Hubungan antara Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut dengan Hasil Kultur Sputum Bakteri pada Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

Determinan Resistensi Bakteri terhadap Antibiotik pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB 4 METODE PENELITIAN

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Hubungan Pemeriksaan Faal Paru dan Keluhan Respiratorik pada Jemaah Haji Kota Padang Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

PERBEDAAN DEPRESI PADA PASIEN ASMA PERSISTEN SEDANG DAN BERAT DENGAN PASIEN PPOK DERAJAT SEDANG DAN BERAT DI RSUD DR.

IDENTIFIKASI BAKTERI PADA SPUTUM PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS EKSASERBASI AKUT DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

Dina Okfina Ria, Suradi, Reviono, Jatu Aphridasari, Maryani

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

Eddy Surjanto, Yusup S Sutanto, Reviono, Yudi Prasetyo, Suradi

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

Hubungan Derajat Sesak Napas Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Menurut Kuesioner Modified Medical Research Council Scale

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN DENGAN DERAJAT BERAT PPOK

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

PENDAHULUAN METODE. eksaserbasi. 30%. Makin tinggiskor indeks BODE maka makin buruk prognosisnya, karena mengindikasikan lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

HUBUNGAN RIWAYAT KEBIASAAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

POLA KEPEKAAN BAKTERI PENYEBAB VENTILATOR-ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) DI ICU RSUP H. ADAM MALIK PERIODE JULI-DESEMBER Oleh :

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS PPOK DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU BERDASARKAN SPIROMETRI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU

Prevalensi Kuman Multi Drug Resistance (MDR) di Laboratorium Mikrobiologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari Desember 2012

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS PAMARICAN KABUPATEN CIAMIS PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER : Triswaty Winata, dr., M.Kes.

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI AKUT PADA LAKI-LAKI LANSIA. Damayanti A. 1)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

Nilai COPD Assesment Test dan Modified Medical Research Council Dyspneu Scale dengan Derajat Obstruksi dan Eksaserbasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

ABSTRAK. Lingkan Wullur, 2009; Pembimbing I : Penny S. M, dr., Sp.PK., M.Kes. Pembimbing II: Yanti Mulyana, Dra., Apt., DMM., MS.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

ABSTRAK ANTIBIOGRAM INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI -DESEMBER 2008

SENSITIVITAS ANTIBIOTIK PADA PASIEN SEPSIS DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

Gambaran Pemeriksaan Faal Paru pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang Berobat di Poli Paru RSUD Koja Periode Desember 2005-Desember 2008

Transkripsi:

Hubungan antara Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut dengan Hasil Kultur Sputum Bakteri pada Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta Suradi, Yusup Subagio Sutanto, Reviono, Harsini, Dwi Marhendra Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta Abstrak Latar belakang: Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab utama PPOK eksaserbasi akut. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi frekuensi infeksi bakteri, karakteristik bakteri, sensitivitas antibiotik dan membandingkan karakteristik pasien berdasarkan hasil kultur sputum. Metode: Penelitian cross sectional dari semua pasien PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit Dr. Moewardi pada Januari sampai November 0. Hasil: Dari total pasien, (7%) mempunyai hasil kultur sputum positif. Bakteri patogen yang paling sering terisolasi adalah Klebsiella spp (0,%). Antibiotik yang paling sensitif adalah meropenem (0%). Terdapat hubungan antara derajat eksaserbasi dan obstruksi dengan hasil kultur sputum bakteri. Tidak ada perbedaan berarti pada parameter lain. Kesimpulan: Insidens infeksi bakteri berdasarkan kultur sputum positif pada PPOK eksaserbasi akut sebesar 7%, Klebsiella spp merupakan bakteri patogen yang paling sering dan meropenem merupakan antibiotik yang paling sensitif. Terdapat hubungan bermakna antara derajat eksaserbasi dan obstruksi dengan kultur sputum positif. (J Respir Indo. 0; :-) Kata kunci: Infeksi bakteri, kultur sputum, PPOK eksaserbasi akut. Characteristics of Acute Exacerbation COPD in Relation to Bacterial Sputum Culture Result at Dr. Moewardi Hospital Surakarta Abstract Background: Respiratory tract infections are the leading cause of acute exacerbation of COPD (AECOPD). The aim of this study was to investigate the frequency of bacterial infection, bacterial profile, antibiotics sensitivity and comparison of patient characteristics according to sputum culture. st Methods: A cross sectional study of all patients admitted to Dr. Moewardi Hospital with AECOPD from January until November th 0. Results: Of patients, patients (7%) had positive sputum cultures. Pathogen most frequently isolated were Klebsiella spp (0,%).The most sensitive antibiotic was meropenem (0%). There were correlation in degree of exacerbation and obstruction to bacterial sputum culture result, there were no significant differences in other parameters. Conclusion: Incidence bacterial infection by positive sputum culture in AECOPD was about 7%, Klebsiella spp was the most common pathogen and meropenem was the most sensitive antibiotic. There were significant correlation degree of exacerbation and obstruction to positive sputum culture. (J Respir Indo. 0; :-) Keywords: Bacterial infection, sputum culture, acute exacerbation of COPD. PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat dicegah dan ditanggulangi, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya, disertai efek ekstra paru yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit. Gejala utamanya adalah sesak napas memberat saat aktivitas, batuk,, dan produksi sputum. Morbiditas dan mortalitas penderita PPOK dihubungkan dengan eksaserbasi periodik yaitu terjadi perburukan gejala. Eksaserbasi memicu kondisi klinis yang beragam sesuai derajat serangan. Eksasebasi akut ditandai oleh gejala sebagai berikut sesak meningkat, peningkatan jumlah sputum dan perubahan purulensi sputum. Gejala eksaserbasi sering diikuti batuk dan demam. Semakin sering terjadi eksaserbasi akut akan semakin berat kerusakan paru dan semakin memperburuk fungsinya. Kualitas hidup penderita J Respir Indo Vol., No., Oktober 0

dipengaruhi oleh frekuensi eksaserbasi, eksaserbasi dihubungkan dengan reaksi inflamasi saluran napas oleh berbagai sebab. Infeksi diduga sebagai pemicu utama eksaserbasi walaupun sepertiga kasus tidak jelas ditemukan infeksi. Kontroversi tentang bakteri sebagai penyebab utama memberatnya gejala eksaserbasi masih berlangsung. Kultur sputum adalah sarana untuk identifikasi jenis kuman penyebab eksaserbasi. Frekuensi eksaserbasi dan derajat obstruksi dihubungkan dengan meningkatnya kolonisasi bakteri di saluran napas. Mengidentifikasi penyebab eksaserbasi melalui kultur sputum menjadi penting untuk menentukan pentingnya terapi antibiotik yang sesuai. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi frekuensi kejadian infeksi bakteri berdasarkan hasil kultur sputum, menilai dan membandingkan karakteristik penderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan hasil kultur sputum, menentukan pola kuman dan uji sensitivitas antibiotik terhadap hasil kultur. Mencari hubungan derajat obstruksi dengan hasil kultur. Menggambarkan pola kuman penyebab eksasebasi PPOK dan uji sensitivitas antibiotik. METODE Data diambil dari status pasien PPOK yang masuk ke bagian paru Rumah Sakit Moewardi Surakarta pada tahun 0. Kriteria eksaserbasi akut adalah sesak meningkat, produksi sputum bertambah dan perubahan purulensi. Kriteria berat, jika terdapat gejala, sedang bila terdapat gejala dan ringan terdapat gejala. Data kultur berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, sputum di cat dengan pengecatan gram kemudian di tanam pada media agar darah/mc Conkey. Koloni yang tumbuh di periksa dengan Vitek compact untuk identifikasi isolat bakteri dan uji sensitivitas antibiotik. Faal paru dari hasil pemeriksaan spirometri setelah penderita bebas serangan dan bebas bronkodilator yang dilakukan di ruang spirometri poliklinik paru. Beberapa data dikeluarkan dari penelitian yaitu penderita dengan bekas TB, bronkiektasis dan tidak dilakukan uji faal paru. Data yang diambil meliputi umur, jenis kelamin, lama rawat dalam hari sejak penderita masuk sampai dinyatakan keluar rumah sakit. Faal paru berdasarkan nilai volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP ) dari hasil pemeriksaan spirometri, derajat obstruksi PPOK berdasarkan klasifikasi GOLD 009 yaitu ringansedang bila nilai VEP > 0% prediksi, berat bila nilai VEP 0-0% prediksi dan sangat berat bila nilai VEP <0%. Hasil kultur bakteri sputum dibagi kelompok yaitu kultur tumbuh (positif) dengan hasil isolat bakteri dianggap sebagai infeksi bakteri sebagai penyebab eksaserbasi PPOK. Kultur tidak tumbuh (negatif) jika tidak terdapat pertumbuhan bakteri pada kultur sputum. Penyakit penyerta PPOK dalam penelitian ini meliputi diabetes melitus, gagal jantung, gagal ginjal, dan tumor paru. Data olah dan dihitung menggunakan Statistical Product Service Solution (SPSS) for windows. Uji X untuk menganalisis data kategorik dan uji T independent untuk data numerik, uji Kolgorov-Smirnov untuk uji normalitas data dan uji Fisher's exact untuk data yang tidak memenuhi syarat uji X. HASIL Sejak Januari sampai November 0 terdata penderita PPOK eksaserbasi akut yang dirawat di bangsal paru Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Karakteristik penderita tercantum pada tabel. Data pasien meliputi umur, jenis kelamin, lama rawat, derajat serangan, derajat obstruksi berdasarkan nilai VEP dan gagal napas dibandingkan antara kelompok kultur tumbuh dengan yang tidak tumbuh. Jumlah penderita terdiri dari 9 laki-laki dan perempuan, rata-rata umur (7, ± 7,) tahun, 7 (7%) penderita adalah perokok semuanya laki-laki. Hasil kultur sputum menunjukkan hasil spesimen tumbuh dan 9 spesimen tidak tumbuh. Rata-rata lama perawatan (, ±,) hari, dari data klinis penderita terdapat derajat serangan ringan (%), sedang (%) dan berat (%). Berdasarkan analisis kelompok kultur positif lebih banyak mengalami serangan derajat berat (p=0,0). Penderita dengan nilai VEP < 0% lebih berpotensi timbul infeksi bakteri J Respir Indo Vol., No., Oktober 0 9

dibanding kelompok VEP > 0% (p=0,7). Tidak ada perbedaan timbulnya gagal napas pada kedua kelompok (p>0,0). Tidak ada perbedaan hasil kultur pada kelompok PPOK dengan penyakit penyerta dan tanpa penyakit penyerta (p>0,0). Hasil isolasi bakteri dari spesimen kultur positif menunjukkan (7,%) isolat gram positif dan (,%) isolat gram negatif. Klebsiella spp (0,%) sebagai bakteri tersering sebagai penyebab eksaserbasi diikuti Streptococcus hemolyticus (,%), Pseudomonas spp (,7%), Streptococcus anhemolyticus (,7%), Acenitobacter spp (,7%), Streptococcus pneumonia (,%) dan Enterobacter (,%). Dilakukan analisis hubungan antara derajat obstruksi berdasar kelompok nilai VEP terhadap hasil Tabel. Karakteristik PPOK eksaserbasi akut dengan kultur bakteri sputum Karakteristik subjek Umur (tahun) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Merokok Lama rawat (hari) Derajat serangan Ringan Sedang Berat Derajat obstruksi (VEP % pred) >0% 0-0% <0% Gagal napas Ada Tidak ada Penyakit penyerta Ada Tidak ada Tabel. Hasil isolasi bakteri Bakteri (n=) (n=) 7, ± 7, 9 7 (7%), ±, 0 9 9 Kultur positif 7, ±,, ±, 7 0 Bakteri gram positif Staphylococcus coagulasenegative Streptococcus hemolyticus Streptococcus anhemolyticus Streptococcus pneumonia Bakteri gram negatif Klebsiella spp Pseudomas spp Acenitobacter spp Enterobacter Kultur negatif 7 ±,,7 ±,7 0 Jumlah Nilai p 0,9 0, 0,0 0,00 0,7,0 0, (7,%) 7 (,%) (,7%) (,%) (7,%) (0,%) (,7%) (,7%) (,%) (,%) isolat bakteri gram positif dan negatif. Berdasarkan uji X didapatkan nilai p>0,0 (p=0,99) sehingga tidak bermakna secara statistik. Hasil dapat dilihat pada gambar. Hasil uji sensitivitas terhadap isolat menunjukkan hasil meropenem 7 isolat (0%), siprofloksasin (7%), seftasidim dan amoksiklav masing-masing (9%), sefotaksim 7 (%) dan amoksilin paling rendah 9 (9%). PEMBAHASAN Penderita PPOK dalam penelitian ini rata-rata berusia lanjut (7 tahun), kebanyakan laki-laki orang dan 9 perempuan. Sebanyak 9% penderita laki-laki adalah perokok aktif dengan indeks Brinkman bervariasi dari ringan sampai berat. Merokok telah menjadi faktor risiko penting terjadinya PPOK. Risiko rokok terhadap kejadian PPOK berdasarkan dose dependent, 0% perokok mengalami gangguan obstruksi dengan penurunan nilai VEP 0-7 ml pertahun, sekitar 0- % perokok menjadi PPOK. Survei pada tahun 00 menyatakan prevalens perokok di Indonesia lebih dari 0% laki-laki, sebagian besar perokok ini mulai merokok sejak umur 9 tahun. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan WHO dalam kampanye hari tanpa tembakau dunia pada Mei menyebutkan penggunaan tembakau di Indonesia menyebabkan 9,% kematian karena penyakit paru kronik pada tahun 7 00. Faktor risiko lain adalah pajanan asap hasil pembakaran biomassa yang mengandung stres oksidatif. Pembagian derajat eksaserbasi berdasarkan kriteria klinis meliputi sesak, produksi sputum dan perubahan purulensi sputum. Serangan derajat berat menunjukkan adanya peningkatan produksi sputum dan purulensi sputum. Persatuan dokter paru Indonesia tahun 0 dan GOLD tahun 00 menganjurkan pemberian antibiotik pada PPOK eksaserbasi jika ditemukan keluhan perubahan purulensi sputum karena, diduga peranan infeksi bakteri pada PPOK. Penelitian ini menunjukkan hubungan signifikan (p=0,0) penderita serangan derajat berat dengan tumbuhnya kultur sputum, mengindikasikan adanya infeksi bakteri. 0 J Respir Indo Vol., No., Oktober 0

0 Gram positif Gram negatif 0 VEP >0% VEP 0-0% VEP <0% Gambar. Hubungan derajat obstruksi dengan hasil pengecatan gram 0 0 0 0 0 p = 0,99 sefepim sefotaksim seftriakson seftazidim siprofloksasin levofloksasin amoksilin klorampenikol eritromisin meropenem ertapenem imipenem gentasimin amoksiklab sulbactam total gram - gram + Gambar. Sensitivitas antibiotik pada bakteri gram positif dan negatif Kejadian eksaserbasi yang berulang menyebabkan penurunan faal paru penderita yang ditunjukkan dengan penurunan nilai VEP, penurunan faal paru selain menurunkan kualitas hidup juga memudahkan terjadinya kolonisasi bakteri di saluran napas. Bakteri menempel pada epitel saluran napas menimbulkan jejak sehingga terjadi proses inflamasi memicu pelepasan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-a dan IL- ß, derajat inflamasi sebanding dengan bacterial load dan patogenitas bakteri, proses inflamasi menimbulkan gejala eksaserbasi. Sistem imun saluran napas merespons dengan berusaha mengeliminasi bakteri melalui aktivasi sistem imun selular dan humoral sebagian bakteri berhasil dieliminasi pada kondisi pertahanan paru yang menurun dalam ini PPOK derajat berat bakteri tidak semua berhasil dieliminasi sehingga tetap bertahan di saluran napas menimbulkan koloni- sasi. Hasil menunjukkan hubungan antara penurunan VEP dengan hasil pertumbuhan kultur bakteri, tetapi tidak ada hubungan bermakna dengan isolat gram dikutip dari positif dan negatif. Miratvitless dkk. tahun 999 melaporkan adanya hubungan antara beratnya obstruksi dan penurunan VEP dengan isolat strain haemo- philus, pada penelitian ini tidak menganalisis jenis isolat dengan derajat obstruksi. Penelitian oleh Goenegen dikutip dari 9 melaporkan hasil berbeda, tidak ada pengaruh infeksi bakteri terhadap lama rawat, penelitian ini juga menunjukkan hasil tidak ada perbedaan lama rawat antara kelompok kultur positif dan negatif, lama rawat dipengaruhi oleh penyakit penyerta, dimana PPOK dengan penyakit penyerta memerlukan waktu perawatan lebih lama. Kejadian gagal napas juga tidak dipengaruhi ada tidaknya keterlibatan bakteri dalam eksaserbasi, hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada kelompok kultur positif dan negatif (p=,0), mekanisme gagal napas dipengaruhi banyak faktor, banyaknya mediator inflamasi, pusat napas, 0 peningkatan PCO dan kelelahan otot bantu napas. Hasil isolasi kultur menunjukkan klebsiela spp sebagai bakteri terbanyak pada kasus eksaserbasi PPOK di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta (RSDM) pada tahun 0, hasil ini mirip dengan penelitian pola kuman pada penyakit paru yang dilakukan Novita tahun dikutip dari dikutip dari 0. Guntur tahun 00 juga melaporkan klebsiela spp sebagai kuman terbanyak sebagai penyebab infeksi di RSDM Surakarta. Hasil berbeda dilaporkan Groenewegen 00 dikutip dari 9 pada penelitian kohor prospektif selama tahun ditemukan H.influenza sebagai bakteri penyebab tersering eksaserbasi. Pemberian antibiotik masih menjadi perdebatan, tingginya insiden infeksi di Indonesia berpengaruh terhadap potensi infeksi pada PPOK, PDPI merekomendasikan pemberian antibiotik jika eksaserbasi sedang sampai berat terutama dengan perubahan purulensi sputum. Dampak infeksi yang memperberat kondisi pasien PPOK maka pemberian antibitotik empiris menjadi penting, seyogyanya pemberian berdasar hasil uji sensitivitas antibiotik terhadap pola kuman setempat. Hasil uji sensitivitas antibiotik J Respir Indo Vol., No., Oktober 0

terhadap kuman penyebab PPOK eksaserbasi di RSDM tahun 0 menunjukkan beberapa antibiotik yang masih sensitif antara lain, meropenem 0%, siprofloksasin 7%, levofloksasin 70 %, seftasidim, gentamisin dan amoksiklav 9%, sensitivitas terendah adalah amoksilin sebesar 7 % kuman. Keterbatasan pada penelitian ini adalah pengambilan data bersifat sekunder dari data rekam medis, kultur sputum di RSDM tidak bisa mengidentifikasi kuman atipik sehingga kultur yang tidak tumbuh masih mungkin terdapat kuman atipik, penentuan derajat berdasar hasil anamnesis di rekam medis. Penelitian dengan metode yang lebih baik perlu dilakukan. KESIMPULAN Insidens infeksi pada pada PPOK eksaserbasi di RSDM Surakarta tahun 0 sekitar 7%. Klebsiella spp sebagai kuman terbanyak dari hasil kultur sputum, dari antibiotik sensitivitas tertinggi adalah meropenem (0%) dan amoksilin terendah (7%). Derajat serangan dan derajat obstruksi PPOK berhubungan dengan infeksi bakteri berdasarkan hasil kultur sputum. DAFTAR PUSTAKA. Gobal initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. Portland: MCR Vision Inc; 00. p.-.. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 00.p.-9.. Veramamachaeneni SB, Sethi S. Pathogenesis of bacterial exacerbation of COPD. J COPD. 00; :09-.. Patel IS, Seemungal TAR, Donaldson GC, Wedzicha DC. Relationship between bacterial colonization and the frequency, character and severity of COPD exacerbation. Thorax. 00;7: 79-.. Graham D. Definition, epidemiology and risk factors. British Med J. 00; :-.. Rai IBN, Artana B. Merokok dan ketergantungan nikotin pada penduduk Tenganan Pegringsingan Bali. J Respir Indo. 009; 9:79-. 7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Rokok jadi penyebab, persen kematian di Indonesia. [Online]. 00. [Cited 0 December 0]. Available from:url:http://www.arsip.net/id/link.php?lh=wvzb uizruwjx.. Miratvitles M, Espinosa C, Maldonado JA. Relationship between bacterial flora in sputum and functional impairment in patient with acute exacerbation of COPD. Chest. 999;:0-. 9. Groenegen KH, Wouter EFM. Bacterial infections of acute exacerbation of COPD; a on-year prospective study. Respir Med. 00; 7: 770-7. 0.Rousoss C, Koutsoukou A. Respiratory failure. Eur Respir J. 00; : -.. Novita ES, Harsini, Suradi. Bacterial profile and antibiotic resistance of pulmonary disease in the pulmonary ward of Dr. Moewardi hospital Surakarta. In: Proceeding book KONAS PDPI XII. Padang; 0.p.7..Guntur AH. The empirical antibiotic treatment in sepsis. In: Guntur AH, Yusup S, Diding HP, editors. rd Kumpulan makalah national symposium the Indonesian sepsis forum. Surakarta: UNS Press; 009.p.-. J Respir Indo Vol., No., Oktober 0