IV. KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
3 KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

III. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA TEORITIS. adalah perbedaan antara permintaan dan penawaran di suatu negara. Perbedaan

Elastisitas Permintaan dan Penawaran. Pengantar Ilmu Ekonomi TIP FTP UB

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

3 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemudian didatangkan ke negara tersebut dengan tujuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PERMINTAAN DAN PENAWARAN HASIL PERTANIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. kesejahteraan, serta dampak kuota impor terhadap kesejahteran.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

KERANGKA TEORITIS. 3.1 Keterkaitan Variabel-Variabel Industri Komoditi Kelapa Sawit dan Karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh

III. KERANGKA PEMIKIRAN. fungsi permintaan, persamaan simultan, elastisitas, dan surplus produsen.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

KERANGKA PEMIKIRAN. transformasi input (resources) ke dalam output atau yang melukiskan antara

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Crude palm oil (CPO) berasal dari buah kelapa sawit yang didapatkan dengan

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Permintaan dan Kurva Permintaan. permintaan akan suatu barang atau jasa berdasarkan hukum permintaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Alam dan Energi dalam Pembangunan. meliputi semua yang terdapat dibumi baik yang hidup maupun benda mati,

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Model Fungsi Respons Produksi Kopi Robusta. Pendugaan fungsi respons produksi dengan metode 2SLS diperoleh hasil

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

POKOK BAHASAN: ELASTISITAS DAN PENAWARAN. Suharyanto

1.1 Latar Belakang Masalah

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan ekspor. Samanhudi, 2009 meneliti tentang Analisis Faktor-Faktor yang

BAB II URAIAN TEORITIS

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

BAB II Permintaan, Penawaran & Keseimbangan

III. KERANGKA TEORITIS

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

III. KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

PRINSIP EKONOMI DALAM PERTANIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

KESEIMBANGAN PASAR (MARKET EQUILIBRIUM)

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP PERMINTAAN CPO UNTUK BIODIESEL DAN BEBERAPA ASPEK PADA INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP PERMINTAAN CPO UNTUK BIODIESEL DAN BEBERAPA ASPEK PADA INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA. ke-17. Dimulai dari teori Merkantilisme yang menganggap pertumbuhan

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global Dominick Salvatore. Kurva Permintaan,

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O O De Q 2 Q 1 (a) ekspor CPO Q CPO O A C D B Dd Q O CPO (b) pasar domestik Q CP Q CPOt Q CPO (c) demand CPO Q MG S MG Q MG Q M O Q CP Q CPOt Q CPO (d) supply minyak goreng Gambar 10. Pengaruh Kenaikan Pajak Ekspor terhadap Ekspor dan Harga Minyak Goreng Domestik Indonesia merupakan salah satu negara besar dan terbuka dalam perdagangan minyak sawit di pasar dunia. Oleh sebab itu, kurva penawaran ekspor CPO Indonesia dibersifat elastis dan ditandai dengan sudut kemiringan kurva yang relatif curam, sebagaimana disajikan pada Gambar 10, yang selengkapnya menggambarkan kerangka teori pengaruh peningkatan pajak ekspor terhadap minyak goreng sawit domestik.

Jika pemerintah meningkatkan pajak ekspor CPO, maka ekspor CPO Indonesia akan menurun. Dampak penurunan ini akan menambah ketersediaan CPO sebagai input bagi industri minyak goreng domestik. Dengan semakin meningkatnya input CPO, maka penawaran (supply) minyak goreng domestik akan meningkat yang ditandai dengan pergeseran supply minyak goreng ke kanan. Pergeseran tersebut akan mengakibatkan harga minyak goreng turun (ceteris paribus). Pada Gambar 10a, peningkatan pajak ekspor ditunjukkan oleh bergesernya kurva penawaran ekspor CPO dari Se menjadi Se t. Volume ekspor CPO Indonesia menurun dari AB menjadi CD dan ketersediaan CPO domestik meningkat dari OQ CPO menjadi OQ CPOt (Gambar 10b). Dengan asumsi bahwa produsen minyak goreng berproduksi di area rasional, maka peningkatan input bahan baku CPO akan meningkatkan jumlah penawaran minyak goreng sawit domestik dari Q MG ke Q MGt (Gambar 10c). Sedangkan dari sisi permintaan (demand), jumlah permintaan minyak goreng sawit akan meningkat dari Q MG ke Q MGt. Dampak perubahan pajak ekspor merupakan shifter yang menggeser penawaran minyak goreng, dan dengan asumsi kurva permintaan tetap (ceteris paribus) maka harga minyak goreng sawit akan turun. Dari uraian di atas maka dapat dinyatakan hipotesa penelitian, yakni: peningkatan pajak ekspor CPO akan menurunkan volume ekspor CPO, permintaan CPO sebagai bahan baku minyak goreng meningkat. Dengan meningkatnya ketersediaan input CPO, produksi minyak goreng meningkat dan harga minyak goreng menurun.

Kerangka teori di atas dapat disajikan dalam pemaparan yang lebih rinci berdasarkan masing-masing bagian di bawah ini. 4.1.1. Pajak Ekspor Perdagangan bebas (free trade) bertujuan untuk memaksimalkan output dunia dan memberikan keuntungan bagi masing-masing negara yang terlibat di dalamnya (Salvatore, 1997). Dalam perdagangan bebas tersebut masing-masing negara menerapkan berbagai bentuk hambatan perdagangan, yang bertujuan untuk melindungi kepentingan negaranya sendiri (domestik). Salah satu bentuk hambatan perdagangan internasional adalah pengenaan tarif (tariff), berupa pajak atau cukai yang dikenakan pada komoditas yang diperdagangkan. Tarif dapat dibedakan atas tarif impor (import tariff) dan tarif ekspor (export tariff). Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk komoditas yang diimpor dari negara lain, sedangkan tarif ekspor (bea keluar) adalah pajak untuk komoditas yang diekspor. Dampak pajak ekspor tergantung pada kekuatan pasar yang ada. Pelaksaaan pajak ekspor oleh negara yang memiliki kekuatan pasar akan lebih efektif dibandingkan dengan negara tanpa kekuatan pasar dalam mempengaruhi harga internasional, volume perdagangan, dan distribusi pendapatan. Sementara itu, dampak pajak ekspor pada suatu negara yang tidak memiliki kekuatan pasar akan memperburuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan nasional. Karena itu, apabila terjadi peningkatan perdagangan, hal tersebut akan diikuti dengan peningkatan harga ekspor. Helpman dan Krugman (2005) memaparkan bahwa penerapan pajak ekspor akan mengurangi harga domestik, sementara itu harga ekspor akan meningkat.

Kebijakan pajak ekspor (PE) ini tidak lepas dari pro dan kontra. Dampak buruk yang akan ditimbulkan PE antara lain tekanan pada harga beli tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani, dampak transfer sumberdaya (resource transfer) dari produsen CPO kepada industri minyak goreng, dan integrasi industri hulu-hilir yang justru menjadi ancaman baru bagi sistem persaingan usaha yang sehat. Khusus pada dampak yang pertama, transfer pembebanan tambahan PE yang selama ini dirasakan oleh pengusaha kepada petani sawit akan mengakibatkan turunnya harga jual TBS. Tentunya petanilah yang akan menjadi korban dari penerapan PE ini (Arifin, 2007). Pada Gambar 10a di atas, titik P e menggambarkan tingkat harga sebelum pemberlakuan pajak ekspor, dimana harga ekspor sama dengan harga domestik dan jumlah CPO domestik yang ditawarkan adalah sebanyak 0B dan jumlah yang diminta perusahaan domestik sebanyak 0A, sehingga banyaknya CPO yang diekspor sebesar AB. Dengan pengenaan pajak ekspor, kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas dari Se menjadi Se t. Saat itu, harga ekspor sebesar Pw dan yang diterima eksportir sebesar P d, yang lebih rendah dari P e. Akibatnya jumlah CPO domestik yang ditawarkan sebesar CD, sedangkan yang diminta oleh perusahaan domestik sebesar 0C, sehingga jumlah CPO yang diekspor berkurang dari 0Q 1 menjadi 0Q 2. 4.1.2. Teori Penawaran Ekspor CPO Indonesia Penawaran suatu komoditas merupakan jumlah komoditas yang ditawarkan oleh produsen kepada konsumen dalam suatu pasar pada tingkat harga dan waktu tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran suatu

komoditas adalah harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi (Lipsey, et al., 1995). Berdasarkan pengertian lebih luas, ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik atau produksi barang atau jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen dari negara yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk stok (Kindleberger and Lindert, 1982). Dengan pengertian ini, maka ekspor minyak sawit dapat didefinisikan sebagai berikut : dimana : X t = Q t C t + S t... (1) X t Q t C t S t = jumlah ekspor pada tahun ke-t = jumlah produksi domestik pada tahun ke-t = jumlah konsumsi pada tahun ke-t = jumlah stok awal tahun ke-t Asumsi yang digunakan dalam persamaan (1) adalah impor minyak sawit negara pengekspor relatif sangat kecil dibandingkan dengan jumlah produksinya, sehingga dapat diabaikan. Konsumsi domestik negara produsen pada umumnya relatif stabil sehingga dapat diabaikan. Mengingat besarnya tingkat produksi minyak sawit bila dibandingkan dengan permintaannya, maka walaupun terdapat stok di negara produsen diduga tidak berfungsi sebagai penyangga (buffer), namun merupakan sisa produksi pada akhir tahun yang tidak dapat disalurkan di pasar internasional. Penawaran ekspor suatu negara juga dipengaruhi oleh tingkat bunga dan nilai tukar valuta asing di negara pengekspor dan di negara partner dagang negara pengekspor (Branson and Litvack, 2007). Demikian juga harga minyak sawit negara produsen lain sebagai mitra dagang, berbagai kebijakan pemerintah suatu negara atau kebijaksanaan internasional, tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi keragaman ekspor suatu negara. Dengan demikian, maka

fungsi penawaran ekspor minyak sawit suatu negara dalam bentuk dinamis dapat dirumuskan sebagai berikut: X t = f (HCDN t, Q t, EXR t, V t, X t-1 )... (2) dimana : X t = jumlah ekspor minyak sawit pada tahun t HCDN t = harga minyak sawit domestik pada tahun t Q t = produksi pada tahun t EXR t = nilai tukar mata uang asing pada tahun t V t = faktor faktor lain yang mempengaruhi ekspor tahun t = jumlah ekspor minyak sawit pada tahun t-1 (lag) X t-1 4.1.3. Teori Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia Penawaran adalah jumlah suatu barang dan jasa yang dipasarkan atau dijual produsen dalam jangka waktu tertentu dan kondisi tertentu. Jumlah produksi yang ditawarkan di pasar berasal dari produksi pada waktu tertentu dan persediaan (inventory) dari periode-periode sebelumnya. Perubahan pada penawaran dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : harga komoditas itu sendiri (Px), harga komoditas lain (Py), teknologi (T), harga input/faktor produksi (PF), jumlah produsen (POP), tujuan perusahaan (TP) dan pajak (Tx) atau subsidi. Dari uraian di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas dapat digambarkan dengan fungsi berikut: QS = f (Px, Py, T, PF, POP, TP, Tx)... (3) Dalam penelitian ini, minyak goreng sawit merupakan hasil olahan dari CPO, sehingga apabila jumlah CPO meningkat maka produksi minyak goreng sawit juga akan meningkat. Hubungan ini sesuai dengan teori produksi, dimana fungsi produksi merupakan hubungan matematik antara input dan outputnya. Hubungan antara CPO dan minyak goreng dalam fungsi produksi minyak goreng sawit Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut :

QSMG t = f (HMGS t, HCDN t, STOI t, UPAH t, PCI t, PE t )... (4) dimana: QSMG t = penawaran minyak goreng sawit Indonesia tahun tahun t HMGS t = harga riel minyak goreng sawit periode t HCDN t = harga CPO domestik (input) periode t UPAH t = upah riel buruh (input) industri pada tahun t PCI t = jumlah produksi CPO domestik (input) PE t = pajak ekpor (yang berkaitan dengan ketersediaan input) 4.1.4. Teori Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia Permintaan (Q D ) adalah jumlah barang yang mampu dibeli oleh para pembeli pada tempat atau waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah: harga komoditi yang bersangkutan (H), harga komoditi lain (HS), selera (S), jumlah Penduduk (POP) dan tingkat Pendapatan (Y), yang dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi berikut. Q D = f (H, HS, S, POP, Y)... (5) Secara umum permintaan minyak goreng sawit dipengaruhi oleh harga minyak goreng sawit itu sendiri, harga komoditi substitusi atau komplementer (dalam hal ini minyak goreng kelapa), pendapatan dan jumlah penduduk. Sehingga persamaan permintaan minyak goreng sawit tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : QDMG t = f(hmgs t, HMGK t, INKAP t )... (6) dimana: QDMG t = permintaan minyak goreng sawit Indonesia tahun t (000 ton) HMGS t = harga riel minyak goreng sawit periode t HMGK t = harga riel minyak goreng periode t (barang substitusi) INKAP t = pandapatan per kapitan penduduk pada tahun t

4.1.5. Teori Nilai Tukar Hubungan antara perubahan nilai tukar terhadap perubahan penawaran ekspor dan volume perdagangan dijelaskan pada Gambar 11. Bila Po adalah nilai tukar mula-mula, dengan demikian harga dipasar pengimpor adalah P P Q dan di pasar pengekspor adalah sebesar P X o, dan keseimbangan perdagangan adalah P P Q = P X o. Berubahnya nilai tukar uang dari o ke 1 akibat devaluasi mata uang de negara pengekspor, akan menyebabkan bergesernya kurva kelebihan penawaran (excess supply) negara pengekspor di negara pengimpor, yaitu dari Qo menjadi Q 1. Hal ini menyebabkan harga produk di negara pengimpor lebih murah dari sebelum devaluasi, yaitu dari P M 0 menjadi P M 1. Keseimbangan baru di negara pengimpor adalah P M 1 dan P M 0, dan keseimbangan baru di negara pengekspor adalah P X 1 dan Q X 1. Artinya, akibat devaluasi mata uang di negara pengekspor maka ekspor negara tersebut akan meningkat. ` 45 O Gambar 11. Pengaruh Perubahan Nilai Tukar terhadap Harga dan Volume Perdagangan

Dari uraian di atas, secara matematis persamaan penawaran ekspor dapat dirumuskan menjadi: ESX = f(q t, P s, P t, Y m, N t, Tax)... (7) Dimana N t adalah nilai tukar, Tax adalah pajak ekspor, Q t adalah produksi domestik, P s harga komoditas bersangkutan. P t adalah harga komoditas lainnya, dan Y m adalah tingkat pendapatan negara konsumen. Faktor waktu juga menjadi t pertimbangan dalam penyesuaian penawaran ekspor, oleh karena itu peubah bedakala (time lag) diduga juga berpengaruh terhadap penawaran ekspor. Dari uraian di atas, dihipotesakan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia adalah fungsi dari: produksi minyak sawit Indonesia, harga minyak sawit dunia, impor minyak sawit dunia, nilai tukar, tingkat pendapatan negara pengimpor, ekspor sisa dunia, stok minyak sawit Imdonesia, ekspor negara pesaing, harga minyak sawit domestik dan peubah bedakala ekspor minyak sawit Indonesia. Penawaran ekspor minyak sawit dunia antara lain didominasi oleh penawaran ekspor Malaysia dan Indonesia sebagai negara produsen terbesar dunia. Penawaran ekspor kelapa sawit Malaysia dihipotesakan merupakan fungsi dari harga minyak sawit di pasar internasional, nilai tukar ringgit Malaysia, produksi minyak sawit Malaysia, stok minyak sawit Malaysia, ekspor minyak sawit Indonesia, harga minyak kedele di pasar internasional (New York), stok minyak sawit Indonesia, impor minyak sawit dunia dan peubah bedakala ekspor minyak sawit Malaysia. 4.1.6. Elastisitas Konsep elastisitas sangat berguna dan banyak sekali diaplikasikan dalam ilmu ekonomi dalam kaitannya dengan permintaan dan penawaran. Pada

permintaan dikenal tiga konsep elastisitas yang penting, yakni elastisitas permintaan terhadap harga, elastisitas permintaan terhadap pendapatan dan elastisitas permintaan silang. Elastisitas permintaan terhadap harga merupakan usuran besarnya respon jumlah yang diminta dari statu komoditi tertentu terhadap perubahan harga. Elastisitas didefinisikan sebagai bilangan positif dan dapat bervariasi dari nol sampai tak terhingga. Jika bilangan elastisitas lebih kecil daripada satu, maka permintaannya bersifat inelastis. Ini berarti bahwa persentase perubahan kuantitas lebih kecil daripada persentase perubahan harga yang menyebabkannya. Jika bilangan elastisitasnya lebih besar daripada satu, permintaannya bersifat elastis. Ini berarti bahwa persentase perubahan kuantitas lebih besar daripada persentase perubahan harga yang menyebabkannya. Elastisitas permintaan terhadap pendapatan merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang diminta dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan pendapatan. Untuk kebanyakan jenis barang, kenaikan pendapatan berakibat pada kenaikan permintaan dan elastisitas terhadap pendapatan akan positif. Barang barang demikian disebut barang normal. Barang-barang yang konsumsinya menurun sebagai respon terhadap kenaikan pendapatan memiliki elastisitas pendapatan yang negatif dan barang yang demikian disebut sebagai barang inferior. Elastisitas permintaan silang merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang diminta dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan harga yang menyebabkannya dari beberapa komoditi lainnya. Istilah tersebut biasa digunakan untuk mendefinisikan komoditi yang merupakan barang substitusi antara satu barang dengan barang lainnya (elastisitas silang yang positif) dan komoditi yang

bersifat komplemen antara barang satu dengan barang lainnya (elastisitas silang yang negatif). Elastisitas penawaran dalam ilmu ekonomi merupakan konsep yang penting. Pada teori penawaran dua konsep elastisitas yang terpenting adalah elastisitas penawaran terhadap harga dan elastisitas penawaran silang. Elastisitas penawaran terhadap harga merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang ditawarkan dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan harga. Sementara elastisitas penawaran silang merupakan ukuran besarnya respon jumlah yang ditawarkan dari suatu komoditi tertentu terhadap perubahan harga yang menyebabkannya dari beberapa komoditi lainnya. Apabila elastisitas harga silang antara dua jenis komoditi adalah positif maka kedua komoditi tersebut adalah merupakan joint product, dan jika elastisitasnya negatif maka kedua komoditi tersebut adalah competiting product. Elastisitas dapat dibedakan atas elastisitas jangak pendek dan elastisitas jangka panjang, dengan formula masing-masing sebagai berikut. X ESR = b... (8) Y SR ELR =... (9) (1 - lag ) dimana ESR = elastisitas jangka pendek ELR = elastisitas jangka panjang b = koefisien parameter X = rata-rata peubah eksogen Y = rata-rata peubah endogen lag = koefisien parameter peubah lag endogen

4.2. Kerangka Pemikiran Operasional Perekonomian dapat dibagi dalam dua bagian besar yakni perekonomian sektor domestik dan sektor luar negeri. Perubahan yang terjadi pada kedua sektor tersebut akan berpengaruh pada ekonomi secara keseluruhan. Komponen sektor domestik meliputi konsumsi swasta, investasi, dan pengeluaran pemerintah. Sedangkan sektor luar negeri (internasional) meliputi ekspor-impor yang menganalisa arus barang, jasa, dan pembayaran-pembayaran antara suatu negara dengan negara lain di dunia. Perkebunan kelapa sawit Indonesia memiliki keunggulam komparatif dan kompetitif, baik dari sisi iklim, daerah tropis, dan potensi areal tanam. Daya dukung tersebut disertai dengan kebijakan pemerintah telah mendorong pertumbuahan areal dan produksi yang cukup tinggi, yakni masing-masing ratarata 13.48 persen dan 11.45 persen per tahun. Perkembangan tersebut telah menjadikan minyak sawit (CPO) menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia yang menghasilkan sumbangan devisa bagi negara, sehingga CPO dinyatakan sebagai komoditas strategis Indonesia. Dari sudut pasar global, CPO merupakan salah satu komoditas penting sebagai sumber minyak nabati dunia. Minyak kedele dan minyak sawit memiliki peran penting dan menguasai 86 persen pasar dunia. Komoditas CPO memiliki peran yang semakin penting karena trend konsumsi CPO dunia cenderung meningkat 9,66 persen per tahun, sementara pertumbuhan produksi CPO dunia hanya 7,94 persen per tahun. Artinya CPO merupakan komoditas dunia yang memiliki prospek pasar yang tinggi dan Indonesia memiliki peran penting sebagai negara produsen utama dunia. Secara ringkas kerangka pemikiran operasional digambarkan dalam Gambar 12.

keunggulan komparatif dan kompetitif pertumbuhan areal dan produksi tinggi ekspor unggulan dan penghasil devisa negara CPO sebagai komoditas strategis & peran Indonesia di pasar CPO dunia pasar oil and fat dunia minyak kedele dan minyak sawit sumber utama permintaan dan impor CPO dunia tinggi kebutuhan domestik orientasi ekspor industri non pangan industri pangan (minyak goreng) ancaman bagi ketersediaan pangan mengkaji pengaruh pajak ekspor terhadap ekspor dan industri minyak goreng (pangan) domestik kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekspor dan melindungi industri minyak goreng Gambar 12. Kerangka Pemikiran Operasional Ekspor CPO domestik akan meningkat apabila harga CPO dunia meningkat tajam, dan selanjutnya akan berdampak pada industri hilir CPO, khususnya industri minyak goreng. Orientasi ekspor CPO yang disertai dengan permintaan CPO di pasar dunia yang cukup tinggi merupakan ancaman bagi ketersediaan CPO untuk industri minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan pajak ekspor untuk melindungi kepentingan industri domestik. Pada saat kelangkaan bahan baku CPO, harga minyak goreng sawit akan meningkat pesat. Oleh karena itu, pemberlakuan pajak ekspor CPO bertujuan untuk membatasi ekspor CPO dan sekaligus menjamin ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng domestik. Dengan demikian, pajak ekspor mampu berperan sebagai stabilisator harga minyak goreng domestik.