BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot

MEKANISME KERJA OTOT LURIK

LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA OTOT

SKRIPSI PENGARUH KONTRAKSI KONSENTRIK DAN EKSENTRIK TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT BICEPS BRACHII

Latihan Kondisi Fisik (Latihan Kemampuan Dasar) Oleh: dr. Hamidie Ronald,M.Pd, AIFO

iii. Bekerja di luar kesadaran, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah. b. Otot Lurik

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KELELAHAN OTOT

Perwujudan kerja ditampilkan oleh rangka yg digerakkan oleh otot-otot. Gerakan otot-otot diatur oleh syaraf

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Praktikum Manfaat Praktikum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HISTOLOGI JARINGAN OTOT

BAB 1 PENDAHULUAN. mmhg jika pemeriksaan menggunakan manometer air raksa, artinya gaya yang

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Anatomi Otot Rangka

Fungsi Jaringan Otot. Pergerakan. Mempertahanlan postur tubuh. Menstabilkan sendi. Menghasilkan panas

Mekanisme Kerja Otot

Neuromuskulator. Laboratorium Fisiologi Veteriner PKH UB 2015

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB II PENJALARAN IMPULS SARAF. Ganglia basalis merupakan bagian dari otak yang memiliki peranan penting antara lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia adalah mahluk yang bergerak. Dalam melakukan aktifitasnya

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

BIOLISTRIK PADA SISTEM SARAF A. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

SPASME OTOT (M62.83) Lusia Pujianita, dr. Pembimbing : Marina Moeliono, dr, Sp.KFR Penguji :Tertianto Prabowo, dr, Sp.KFR

II B. Sistem Kerja dan Kontrol pada Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kimiawi, listrik, dan mekanik untuk menghasilkan potensial aksi yang dihantarkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB I PENDAHULUAN. berdiri disetiap bekerja untuk melayani para konsumen. Akan tetapi posisi

BAB I PENDAHULUAN. hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan kebugaran mempunyai beberapa istilah yang sering

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

protein adalah bahan utama pembentuk otot. dengan control sikap (stabililisasi), dimana stabilisasi akan

MAKALAH STRUKTUR DAN FUNGSI OTOT BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Otot yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : Kel

PERBEDAAN EFEK PEREGANGAN AKUT SELAMA 15 DAN 30 DETIK TERHADAP KEKUATAN KONTRAKSI OTOT BICEPS BRACHII. Oleh : RUDY TANUDIN

Kuntarti, SKp, MBiomed. motorik. Sistem saraf. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

Kontrol Dari Kecepatan Denyut Jantung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telapak kaki. Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS. 4 kg, sedangkan untuk kelas junior putra 5 kg dan putri 3 kg.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa

TAJUK 5 SENAMAN FLEKSIBILITI (KELEMBUTAN)

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) LATIHAN FISIK RENTANG GERAK / RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja

Askep Kebutuhan Mobilitas dan Immobilitas

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi

Jaringan Otot dan Saraf Sebuah Karya Presentasi Kelompok 4

MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA SIFAT KERJA OTOT RANGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

Jaringan Otot Pada Hewan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan mobilisasi yang baik, tidak ada keluhan dan keterbatasan gerak terutama

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

Reflex adalah rangkaian gerakan yang dilakukan secara cepat, involunter dan tidak direncanakan sebagai respon terhadap suatu stimulus

BAB III METODE PENELITIAN

SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS. Regita Tanara / B1


GERAK PADA HEWAN DAN MANUSIA DAPAT TERJADI KARENA ADANYA KERJASAMA ANTARA TULANG (RANGKA) DENGAN OTOT.

BIOMEKANIKA SISTEM MUSKULOSKELETAL & FISIOLOGI OTOT

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan pada saat hendak melakukan latihan, terdiri dari sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan

Sistem Rangka dan Otot. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

SPORTS MEDICINE: ADAPTASI PADA OTOT RANGKA SETELAH MELAKUKAN LATIHAN BEBAN (HIGH-RESISTANCE EXERCISE) DAN OLAHRAGA KETAHANAN OTOT (ENDURANCE EXERCISE)

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

SEL SARAF MENURUT BENTUK DAN FUNGSI

PATOFISIOLOGI CEDERA

BAB I PENDAHULUAN. lansia di Indonesia dalam kurun waktu tahun , tergolong tercepat di

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 3. SISTEM GERAK PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas dari

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh manusia, manusia sebagai makhluk yang mempunyai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Otot Rangka 2.1.1. Anatomi otot rangka Otot rangka manusia terbentuk dari kumpulan sel-sel otot dengan rata-rata panjang 10 cm dan berdiameter 10-100 µm yang berasal secara embrional dari ratusan sel-sel mesodermal yang melakukan fusi sehingga sebuah sel otot memiliki banyak inti. Secara mikroskopis sel otot dilapisi oleh struktur membran plasma (sarcolemma) dan dari sarcolemma ini akan terbentuk lipatan kedalam yang disebut sebagai tubulus T. Pada bagian dalam sel otot terdapat cairan intraseluler (sarcoplasma) yang berisi molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan mitokondria yang banyak. Di dalam sarcoplasma juga terdapat myofibril yang merupakan elemen kontraktil dari serabut otot. Myofibril tampak seperti diselubungi oleh struktur seperti jaring yang disebut Sarcoplasmic reticulum yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ion kalsium yang diperlukan untuk proses kontraksi. Dua buah ujung sarcoplasmic reticulum yang melebar (terminal cisternae) membelakangi sebuah tubulus T membentuk struktur yang berperan dalam inisiasi proses kontraksi otot. Serabut-serabut otot ini akan bergabung dalam suatu kelompok yang lebih besar yang disebut fasikulus otot. Beberapa jenis konfigurasi fasikulus otot ini antara lain: 1) Paralel Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot. 2) Fusiform Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot dan diameter akan berkurang jika semakin mendekati tendon. 3) Sirkuler

Fasikulus tersusun melingkar membentuk struktur sphincter untuk menutupi suatu lubang. 4) Triangular Fasikulus yang tersebar pada daerah yang luas berkumpul pada sebuah tendon yang tebal. 5) Pennate Ukuran fasikulus lebih pendek daripada tendon sehingga tampak relatif pendek bila dibandingkan dengan panjang keseluruhan otot. a. Unipennate Fasikulus tersusun hanya pada 1 sisi dari tendon b. Bipennate Fasikulus tersusun pada kedua sisi tendon yang berada di tengah c. Multipennate Fasikulus terhubung secara menyilang dari segala arah ke beberapa tendon Otot dilindungi oleh jaringan subkutis pada bagian luar dan fascia pada bagian dalam yang secara umum langsung membungkus otot. Jaringan subkutis yang terdiri atas sel-sel adiposit berfungi sebagai penghambat panas dan pelindung otot dari trauma fisik. Fascia adalah jaringan ikat padat ireguler yang melapisi dan juga mengelompokkan otot-otot dengan fungsi yang sama. Fascia juga dilewati oleh serabut saraf, pembuluh darah dan limfe. Ujung-ujung dari fascia ini akan memanjang membentuk tendon yang berfungsi untuk melekatkan otot ke tulang dan apabila ujung tersebut membentuk lapisan yang lebar dan mendatar disebut sebagai aponeurosis.ada kalanya suatu tendon diselubungi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut selubung tendon yang berisis cairan synovial untuk mengurangi gesekan antara 2 lapis selubung tersebut.(tortora, 2009)

Gambar 2.1. Otot dan Tendon (Tortora, 2009) 2.1.2. Biceps Brachii Biceps brachii adalah otot yang fasikulusnya berbentuk fusiform dengan 2 kepala.kedua kepala tersebut berasal dari prosesus scapulae dan akan bersatu pada bagian distal dan dihubungkan oleh tendon ke tulang radius. Dari Supraglenoid tuberculum, tendon dari kepala yang lebih besar akan melewati kepala humerus dari cavum glomerohumeral. Ketika menuruni intertubular sulcus dari humerus, tendon ini akan diselubungi oleh membran sinovial.struktur ligamentum tranversus humeral berfungsi untuk menahan agar tendon tersebut tetap berada pada posisinya. Otot biceps brachii tergabung pada kelompok fleksor lengan atas yang dibatasi oleh medial dan lateral intermuscular septum yang dibentuk oleh bagian dalam brachial fascia yang menyelubungi lengan atas dan berbatasan langsung dengan fascia deltoid, pectoralis, axilary dan infraspinosus.(moore, 2010)

Gambar 2.2. biceps brachii (Netter, 2006) 2.1.3. Fisiologi otot rangka Kontraksi otot melibatkan dua proses pada serabut otot yang terdiri atas: 1) Depolarisasi sarcoplasma karena adanya interaksi asetilkolin dengan reseptornya 2) Adanya power stroke dari protein kontraktil otot Melekatnya asetilkolin dengan reseptornya menyebabkan terbukanya kanal natrium pada membran plasma sel otot sehingga terjadi aktivitas listrik yang menjalar hingga ke struktur tubulus T. Adanya aktivitas listrik menyebabkan struktur protein dihidropiridin yang sensitif terhadap stimulasi elektrik menjadi berubah, sehingga kanal-kanal kalsium pada ujung lateral reticulum sarcoplasmic yang ditutupinya menjadi terbuka. Terbukanya kanal kalsium menyebabkan ion kalsium yang tersimpan pada reticulum sarcoplasmic keluar menuju ke sarkoplasma dan berikatan pada troponin di serabut halus. Setelah berikatan, struktur troponin akan berubah sehingga mengekspos myosin binding space.

Gambar 2.3. Mekanisme Terbukanya Myosin Binding Site (Tortora, 2009) Pada saat yang bersamaan, kepala myosin yang sudah teraktivasi melalui energi yang dihasilkan oleh hidrolisis ATP, akan berikatan pada aktin dan menyebabkan terjadinya power stroke, yaitu terjadinya penarikan molekul aktin mendekati kepada garis M pada sarkomer otot. Hidrolisis ATP yang akan menghasilkan ADP+Pi (fosfat anorganik), dimana ADP akan melekat pada kepala myosin hingga akhir dari power stroke kemudian terlepas dan posisinya akan digantikan oleh molekul ATP yang baru. Melekatnya molekul ATP yang baru akan menyebabkan terjadinya pelepasan kepala myosin dari aktin dan siklus ini terus berulang pada serabut yang tebal pada otot. Proses kontraksi otot tidak terjadi secara sinkron, yaitu ketika salah beberapa kepala myosin berikatan pada aktin, yang lainnya akan terlepas. Hal ini memungkinkan terjadinya pemendekan sarkomer yang optimal, dimana terdapat beberapa kepala myosin yang melanjutkan proses power stroke yang telah terjadi sebelumnya, tanpa menyebabkan pemanjangan kembali dari sarkomer.

Gambar 2.4. Mekanisme power stroke (Tortora, 2009) Relaksasi otot terjadi ketika tidak adanya ikatan asetilkolin dengan reseptornya, menyebabkan tidak adanya potensial listrik yang menyebabkan lepasnya kalsium tambahan dan protein Ca-ATPase memompakan kalsium kembali kedalam reticulum sarcoplasmic. Tidak adanya kalsium menyebabkan troponin kembali pada posisi awalnya menutupi Myosin binding site pada aktin. Pemendekan sarkomer akibat adanya ikatan antara myosin dan aktin menyebabkan terjadinya ketegangan pada serabut otot yang bersangkutan. Ketegangan ini akan diteruskan pada bagian jaringan ikat yang tidak ikut serta dalam proses kontraksi. Ketegangan dari otot dipengaruhi oleh: 1) Banyak serabut otot yang ikut berkontraksi 2) Ketegangan dari tiap serabut otot yang berkontraksi Banyak serabut otot ditentukan oleh seberapa besar kekuatan otot yang diperlukan, jika semakin besar kekuatan otot yang diperlukan maka akan semakin banyak motor unit yang akan direkrut untuk ikut serta oleh kontrol persarafan pusat. Ketegangan tiap serabut otot dipengaruhi oleh: 1) Frekuensi rangsangan saraf pada otot 2) Panjang otot sebelum kontraksi

Otot dapat diaktivasi oleh beberapa potensial aksi karena otot memerlukan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan satu siklus kontraksinya dimana potensial aksi dan masa refrakter dari neuron yang memepersarafinya telah lama berakhir. Ada dua cara frekuensi saraf yang tinggi dapat meningkatkan ketegangan otot, pertama tembakan potensial aksi kedua yang terjadi sebelum siklus kontraksi otot selesai akan menambah kembali jumlah kalsium didalam sel. Kadar kalsium yang tinggi kembali memungkinkan untuk terbukanya myosin binding space yang terdapat pada aktin. Kedua, otot memiliki sifat elastis yang akan kembali lagi ke bentuk awalnya setelah kontraksi.akan tetapi jika mendapat potensial aksi selanjutnya sebelum terjadi hal itu, maka ketegangan otot akan bertambah dengan adanya tegangan residual dari kontraksi sebelumnya. Panjang serabut otot yang optimal memungkinkan terjadi keluaran tenaga yang maksimal. Hal ini didukung oleh adanya Length-tension Relationship yang menyatakan bahwa apabila panjang serabut otot menjadi lebih pendek atau panjang dari optimal maka akan terjadi penurunan dari keluaran tenaga otot tersebut, karena akan terjadi ikatan antara molekul aktin dan myosin yang tidak maksimal. Pada serabut otot yang lebih pendek terjadi tumpang tindih antara molekul aktin yang berdekatan sehingga jumlah ikatan antara aktin-myosin akan menurun dan jarak antara 2 garis Z yang memendek akan menyebabkan halangan bagi sarkomer untuk memendek lebih lanjut, sebaliknya serabut otot yang lebih panjang menyebabkan kurangnya jumlah aktin yang dapat berikatan pada myosin karena terjadi pemanjangan pita-a dari sarkomer. (Sherwood, 2008) 2.2. Peregangan 2.2.1. Fisiologi peregangan Secara akut peregangan dapat menyebabkan peningkatan dari compliance otot yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena adanya sifat viscoelastic dari serabut otot sehingga apabila diberikan suatu gaya maka serabut tersebut akan

memanjang dan apabila gaya tersebut dihilangkan panjang dari otot tersebut akan berkurang seiring waktu.(page, 2012) Peregangan mempengaruhi sistem refleks pada otot, yang mengontrol efek neural, meliputi refleks regang, refleks regang terbalik dan persepsi dan control rasa nyeri oleh Pacinian corpuscles. Ketiga refleks ini aktif ketika melakukan teknik peregangan, menyebabkan kontraksi secara refleks dari musculotendinous unit (MTU), menyebabkan persepsi nyeri. Hal ini menyebabkan teraktivasinya Golgi Tendon Organ (GTO) yang memiliki efek inhibisi terhadap kontraksi dan Pacinian corpuscles. Kedua refleks ini menyebabkan relaksasi pada MTU dan berkurangnya persepsi nyeri. Pada gerakan peregangan yang dilakukan berulang terjadi perubahan dari tingkat eksitabilitas neuron akibat paparan yang memanjang dari masukan aferen. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan toleransi terhadap manuver peregangan yang dilakukan. (Schwellnus, 2009) 2.2.2. Metode peregangan Metode peregangan terdiri atas: 1) Proprioceptive Neuromuscular Facilitation Peregangan ini dilakukan dengan cara menggerakkan tungkai sampai batas dari pergerakan tercapai dan sampel diminta untuk mengkontraksikan ototnya melawan arah gerakan tersebut. Kemudian otot kembali direlaksasikan dan penolong menggerakkan lagi tungkai tersebut sampai ada rasa tertarik oleh sampel. 2) Ballistic Stretching Pada cara ini anggota gerak secara cepat digerakkan sampai ke batas dari range of movement, dan setelah tercapai dilakukan sedikit pergerakan yang berulang-ulang. 3) Static Stretching

Dengan cara ini, tungkai sampel digerakkan secara perlahan sampai tercapai batas dari range of movement miliknya dan mempertahankan posisi itu selama beberapa saat.(schwellnus, M.P, 2009) Lama peregangan yang dianjurkan sebagai protokol olahraga fleksibilitas adalah peregangan statis selama 15 sampai 30 detik dan ditemukan pula tidak adanya manfaat tambahan untuk peregangan berulang sebanyak 4 sampai 5 kali untuk kelompok otot tertentu.( Shrier, 2004) 2.2.3. Dampak peregangan Peregangan dapat menyebabkan peningkatan Range of motion (ROM) sebesar 17% dan berkurangnya kekakuan musculotendinous unit (MTU) sebanyak 47% pada penelitian pada 8 orang subjek pria yang melakukan peregangan pasif selama 1 menit. Hal ini disebabkan oleh perubahan sifat dari jaringan ikat pada otot (Morse et al., 2008). Dalam penelitian yang dilakukan pada 39 sampel dengan usia rata-rata 25.6 tahun, menemukan bahwa terjadi peningkatan Joint Position Sense pada sendi lutut yang memungkinkan terjadinya umpan balik propriosepsi yang diasosiasikan dengan kemampuan motorik yang lebih baik setelah peregangan (Ghaffarinejad et al., 2007). Pada penelitian dengan 14 orang subjek yang diminta untuk melakukan peregangan selama 60 detik sebelum melakukan gerakan dorsofleksi punggung kaki 85 % dari maksimal, ditemukan bahwa peregangan yang dilakukan berulang dapat meningkatkan compliance dan aktivitas listrik yang diukur dengan Electromyography (EMG) dari otot disekeliling sendi sehingga torque steadiness berkurang (Kato et al.,2010). Penelitian yang dilakukan pada 19 subjek dengan menggunakan EMG dan Mechanomyography (MMG), menghasilkan kesimpulan bahwa peregangan dapat menyebabkan penurunan sebanyak 2.8% pada peak torque dan 3.2% pada mean power output yang perlu diperhatikan sebelum melakukan olahraga yang memerlukan kekuatan (Marek, 2005).

2.3. Elektromyografi permukaan (EMG permukaan) Elektromyografi merupakan suatu alat bantu diagnostik kedokteran yang berfungsi untuk menganalisa ada tidaknya kelainan fungsional pada otot, dimana terjadi ketidakcocokan antara aktivasi otot dengan perintah dari susunan saraf pusat. Hal-hal yang mempengaruhi pemeriksaan EMG, meliputi: Kulit Jaringan adiposa Posisi, postur dan pergerakan Volume konduksi Usia dan gender Elektromyografi permukaan memiliki dua jenis bacaan yaitu pembacaan statis dan dinamis. 2.3.1 Pembacaan statis Pembacaan ini ditujukan untuk melihat tonus dan keadaan dari otot axial pada waktu istirahat, dimana otot-otot tersebut berfungsi untuk mempertahankan postur tubuh normal dari seseorang. Pada pembacaan ini, pengguna dapat menentukan lokasi terjadinya abnormalitas otot. Hal-hal yang dinilai dari pembacaan statis elektromyografi meliputi: 1. Lokasi aktivasi/inhibisi Hasil pengukuran bermakna, apabila didapatkan nilai 2 standar deviasi diatas (aktivasi) atau dibawah (inhibisi) nilai normal dari populasi. 2. Derajat kemiripan (simetris) dari otot yang diaktivasi Hasil bermakna untuk parameter ini apabila ditemukan derajat asimetris pada sisi kanan dan kiri lebih besar dari 40% 3. Pengaruh postur tubuh Hasil bermakna, apabila ditemukan perbedaan lebih dari dua standar deviasi antara dua postur yang diperiksa 4. Perbandingan dengan pemeriksaan klinis

Hasil yang abnormal harus sesuai dengan pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada lokasi yang sama 2.3.2 Pembacaan dinamis Pada pembacaan dinamis, dilakukan penilaian dari kemampuan fungsional otot ketika melakukan kerja yang meliputi pergerakan, penggunaan energi untuk menopang tubuh terhadap gaya gravitasi dan periode istitahat otot tersebut. Hal-hal yang dinilai pada pembacaan ini meliputi: 1. Amplitudo 2. Timing Pada penilaian amplitudo, dilakukan pengkajian terhadap parameter nilai dasar dari tonus otot, kekuatan otot maksimal dan pemulihan otot. Amplitudo nilai dasar tonus dan pemulihan dapat menunjukkan terjadinya suatu disfungsi dari otot. Nilai dasar tonus menunjukkan tingkat energi dari otot sebelum melakukan suatu gerakan sedangkan pemulihan menunjukkan pengaruh dari pergerakan yang dilakukan terhadap nilai dasar tonus otot. Dengan kata lain, amplitudo pemulihan menunjukkan kemampuan dari otot untuk kembali kepada keadaan dasar setelah melakukan gerakan. Dalam suatu penilaian amplitudo dalam pembacaan dinamis dapat ditemukan adanya trigger points, yaitu gambaran yang tidak serupa antara amplitude sebelum dan sesudah kontraksi dari suatu otot. Trigger point diasosiasikan dengan rasa nyeri pada lokasi tertentu. Kekuatan maksimal didapatkan dari pembacaan amplitude tertinggi dari hasil rekaman EMG yang dihasilkan oleh recruitment pada sekelompok serabut otot, selain itu perlu diperhatikan aspek keselarasan pergerakan dari otot-otot bagian kanan dan kiri yang homolog pada pergerakan yang simetris dan untuk otot yang bekerja pada pergerakan asimetris seperti rotasi, perlu diperhatikan apakah terjadi suatu kokontraksi, yaitu suatu kontraksi yang terjadi bersamaan otot-otot antagonistik pada pergerakan asimetris tersebut.

Penilaian timing dapat dilakukan pada parameter: 1. Onset dari aktivasi otot menjadi lebih panjang atau pendek dari normal 2. Durasi aktivasi dari otot menjadi lebih panjang atau pendek dari normal 3. Terdapatnya periode istirahat 4. Frekuensi periode istirahat yang cukup 5. Periode istirahat tersebut cukup panjang 2.3.3 Tampilan visual EMG permukaan Tampilan klasik elektromyografi, berupa gambaran osiloskopik dari sinyal yang telah diamplifikasi dan disaring. Gambaran ini menunjukkan pergerakan kearah positif dan negative yang berbeda pada ketebalannya. Ketebalan dari gambaran tersebut menunjukkan amplitudo atau kekuatan dari kontraksi otot. Satuan pengukuran dari tampilan klasik ini berupa ketebalan dari puncak positif menuju ke puncak negatif dalam satuan mikrovolt. Gambar 2.5. Tampilan klasik EMG permukaan (Criswell, 2011) Tampilan klasik dapat diproses menjadi tampilan yang lebih mudah dipahami, dibaca dan diinterpretasikan dengan bantuan komponen elektronik yang dipasangkan kedalam EMG maupun secara digital dengan bantuan software computer. Beberapa tahap yang terjadi dalam memroses sinyal EMG klasik meliputi:

1. Sinyal negatif yang berada dibawah garis 0 dipindahkan keatas sinyal positif 2. Pada setiap 6 titik sinyal yang diperoleh akan digantikan oleh sebuah titik sinyal yang merupakan perhitungan rata-rata dari pengukuran tersebut (Criswell, 2011) Gambar 2.6. Tampilan EMG permukaan yang telah diproses (Criswell, 2011) 2.3.4 Pemasangan elektroda EMG permukaan Pada otot Biceps brachii dilakukan pemasangan dengan cara: 1. Subjek diminta untuk memfleksikan lengan bawah pada posisi supinasi 2. Pemasang melakukan palpasi pada bagian dorsal lengan atas yang membesar 3. Memposisikan dua elektroda aktif pada posisi parallel terhadap serabut otot dan ditengah-tengah massa otot 4. Kedua elektroda diposisikan sejauh 2 cm

Gambar 2.7. Lokasi Elektroda pada biceps brachii (Criswell,2011)