan. Pangan - Kementerian Perdagangan - Bulog 19

20 DAFTAR PUSTAKA Bahtiar, S. Pakki dan Zubachtirodin Sistem Perbenihan Jagung. Dalam Sumarno, et.al. (Editor). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan: Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Badan Litbang Pertanian Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Jagung di Indonesia. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Business News Impor Jagung Terus Naik. 26 Mei BPS Struktur Ongkos Usahatani Tanaman Pangan. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPS Statistik Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian Laporan Bulanan Januari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Ekonomi dan Bisnis Departemen Pertanian (Deptan) Akan Menghentikan Impor Jagung pada Tahun Antara News. [10 Oktober 2010]. FAO Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung. Hayami, Y. and Kawagoe, T The Agrarians Origins of Commerce and Industry: A Study of Peasant Marketing in Indonesia. St. Martin s Press. New York. 202p. Kasryno, F., E. Pasandaran, Suyamto dan M. O. Adnyana Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. Dalam Sumarno, et.al. (Editor). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan: Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Kementerian Pertanian Renstra Kementerian Pertanin Jakarta. Khudori Kekeringan AS dan Ancaman Krisis Pangan. Sindo, 13 Agustus Rachman Perdagangan Internasional Komoditas Jagung. Dalam Kasryno, et.al. (Editor). Ekonomi Jagung Indonesia: Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Saleh, C. Sumedi, dan E. Jamal Analisis Pemasaran Jagung di Indonesia. Dalam Kasryno, et.al. (Editor). Ekonomi Jagung Indonesia: Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Timmer, C.P The Corn Economy of Indonesia. Cornel University Press. Ithaca, New York. Trobos Jagung Sebagai Sumber Pakan. Januari Zubachtirodin, M. S. Pabbage dan Subandi Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung. Dalam Sumarno, et.al. (Editor). Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan: Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 20

ANALISIS DINAMIKA PERMINTAAN/KONSUMSI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PRODUKSI JAGUNG NASIONAL

ANALISIS DINAMIKA PERMINTAAN/KONSUMSI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PRODUKSI JAGUNG NASIONAL ANALISIS DINAMIKA PERMINTAAN/KONSUMSI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PRODUKSI JAGUNG NASIONAL Dynamics Analysis of Demand/Consumption and Policy for National Corn Production Development Adang Agustian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras yang sangat berperan dalam menunjang ketahanan pangan, dan kecukupan

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

MENUJU KEBIJAKAN HPP JAGUNG MENDUKUNG STABILISASI HARGA : Masih Perlukah?

MENUJU KEBIJAKAN HPP JAGUNG MENDUKUNG STABILISASI HARGA : Masih Perlukah? MENUJU KEBIJAKAN HPP JAGUNG MENDUKUNG STABILISASI HARGA : Masih Perlukah? PENDAHULUAN Dalam perekonomian nasional, jagung ditempatkan sebagai kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia, kebutuhan jagung di Indonesia mengalami peningkatan, yaitu lebih dari 10 juta ton pipilan kering

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Serta Proyeksinya 5.1.1.1 Produksi Produksi rata - rata ubi kayu di sampai dengan tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG

VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG VII. ANALISIS DAYA SAING USAHATANI JAGUNG 7.1. Profitabilitas Privat dan Sosial Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena berkah kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa: 1. Penawaran output jagung baik di Jawa Timur maupun di Jawa Barat bersifat elastis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemandirian pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak dan aman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia jagung merupakan komoditas penting kedua setelah padi dan termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia ( ) terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia ( ) terutama bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda kawasan Asia (1997-1998) terutama bagi Indonesia, memberikan pelajaran yang sangat berharga bahwa para pelaku ekonomi pada sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA 5.1. Sejarah Perkembangan Kedelai Indonesia Sejarah masuknya kacang kedelai ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti namun kemungkinan besar dibawa

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia karena pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dimana dalam pemenuhannya menjadi tanggung

Lebih terperinci

INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011

INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011 INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011 Sekretariat Negara Republik Indonesia Tahun 2010 telah terlewati dan memberi catatan inflasi diatas yang ditargetkan yakni mencapai 6,96%. Inflasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA

PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA PROSPEK KONSUMSI CENGKEH DI INDONESIA Oleh: Bambang Sayaka dan Benny Rachman') Abstrak Prospek cengkeh agaknya semakin tidak menentu sebagai akibat menurunnya harga cengkeh yang berkepanjangan serta sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut salah satunya terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilakan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Secara sempit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

STABILISASI HARGA PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN STABILISASI HARGA PANGAN Oleh : Dr.Ir. Nuhfil Hanani AR DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2008 PERANAN KOMODITAS PANGAN PRODUSEN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN KONSUMEN RUMAH TANGGA AKSES UNTUK GIZI KONSUMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung adalah salah satu komoditas yang penting di Indonesia setelah beras/padi. Komoditas yang memiliki nama lain Zea mays merupakan sumber pangan penduduk yang tersebar

Lebih terperinci

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai kurun waktu 1976 Indonesia masih termasuk salah satu negara pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah kurun waktu tersebut,

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian yang mempunyai peranan yang strategis dan penting adalah sektor tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2

KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 KEUNGGULAN KOMPARATIF USAHATANI JAGUNG MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI NTT Yusuf 1 dan Rachmat Hendayana 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2 Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci