Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GROUND PENETRATING RADAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pekerasan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENCITRAAN GEORADAR TERHADAP PERKERASAN JALAN LENTUR. Irwan Lie 1 dan Melly Lukman 2

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB I PENDAHULUAN. (near surface exploration). Ground Penetrating Radar (GPR) atau georadar secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada perkerasan Jalan Raya, dibagi atas tiga jenis perkerasan, yaitu

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

BAB I PENDAHULUAN. Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan sistem yang saat ini marak

V. CALIFORNIA BEARING RATIO

Uji Kelayakan Agregat Dari Desa Galela Kabupaten Halmahera Utara Untuk Bahan Lapis Pondasi Agregat Jalan Raya

BAB V ANALISIS SIGNAL-SIGNAL GPR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENCITRAAN GEORADAR TERHADAP PERKERASAN JALAN LENTUR. Tesis

Oleh : Ya Asurandi Jurusan Fisika Bidang Minat Geofisika MIPA ITS Surabaya 2011

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Peningkatan Daya Dukung Sub Base Menggunakan Pasir Sumpur Kudus

PENGUJIAN NILAI CBR LAPANGANDENGAN DCP (DYNAMIC CONE PENETROMETER)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

METODE PELAKSANAAN LAPIS PONDASI ATAS (BASE COUSE) PADA RUAS JALAN WAILAN-G. LOKON KOTA TOMOHON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR) ASTM D1883

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN. Jalan Palembang - Indralaya dibangun disepanjang tanah rawa yang secara

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

saluran-saluran kosong ke segala arah, berisi air dan ion-ion yang mudah tertukar, seperti: sodium, potasium, magnesium, dan kalsium.

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

HUBUNGAN NILAI CBR DAN SAND CONE LAPISAN PONDASI BAWAH PADA PERKERASAN LENTUR JALAN

BAB II LANDASAN TEORI

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

Studi Litologi Batu Gamping Dari Data Ground Penetrating Radar (GPR) Di Tepi Pantai Temaju, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

PENGARUH VARIASI SEMEN TERHADAP NILAI CBR BASE PERKERASAN LENTUR TIPE CEMENT TREATED BASE (CTB) ABSTRAK

Sistem Ground Penetrating Radar untuk Mendeteksi Benda-benda di Bawah Permukaan Tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan kebutuhan hidup dan

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB 4 HASIL DAN ANALISA DATA PERCOBAAN

yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, lapisan lainnya hanya bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

PENGARUH KADAR LEMPUNG DAN KADAR AIR PADA SISI BASAH TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH LEMPUNG KEPASIRAN (SANDY CLAY)

Lokasi pengukuran dilakukan pada desa Cikancra kabupaten. Tasikmalaya. Lahan berada diantara BT dan LS

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan

Mata kuliah REKAYASA PERKERASAN JALAN BAB PERKERASAN JALAN BETON

Pertemuan ke-6 Sensor : Bagian 2. Afif Rakhman, S.Si., M.T. Drs. Suparwoto, M.Si. Geofisika - UGM

APLIKASI METODE GEOFISIKA UNTUK GEOTEKNIK. Oleh: Icksan Lingga Pradana Irfan Fernando Afdhal Joni Sulnardi

PENGARUH RESAPAN AIR (WATER ADSORPTION) TERHADAP DAYA DUKUNG LAPIS PONDASI TANAH SEMEN (SOIL CEMENT BASE)

Selamat Datang. Tak kenal maka tak sayang Sudah kenal maka tambah sayang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

Laporan Laboraturium Uji Tanah CBR Laboraturium. No Test : 17 Topik : Percobaan CBR Laboraturium Tgl Uji : 1 Juni 2010 Hari : Rabu

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR

BAB I PENDAHULUAN. dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin

geofisika yang cukup popular. Metode ini merupakan metode Nondestructive Test yang banyak digunakan untuk pengamatan dekat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Keywords: granular soil, subbase course, k v, CBR. Kata Kunci: tanah granuler, subbase course, nilai k v, CBR

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KORELASI ANTARA MARSHALL STABILITY DAN ITS (Indirect Tensile Strength) PADA CAMPURAN PANAS BETON ASPAL. Tugas Akhir

PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT HALUS (PASIR BESI) PASUR BLITAR TERHADAP KINERJA HOT ROLLED SHEET (HRS) Rifan Yuniartanto, S.T.

NAMA PRAKTIKAN : Genta Dewolono Grace Helen Y. T Muh. Akram Ramadan KELOMPOK : R 11 TANGGAL PRAKTIKUM : 17 Maret 2016

BAB II TANAH LEMPUNG EKSPANSIF DAN SILICA FUME

KAJIAN PENGGUNAAN DYNAMIC CONE PENETROMETER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan yang cepat terutama kendaraan komersial dan fungsi drainase yang. kurang baik dan faktor perubahan lingkungan.

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Jalan merupakan prasarana transportasi yang telah menjadi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Ketersediaan jalan adalah

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. lentur (flexible pavement) dan perkerasan kaku (rigid pavement). Secara struktural

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

3 METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS KARAKTERISTIK LAPISAN TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS A YANG SELURUHNYA MEMPERGUNAKAN AGREGAT BEKAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN SIRTU MALANGO SEBAGAI BAHAN LAPIS PONDASI BAWAH DITINJAU DARI SPESIFIKASI UMUM 2007 DAN 2010

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PELATIHAN INSPEKTOR LAPANGAN PEKERJAAN JALAN (SITE INSPECTOR OF ROADS)

HASIL PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN TRAS PADA PERKERASAN JALAN

Transkripsi:

Bab II Tinjauan Pustaka II.1. Georadar II.1.1. Prinsip Dasar Georadar Ground penetrating radar (GPR) memancarkan pulse pendek (short pulse) energi gelombang elektromagnetik yang menembus daerah bawah (subsurface) material yang disurvei. Jika gelombang elektromagnetik mengenai interface antara dua material yang memiliki konstanta dielektrik relatif yang berbeda, maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan hingga interface selanjutnya. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan pada interface antara dua material yang berbeda diilustrasikan pada Gambar 2.1.a (a) (b) Gambar 2.1.. Prinsip dasar metoda kerja alat georadar Gelombang elektromagnetik dipancarkan oleh antena pemancar (transmitting antenna) akan menyebar di dalam material dengan kecepatan yang ditentukan oleh permitivitas atau konstanta dielektrik relatif material tersebut. Gelombang elektromagnetik yang dipantulkan akibat adanya perbedaan konstanta dielektrik relatif akan diterima kembali oleh antena penerima (recieving antenna). II - 1

Antena ini menghasilkan signal yang merupakan bentuk gelombang. Signal ini mengandung informasi mengenai waktu tempuh dan besar atenuasi gelombang. Gambar 2.1 (b) memperlihatkan bentuk gelombang yang diterima oleh antena. Signal yang diterima ditampilkan dalam sumbu nilai amplitudo dan waktu. II.1.2. Pengolahan Data Sebagai bentuk gelombang diskrit, maka terhadap gelombang georadar dapat dilakukan hampir pada semua jenis pengolahan data. Pengolahan tersebut dapat berbentuk pemfilteran, dekonvolusi, migrasi, transformasi Hilbert, penguatan (gain), tampilan dari bentuk wavelet greyscale sampai dalam bentuk skala multiwarna. Sebelum dilakukan pemilihan metoda pengolahan yang cocok, maka perlu kita identifikasikan jenis obyek yang ingin kita tonjolkan. Karena bila dilakukan suatu metoda pengolahan, maka proses tersebut dapat mempengaruhi suatu tampilan yang sudah ada sehingga pengolahan yang salah justru dapat menghilangkan suatu informasi obyek lain yang sebenarnya cukup signifikan. Dalam pengolahan ini beberapa metoda pemfilteran untuk bandpass tertentu dapat dicoba. Selain itu proses dekonvolusi yang digunakan untuk mereduksi multiple gelombang akibat reflektor yang kuat juga dapat digunakan. Untuk tujuan identifikasi sinyal reflektor dan difraksi, umumnya bila tampilan dinyatakan dalam skala B/W kemungkinan justru dapat lebih eksplisit dan mudah untuk dikenali. Bila kemudian telah didapat format dan obyek yang cukup jelas/menonjol dibandingkan media sekeliling, maka tampilan dapat diubah dalam skala multiwarna yang lebih menarik. II - 2

+100 75 50 25 0-25 -50-75 Gambar 2.2. Contoh tampilan dan skala warna citra georadar II.1.3. Prinsip Interpretasi Sinyal yang diakibatkan oleh adanya variasi jenis tanah/batuan, struktur, diskontinyuitas perlapisan, rongga ataupun kurang terkonsolidasinya perlapisan tanah dapat dengan mudah tampak dalam citra georadar. Dalam melakukan interpretasi, beberapa faktor fisis obyek dapat diklasifikasikan dengan adanya variasi jenis tanah/batuan dan struktur yang diindikasikan oleh perbedaan besar amplitudo, atau perbedaan skala warna yang timbul akibat pantulan sinyal. Bila di suatu posisi kedalaman tertentu terjadi gangguan misal tarikan, tekanan, pergeseran horisontal, pengangkatan ataupun penurunan, maka pola strukturnya juga akan tampil perlapisan yang tidak menerus atau diskontinyu. Untuk kasus rongga yang berarti suatu bagian dari batuan tidak terisi oleh material batuan yang mungkin sudah terisi oleh udara ataupun air/fluida, maka dalam citra georadar yang timbul akan berpola amplitudo sangat kecil (misalnya berwarna hitam) atau berpola amplitudo sangat besar (citra yang putih cukup tajam). II - 3

II.1.4. Spesifikasi Peralatan Georadar Spesifikasi dari peralatan georadar yang akan digunakan dalam kegiatan penelitian ini meliputi Unit Georadar GSSI Inc. SIR System-2 (USA) yang terdiri dari 1 unit antena 100 MHz. SIR-2 serta berbagai bagian sebagai berikut : 1). 1-Digital Control Unit 2). 1-Antena Control Cable 3). 1-DC Power Cable 4). 1-Power Connector Adapter 5). 1-Unit 100 MHz antena. Kedalaman yang dapat dicapai kira-kira 25 meter dengan asumsi bahwa konstanta dielekttrik 9. 6). 1-set Processing software RADAN 2-D. II.1.5. Sifat Gelombang Georadar dan Pengolahannya Salah satu sifat penting gelombang georadar sebagai bagian dari gelombang EM adalah besaran konstanta dielektrik ε yang mempunyai hubungan langsung dengan kecepatan rata-rata di tanah resistip yaitu dengan konduktivitas lebih kecil 20 m/s dapat dinyatakan sebagai berikut : V = c 1 2 ε dimana : c adalah kecepatan sinar = 2.998 x 10 8 m/s Tabel 2.1. Nilai Konstanta dielektrik (ε) Jenis Media Konstanta Dielektrik V (m/s) Udara 1.0 0.30 Air 81.0 0.03 Lempung kering 3 5 0.15 Lempung Basah 5 40 0.14 0.05 Pasir kering 3-5 0.15 Pasir basah 5-16 0.14 0.07 Sebagai gelombang EM maka georadar terkait dengan apa yang disebut Skin Depth yaitu kedalaman maksimum yang dapat dicapai oleh gelombang EM : II - 4

dimana : 7 ( ρt) δ e = 10 ρ ω 1 2 7 0.159 10 = 0.159 ρ = Hambatan jenis tanah T = Periode ω = Frekuensi sudut. 1 2 Dari hubungan tersebut didapat beberapa sifat yang penting untuk penjalaran georadar. Bila ω mengecil maka δ e akan membesar dan ini berarti daya tembus kedalaman yang dapat dicapai oleh gelombang georadar akan bertambah namun resolusinya akan menurun dan berlaku sebaliknya. Selanjutnya apabila ρ kecil yaitu untuk bahan konduktor misal air dan logam maka daya tembus gelombang georadar akan semakin mengecil sehingga gelombang tersebut akan di refleksikan lebih kuat. Filter frekuensi yang digunakan adalah filter frekuensi lolos rendah dan lolos tinggi, dimana derau ini mungkin menjadi dominant karena adanya ateunasi sinyal oleh media penjalaran baik karena jarak tempuh maupun pertambahan frekuensi sumber yang digunakan. Khusus untuk derau frekuensi tinggi tidak mempunyai pola geometri khusus dan ini berbeda dengan derau gelombang panjang yang umumnya berfrekuensi rendah. Dalam gelombang pantul EM seperti juga gelombang seismic, maka gelombang berbentuk ringin akibat flat-ringing yang berfrekuensi rendah ini juga dapat direduksi dengan filter frekuensi lolos tinggi. Dekonvolusi adalah suatu metode pengolahan data digital yang digunakan untuk membentuk wavelet hasil respon suatu media, kembali ke bentuk asal seperti gelombang tersebut sebelum mengalami proses konvolusi (filterisasi). Jadi proses dekonvolusi bersifat filter invers. II - 5

II.2.2. Pemadatan Tanah II.2.1. Prinsip Pemadatan Tanah Tingkat Pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai pelumas pada partikel partikel tanah sehingga tanah tersebut akan lebih mudah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah pada saat dipadatkan meningkat tetapi bila telah mencapai kadar air tertentu penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah tersebut hal ini dikarenakan air tersebut menempati pori pori dalam tanah yang seharusnya ditempati partikel partikel tanah. Kadar air dimana nilai berat volume kering maksimum tanah dicapai disebut kadar air optimum. II.2. 2. Tujuan Pemadatan Tanah Pemadatan tanah merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki kualitas tanah, dengan tujuan : Mengurangi penurunan seketika Meningkatkan kekuatan geser tanah Memperkecil perubahan volume tanah akibat pengaruh kadar air II.3. California Bearing Ratio (CBR) II.3.1. Teori Uji CBR laboratorium dikembangkan oleh California Division of Highway pada tahun 1929 dengan tujuan untuk memeriksa kelayakan suatu tanah untuk digunakan sebagai material sub grade, sub base suatu perkerasan. Uji CBR laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan geser tanah pada konsidi kadar air dan kepadatan tertentu. Nilai CBR merupakan rasio tegangan satuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan penetrasi pada kedalaman tertentu dari suatu piston penetrasi dengan luas 19,4 cm 2 pada sampel tanah yang telah dipadatkan pada kadar air dan kepadatan tertentu terhadap tegangan satuan standar yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi yang sama dari suatu sampel batu pecah standar (standar crused stone). II - 6

Pengujian terhadap sampel yang terendam (soak sample) dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya tanah ekspansif pada suatu perkerasan dan untuk mengetahui pengaruh rendaman terhadap kekuatan tanah. II.3.2. Maksud dan tujuan a. Menentukan nilai CBR tanah yang tidak direndam (unsoaked sample) dan tanah yang terendam (soaked sample). Nilai CBR ini digunakan untuk mengetahui kualitas relatif tanah sub base, sub grade untuk perkerasan (pavement). b. Menentukan prosentase pengembangan suatu tanah yang digunakan untuk mengevaluasi kemungkinan tanah mengembang (expansive soil). II.4. Dynamic Cone Penetrometer (DCP) II.4.1. Maksud dan Tujuan Untuk menentukan nilai CBR sub grade, sub base atau base course suatu sistem perkerasan secara praktis dan sebagai quality control pekerjaan pembuatan jalan. II.4.2. Teori Dasar Dynamic cone penetrometer (DCP) ini cukup dioperasikan oleh dua orang saja dan tidak memerlukan perhitungan khusus. Percobaan ini membuat pekerjaan quality control menjadi lebih cepat dan efesien tanpa mengabaikan ketepatan hasil pengukuran. Alat ini didesain khusus agar mudah dibawa kemana saja dan dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat II.5. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Berdasarkan bahan ikat lapisan perkerasan jalan ada dua kategori: 1. Lapisan perkerasan lentur (Flexible pavement) 2. Lapisan perkerasan kaku (Rigid pavement) II - 7

II.5.1. Perkerasan Lentur (Flexible pavement) Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut adalah: 1. Lapisan permukaan (surface coarse) 2. Lapisan pondasi atas (base coarse) 3. Lapisan pondasi bawah (sub-base coarse) 4. Lapisan tanah dasar (sub grade) II.5.2. Perkerasan kaku (Rigid pavement) Perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan ikat, plat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. Jenis-jenis perkerasan kaku: 1. Perkerasan beton semen Yaitu perkerasan kaku dengan beton semen sebagai lapis aus. Terdapat empat jenis perkerasan beton semen: a. perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan b. perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan c. perkerasan beton semen bersambung menerus dengan tulangan d. perkerasan beton semen pratekan 2. Perkerasan komposit Yaitu perkerasan kaku pelat beton semen sebagai lapis pondasi dan aspal beton sebagai lapis permukaan. Perkerasan kaku ini sering digunakan sebagai run way lapangan terbang II - 8