Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai ancaman keamanan.

dokumen-dokumen yang mirip
CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

C. PERANCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

PANDUAN MENGHADAPI BENCANA

PEDOMAN PENANGGULANGAN BENCANA (DISASTER PLAN) Di RUMAH SAKIT

EMERGENCY SIGN. Emergency Sign. Hospital Disaster Plan Halaman 1

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta dalam menghadapi bencana, dapat

DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR PERAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

DISASTER PLAN. Oleh : dr. Iryani R ambarwati

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pencarian, Pertolongan Dan Evakuasi

PANDUAN SKRINING PASIEN RSU BUNDA JEMBRANA

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

PENANGANAN BENCANA DI RUMAH SAKIT

Dr. Pudji Sri Rasmiati, Sp.B., MPH WYM RS Bethesda PERSI DIY

Tujuan ARSADA. pengembangan Rumah Sakit Daerah secara aktif, terarah dan terpadu sesuai arah dan tujuan Pembangunan Nasional dalam Bidang Kesehatan.

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

Divisi Manajemen Bencana PMPK-UGM

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

PENANGANAN MEDIS AKUT KORBAN BENCANA. Hendro Wartatmo

DISASTER NURSING R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom Mata Kuliah Gadar dan Bencana Tingkat III Semester VI Prodi Keperawatan Persahabatan Juli

PANDUAN PELAYANAN KASUS EMERGENSI PENDAHULUAN

Materi Inti 4: FASILITAS RUMAH SAKIT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

KERANGKA ACUAN PROGRAM PELATIHAN GAWAT DARURAT (TRIASE) DI UPT PUSKESMAS KINTAMANI I

Lampiran 1. Tingkat Organisasi. Skor. Tinggi 1

Medical Emergency Response Plan (MERP) / Tanggap Darurat Medis (TDM)

KEBIJAKAN PENGELOLAAN MASALAH PENANGGULANGAN BENCANA BIDANG KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 30 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU KABUPATEN BLORA

PENANGANAN KEJADIAN KEBAKARAN (KODE MERAH)

BAB 1 PENDAHULUAN. paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

SAFE COMMUNITY EMERGENCY SISTEM SPGDT/SPGDB. Iwan Permana, SKM, SKep

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

PROSEDUR PENANGANAN GEMPA BUMI (KODE HIJAU)

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

Disaster Management. Transkrip Minggu 2: Manajemen Bencana, Tanggap Darurat dan Business Continuity Management

SIMULASI PENANGGULANGAN BENCANA. Koordinasi Internal Terbatas (Waket III, Seksi PB, Seksi KSR, Kamacab)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. York pada tanggal 30 Mei Pada tanggal 17 Agustus tahun yang sama,

BASIC LIFE SUPPORT Emergency First Aid Course

Hospital disaster plan (HOSDIP, HDP)

KEBIJAKAN RUMAH SAKIT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN RUJUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

Buku 3: Bahan Ajar Pertemuan Ke - 3

RENCANA INDUK MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK) DI RSU BINA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. dengan kondisi akut yang membutuhkan pertolongan segera (Ashour et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

Aktifasi dan Deaktifasi

PENERAPAN SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT TERPADU TERHADAP BENCANA INDUSTRI DI RUMAH SAKIT PETROKIMIA GRESIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Emergency Medical Dispatcher ( EMD )

KRONOLOGI DOKUMEN Penyesuaian dengan PP No 50 Tahun 2012 DAFTAR ISI

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PROTAP DAN SOP TRIASE DI UNIT GAWAT DARURAT/UGD RUMAH SAKIT

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I DEFINISI BAB II RUANG LINGKUP

KOMUNITAS MASYKUR KHAIR

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

1. Melakukan kajian situasi

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA DI INDONESIA 2014

1. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat SUBSTANSI MATERI

Panduan Identifikasi Pasien

METODE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI AMBULANCE

Pedoman Penyusunan Program Kedaruratan PLB3

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsekuensi serius dan berkaitan dengan kehilangan nyawa. Penelitian yang berkaitan

PEDOMAN PERENCANAAN PENYIAGAAN BENCANA RUMAH SAKIT (P3BRS) (Hosdip) 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terabaikan oleh lembaga pemerintahan. Menurut undang-undang no 22 tahun 2009

ARIA PRATAMA SURYA ANGGARA MMR Angkatan 7 Reguler Ujian Matrikulasi DMRS februari 2012

Jawaban : E. Menilai lokasi yang sesuai untuk dijadikan pos medis lanjutan

OVERVIEW KLB KERACUNAN PANGAN

IJIN PENDIRIAN : IJIN PENYELENGGARAAN : NOMOR : 445/9539/V.2 TANGGAL (BERLAKU 2 TAHUN)

panduan praktis Pelayanan Ambulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2016

Primary Health Care Disaster Management. VIDA RAHMI UTAMI FK Trisakti

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PENYIAPAN FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Basic Disaster Life Support (BDLS) Syaiful Saanin BSB Sumbar BSB SUMBAR

MANAGEMEN OF DECEASED IN DISASTER (PENATALAKSANAAN KORBAN MATI KARENA BENCANA) D R. I. B. G D S U R Y A P U T R A P, S P F

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

I.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. jiwa sehingga dibutuhkan bantuan penanganan (CRED, 2014 ; WHO, 2013 ;

BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

Pedoman Assesment Tanggap Darurat Bencana

Kesehatan Masyarakat

Transkripsi:

TANGGAP DARURAT BENCANA. Syaiful Saanin. BSB Sumbar. Korban massal. Korban relatif banyak akibat penyebab yang sama dan perlu pertolongan segera dengan kebutuhan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia. Tanpa kerusakan infra struktur. Bencana. Mendadak / tidak terencana atau perlahan tapi berlanjut, berdampak pada pola kehidupan normal atau ekosistem, diperlukan tindakan darurat dan luar biasa menolong dan menyelamatkan korban dan lingkungannya. Korban banyak, dengan kerusakan infra struktur. Bencana kompleks. Bencana disertai permusuhan yang luas, disertai ancaman keamanan serta arus pengungsian luas. Korban banyak, kerusakan infra struktur, disertai ancaman keamanan. Masalah saat bencana : 1. Keterbatasan SDM. Tenaga yang ada umumnya mempunyai tugas rutin lain 2. Keterbatasan peralatan / sarana. Pusat pelayanan tidak disiapkan untuk jumlah korban yang besar. 3. Sistem Kesehatan. Belum disiapkan secara khusus untuk menghadapi bencana. Fase pada Disaster Cycle : 1. Impact / bencana. 2. Acute Response / tanggap segera. 3. Recovery / Pemulihan. 4. Development / Pembangunan. 5. Prevention / Pencegahan. 6. Mitigation / Pelunakan efek bencana. 7. Preparedness / Menyiapkan masarakat. Fase Acute Response : a. Acute emergency response. Rescue, triase, resusitasi, stabilisasi, diagnosis, terapi definitif. b. Emergency relief. Makanan minuman, tenda untuk korban sehat. c. Emergency rehabilitation. Perbaikan jalan, jembatan dan sarana dasar lain untuk pertolongan korban. Prinsip Safety : a. Do no further harm. b. Safety diri saat respons kelokasi. Pengaman, rotator, sirine, persiapan pada kendaraan, parkir 15-30 m dari lokasi c. Safety diri ditempat kejadian. Minimal berdua. Koordinasi, cara mengangkat pasien, proteksi diri. d. Safety lingkungan. Waspada.

Protokol Safety : 1. Khusus. Atribut, tanda pengenal, perangkat komunikasi khusus tim, jaring ker jasama dengan keamanan, hanya daerah yang dinyatakan aman. Hindari, ambil jarak dengan kendaraan keamanan, pakai kendaraan kesehatan / PMI. 2. Umum. Koordinasi dengan instansi setempat, KIE netralitas, siapkan jalur penye lamat, logistik cukup, kriteria kapan harus lari TIM TANGGAP DARURAT Petugas yang pertama datang / berada dilokasi menentukan Petugas dan Area : RHA Komando / komunikasi / logistik Ekstrikasi Triase Tindakan Transportasi Initial Assessment Penilaian cepat & selamatkan hidup : Persiapan Triase Survei Primer Resusitasi Survei Sekunder Monitor & Re-evaluasi pasca Resusitasi Tindakan Definitif Kematian segera 1. Gagal oksigenasi organ vital 2. Cedera SSP masif 3. Keduanya Penyebab kematian dapat diprediksi Tingkat Respons Respons tingkat I : dapat diatasi sistem setempat (propinsi) Respons tingkat II : dapat diatasi sistem regional (Pusat untuk Sumbar : Medan) Respons tingkat III : tidak dapat diatasi sistem regional Posko Gadar Bencana : 1. Penyediaan posko pelayanan kesehatan oleh petugas yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Perhatikan sarat-sarat mendirikan posko. 2. Penyediaan dan pengelolaan obat. 3. Penyediaan dan pengawasan makanan dan minuman. Rapid Health Assessment (RHA) : Pengertian :

Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan informasi cepat dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera. Tujuan RHA : Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah Hasilnya berbentuk rekomendasi untuk keputusan penanggulangan selanjutnya. Khususnya menilai : jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah / akan terjadi, kerusakan sarana, sumberdaya, kemampuan respons setempat. Penyusunan instrumen : Berbeda untuk tiap jenis kejadian, namun harus jelas tujuan, metode, variabel data, kerangka analisis, waktu pelaksanaan dan instrumen harus hanya variabel yang dibutuhkan. Ruang lingkup : Medis, epidemiologis, lingkungan. Variabel : Lokasi, waktu, jumlah korban dan penyebaran, lokasi pengungsian, masalah kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas-luka, kerusakan sarana, endemisitas setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana, ketersediaan logistik, upaya yang telah dilakukan, fasilitas evakuasi, kesiapan tenaga, geografis, bantuan diperlukan, kemampuan respons setempat, hambatan). Pengumpulan data : 1. Waktu : Tergantung jenis bencana. 2. Lokasi : Lokasi bencana, daerah penampungan, daerah sekitar sebagai sumber daya. 3. Pelaksana / Tim RHA : Medis, epidemiologi, kesling, bidan/perawat, sanitarian yang bisa bekerjasama dan mempunyai kapasitas mengambil keputusan. Metode RHA : Pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung. Analisis RHA : Diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran terkait. Gambaran yang diharap : 1. Luasnya lokasi, hubungan transportasi dan komunikasi, kelancaran evakuasi, ruju kan dan pertolongan, dan pelayanan. 2. Dampak kesehatan (epidemiologi). 3. Potensi sarana. Potensi daerah terdekat. 4. Potensi sumber daya setempat & bantuan. 5. Potensi sumber air dan sanitasi. 6. Logistik. Yang ada dan yang diperlukan.

Rekomendasi : Berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi sendiri, mana yang perlu bantuan : Obat-bahan-alat, tenaga medik-paramediksurveilans-sanling, pencegahan-immunisasi, makanan minuman, masalah sanling, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi, bantuan lain. Triase Memilah berdasar beratnya kelainan. Menentukan prioritas siapa yang ditolong lebih dulu. Oleh petugas pertama tiba / berada ditempat. Untuk memudahkan survei primer. Pada bencana / pra RS, sumber daya terbatas. Dengan cara tagging / pelabelan / pemasangan pita warna, ditulis, dll. Prioritas hasil triase 0 / hitam / deceased : fatal / tewas. I / merah / immediate : perlu tindakan & transport segera untuk tetap hidup. II / kuning / delayed : tak akan segera mati. III / hijau / minor : walking wounded. Jenis Triase 1. METTAG : tagging, resusitasi ditempat (lapangan / UGD). 2. START : RPM 30, tagging, resusitasi di ambulans. 3. Umumnya kombinasi keduanya : RPM 30, tagging, resusitasi di ambulans atau lapangan, sesuai sarana & tenaga yang ada.

Survei Primer : Singkirkan bahaya lebih dulu. Airway and C-spine control, Breathing, Circulation and hemorrhage control, Disability, Exposure/environment. Resusitasi - Stabilisasi Perbaiki jalan nafas. RJP - tindakan sejenis. Kristaloid - transfusi - hentikan perdarahan. Berhasil bila : Tanda vital normal, Tidak ada lagi kehilangan darah, Keluaran urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam, Tidak ada bukti disfungsi end-organ. Survei Sekunder (Di RS / Puskesmas) Pasien sudah stabil. Anamnesis AMPLE. Periksa kepala hingga jari kaki, cegah hipotermi. Pemeriksaan fisik berurutan. Masukkan jari / tube pada setiap lubang.

Lab / radiologi, tidak ganggu resusitasi. Tindakan Definitif atau Transportasi Transportasi hanya setelah pasien stabil (kecuali pada sistem START + Ambulans gawat darurat lengkap), ke RS sesuai kebutuhan. Tindakan definitif setelah diagnosis : HCU / ICU / Operasi / Konservatif / rujuk ke RS kelas C, Puskesmas perawatan bila perlu. HOSPITAL DISASTER PLAN / HOSDIP (PERENCANAAN PENYIAGAAN BENCANA RUMAH SAKIT) SPGDT Intra RS 1. Bencana tidak dapat dibayangkan. 2. Bencana datang mendadak. 3. Harus memiliki semua perencanaan bagi setiap jenis kemungkinan bencana. 4. Latihan sesuai perencanaan. 5. Bencana tidak pernah tepat seperti pada perencanaan yang dibuat. 6. Kewajiban anda dibawa pulang. 7. Pelajari prinsip-prinsip Perencanaan Penyiagaan Bencana hingga bisa digunakan pada setiap keadaan. Kesiagaan 1. Struktur Organisasi Penanganan Bencana 2. Uraian Tugas 3. Pos Penanganan Bencana : a. Pos Komando b. Pos Pengolahan Data c. Pos Informasi d. Pos Penanganan Jenazah e. Pos Relawan 4. Pengosongan Ruangan 5. Area Dekontaminasi 6. Area dan Ruang Berkumpul (Assembly Area) 7. Aktifasi Sistem Bencana 8. Garis Komunikasi 9. Peran Instansi Jejaring Pos Penanganan Bencana RS Pos Komando Pos Pengolah Data Pos Informasi Pos Logistik dan Donasi Pos Penanganan Jenazah Pos Relawan

Penanganan Bencana di RS 1. Penanganan Korban 2. Pengelolaan Barang Milik Korban 3. Pengosongan Ruangan dan Pemindahan Pasien 4. Pengelolaan Makanan Pasien dan Petugas 5. Pengelolaan Tenaga Rumah Sakit 6. Pengendalian Arus Korban Bencana dan Pengunjung 7. Koordinasi dengan Instansi Lain 8. Pengelolaan Obat dan Bahan / Alat Habis Pakai 9. Pengelolaan Relawan 10.Pengelolaan Kesehatan Lingkungan 11. Pengelolaan Donasi 12. Pengelolaan Listrik, Telefon dan Air 13. Pengelolaan Keamanan 14. Pengelolaan Informasi 15. Jumpa Pers / Pengelolaan Media 16. Pengelolaan Rekam Medis 17. Identifikasi Korban 18. Pengelolaan tamu / Kunjungan 19. Pengelolaan Jenazah 20. Transfer Korban ke Luar RS

Tujuan Perencanaan Penyiagaan Bencana Menekan timbulnya cedera, penderitaan, dan kematian yang diakibatkan bencana DAN : Memberikan pelayanan berkualitas berkesinambungan bagi pasien RS. Petugas Kesehatan Harus memahami konsep dasar kedokteran bencana dan harus mampu memimpin RS serta komunitasnya dalam persiapan dan tanggap bencana

Tahapan Tanggap Bencana 1. Tahap Pengaktifan : a. Mengumumkan terjadinya bencana dan melaksanakan tanggap awal. b. Mengorganisasi komando dan pengendalian. 2. Tahap Penerapan : a. SAR. b. Triase, stabilisasi awal dan transport. c. Pengelolaan definitif atas pasien / sumber bahaya. 3. Tahap Pemulihan : a. Menghentikan kegiatan. b. Kembali ke operasi normal. c. Debriefing. Komponen Kunci P3B-RS 1. Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka. 2. Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS. 3. Area triase harus dekat area ambulans. 4. Area tindakan harus yang ditentukan sebelumnya dan diberi tanda. 5. Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan tepat. 6. Pos komando harus bekerja pada saat yang tepat. 7. Struktur komando harus ditempat. 8. Sekali ditentukan, tempat tidur harus tersedia di IGD, OK, ruangan dan ICU.

9. Keamanan bagi semua area harus dipertahankan. 10. Sistem pemanggilan cepat petugas, harus siaga ditempat. 11. Komunikasi efektif dari lokasi ke RS harus dipertahankan. 12. Komunikasi efektif di RS harus dipertahankan. 13. Area informasi bagi keluarga / relasi dan media harus dipertahankan. 14. Harus ada jalur cepat ke penyedia sarana / alat / obat RS. 15. Pelayanan impak psikologis serius bagi korban dan petugas harus ada. 16. Perencanaan mendadak tersedianya air bersih, listrik dan transportasi harus ada. 17. Perencanaan evakuasi pasien RS dan staf harus ada. 18. Kerjasama dengan RS lain serta komunitas sekitar / terkait harus dibuat. 19. Penemuan, isolasi dan tindakan pasien terkontaminasi / terinfeksi harus diutamakan. 20. Latihan, latihan, latihan dan latihan!!!!!!!!!!!!!! Penutup Indonesia : Super market bencana. Sistem Komando berdasar SPGDT S/B. Perlu pengetahuan sempurna disertai peningkatan keterampilan dengan pelatihan untuk berbagai jenis bencana / kegawat-daruratan medis. Rujukan : SPGDT Depkes RI. ělearning : http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery