PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN C PADA CABAI RAWIT PUTIH (Capsicum frustescens)

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JENIS BAHAN PENGEMAS DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN SUSUT BERAT CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Pengaruh Suhu dan Tingkat Kematangan Buah terhadap Mutu dan Lama Simpan Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

9/13/2012. penyimpanan maupun pengolahan, maka diharapkan dapat meminimalkan penurunan mutu terutama mutu gizi pada bahan makanan tersebut.

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ROSELA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN C, KADAR AIR DAN KAPSAISIN THE INFLUENCE OF THE TREATMENT STORAGE CAYENNE PEPPER

Nurita Agustia 1, Raida Agustina 1, Ratna 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A VI. PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAPISAN LILIN LEBAH UNTUK MEMPERTAHANKAN MUTU BUAH SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH PRA PENDINGINAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN BROKOLI ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt menciptakan alam dan isinya seperti hewan dan tumbuh. tumbuhan mempunyai hikmah yang amat besar, semuanya tidak ada yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

PENGARUH SUHU TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA PEMBUATAN TEPUNG TOMAT

Kajian Hydrocooling dan Tempat Penyimpanan untuk Mempertahankan Kualitas Cabai Gendot (Capsicum annum var. Abbreviata)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA KADAR VITAMIN DAN MINERAL BUAH KARIKA DIENG (CARICA PUBESCENS LENNE) DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS DAN AAS


Laporan Praktikum Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan Acara II PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Klorofil Daun Susut Bobot Laju Respirasi (O2 dan CO2)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

I. PENDAHULUAN. Cabe merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman hortikultura yang

Variasi Kemasan Plastik Polipropilen Berperforasi pada Pengemasan Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis Osb.)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Tabel 1. Kontak dengan peralatan pengolahan besi. Sampel Warna Tekstur Warna Tekstur

PENGARUH PENCELUPAN BENLATE DAN PELAPISAN LILIN TERHADAP MUTU BUAH PISANG BARANGAN SELAMA PENYIMPANAN ISMED SUHAIDI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. khusus maupun yang ditanam sembarangan di kebun atau halaman rumah.

PENGARUH NATRIUM BISULFIT, PELAPISAN LILIN DAN PENGEMASAN. TERHADAP SIFAT CABAI MERAH ( Capsicum annuum L) SELAMA UMUR SIMPAN 15 HARI

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, laboratorium

I Made Gede Widnyana Kajian pola titik layu tanaman paprika (Capsicum Annuum L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nurhayati Safaryani*, Sri Haryanti*, Endah Dwi Hastuti* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNDIP

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012).

TEKNOLOGI PEMBUATAN SAUS TOMAT Oleh: Masnun Balai Pelatihan Pertanian Jambi I. PENDAHULUAN

Jurnal Teknotan Vol. 10 No. 2, November 2016 P - ISSN : ; E - ISSN :

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENGARUH JENIS PELAPIS DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP SIFAT FISIKA DAN KIMIA BUAH STROBERI (Fragraria sp) SELAMA PENYIMPANAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

PENGARUH PELILINAN LILIN LEBAH TERHADAP KUALITAS BUAH TOMAT (Solanum lycopersicum)

BAB IV HASIL DAB PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan segala sesuatu tidak ada yang sia-sia, salah satunya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT

BAB I PENDAHULUAN. dalam pola makan sehat bagi kehidupan manusia. Sebagaimana al-qur an. menjelaskan dalam surat Abbasa (80) :

Nova Nurfauziawati Kelompok 11A V. HASIL PENGAMATAN. Bilangan Peroksida Tanpa. Perlakuan Waktu Warna Aroma Tekstur.

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

TINJAUAN PUSTAKA. Terung belanda (Cyphomandra betacea) termasuk keluarga Solanaceae

PENGOLAHAN DENGAN SUHU RENDAH. Oleh : ROSIDA, S.TP,MP

Nurhayati Safaryani*, Sri Haryanti*, Endah Dwi Hastuti* *Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA UNDIP

APLIKASI ASAM LAKTAT DARI LIMBAH KUBIS UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN TAHU

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan salah satu jenis buah segar yang disenangi masyarakat. Pisang

UJI ORGANOLEPTIK DAN KANDUNGAN VITAMIN C PADA PEMBUATAN SELAI BELIMBING WULUH DENGAN PENAMBAHAN BUAH KERSEN DAN BUNGA ROSELA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Transkripsi:

Jurnal Biologi XIII (2) : 36-40 PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN VITAMIN C PADA CABAI RAWIT PUTIH (Capsicum frustescens) INTISARI EFFECT OF TEMPERATURE AND LENGTH OF STORAGE ON VITAMIN C CONCENTRATION OF CHILLI (Capsicum frustescens) Rani Rachmawati, Made Ria Defiani, Ni Luh Suriani Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas udayana Kampus Bukit Jimbaran Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawit putih (Capsicum frustescens). Sampel diambil dari lahan petani di Jalan Prof. Ida Bagus Mantra, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Diberi perlakuan suhu 10ºC, 20ºC, dan 29ºC (suhu kamar) selama 5 hari, 10 hari, dan 15 hari dengan tiga kali ulangan menggunakan metode Jacobs. Kandungan vitamin C tertinggi pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 ml. Kandungan vitamin C terendah terdapat pada penyimpanan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari yaitu 23,6 mg/100 ml. Sedangkan susut berat tertinggi terdapat pada penyimpanan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari yaitu 60,51% dan susut berat terendah pada kontrol yaitu 0%. Kata kunci : Capsicum frustescens, penyimpanan, suhu, vitamin C. ABSTRACT The effect of temperature and length of storage on vitamin C concentration of chili (Capsicum frustescens) was observed on this study. Samples were taken from farmer s field around Gianyar Regency of Bali. The chilies were treated with temperature such as 10ºC, 20ºC, and 29ºC (room temperature) and stored for 5, 10, and 15 days. Jacobs method was applied for vitamin C determination. The highest vitamin C content was obtain from control (59,9 mg/100 ml). On the other hand, the lowest was from chili that stored at room temperature for 15 days (23,6 mg/100 ml). For weight loss, the highest of loss was from chili which stored at room temperature for 15 days. Keywords: Capsicum frustescens, storage, temperature, vitamin C. PENDAHULUAN Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting yang memiliki peluang bisnis prospektif. Aneka macam cabai yang dijual di pasar tradisional dapat digolongkan dalam dua kelompok, yakni cabai kecil (Capsicum frustescens) dan cabai besar (Capsicum annuum). Cabai kecil biasa disebut cabai rawit, sedangkan yang besar dinamakan cabai merah (Apriadji, 2001). Pada buah cabai terkandung beberapa vitamin. Salah satu vitamin dalam buah cabai adalah vitamin C (asam askorbat). Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain (Godam, 2006). Naidu (2003) menyatakan bahwa vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan esensial untuk biosintesis kolagen. Menurut Cahyono (2003), kandungan vitamin C pada cabai rawit segar dalam 100 gram adalah 70 mg. Sedangkan menurut Tjahjadi (2006), kandungan vitamin C pada cabai rawit segar dalam 100 gram adalah 125 mg. Cabai rawit mengandung vitamin C tinggi dan betakaroten (provitamin A). Johnson et al. (1998) menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada cabe merah besar lebih tinggi yaitu berada pada kisaran 150-200 mg/100g. Walaupun kandungan vitamin C pada cabe tersebut cukup tinggi, menurut WHO (2007) kebutuhan manusia hanya 45 mg/hari. Berdasarkan atas latar belakang tersebut, serta masyarakat sering menggunakan cabai rawit jenis cabai burung atau dikenal dengan cabai putih dalam kebutuhan sehari hari, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C pada Capsicum frustescens. Naskah ini diterima tanggal 6 Agustus 2009 disetujui tanggal 8 Oktober 2009 36

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih [Rani Rachmawati, Made Ria Defiani, Ni Luh Suriani] MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Sampel cabai rawit jenis cabai burung atau cabai rawit putih diperoleh dari lahan petani cabai di Jalan Prof. Ida Bagus Mantra, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Teknik Pengerjaan Sampel Sampel (100 g) dicuci bersih dan dikeringanginkan. Perlakuan suhu penyimpanan adalah 10ºC, 20ºC, dan 29ºC (suhu kamar) selama 5 hari, 10 hari, dan 15 hari. Sampel kontrol adalah sampel saat pemetikan (0 hari). Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan. Kandungan vitamin C dan susut berat dianalisa setiap 5 hari sekali selama 15 hari. Gambar 1. HASIL Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih Variabel Penelitian Variabel yang diamati adalah kandungan vitamin C buah cabai dan susut beratnya. Vitamin C Cara penetapan vitamin C sesuai dengan metode Jacobs, dalam Sudarmaji, et al., (1984), dengan menggunakan larutan yodium sebagai titrasi. Persentase susut berat dapat dihitung dengan rumus: A B % susut berat = x 100% A Keterangan : A = berat sebelum penyimpanan (gram) B = berat sesudah penyimpanan (gram) (Sudaro, 2000). Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor yang pertama adalah perlakuan suhu penyimpanan yang terdiri dari 3 macam yaitu : T1 : Suhu penyimpanan pada suhu 10ºC; T2 : Suhu penyimpanan pada suhu 20ºC; T3 : Suhu penyimpanan pada suhu 29ºC (suhu kamar). Faktor yang kedua adalah lama penyimpanan yang terdiri dari 3 macam yaitu : D1 : Lama penyimpanan selama 5 hari; D2 : Lama penyimpanan selama 10 hari; D3 : Lama penyimpanan selama 15 hari. Kontrol adalah analisa kandungan vitamin C saat panen tanpa perlakuan. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam dan perlakuan yang menunjukkan perbedaan nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5% (Gaspez, 1995). Kandungan Vitamin Rata-rata kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sesudah perlakuan suhu dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 1. Kandungan vitamin C mengalami penurunan selama penyimpanan dengan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda (Gambar 1). Sebelum penyimpanan, kandungan vitamin C pada cabai rawit putih sebesar 59,9 mg/100 ml dan setelah penyimpanan selama 15 hari dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10 C, 20 C, 29 C (suhu kamar), kandungan vitamin C mengalami penurunan berturut-turut menjadi 35,2 mg/100 ml, 31,6 mg/100 ml, dan 23,6 mg/100 ml. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan suhu dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawit putih. Kandungan vitamin C tertinggi terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 ml dan setelah penyimpanan pada suhu 10 C selama 5 hari menjadi 43,6 mg/100 ml. Sedangkan kandungan vitamin C terendah terdapat pada penyimpanan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari yaitu 23,6 mg/100 ml. Hal ini membuktikan bahwa kandungan vitamin C pada cabai rawit putih tidak dipengaruhi oleh interaksi antara suhu dan lama penyimpanan, tetapi hanya dipengaruhi oleh suhu. Susut berat pada cabai rawit putih dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. Rata-rata susut berat pada cabai rawit putih sesudah perlakuan suhu dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2. Susut berat mengalami peningkatan selama penyimpanan dengan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda (Gambar 2). Sebelum penyimpanan susut berat pada cabai rawit putih yaitu 0% dan setelah penyimpanan selama 15 hari dengan suhu yang berbeda-beda yaitu 10 C, 20 C, 29 C (suhu kamar), susut berat mengalami peningkatan berturut-turut menjadi 2,8%, 4,5%, dan 60,5%. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan suhu dan lama penyimpanan 37

Jurnal Biologi Volume XIII No.2 DESEMBER 2009 Gambar 2. berpengaruh nyata (p < 0,05) terhadap susut berat pada cabai rawit putih. Susut berat tertinggi yaitu terdapat pada penyimpanan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari yaitu 60,5% dan susut berat terendah yaitu 0% (tidak mengalami perlakuan). Hal ini membuktikan bahwa susut berat pada cabai rawit putih sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama penyimpanan. PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Pada Cabai Rawit Putih Kandungan Vitamin C Kandungan vitamin C tertinggi pada cabai rawit putih terdapat pada kontrol yaitu 59,9 mg/100 ml. Cabai rawit putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu 10 C selama 15 hari, rata-rata kandungan vitamin C mengalami penurunan yaitu dari 43,6 mg/100 ml menjadi 35,2 mg/100 ml. Perlakuan suhu 20 C selama 15 hari penyimpanan, rata-rata kandungan vitamin C mengalami penurunan yaitu dari 40,9 mg/100 ml menjadi 31,6 mg/100 ml. Perlakuan suhu 10 C dan suhu 20 C penurunan rata-rata kandungan vitamin C relatif konstan. Hal ini dikarenakan suhu yang rendah dapat menghambat respirasi, aktivitas enzim dan reaksi metabolisme. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba (Juniasih, 1997). Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu rendah (10 C) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya pembusukan. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8 C kecepatan reaksi akan berkurang menjadi setengahnya. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan (Winarno, 1980). Selama penyimpanan kandungan vitamin C pada cabai rawit putih mengalami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Hal ini disebabkan oleh terjadinya proses respirasi dan oksidasi vitamin C menjadi asam L - dehidroaskorbat dan mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C (Winarno, 1989). Sidonia et al. (2005) menyatakan bahwa kandungan vitamin C pada cabe merah besar mengalami penurunan sampai 15% jika disimpan pada suhu 4 0 C selama 20 hari. Perlakuan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari penyimpanan, rata-rata kandungan vitamin C mengalami penurunan yaitu dari 35,9 mg/100 ml menjadi 23,6 mg/100 ml. Pada suhu kamar, penurunan kadar vitamin C paling cepat, hal ini disebabkan pada suhu kamar kondisi lingkungan tidak dapat dikendalikan seperti adanya panas dan oksigen sehingga proses pemasakan buah berjalan dengan sempurna (Sudarmadji, 2007). Menurut Trenggono dan Sutardi (1989) bahwa suhu pada saat metabolisme berlangsung sempurna disebut suhu optimum. Secara statistik pengaruh lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C tidak berbeda nyata, akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tertundanya penguapan air yang menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadi layu. Dimana enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel sehingga tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi senyawa yang tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mengalami kelayuan enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat sehingga vitamin C mengalami kerusakan (Gaman dan Serington, 1992). Pernyataan ini juga didukung oleh Trenggono dkk. (1990) yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terhadap susut berat pada cabai rawit putih selama penyimpanan. Cabai rawit putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu 10 C selama 5 hari dan 15 hari, susut berat mengalami peningkatan rata-rata yaitu dari 2,0% menjadi 2,8%. Perlakuan suhu 20 C selama 5 hari dan 15 hari penyimpanan, susut berat mengalami peningkatan rata-rata yaitu dari 2,9% menjadi 4,5%. Perlakuan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme. Hal ini disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi berjalan lambat sehingga jumlah H 2 O yang hilang relatif kecil (Trenggono, 1992). Perlakuan suhu 29 C (suhu kamar) selama 5 hari dan 15 hari penyimpanan, rata-rata susut berat mengalami peningkatan yaitu dari 45,5% menjadi 60,5%. Hal ini terjadi karena adanya proses transpirasi yang masih berlangsung dalam buah cabai dan masih melakukan proses metabolisme, baik katabolisme maupun anabolisme. Apabila transpirasi tetap berlangsung, 38

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih [Rani Rachmawati, Made Ria Defiani, Ni Luh Suriani] maka buah menjadi keriput. Hal ini disebabkan oleh peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan proses transpirasi semakin meningkat dimana diuapkan cukup besar sehingga laju kehilangan air meningkat sehingga susut berat cabai rawit putih meningkat (Susanto, 1994). Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang menyatakan bahwa selama penyimpanan, buah dan sayuran masih melakukan aktivitas yang memanfaatkan cadangan makanan yang tersisa. Reaksi metabolisme dalam bahan dikatalis oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam buah secara alami sehingga terjadi proses autolisis yang berakhir dengan kerusakan dan pembusukan (Trenggono dkk., 1990). Terjadinya peningkatan susut berat pada cabai rawit putih selama penyimpanan disebabkan juga oleh proses fisiologis, adanya mikroba patogen dan luka mekanis. Susut berat karena proses fisiologis adalah akibat dari terjadinya proses transpirasi, respirasi yang ditimbulkan oleh suhu tinggi (suhu kamar) dan suhu rendah. Peningkatan susut berat yang disebabkan oleh adanya mikroba patogen. biasanya dimulai dengan terjadinya infeksi oleh satu atau lebih patogen yang spesifik. Adanya luka mekanis dapat menyebabkan peningkatan susut berat yang dikarenakan oleh bentuk dan struktur serta tekstur yang relatif lunak dengan kadar air yang tinggi. Hal ini juga didukung oleh Pantastico (1989) bahwa selama proses pematangan, buah dan sayuran mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur dan bau. Selama perlakuan dengan suhu dan lama penyimpanan pada cabai rawit putih mengalami perubahan fisik antara lain perubahan warna dan perubahan tekstur. Hal ini dapat dilihat pada suhu 20 C dan 29 C (suhu kamar) hari ke 10 dimana terjadi perubahan warna yang disebabkan oleh oksidasi asam klorogenat oleh enzim polifenolaksidase menjadi melanoidin sehingga terbentuk warna coklat kehitaman. Dengan semakin tinggi suhu dan semakin lama penyimpanan oksidasi asam klorogenat dipercepat dan warna coklat kehitaman pada buah cabai semakin terlihat sehingga perubahan warna yang terjadi juga semakin cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tranggono dan Sutardi (1989) bahwa suhu penyimpanan yang tinggi menyebabkan timbulnya bercak coklat pada buah. Selain dapat menghambat respirasi, pendinginan juga dapat menyebabkan warna kulit luar menjadi coklat kehitaman. Warna kulit luar yang menjadi coklat kehitaman ini disebabkan karena adanya proses transpirasi pada cabai. Sedangkan pada suhu 20 C dan 29 C (suhu kamar) hari ke 15 terjadi pula perubahan lain selain warna, yaitu tekstur buah cabai menjadi lunak dan keriput. Hal ini disebabkan oleh oksidasi pektin dimana pada saat pematangan pektin tidak mampu lagi mengikat air pada buah cabai sehingga air yang keluar semakin besar dan mengakibatkan tekstur buah cabai menjadi lunak dan keriput. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tranggono dan Sutardi (1989) bahwa perubahan tekstur buah disebabkan oleh aktifitas enzim pektin metilesterase dan poligalakturose yang merombak senyawa pektin yang tidak larut dalam air (protopektin) menjadi senyawa pektin yang larut dalam air sehingga tekstur buah menjadi lunak. Semakin tinggi suhu dan semakin lama penyimpanan pektin yang larut dalam air semakin banyak sehingga tekstur cabai menurun. SIMPULAN Suhu berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C pada cabai rawit putih. Semakin tinggi suhu maka kandungan vitamin C semakin menurun. Sedangkan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin C tetapi semakin lama penyimpanan kandungan vitamin C cenderung menurun. Penyimpanan suhu 10 C selama 5 hari paling baik untuk mempertahankan kandungan vitamin C cabai (43,5 mg/100 ml). Kandungan vitamin C terendah terdapat pada penyimpanan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari yaitu 23,6 mg/100 ml. Setelah penyimpanan susut berat cabai mengalami perubahan. Suhu dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut berat pada cabai rawit putih. Semakin tinggi suhu dan semakin lama penyimpanan maka susut berat semakin meningkat. Setelah penyimpanan, susut berat tertinggi yaitu terdapat pada penyimpanan suhu 29 C (suhu kamar) selama 15 hari yaitu 60,5% dan susut berat terendah yaitu 0% (kontrol). KEPUSTAKAAN Apriadji, W.H. 2001. Si Pedas Yang Berkhasiat Obat. Available at : http://www.sedap-sekejap.com/artikel/2001/edisi3/files/ sehat.htm Opened : 06.08.2006 Cahyono, B. 2003. Cabai Rawit Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius. Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gajah Mada. Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Godam. 2006. Pengertian dan Definisi Vitamin - Fungsi, Guna, Sumber, Akibat Kekurangan, Macam dan Jenis Vitamin. Available at : http://organisasi.org/pengertian_dan_definisi_vitamin_fungsi_guna_sumber_ akibat_kekurangan_macam_ dan_jenis_vitamin Opened : 01.11.2006 Johnson, C.S., F.M. Steinberg, R.B. Rucker. 1998. Ascorbic acid. In: Hand book of Vitamins (Edited by: Rucker RB, Sultie JW, McCormick, DB, Machlin LJ). Marcel Dekker Inc, New York p: 529-585. Juniasih, I.A.K. 1997. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Retensi Vitamin C, Total Asam dan ph Buah Stroberi. Program Studi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Denpasar. Skripsi S-1. Tidak dipublikasikan. Naidu, K.A. 2003 Vitamin C in human health and disease is still a mystery? An overview. Nutrition Journal 2003, 2:7 Pantastico, E.R.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan 39

Jurnal Biologi Volume XIII No.2 DESEMBER 2009 Subtropika. Penerjemah Prof. Ir. Kamariyani. Gajah Mada University Press. Sidonia, M, L. Mercedes, G. Montserrat, A. Bernardo. 2005. The effects of ripening stage and processing systems on vitamin C content in sweet peppers (Capsicum annuum). International journal of food sciences and nutrition. vol. 56, no.1, pp. 45-51. Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Ketiga. Liberty. Sudarmaji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Susanto, T. 1994. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Akademika. Tjahjadi, N. 2006. Bertanam Cabai. Kanisius. Trenggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Trenggono, Z. Noor, D. Wibowo, M. Gardjito dan M. Astuti. 1990 Kimia, Nutrisi Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Trenggono. 1992. Fisiologi Lepas Pasca Panen. Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta. Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. WHO. 2007. Dietary intake Vit.C Reccomendation. Retrieved on 2007-02-20 40