BAB 3 METODE PENELITIAN
|
|
- Sukarno Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Desain Penelitian ini adalah penelitian analitik yang akan mengobservasi hubungan antara distribusi frekuensi bakteri dengan derajat obstruksi (VEP 1 ) pada PPOK eksaserbasi akut di RSUP Haji Adam Malik dan RS Pirngadi Medan. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada pasien PPOK eksaserbasi di bagian Paru RSUP.H.Adam Malik dan RS Pirngadi Medan. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 1 tahun (1 september 2015 sampai 1 september 2016). 3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel Populasi Populasi penelitian ini adalah penderita PPOK eksaserbasi di bagian Paru di RSUP.H.Adam malik dan RS.Pirngadi Medan Sampel Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. a. Kriteria inklusi: 1. Penderita PPOK eksaserbasi di bagian paru 2. riwayat merokok dengan IB > Usia tahun 4. Sputum Representatif b. Kriteria eksklusi: 22
2 1. Mendapatkan terapi antibiotik 48 jam sebelum masuk rumah sakit. 2. Pasian yang di diagnosis tuberculosis dan/atau bronkiektasis 3. Pasien Immunocompromised berat (penderita HIV/AIDS) dan penyakit keganasan 4. Pasien yang membutuhkan ventilator mekanis dan perawatan ICU Perkiraan Besar sampel Pasien PPOK eksaserbasi akut yang masuk ruang rawat inap paru dalam kurun waktu 1 tahun penelitian dengan estimasi 41 pasien berdasarkan data sekunder di bagian Paru RSUP.H.Adam Malik Medan dan RS. Pirngadi Medan. Besar Sampel Rumus : n=z 2 p ( 1-p ) Keterangan : d 2 n : besar sampel Z 2 : 1,96 pada interval (IK) 95% p : prevalensi yang diperkirakan 0,12 (1-p) : (1-prevalensi) d 2 : Kesalahan maksimum yang masih ditolerir 0,15 n= 1,96 2 x 0,12 ( 1-0,12 ) 0,15 2 = 40,56 = 41 Orang 23
3 3.4 Kerangka Operasional Pasien PPOK eksaserbasi sesuai kriteria inklusi Tatalaksana awal Foto toraks Spirometri Diambil sampel sputum yang memenuhi kriteria Bartlett Dilakukan Kultur sputum dan uji kepekaan 24
4 3.5 Definisi Operasional No Variable Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Derajat Obstruksi (VEP 1 ) Derajat atau tingkatan hambatan aliran udara napas yang ditandai dengan penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama. Spirometri GOLD 1 : Ringan:VEP1 80% prediksi GOLD 2 : Sedang:50% VEP1<80 % prediksi GOLD 3 : Berat:30% VEP1 <50% prediksi Nominal GOLD 4: Sangat berat : VEP1 <30% prediksi 2 Sputum Sekret mukus yang dihasilkan paru-paru, bronkus dan trakea. Teknik Mikroskopis Kriteria Bartlett PMN < 10/Lpb nilai o PMN 10-25/ Lpb nilai +1. PMN >25/Lpb nilai +2 Beserta mukus +1 Epitel > Pola Kuman Gambaran kuman yang paling sering muncul. Kultur Sputum Bakteri Aerob, bakteribakteri tertentu seperti moraxella catarrhalis dan haemophilus Influenzae, kuman gram (+), kuman gram (-). Nominal 4 PPOK Eksaserbasi akut Suatu kejadian akut yang ditandai dengan perburukan gejala pernapasan diluar variasi normal seharihari dan menyebabkan perubahan dalam obatobat yang digunakan. Kriteria Anthonisen Tipe I (Berat) memiliki 3 gejala Tipe II (Sedang) memiliki 2 gejala Tipe III (ringan) memiliki 1 gejala 25
5 5 Jenis kelamin Jenis kelamin penderita PPOK eksaserbasi akut. Survei rekam medis. A. Pria B. Wanita Nominal 6 Umur Lama hidupnya penderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan tahun sejak lahir. Survei rekam medis. A tahun B tahun C tahun Ordinal 7 Status gizi Kondisi tubuh penderita PPOK eksaserbasi akut yang dipengaruhi makanan, kecukupan nutrisi didalam tubuh. Survei rekam medis. A. Gizi kurang, IMT < 18,5 Kg/m2. B. Gizi normal, IMT 18,5-22,9 Kg/m2 Ordinal 8 Tingkat pendidikan Pelatihan atau kursus yang dilakukan oleh penderita PPOK eksaserbasi akut secara terorganisir dan berjenjang, baik yang bersifat formal maupun informal. Survei rekam medis. A. Tidak sekolah. B. SD. C. SMP. D. SMA. E. Perguruan tinggi. Nominal 9 Pekerjaan Aktivitas yang dilakukan oleh penderita PPOK eksaserbasi akut. Survei rekam medis. A. Tidak bekerja. B. Petani. C. Buruh. D. Pedagang. Nominal E. Wiraswasta. 10 Uji Kepekaan Uji yang dilakukan untuk mengetahui kuman yang masih peka terhadap suatu antibiotik. Metode VITEC 2 sesuai dengan clinical and laboratory institute A. Sensitif B. Intermediate C. Resisten Nominal 26
6 3.6 Alur Penelitian Seluruh subjek penelitian yang selama ini menderita PPOK, saat ini diduga mengalami PPOK eksaserbasi dilakukan : 1. Anamnesis, meliputi keluhan utama, riwayat paparan asap rokok atau merokok, jumlah rokor per hari, dan lama merokok. Riwayat serangan sehingga subyek pernah masuk rumah sakit karena sesak napas, riwayat penyakit lainnya, riwayat pamakaian obat-obatan. 2. Foto toraks untuk menyingkirkan tuberkulosis dan bronkiektasis. 3. Pemeriksaan fisik, meliputi tanda vital, tinggi badan, berat badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), pemeriksaan sistem; khususnya sistem pernapasan. 4. Pengambilan sampel sputum, kultur sputum dan uji kepekaan: a. Untuk setiap sampel sputum ekspektorasi yang diperoleh dibuat hapusan Gram untuk melihat kuman Gram positif atau negatif, dan menghitung jumlah sel epitel dan PMN sesuai Kriteria Bartlett. b. Sampel yang memenuhi Kriteria bartlett, kemudian di bagi 2: i. Satu bagian di tanam pada media agar darah. Selanjutnya dimasukkan de dalam inkubator pada suhu 37 c dan selama jam pertumbuhan koloni dilanjutkan identifikasi jenis kuman berdasarkan pengecatan Gram. Bakteri gram positif akan diteruskan dengan MSA (Mannitol Salt Agar) sedangkan gram negatif akan dibiakkan lagi pada media mcconkey dan dilakukan pemeriksaan biokimia. Selanjutnya indentifikasi kuman. 27
7 ii. Satu bagian lagi ditanam pada coklat agar dimasukkan ke dalam candle jar (CO 2,5-10%), dieramkan 37 c, jam. Identifikasi dibuat dengan pewarnaan Gram, morfologi koloni, tes biokimia. c. Setelah identifikasi kuman dilakukan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika dengan metode VITEC Pemeriksaan laboratorium yang meliputi darah rutin. 6. Diagnostik PPOK ditentukan dengan Spirometri, kemudian dilakukan penilaian derajat keparahan PPOK sesuai dengan GOLD Pengolahan Data Seluruh data yang diperoleh, dikumpulkan, dan diedit menggunakan program excel 2007, diberi kode untuk mempermudah pengelompokkan data dan membaca hasil. Disajikan sebagai mean, dan simpangan baku memakai software SPSS (Statistical Product and Science Service) versi Analisa deskriptif untuk melihat gambaran karakteristik penderita meliputi umur, jenis kelamin, riwayat merokok, indeks brinkman, derajat PPOK, jenis rokok, pekerjaan dan kultur bakteri. Untuk melihat hubungan parameter fungsi paru dengan Kultur bakteri digunakan uji Fisher Exact, begitupun jenis bakteri gram dengan fungsi paru. Hasil dianggap bermakna bila p 0,05. 28
8 3.8 Perkiraaan Biaya Penelitian a. Pengumpulan kepustakaan Rp ,- b. Pembuatan proposal Rp ,- c. Seminar proposal Rp ,- d. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp ,- e. Biaya tim penelitian Rp ,- f. Seminar hasil penelitian Rp ,- Jumlah Rp
9 4.1 Karakteristik Penderita BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 4.1. Karakteristisik Sampel Penelitian Karakteristik Jumlah ɳ % Jenis Kelamin Perempuan 0 0 Laki laki Usia <40 tahun 0 0 Pekerjaan tahun tahun tahun tahun Pensiunan / tidak bekerja Buruh bangunan Karyawan swasta Pedagang Supir Petani 2 4, ,7 4 8, ,2 4 8,9 4 8,9 5 1,1 6 1, ,6 Indeks Brinkman Ringan Sedang Berat , ,33 Jenis Rokok Filter Kretek Campuran 5 11, ,9 Derajat Obstruksi Ringan Sedang Berat Sangat berat , , ,8 Kultur Bakteri Patogen Kultur Positif Kultur Negatif Jumlah Penelitian ini melibatkan 45 orang penderita PPOK yang mengalami eksaserbasi selama kurun waktu penelitian. Pasien PPOK dikatakan mengalami 30
10 eksaserbasi jika terjadi pertambahan derajat sesak napas, pertambahan volume sputum atau perubahan warna sputum menjadi purulen. Karateristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin menunjukan data bahwa semua penderita PPOK eksaserbasi yang menjadi sampel penelitian ini adalah laki laki (100%). Adapun karakteristik sampel berdasarkan usia dijumpai bahwa usia termuda pasien yang menderita PPOK eksaserbasi adalah 48 tahun dan usia tertua adalah 76 tahun. Tidak satupun sampel yang berada dalam kisaran usia <40 tahun. Sampel yang berada dalam rentang usia tahun adalah sebanyak 4 orang. Usia tahun sebanyak 18 orang, usia tahun sebanyak 21 orang, dan sisanya sampel yang berada dalam rentang usia lebih atau sama dengan 70 tahun adalah sebanyak 4 orang. Rata rata usia responden dalam penelitian ini adalah 60,3 +/- 7,28 tahun. Sementara itu, karakteristik sampel berdasarkan pekerjaan didapati bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 35,6% bekerja sebagai petani dan 22,2% sudah tidak bekerja lagi / pensiunan. Seluruh responden saat ini merupakan mantan perokok (ex-smoker) dan mayoritas memiliki indeks brinkman berat yaitu sebanyak 93,33%. Jenis rokok yang paling banyak dikonsumsi adalah rokok campuran, baik berupa rokok filter maupun rokok kretek. Lebih dari setengah jumlah responden (53,3%) mengalami derajat obstruksi berat, dan 37,8% responden mengalami derajat obstruksi sangat berat. Dari keseluruhan jumlah responden, dijumpai kultur positif 66,7% dan kultur negatif 33,3 %. 31
11 Merokok telah menjadi faktor risiko penting terjadinya PPOK dan bahkan setelah berhenti merokok. Risiko rokok terhadap kejadian PPOK berdasarkan dose dependent, 50% perokok mengalami gangguan obstruksi dengan penurunan nilai VEP ml pertahun, sekitar 10-15% perokok menjadi PPOK. Survei pada tahun 2004 menyatakan prevalens perokok di Indonesia lebih dari 50% laki-laki, sebagian besar perokok ini mulai merokok sejak umur 19 tahun. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan WHO dalam kampanye hari tanpa tembakau dunia pada 31 mei menyebutkan penggunaan tembakau di Indonesia menyebabkan 9,8% kematian karena penyakit paru kronik pada tahun Faktor risiko lain adalah pajanan asap hasil pembakaran biomass yang mengandung stress oksidatif. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2002) 4.2 Distribusi Pola Bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi Tabel 4.2 Distribusi Pola Bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi Jenis Bakteri Jumlah ɳ % Coccus Gram Positif Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus Batang gram negatif Klebsiellla pneumonia 6 20 Acinetobacter baumanii Pseudomonas aeuriginosa Escherecia coli Dari seluruh sampel sputum terdapat distribusi pola bakteri pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang di gambarkan pada tabel 4.2, dimana ditemukan bakteri patogen coccus gram positif 10 sampel dan bakteri patogen batang gram negatif 20 sampel. 32
12 Sputum yang dikeluarkan diupayakan berasal dan saluran napas bawah yaitu dengan mengusahakan pasien batuk dalam yang benar sehingga diperoleh sputum yang representatif. Beberapa penelitian meragukan penggunaan sputum sebagai bahan untuk mengetahui etiologi/penyebab infeksi saluran napas bawah. Pada penelitian ini sampel diambil dari sputum ekspektorasi spontan dimana sebelumnya kepada pasien diajarkan bagaimana cara batuk dan menampung dahak yang benar agar didapatkan sampel yang representatif. Sputum mempunyai banyak kelemahan untuk digunakan melihat kausalitas yaitu: kontaminasi orofaring yang cukup tinggi, cara pengambilan sampel sering tidak adekuat, batuk tidak benar, sampel tidak representatif dan pengiriman bahan harus segera (<2 jam). Bartlett dkk, mengemukakan bahwa kepekaan pemeriksaan sputum hanya 15-30%. Supriyantoro dkk, membandingkan hasil seluruh sputum biakan positif dengan hasil biakan sikatan bronkus pada 50 kasus infeksi akut saluran napas bawah, ternyata hasil biakan sikatan bronkus pada kelompok yang sama terdapat 30,8% galur kuman yang berbeda. Hal ini menunjukkan masih tingginya kontaminasi kuman orofaring pada hasil biakan sputum. (Bartlett 1994; Soler, 2007; Supryiantoro, 1989) Berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas sputum yang dibatukkan terus dilakukan. Teknik pencucian sputum merupakan salah satu metode noninvasif untuk mengurangi kontaminasi kuman orofaring pada spesimen sputum yang dibatukkan menggunakan teknik pencucian sputum dengan NaCI 0,9% (dibandingkan berturut-turut dengan spesimen bronkoskop, aspirasi transtrakeal dan sputum ekspertorasi) mendapati pencucian sputum dapat mengurangi jumlah koloni dan keberagaman kuman dari sputum yang 33
13 terkontaminasi dari sekret orofaring. Usyinara mendapati pencucian sputum tidak menurunkan kontaminasi kuman orofaring, sehingga tidak dianjurkan sebagai prosedur rutin pada bahan sampel sputum. (Holloway, 1992; Jabang, 1999; Usyinara, 2006) 4.3. Pola kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi Tabel 4.3. Pola kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi Empat kuman terbanyak ɳ % Streptococcus pneumonia 8 32,00 Klebsiella pneumonia 6 24,00 E. coli 6 24,00 Acinetobakter baumanii 5 20,00 Pola kuman diambil berdasarkan kuman yang paling sering muncul (kuman yang terbanyak). Pada penelitian ini didapatkan 6 jenis bakteri yang terdiri dari 4 jenis bakteri terbanyak pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut. Bakteri yang sering dijumpai pada PPOK eksaserbasi akut antara lain pola klasik yang terdiri atas: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae dan Moraxela catarrahalis. Selain itu terdapat pula Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella spp, Staphylococcus aureus, Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia spp. Hurst et al, menemukan paling sedikit 2 dari pola kuman klasik ini sebagai kuman terbanyak pada PPOK eksaserbasi. Penelitian ini mendapati 4 jenis kuman terbanyak sebagai berikut Klebsiella pneumonia (20,37%), Staphylococcus aureus (18,52%), Klebsiella ozaenae (11,11%) dan Pseudomonas aeruginosa (9,26%). Hampir mirip dengan penelitian Soeprihatini dkk, menemukan Klebsiella sp. sebagai kuman terbanyak, diikuti oleh Streptococcus sp., Staphylococcus aureus, 34
14 Pseudomonas sp, dan Acinetobacter. (Gold, 2008; Hurst, 2010; Roche, 2007; Alamoudi, 2007; Soeprihatini, 2006) Penelitian Lin SH dkk, di Taiwan melaporkan Klebsiella pneumoniae (19,6%), Pseudomonas aeruginosa (16,8%), Hemophillus influenzae (7,5%) dan Staphylococcus aureus, Enterobacter baumannii dan Acinetobacter sp. masingmasing sekitar 6%. Lin dkk juga mendapati Streptococcus pneumonia dalam jumlah yang kecil (2,4%), sedangkan dalam penelitian ini hanya 1,85%. Chawla, Aurora, dan Shahnawas di India, tidak menemukan Haemophilus influenza pada penelitiannya. (Lin SH, 2007) Dalam penelitian ini bakteri yang paling sering dijumpai adalah Streptococcus pneumonia (20,68%), Klebsiella pneumonia (27,58%), E.Coli (20,68%) dan Acinetobacter (20,68%). Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan konsensus PDPI yang mendapatkan pola kuman penyebab PPOK eksaserbasi sebagai berikut: Klebsiella pneumonia (26,5%), Haemophilus influenzae (17,44%), Pseudomonas aeruginosa (15,47%) dan disusul oleh Streptococcus pneumonia (7,86%). Perbedaan ini mungkin saja disebabkan karena riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya pada pasien PPOK, terutama pada pasien yang sering mengalami eksaserbasi berulang. 35
15 4.4. Hubungan hasil kultur dengan derajat hambatan aliran udara VEP 1 Tabel 4.4. Hubungan hasil kultur dengan derajat hambatan aliran udara VEP 1 VEP 1 p-value Ringan Sedang Berat Sangat berat Kultur positif Kultur negatif Tidak terdapat hubungan antara kepositivan hasil kultur dengan derajat VEP 1 Uji Fisher Exact Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tidak terdapat hubungan antara kepositivan hasil kultur dengan derajat obstruksi VEP 1 Pasien PPOK eksaserbasi akut yang ikut dalam penelitian ini diduga kuat disebabkan oleh bakteri yaitu dengan melihat gambaran klinis maupun warna sputum ekspektorasi. Sputum yang berwarna purulen mengisyaratkan eksaserbasi diakibatkan oleh bakteri. Hal ini sesuai penelitian oleh Stockley dkk. yang menemukkan bahwa sputum berwarna hijau purulen merupakan prediktor tingginya konsentrasi bakteri dengan sensitivitas 94,4% dan spesifisitas 77% serta dapat merupakan indikasi bahwa pemberian antibiotik akan bermanfaat. Sputum mukoid yang encer diusahakan tidak ikut sebagai sampel penelitian kecuali terdapat gambaran klinis eksaserbasi akibat infeksi bakteri yang sangat jelas. (Stockley, 2000; Soler, 2007) Sementara Q-Probe Study, pada studi yang dilakukan pada 697 partisipan untuk menilai pemakaian kriteria sitologi sebagai penyaring sputum, merekomendasikan kriteria ini untuk diterapkan secara rutin di laboratorium untuk memilih sampel yang baik untuk kultur maupun sebagai kriteria rejeksi 36
16 terhadap sampel yang diterima. Namun, Rekyansari dkk. menilai kualitas sampel sputum ekspektorasi berdasarkan kriteria bartlett, mendapati bahwa jenis kuman yang diisolasi antara sampel sputum yang memenuhi kriteria Bartlett dan sampel sputum yang tidak memenuhi kriteria bartlett tidak berbeda. (Schifman, 1991) Penelitian ini memakai Kriteria Bartlett sebagai penyaring sampel, disertai panduan yang jelas kepada pasien mengenai tata cara pengumpulan sampel yang benar, dan transportasi bahan yang cepat dengan wadah yang tepat diharapkan dapat meningkatkan mutu sampel Hubungan hasil pewarnaan gram bakteri dengan derajat hambatan aliran udara VEP 1 Tabel 4.5. Hubungan hasil pewarnaan gram bakteri dengan derajat hambatan aliran udara VEP 1 VEP 1 Ringan Sedang Berat Sangat berat Gram positif Gram negatif p-value 0.24 Tidak terdapat hubungan antara hasil pewarnaan gram dengan derajat VEP 1 Uji Fisher Exact Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa tidak terdapat hubungan antara hasil pewarnaan gram dengan derajat hambatan aliran udara VEP 1. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel sedikit. Pada penelitian ini hasil pewarnaan gram negatif terbanyak didapatkan pada pasien dengan VEP 1 derajat berat (53,3%) diikuti oleh VEP 1 derajat sangat berat (37,8%), derajat sedang (8,9%), sementara tidak dijumpai hasil pewarnaan gram pada pasien PPOK eksaserbasi dengan derajat ringan. Hasil penelitian ini semakin menguatkan kesan bahwa luas lesi dan 37
17 kelainan dinding bronkus yang lebih banyak dan riwayat eksaserbasi yang berulang memungkinkan pasien PPOK mengalami perubahan pola kuman. Terdapat beberapa faktor resiko seseorang tertular kuman multi drug resisten yaitu penggunaan antibiotik pada 90 hari terakhir, perawatan dirumah sakit 5 hari, pasien yang mendapatkan obat imunoterapi atau imunosupresan, tingginya frekuensi resisten antibiotik di lingkungan tempat tinggal dan rumah sakit. Hasill penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh miravittles dkk, yang menemukan bahwa bakteri patogen potensial gram negatif lebih sering ditemukan pada pasien PPOK dengan VEP 1 prediksi <50% dari pada pasien PPOK dengan VEP 1 >50%, hal ini menunjukkan bahwa semakin berat derajat fungsi paru pasien PPOK maka semakin tinggi resiko ditemukan bakteri patogen potensial gram negatif. Penelitian hampir sama dilakukan oleh Eller dkk, menemukan ada hubungan antara fungsi paru dan bakteri yang ditemukan saat eksaserbasi bronkitis kronis. Pada saat eksaserbasi akut, bakteri gram negatif seperti Pseudomonas sp. dan Enterobacteriacea secara bermakna merupakan bakteri paling sering ditemukan pada pasien dengan VEP 1 prediksi <35%. (Miravittles,1999; Eller, 1999) Peneltian Ko dkk, di Hongkong mendapati 24 dari 28 pasien yang dijumpai Pseudomonas sp dalam sputumnya, berada pada PPOK derajat 3 dan 4. Lin dkk. Juga mendapati 14 dari 22 penderita ini pada PPOK derajat berat. Eller dkk, mendapati kuman Enterobacteriaceae dan Pseudomonas sp terbanyak ditemukan pada PPOK derajat 3. Sampai saat ini berbagai kepustakaan belum dapat menjelaskan secara tepat mengapa kuman Psudomonas sp lebih sering ditemukan pada PPOK derajat berat. Soler dkk, berpendapat bahwa kemungkinan 38
18 lesi dan kelainan dinding bronkus lebih banyak ditemukan pada PPOK derajat berat, namun hal ini belum dapat dibuktikan karena CT Scan tidak dilakukan secara rutin pada setiap penderita PPOK. Kemungkinan penjelasan lain adalah asumsi bahwa pasien dengan obstruksi berat tentu lebih lama menderita PPOK dan telah mempunyai riwayat eksaserbasi berulang lebih sering. Seringnya eksaserbasi tentu saja mengakibatkan peningkatan kebutuhan penggunaan terapi antibiotik sehingga merupakan faktor resiko munculnya β-lakmase hasil produkproduk bakteri. Terdapat tendensi bahwa kuman gram negatif dan Pseudomonas sp lebih sering ditemukan pada orang tua dengan riwayat pemberian berbagai antibiotik sebelumnya. (Ko dkk, 2006; Eller, 1999; Soler, 1998) 39
19 4.6. Kepekaan 4 kuman terbanyak terhadap berbagai antibiotik Tabel 4.6. Kepekaan 4 kuman terbanyak terhadap berbagai antibiotik Antibiotik Streptococcus pneumonia ɳ (%) Klebsiella pneumonia ɳ(%) E.coli ɳ (%) Acinetobakter baumanii ɳ (%) Amikasin 8 (100) 6 (100) 6 (100) 4 (80) Sefotaksin 5 (62,5) 5 (83,3) 2 (33,3) 2 (33,3) Sefoperazon/ subactam 3 (37,5) 4 (66,6) 4 (66,6) 2 (33,3) Kloramfenicol 2 (25,0) 2 (33,3) 2 (33,3) 1 (20,0) Kotrimoksasol 4 (50,0) 4 (66,6) 5 (83,3) 3 (60,0) Gentamisin 5 (62,5) 5 (83,3) 5 (83,3) 2 (40,0) Levofloxacin 6 (75,0) 4 (66,6) 6 (100) 4 (80) Meropenem 8 (100) 6 (100) 6 (100) 5 (100) Piperasilin 8 (100) 5 (83,3) 4 (66,6) 5 (100) Dari tabel diatas menunjukkan hasil uji kepekaan 4 kuman terbanyak pada penelitian ini. Tabel ini menampilkan beberapa antibiotik yang masih sensitif minimal 100% terhadap 4 kuman terbanyak. Streptococcus pneumonia masih sangat sensitif terhadap amikasin, meropenem dan piperasilin dengan hasil uji kepekaan 100%. Sementara Klebsiella pneumonia, E.coli dan Acinetobacter memiliki kepekaan yang sangat baik terhadap 3 antibiotik yaitu amikasin, levofloxacin dan meropenem. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Patel AK di india tahun 2014 yang menemukan antibiotik yang masih sensitif 40
20 adalah piperacilin tazobactam, ofloxacin, ciprofloxacin dan co-amoxiclav, hal ini tentu saja disebabkan karna pola kuman pada PPOK eksaserbasi di Rumah Sakit tersebut berbeda dengan pola kuman dalam penelitian ini. Kelemahan dari studi ini adalah dimana pengambilan sampel sputum mikrobiologis adalah dengan sputum ekspektorasi yang spontan, sementara akurasi sampel akan meningkat bila pengambilan sampel dengan bronkoskopi. Tidak ada data tentang penggunaan antibiotik sebelumnya karena hal ini dapat merubah pola kuman yang ada serta tidak ada analisis lanjutan (follow up) untuk melihat perubahan jenis kuman pada pasien PPOK terutama yang sering mengalami eksaserbasi berulang. 41
21 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan pola kuman dengan derajat obstruksi VEP 1 pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) eksaserbasi akut di RSUP. H. Adam Malik dan RS. Pirngadi Medan. Dari hasil penelitian ini didapat: 1. Pada penelitian ini terdapat 45 pasien PPOK eksaserbasi yang ikut dalam penelitian ini, dimana kultur positif dijumpai 30 sampel sputum dan kultur negatif 15 sampel sputum. Terdapat 18 gram positif, 25 gram negatif dan 2 tidak ada bakteri. 2. Tidak terdapat hubungan antara kepositivan hasil kultur dengan derajat obstruksi VEP 1 dan tidak terdapat hubungan antara hasil pewarnaan gram dengan derajat VEP 1 3. Terdapat 4 bakteri terbanyak/ tersering yang dijumpai pada pasien PPOK eksaserbasi akut yaitu Streptococcus pneumonia, Klebsiella pneumonia, E. coli dan Acinetobacter baumanii. 4. Terdapat antibiotik yang masih sensitif terhadap pola kuman yang ada yaitu Amikasin, Levofloxacin, Meropenem dan Piperasilin Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan pengambilan sampel dengan bronkoskopi karna tingkat akurasi tentunya lebih baik bila dibandingkan dengan sputum ekspektorasi spontan. 42
22 2. Sebaiknya dilakukan pendataan tentang riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya karena hal ini dapat merubah pola kuman yang ada. 3. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan analisis lanjutan (follow up) untuk melihat perubahan jenis kuman pada pasien PPOK terutama yang sering mengalami eksaserbasi berulang. 43
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
Lebih terperinciLAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN
LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN Nama : Umur : Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telepon : No RM : Jenis Kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan : cm Berat badan : kg Keluhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah
Lebih terperinciPemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll
LAMPIRAN 1 Lembaran Pemeriksaan Penelitian Nama : Umur :...tahun Tempat / Tanggal Lahir : Alamat : Pekerjaan : No telf : No RM : Jenis kelamin : 1. Laki laki 2. Perempuan Tinggi badan :...cm Berat badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri
BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,
Lebih terperinciDEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus
PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pneumonia adalah peradangan dari parenkim paru, dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam dinding
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di sub bagian Pulmologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, berdasar data Riskesdas tahun 2007, pneumonia telah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia masih menjadi penyebab terbanyak morbiditas dan mortalitas anak di seluruh dunia. Menurut data WHO, setiap tahunnya pneumonia menyebabkan kematian sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48
BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstraparu yang signifikan dan berpengaruh terhadap keparahan penderita. Menurut GOLD (Global
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi saluran nafas atas akut yang sering terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Menurut laporan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Sekitar 53 juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering ditemukan dalam praktek klinik (Hvidberg et al., 2000). Infeksi saluran kemih (ISK)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi paru paru yang berperan dalam morbiditas dan mortalitas pada anak diseluruh dunia. Data World Health Organization (WHO) tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health
Lebih terperinciBab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
Lebih terperinci25 Universitas Indonesia
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,
Lebih terperinciMulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT
Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk
Lebih terperinciHasil Uji Kepekaan Bakteri Yang Diisolasi Dari Sputum Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Di Poliklinik BP 4 Medan
Hasil Uji Kepekaan Bakteri Yang Diisolasi Dari Sputum Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Di Poliklinik BP 4 Medan R.S. Parhusip Bagian Paru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari kurun waktu tahun 2001-2005 terdapat 2456 isolat bakteri yang dilakukan uji kepekaan terhadap amoksisilin. Bakteri-bakteri gram negatif yang menimbulkan infeksi
Lebih terperinciF. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. ( ) ( ) ( )
22 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan desain penelitian obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Populasi dan Sampel
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross-sectional terhadap data sekunder berupa rekam medis yang diperoleh
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai
32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Paru Respira Yogyakarta pada bulan Agustus Desember 2016. Peserta penelitian adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi
Lebih terperinciBAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang
BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia. ISPA dapat diklasifikasikan menjadi infeksi saluran
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Subjek Penelitian Dari data pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada jangka waktu Januari 2001 hingga Desember 2005
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang dipicu oleh alergen tertentu.
Lebih terperinciINFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Pendahuluan Sejarah; Thn 1984 ISPA Ringan ISPA Sedang ISPA Berat Thn 1990 Titik berat PNEUMONIA BALITA Pneumonia Pneumonia Berat Bukan Pneumonia Di Indonesia Kematian bayi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf.
35 BAB III METODE PENELITIAN III.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf. III.2. Jenis dan rancangan penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran nafas akut yang sering ditemukan dalam masyarakat, mencangkup common cold sampai dengan pneumonia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Menurut GOLD 2007 PPOK adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek ekstrapulmonal yang berperan pada beratnya penyakit. Komponen pulmonalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.
Lebih terperinciPenemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU
Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi
Lebih terperinciBAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
16 BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori Patogenesis Definisi Inflamasi KGB yang disebabkan oleh MTB Manifestasi Klinis a. keras, mobile, terpisah b. kenyal dan terfiksasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan
Lebih terperinciSTATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.
LAMPIRAN 1 STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.RM : Tanggal I. DATA PRIBADI 1. Nama 2. Umur 3. Alamat 4. Telepon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum untuk menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan pada struktur traktus urinarius. (1) Saluran
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian
Lebih terperinciNILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Inayati* Bagian Mikrobiologi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rinitis alergi merupakan inflamasi kronis mukosa saluran hidung dan sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan masalah kesehatan global
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan meliputi Anestesiologi dan Terapi Intensif. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic obstructive pulmonary disease) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatanaliran udara di saluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua yang menginfeksi manusia. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan menyebabkan angka kematian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control retrospektif/studi kasus kontrol retrospektif. Penelitian ini merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional pendekatan retrospektif. Studi cross sectional merupakan suatu observasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit yang sering dijumpai pada masa anak-anak (Vernacchio et al, 2004). Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa sekitar 9,3 juta
Lebih terperinci(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian
(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Semarang, dimulai pada bulan Mei 2014 sampai dengan Juni 2014.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian ini adalah Rumah Sakit
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh
Lebih terperinci3. METODOLOGI PENELITIAN
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. negara dengan polusi udara akibat pembakaran kayu, gas dan partikel berbahaya.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan global. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda tiap negara namun secara umum terkait
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang potensial yang terletak di antara fasia leher dalam, sebagai akibat penjalaran dari berbagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan
BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance
Lebih terperinci