MEMBERDAYAKAN SEKTOR UMKM UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH 1

dokumen-dokumen yang mirip
MENJADIKAN SEKTOR UMKM SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH

Seminar Nasional KTI INCORPORATED

Disampaikan pada acara :Seminar Nasional Pembangunan Ekonomi KTI Bank Indonesia Makassar,

KEBIJAKAN PENDANAAN BI MEMBERDAYAKAN SEKTOR UMKM DI DAERAH

TANTANGAN DAN STRATEGI MENINGKATKAN EKSPOR DI K.T.I. DALAM ERA LIBERALISASI EKONOMI REGIONAL DAN GLOBAL. Oleh Marsuki

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Demokratisasi Pembangunan Ekonomi Nasional dan daerah

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

REFLEKSI PERAN STAKE HOLDER DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

MENINGKATKAN INVESTASI DAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DAN PENGGUNAAN DANA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

SEKTOR UMKM DI INDONESIA: Profil, Masalah, Dan Strategi Pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FAJAR, Rabu, :24 30 Figur Pemimpin Bank Sentral Indonesia Yang Diharapkan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

I. PENDAHULUAN. Perjalanan ekonomi Indonesia telah berlangsung hampir sepuluh tahun

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN WALI KOTA BANDUNG NOMOR TAHUN 2017 TENTANG RENCANA UMUM PENANAMAN MODAL TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PEMBERDAYAAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KOTA BANJARBARU DALAM RANGKA MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS 2015**

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

III KERANGKA PEMIKIRAN

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

Issu-Issu Global Menyikapi Krisis Ekonomi Tahun 2009

Arah Kebijakan Otoritas Moneter Indonesia Tahun Oleh : Marsuki

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN. kerja yang baru, jumlah unit usaha bordir yang tercatat selama tahun 2015 adalah

Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

BAGAIMANA MENAKAR PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL DI ERA OTONOMI DAERAH*)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

MASALAH DAN STRATEGI MENARIK INVESTASI DI DAERAH

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

o Kesulitan pemasaran o Kesulitan Finansial o Kesulitan SDM o Masalah Bahan Baku o Keterbatasan Teknologi

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu wahana. angka pengangguran, UMKM juga memegang peranan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh dan salam sejahtera untuk. kita semua

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

BAB. X. JARINGAN USAHA KOPERASI. OLEH : Lilis Solehati Y, SE.M.Si

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN. Bank Umum Syariah telah muncul sejak tahun 1992 yang dipelopori oleh Bank

IV. PROGRAM STUDI : D3 AKUNTANSI. A. Identitas Program Studi

Transkripsi:

MEMBERDAYAKAN SEKTOR UMKM UNTUK PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH 1 Oleh : Marsuki 2 Posisi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia hingga kini diakui sebagai sektor usaha yang sangat strategis dan penting, karena berbagai peranannya dalam pembangunan ekonomi, baik dalam skala nasional maupun daerah. Misalnya dalam kurun waktu tahun 2000-2005, peran sektor UMKM dalam pembentukan PDB secara rata-rata, tercatat sharenya mencapai 65%, kemampuannya menyerap tenaga kerja rata-rata berkisar 99,5%, sangat besarnya jumlah unit usaha yang terlibat dalam berbagai sektor ekonomi, yakni sekitar 99,8%, serta cukup signifikan peranannya dalam nilai ekspor total, yakni mencapai share rata-rata 18,5%. Mungkin dengan posisinya yang sangat strategis dari waktu ke waktu tersebut maka kondisi ekonomi makro Indonesia selama masa krisis khususnya dapat bertahan dan tidak ambruk. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka desakan-desakan dari berbagai pihak untuk semakin memberdayakan sektor UMKM tersebut selalu digemakan untuk dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan tarap hidup masyarakat Indonesia, yang umumnya bergelut dalam usaha sektor ekonomi ini, sehingga upaya untuk mengentaskan kemiskinan dapat terealisasi. Sejak Pelita III, pemerintah dan Bank Indonesia khususnya telah melaksanakan berbagai program untuk memberdayakan sektor ekonomi ini. Diantaranya dengan menyediakan berbagai peraturan-peraturan dan beberapa skim kredit, kemudian mengadakan gerakan nasional tentang pentingnya pola kemitraan usaha, termasuk pendirian tempat latihan-latihan kerja, serta berbagai kebijaksanaan lainnya. Tapi ternyata masalah pemberdayaan sektor ini, hasilnya belum sesuai dengan harapan. Sehingga berarti ke depan masih sangat diperlukan strategi dan upaya-upaya yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman berdasarkan kondisi, potensi ekonomi masyarakat dan peningkatan peran serta para pelaku ekonomi yang ada untuk memberdayakan sektor ekonomi ini. Untuk kepentingan tersebut maka terlebih dulu perlu dilakukan identifikasi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sektor UMKM tersebut. Sesuai dengan hasil penelitian BPS dan Bank Indonesia ditemukan beberapa persoalan utama yang dihadapi dan perlu diatasi, yakni : 1) persoalan permodalan, 2) persoalan bahan baku, 3) persoalan pemasaran, 4) persoalan keahlian manajerial dan teknis, 5) persoalan kemitraan usaha dan persaingan, serta 6) persoalan birokrasi dan infrastruktur. 1 Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema Peran Pemberdayaan Dalam Pengembangan Ekonomi Daerah, Hotel Imperial Aryaduta, Makassar, 16 November 2006. 2 Dosen Fakultas Ekonomi dan Program Pascasarjana Unhas, serta Anggota Badan Supervisi Bank Indonsia (BSBI). S2 (DEA) dan S3 (Dr) di Universite de Nice Sophia Antipolis, France, dalam bidang Analisa Ekonomi Makro Moneter, Keuangan dan Perbankan. 1

Secara mendasar kita dapat menggolongkan ke enam persolan tersebut dari empat sisi pandang sesuai dengan peran yang harus dimainkan oleh para pelaku ekonomi sesuai dengan keterlibatannya dalam lembaga-lembaga ekonomi yang ada. Pertama, dari sisi pelaku ekonomi dari lembaga pemerintah, kemudian dari sisi pelaku lembaga sektor ekonomi dunia usaha UMKM sendiri maupun dunia usaha besar, serta dari sisi pelaku lembaga-lembaga pembiayaan dan penjaminan. Dengan kata lain bahwa persoalan kurang berkembang dan terperhatikannya sektor UMKM tersebut kiranya jangan hanya ditumpukan pada tanggungjawab dari salah satu pelaku lembaga-lembaga ekonomi saja, misalnya hanya pada sektor perbankan dalam kaitannya dengan masalah pendanaan. Jadi seharusnya ditumpukan dan harus menjadi tanggungjawab dari seluruh pelaku lembaga-lembaga ekonomi lainnya. Oleh karena itu hal penting yang perlu dibahas adalah bagaimana seharusnya peran yang dimainkan oleh para pelaku di lembaga-lembaga ekonomi tersebut dalam rangka memberdayakan atau membangun sektor ekonomi UMKM tersebut, sehingga sektor ekonomi tersebut dapat bermanfaat dalam meningkatkan kegiatan pembangunan ekonomi nasional atau daerah sehingga upaya untuk mengentaskan kemiskinan dapat terealisasi. Pertama, mungkin dapat disepakati bahwa sebenarnya pelaku ekonomi yang paling bertanggung-jawab untuk mengembangkan sektor ekonomi UMKM adalah lembaga pemerintah. Karena sacara de facto dan de jure, pemerintahlah yang seharusnya terlebih dulu menunjukkan political will dan political actionnya secara konkrit dalam komitmennya untuk berpihak secara nyata ke sektor UMKM. Dimana hal tersebut seharusnya sudah tertuang dalam blue print kebijaksanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing. Dalam hal ini pemerintah daerah misalnya, harus mampu berperan sebagai inisiator, fasilitator, mediator, koordinator ataupun regulator demi untuk merealisasikan strategi pembangunan ekonomi yang berbasis pada UMKM. Diantaranya, pemerintah melalui dinas-dinasnya di bawah koordinasi BAPPEDA harus mampu menyusun dan menerbitkan land scape atau peta potensi sektor ekonomi UMKM ini secara jelas dalam berbagai aspeknya, yang nantinya dapat dijadikan acuan bagi pelaku-pelaku dari lembaga lainnya untuk mengambil kebijaksanaan-kebijasanaan secara tepat. Kemudian dari data dan informasi yang ada tersebut, pemerintah berinisiatif memfasilitasi atau memediasi pelaku lembaga-lembaga usaha UMKM yang potensial dengan pelaku lembaga-lembaga perbankan, maupun para pengusaha yang relevan dengan sektor ekonomi dalam suatu pertemuanpertemuan reguler dan terencana berdasarkan asas hubungan partisipatif dan fungsional, jadi bukan berdasarkan asas birokratif apalagi regulatif yang kaku untuk menemukan strategi-strategi yang terbaik. Selanjutnya, kepada para pengusaha besar dan asing yang ingin bekerjasama atau berinvestasi dalam kegiatan sektor UMKM, maka pemerintah daerah dapat memberikan kompensasi secara khusus baik fiskal atau jaminan tempat atau lokasi kepada mereka, serta kemudahan perizinan. Atau dengan 2

cara meregulasi beberapa kegiatan pengusaha di bidang tertentu agar tidak merugikan keadaan atau posisi pengusaha UMKM. Selain itu dengan cara menciptakan peluang atau aturan agar dapat terbangun atau terjalin hubungan fungsional antara pengusaha besar dengan pengusaha UMKM, baik dalam pola sistem jaringan proses produksi maupun pemasaran. Selanjutnya, mengadakan, mendirikan atau memberdayakan lokasilokasi khusus bagi kegiatan produksi atau pemasaran dari setiap hasil sektor UMKM. Kemudian mengadakan atau memberdayakan lembaga-lembaga pelatihan usaha bagi pengusaha UMKM, serta mengadakan lembaga-lembaga keuangan khusus yang melayani kebutuhan pendanaan dan penjaminan bagi sektor ekonomi UMKM, misalnya dalam ujud BPR yang dimiliki dan dikelola oleh Perusda. Kedua, dalam kaitannya dengan lembaga-lembaga dunia usaha, baik pengusaha UMKM maupun pengusaha besar, mereka selalu harus berupaya secara mandiri dan sukarela untuk melakukan langkah-langkah strategis dan realistis dalam berusaha. Diantaranya, bagi pengusaha UMKM, mereka harus selalu berupaya meningkatkan keterampilan atau pengetahuan berusahanya, baik di bidang produksi, manajemen maupun pemasarannya. Atau melakukan aliansi usaha secara profesional baik dengan pengusaha sektor UMKM lainnya, maupun dengan pengusaha lainnya dalam bidang-bidang tertentu yang. Kemudian, mereka harus selalu berusaha untuk dapat memenuhi syarat-syarat minimal agar dapat akses ke lembaga-lembaga pembiayaan dan penjaminan. Sedangkan bagi pengusaha besar di daerah, kiranya mereka berusaha untuk menyertakan pelaku sektor UMKM sebagai partner berusaha secara fungsional atas dasar saling menguntungkan. Serta kiranya pengusaha besar tersebut berusaha melakukan investasi berkenaan dengan pemberdayaan sektor atau potensi sumber daya lokal unggulan utamanya dalam industri pengolahan dengan melibatkan sektor UMKM. Atau kiranya para pengusaha besar dapat berperan sebagai penjamin pendanaan pada sektor perbankan, sebab adanya keterkaitan kegiatan atau usaha diantara mereka. Kemudian melatih atau mengikutsertakan pelaku sektor UMKM dalam pelatihan dan praktek kegiatan produksi, manajemen atau pemasaran agar mereka dapat menjadi pengusaha formal dan besar pula kelak. Ketiga, dalam kaitannya dengan lembaga keuangan untuk pembiayaan dan penjaminan, kiranya dengan adanya UU otonomi daerah maka sektor perbankan yang ada di daerah dapat melakukan beberapa penyesuaian kebijaksanaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan internal perbankan sendiri maupun dari kepentingan Bank Indonesia, dengan berusaha mengakomodasi semangat UU otoda agar dapat melayani kebutuhan sektor UMKM secara optimal. Dari sisi Bank Indonesia, kiranya persyaratan modal perbankan di daerah khususnya harus lebih kecil dibandingkan dengan perbankan yang berskala nasional apalagi internasional. Atau penilaian kinerja perbankan di daerah harus pula berbeda, baik dari segi likuiditasnya, solvabilitasnya dan rentabilitasnya. Atau menyederhanakan peraturan -peraturan lainnya yang dianggap tidak terlalu prinsip. Selain itu Bank Indonesia kiranya dapat menetapkan peraturan 3

bahwa lokasi atau wilayah kerja perbankan disesuaikan dengan nilai modal dan fokus usaha mereka. Demikian pula kiranya pemerintah atau Bank Indonesia perlu menetapkan peraturan spesifik terhadap Bank Pembangunan Daerah agar jenis perbankan ini dapat menjadi lembaga penggerak pengembangan dan pembangunan di daerah, agar visi, misi dan strategi pembangunan daerah dapat lebih mudah direalisasikan. Kemudian, khusus bagi lembaga perbankan komersial yang ada di daerah, kiranya dapat melakukan beberapa strategi konkrit sesuai keberadaan usaha dan bisnis mereka, diantaranya seperti yang disebutkan berikut ini : Satu, sektor perbankan secara sendiri sendiri atau berkelompok dapat membuat dan melaksanakan suatu sistem perkreditan yang tipik atau khas, yang dapat mempunyai nilai tambah bagi sektor UMKM, serta untuk sektor perbankan sendiri. Misalnya, melaksanakan program kredit yang bersifat individu, dapat dilakukan melalui strategi pendampingan secara langsung terhadap suatu UMKM sebagai mitra kerja. Dalam hal ini perbankan dapat memberikan pelatihan teknis produksi, pembenahan manajemen usaha dan akuntansi, strategi menembus dan memperluas pasar, serta meningkatkan kapabilitas manajerial para pelaku UMKM dibidang produksi, dan pengawasan penggunaan dana kredit. Selain itu perbankan dapat menjadi jembatan untuk memperlancar proses produksi, baik dalam hubungan ke hulu maupun ke hilir. Hal ini hanya dapat berjalan, misalnya jika bank membentuk unit bisnis strategis (SBU) sehingga bank dapat melancarkan transaksi UMKM mitra binaan dengan para pemasok dan meningkatkan akses ke pasar output. SBU tersebut perlu menyusun pula direktori produk mitra binaan sekaligus membuat daftar bahan baku atau penolong yang dibutuhkan, dimana daftar tersebut dapat disampaikan dalam jaringan internet. Tentu saja hal ini tidak mudah dilaksanakan, karena akan berhadapan dengan beberapa kendala nyata, sebab there s no free lunch, diantaranya biaya SDM pendamping serta biaya-biaya lainnya yang harus dikeluarkan. Namun demikian, hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan merekrut SDM dengan pola kontrak misalnya para sarjanasarjana dari perguruan tinggi lokal khususnya yang baru lulus tapi cerdas, dan beretika atau dari orang-orang profesioanal yang telah diketahui trade recordnya. Hal ini akan berimplikasi positif terhadap citra perbankan tersebut, karena sejalan dengan saran pentingnya perbankan daerah berusaha merekrut tenaga perbankan yang berasal dari daerah operasi mereka. Dua, perlu pula kiranya perbankan menerapkan sistem atau program kredit kepada kelompok, diantaranya kepada kelompok UMKM yang baru tumbuh namun potensial, tapi terutama kepada kelompok-kelompok usaha yang sudah mapan diberbagai bidang, seperti kerajinan batik, keramik, industri pandai besi dan sebagainya. Sistem serupa ini mempunyai banyak keuntungan, seperti dapat mengeliminasi peluang penyalahgunaan dana kredit sehingga dapat mengurangi kredit bermasalah, kemudian dapat meningkatkan efisiensi usaha dalam hal pengadaan bahan baku, produksi dan pemasaran. Jika mekanisme produksi dan pemasaran berjalan lancar maka pengembalian kredit akan lancar pula. Tapi dalam hal ini perlu memperhatikan beberapa kendala, diantaranya masalah pelunasan kredit kelompok, yang biasanya sulit 4

diperkirakan, karena keputusan dilakukan atas persetujuan anggota kelompok yang terkadang sulit menemukan keputusan. Selain itu kendala organisasi, akibat pimpinan kelompok terkadang bersifat mendua, yakni terkadang seharusnya mewakili kepentingan usahanya atau kepentingan kelompoknya. Begitupun, karena kendala adminstrasi akibat kesalahan suatu anggota kelompok, yang akhirnya menyebabkan perbankan menjadi konservatif terhadap usaha kelompok secara keseluruhan. Tiga, sektor perbankan perlu membentuk jaringan kerja untuk meningkatkan jangkauan sektor perbankan ke sektor UMKM, baik secara individu maupun secara berkelompok, yang bersifat mutual relationship. Dalam hal ini, diantaranya dengan cara menjalin kerjasama antar bank sendiri, yakni antara bank yang jaringan kantornya cukup luas dengan bank yang terbatas kantornya, atau bekerjasama dengan BPR-BPR yang umumnya beroperasi dekat dengan wilayah kerja sektor UMKM, serta melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga keuangan masyarakat lainnya di desa-desa atau perkotaan. Dalam hal ini kegiatan kerjasama tersebut bukan hanya berupa kegiatan dalam mendistribusi dana saja, tapi berbagai kegiatan-kegiatan potensial lainnya yang dianggap dapat memberi keuntungan bersama, seperti pertukaran informasi mengenai potensi ekonomi dan nasabah. Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa untuk praktisnya, guna memberdayakan peran agen utama pembangunan nasional dan daerah, yaitu sektor UMKM, maka perlu dilakukan beberapa upaya berikut. Pertama, kepala pemerintahan nasional atau daerah perlu membentuk secara khusus suatu komite pengembangan sektor UMKM yang melibatkan beberapa lembagalembaga terkait yang utama. Kedua, perlunya pengembangan kualitas sumber daya manusia UMKM, melalui peningkatan keterampilannya, semangat wirausaha, serta pengembangan teknologi yang tepat guna. Dalam kaitan ini perlunya pemberian insentif dan fasilitas agar tercipta kerjasama antara pelaku sektor UMKM dengan pengusaha dan lembaga-lembaga pendidikan, melalui pengaktifan balai-balai latihan kerja, dan adanya pengajaran kewirausahaan, serta pemberian kompensasi kemudahan pajak bagi pelaku sektor UMKM dan para pengusaha yang terlibat dalam program. Ketiga, perlunya penyederhanaan proses perizinan usaha, melalui model one door policy, kemudian mendukung kemudahan sektor UMKM memperoleh hak property intelektual (HAKI) dan perlunya pengaturan persaingan usaha untuk melindungi sektor UMKM. Terakhir, perlunya penyebarluasan informasi sumber input dan pasar, melalui peningkatan peran perwakilan pemerintah daerah baik yang ada di daerah lainnya di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. 5