BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan penggunaan waktu (Boediono, 1999). pada intinya PDB merupakan nilai moneter dari seluruh produksi barang jadi

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan dikeluarkannya Undang-undang No 22 Tahun 1999 dan

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, maka hasil yang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh setiap daerah tidak terkecuali bagi kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama guna meningkatkan pertumbuhan bagi daerah itu sendiri dan selanjutnya diharapkan akan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam mencapai tujuannya yakni dengan adanya pelaksanaan pembangunan. Menurut Akudugu (2012), menyatakan bahwa pembangunan sosial ekonomi yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah diharapkan dapat terwujud oleh upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah. Upaya pelaksanaan pembangunan pada setiap daerah merupakan bagian dari terselenggaranya pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu upaya pemerintah pusat memberikan wewenang terhadap pemerintah daerah dalam mengurus, mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangundangan dan prinsip-prinsip otonomi daerah. Prinsip otonomi daerah ini menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dengan arti bahwa pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam megatur, mengurus dan mengelola segala urusan rumah tangganya diluar urusan pemerintah pusat (Maryati dan Endrawati, 2010:1). 1

Menurut Jhingan (2000:69), pembangunan ekonomi adalah salah satu dari berbagi upaya yang ada, yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah dalam menuju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sehingga setiap perencanaan dalam pembangunan akan mempertimbangkan semua potensi ekonomi. Perencanaan pembangunan dipandang sebagai pedoman atau panutan agar dapat menghasilkan pembangunan yang lebih baik atau dengan kata lain dapat dijadikan sebuah jembatan dalam sebuah perekonomian apabila pemerintah mengharapkan keberhasilan yang lebih baik (Halim, 2002:128). Maka dari itu, suatu perencanaan yang matang dalam sebuah upaya pembangunan menjadi unsur yang penting demi meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Dalam sebuah pembangunan, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah hendaknya dijalin secara baik. Tidak hanya hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, hubungan yang baik juga harus terjalin antar pemerintah dan juga sektor swasta dimana adanya sektor swasta juga dapat membantu pelaksanaan pembangunan. Menurut Subandi (2008:133), pembangunan daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya dapat mengelola potensi dan juga sumber daya yang dimiliki oleh setiap daerah dan membangun kerjasama dengan sektor swasta sehingga mampu menstimulus perkembangan dari segi pelaksanaan kegiatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Menurut Nugraeni (2011:4), pemerintah daerah akan menyesuaikan pengeluarannya dengan perubahan dalam penerimaan daerahnya. Menurut Liliana et al. (2011:241) menyatakan bahwa antara pendapatan dan pengeluaran pemerintah memilki hubungan yang sangat penting 2

terutama relevansinya terhadap suatu kebijakan yang akan diambil dan terkait dengan penggunaan anggaran. Gejala pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui salah satu indikatornya yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) karena PDRB dapat menggambarkan aktivitas perekonomian yang dilaksanakan dan dapat dicapai pada satu periode. Secara makro, apabila terjadi peningkatan atas produksi barang dan jasa pada suatu daerah, maka setiap tahunnya dapat dilihat melalui peningkatan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per tahunnya, sedangkan secara mikro dapat dilihat melaui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapitanya (Djoyohadikusumo, 1994:1). Dalam data statistik, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) disajikan dalam dua penilaian yaitu atas harga belaku dan atas dasar harga konstan. Perekonomian yang tumbuh dan berkembang tidak bisa lepas dari peran pemerintah melalui upaya-upaya yang direncanakan dan dilaksanakan dengan tujuan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi tercermin dari upaya pemerintah daerah dalam menjaring pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi dan mampu mengelolanya dengan baik sehingga dapat dilihat bahwa peran otonomi daerah dalam memberdayakan potensi daerah sudah berjalan dengan baik. Tidak hanya melihat dari sumber daya yang dapat diberdayakan dengan baik, namun peningkatan kualitas sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang ada tentunya dapat membantu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi merupakan dambaan bagi setiap daerah karena pendapatan asli daerah yang tinggi dapat 3

menandakan bahwa pemerintah daerah berhasil melaksanakan otonomi daerah dengan baik. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan bagi masyarakat selama periode tertentu. Daerah tidak akan dikatakan berhasil apabila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun penerimaan pendapatan asli daerahnya meningkat karena tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting bagi pemerintah daerah. Keberhasilan peningkatan PAD sebaiknya tidah hanya diukur dari besaran atau jumlah yang diterima, tetapi diukur dengan peranannya dalam mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, sehingga selanjutnya dapat mendongkrak serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah (Sidik,2000) dalam Maryati dan Endrawati,2010:2). Penelitian sebelumnya mengenai PAD dan PDRB oleh Chang dan Ho (2002) dalam Maryati (2010:2) menyatakan bahwa PAD mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan melihat hasil analisis elastisitas PAD terhadap PDRB. Kemudian penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Maryati dan Endrawati (2010) menyebutkan bahwa pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menandakan bahwa semakin meningkatnya penerimaan pendapatan asli daerah atau dana alokasi umum, maka akan meningkatkan pula penerimaan PDRBnya. Penelitian yang menggunakan variabel pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum sebagai variabel independent dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 4

juga dilakukan oleh Permanasari (2013) memberikan hasil bahwa pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa apabila pendapatan asli daerah meningkat, maka dana yang dimilki daerah untuk menggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki akan meningkat pula, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dana alokasi umum, apabila dana alokasi umum yang diterima daerah tinggi, maka akan meningkatkan nilai PDRB pemerintah daerah tersebut karena DAU berperan dalam belanja pemerintah daerah yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Hal serupa juga dikemukakan oleh Felix (2012:1), bahwa melalui penerimaan dana alokasi umum, pengalokasian belanja modal semestinya lebih tinggi dibandingkan belanja rutin yang kurang produktif. Pemerintah daerah seharusnya memperhatikan hal tersebut sehingga belanja modal yang mengarah pada peningkatan infrastruktur dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan penyelenggaraan pembangunan daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka dibutuhkan sumber-sumber pembiayaan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No.33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam undang-undang tersebut terdapat ketentuan yaitu memberikan konsekuensi terhadap kewenangan yang jelas dan luas serta bertanggungjawab secara proporsional di bidang pendapatan daerah yang diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan potensi sumber daya, guna membiayai otonomi daerah sesuai dengan tingkatan daerah otonom. Berdasarkan 5

Undang-Undang No. 33 tahun 2004, pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah berasal dari pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD), dana peirmbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemeirntah Daerah, dinyatakan bahwa dana perimbangan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Selain itu dana perimbangan juga bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara hubungan vertikal antar pusat dan daerah serta hubungan horizontal antar daerah yang terdiri dari dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK) dan dana bagi hasil. Kuncoro (2004:1) menyatakan bahwa dana perimbangan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mempengaruhi perekonomian regional. Sama halnya seperti pendapatan daerah lainnya, dana perimbangan digunakan untuk membiayai pembangunan daerah melalui belanja langsung dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum dan mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Malik et al. (2006), menyatakan bahwa strategi yang efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan adalah desentralisasi fiskal. Hal senada juga disampaikan oleh Lin dan Liu (2000:1), bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat mengalami perubahan yang berarti melalui desentralisasi fiskal. Pembangunan infrastruktur daerah dan sumber daya manusia (SDM) perlu dilakukan dengan pendekatan pembangunan di bidang 6

ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pendekatan bidang sosial kemasyarakatan. Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pemerintah perlu melibatkan diri secara berkelanjutan dalam meningkatkan pembangunan di daerahnya sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan, pengangguran, kesenjangan sosial, serta buta huruf antar kabupaten/kota. Menurut Eric (2001:101), menyatakan bahwa suatu negara kurang mampu menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan akibat rendahnya tingkat pendidikan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Dao (2012:77), yang menyatakan bahwa peningkatan pada sektor pendidikan perlu dilakukan pemerintah karena melalui hal tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap human capital dan pertumbuhan ekonomi. Pelaksanaan pembangunan di beberapa negara, dalam mencapai tujuannya untuk mempercepat pembangunan manusia terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah diantaranya pemerataan distribusi, pengalokasian anggaran secara tepat dan memadai dalam aspek pendidikan dan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah dapat melakukan pengalokasian anggaran yang lebih besar guna menunjang kepentingan publik. Menurut Ping dan Bai (2005:1) menyatakan bahwa barang publik yang sifatnya mendasar seperti kesehatan, pendidikan, sistem jaminan sosial, dan pembangunan infrastruktur menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Menurut Arsyad (2004:36), bahwa kebijakan pemerintah mendukung aspek pembangunan manusia dapat dilihat dari proporsi anggaran pemerintah 7

yang untuk pembangunan di sektor pendidikan dan kesehatan. Besarnya proporsi anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk kedua sektor tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga masyarakat dapat menikmati langsung manfaat dari pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan daerah yang berdampak pada kesejahteraan. Perkembangan kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang penting dalam proses perencanaan pembangunan. Beberapa indikator tingkat kesejahteraan yang telah dikembangkan sebagai dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Saat ini penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator kesejahteraan memperoleh penerimaan secara luas di seluruh dunia, bahkan telah memperoleh penerimaan pada tingkat daerah. Pembangunan manusia dapat diartikan sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia dari sisi daya beli, kesehatan maupun pendidikan (Nehen, 2012:82). Pemerintah daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pembangunan manusia dapat terlihat dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meningkat pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang penggunaannya dapat diterima di seluruh dunia. Dalam penelitian ini digunakan IPM sebagai acuan untuk menentukan tingkat kesejahteraan dalam bentuk satu satuan indeks kesejahteraan. 8

Berikut merupakan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kabupaten/kota di Provinsi Bali: Tabel 1.1 Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kabupaten/kota di Provinsi Bali periode 2008-2013 Kabupaten/ Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Buleleng 69,67 70,26 70,69 71,12 71,48 72,54 Jembrana 72,02 72,45 72,69 73,18 73,24 74,29 Tabanan 73,73 74,26 74,57 75,24 75,35 76,19 Badung 74,12 74,49 75,02 75,35 75,42 76,37 Gianyar 72,00 72,43 72,73 73,43 73,57 75,02 Bangli 69,72 70,21 70,71 71,42 71,43 72,28 Klungkung 69,66 70,19 70,54 71,02 71,14 72,25 Karangasem 65,46 66,06 66,42 67,07 67,31 68,47 Denpasar 77,18 77,56 77,94 78,31 78,62 79,41 Bali 70,92 71,52 72,28 72,84 73,49 74,11 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Secara nasional Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Bali menduduki peringkat 15 pada tahun 2013 (Bappenas,2014). Nilai IPM di Provinsi Bali selalu mengalami peningkatan dari angka 70,92 di tahun 2008 hingga 74,11 di tahun 2013. Namun masih terdapat empat kabupaten yang memilki angka IPM di bawah IPM Provinsi Bali yaitu kabupaten Buleleng, Bangli, Klungkung dan Karangasem. Pelaksanaan desentraslisai dalam mencapai keberhasilan otonomi daerah tentunya mengharapkan terwujudnya suatu tujuan yaitu kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, salah satu kabupaten yang angka Indeks Pembangunan Manusianya masih berada dibawah rata-rata Provinsi Bali, apabila dilihat dari masing-masing indikatornya dapat dijelaskan melalui Tabel 1.2 berikut: 9

Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2013 Kabupaten / Kota AHH AMH RLS PPP (Rp 000) IPM 1. Jembrana 72.31 92.65 7.87 640.30 74.29 2. Tabanan 74.91 91.92 8.40 643.24 76.19 3. Badung 72.24 93.93 9.51 648.25 76.37 4. Gianyar 72.56 89.38 8.90 647.37 75.02 5. Klungkung 69.52 84.47 7.43 661.73 72.25 6. Bangli 72.18 85.91 6.70 645.69 72.28 7. Karangasem 68.32 76.94 5.90 657.79 68.47 8. Buleleng 70.00 90.53 7.55 643.38 72.54 9. Denpasar 73.46 97.95 11.05 652.54 79.41 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014 Keterangan: AHH = Angka Harapan Hidup AMH = Angka Melek Huruf RLS = Rata-Rata Lama Sekolah PPP = Purchasing Power Parity (Paritas Daya Beli) Empat kabupaten yang termasuk ke dalam kabupaten yang indeks pembangunan manusianya berada di bawah rata-rata indeks pembangunan Provinsi Bali yaitu Kabupaten Buleleng, Bangli, Klungkung dan Karangasem. Sebagai contoh, Kabupaten Karangasem yang angka Indeks Pembangunan Manusianya pada tahun 2013 sebesar 68,47 yang berada di bawah rata-rata Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bali dengan angka 74,11 dijabarkan melalui indikatornya antara lain: 10

(1) Pada indikator kesehatan yang diukur melalui angka harapan hidup menunjukkan pada tahun 2013, Angka Harapan Hidup sebesar 68,32. Secara nasional, menurut Laporan Nasional Evaluasi Kinerja Pembangunan di 33 Provinsi Tahun 2014 (Bappenas,2014), batas minimal indikator angka harapan hidup yang dikatakan sejahtera sebesar 70,07 persen sedangkan angka harapan hidup Kabupaten Karangasem menunjukkan angka 68,32 persen yang berarti bahwa pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan masyarakat dari segi kesehatan di kabupaten tersebut, sehingga program-program pemerintah di bidang kesehatan perlu ditingkatkan. (2) Pada indikator pendidikan yang diukur berdasarkan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, pada Kabupaten Karangasem menunjukkan angka 76,94 untuk indikator angka melek huruf dan 5,90 untuk indikator rata-rata lama sekolah dengan capaian secara nasional menurut Laporan Nasional Evaluasi Kinerja Pembangunan di 33 Provinsi Tahun 2014 (Bappenas,2014) sebesar 94,14 untuk angka melek huruf dan 8,14 untuk rata-rata lama sekolah. Hal ini menunjukkan pada Kabupaten Karangasem juga belum sejahtera dari segi pendidikan sehingga angka Indeks Pembangunan Manusianya masih berada dibawah rata-rata Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bali. (3) Pada indikator kesejahteraan yang diukur berdasarkan daya beli masyarakatnya, di Kabupaten Karangasem menunjukkan angka Rp. 11

657.790,- yang berada di atas standar Purchasing Power Parity menururt Badan Pusat Statistik Nasional sebesar Rp. 360.000,- per bulan. Dalam hal ini menandakan bahwa kabupaten Karangasem sebagai salah satu contoh yang menunjukkan angka IPM dibawah rata-rata IPM Provinsi Bali mengalami keterbelakangan dari sisi pendidikan dan kesehatannya. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota Provinsi Bali. Letak perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan teknik analisis jalur untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi dan sampel dalam penelitian ini adalah realisasi pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, tingkat pertumbuhan ekonomi dan indeks pembangunan manusia di kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam kurun waktu 6 tahun yaitu dari tahun 2008 sampai tahun 2013. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan adalah: (1) Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013? 12

(2) Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013? (3) Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai, antara lain: (1) Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013. (2) Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013. (3) Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum terhadap kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2008-2013. 13

1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: (1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi suatu media guna menerapkan konsep dan teori yang selama ini diperoleh selama masa studi perkuliahan mengenai pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat serta lebih memperluas pandangan serta wawasan ilmu pengetahuan melalui berbagai temuan pada penelitian. (2) Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu menyumbang kontribusi pemikiran khususnya kepada pemerintah yang berkaitan dengan peningkatan dan pengalokasian pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara bertahap dan keseluruhan di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dalam meneliti pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 14

1.5 Sistematika Penelitian Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya dan disusun secara sistematis secara terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masing-masing bab dapat diperinci sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penelitiannya. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang mendukung dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah. Dalam laporan penelitian ini, hasil penelitian sebelumnya yang terkait yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini serta disajikan hipotesis atau dugaan sementara atas pokok permasalahan yang diangkat sesuai dengan landasan teori yang ada. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yang diantaranya meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi 15

operasional variabel, jenis dan sumber data, sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab ini akan menyajikan gambaran umum wilayah, perkembangan, dan data serta menguraikan pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan mengemukakan simpulan berdasarkan hasil uraian pembahasan pada bab sebelumnya, keterbatasan dalam penelitian yang telah dilakukan dan saran atas penelitian yang dlakukan agar nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 16