PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si

dokumen-dokumen yang mirip
Spesimen Awetan dalam Blok Resin untuk Media Pembelajaran Biologi. Oleh: Budiwati Staf pengajar FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. Keuntungan penggunaan media berupa spesimen atau preparat awetan antara lain adalah sebagai berikut.

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3

BAB III METODE PENELITIAN. 3 bulan. Tempat pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Program Teknik Mesin,

1. Pengertian Perubahan Materi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk

BAB 3 RANCANGAN PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini.

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan untuk penelitian material komposit ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Pengertian sticker dan jenisnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul substitusi agregat halus beton

Pengeringan Untuk Pengawetan

BAB 3 METODE PENELITIAN

III.METODOLOGI PENELITIAN. 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI BETON DI LAPANGAN BAB I DESKRIPSI

Selain itu, menyimpan peralatan gelas dalam keadaan kotor, atau dari hasil pencucian yang tidak/kurang bersih akan menyukarkan proses pencucian atau

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. a. Persiapan dan perlakuan serat ijuk di Laboratorium Material Teknik Jurusan

Laporan Praktikum Histotehnik. Oleh: Lucia Aktalina. Jum at, 14 September WIB

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :

BAB IV KENDALA YANG DIALAMI SELAMA PROSES PERANCANGAN PANEL DINDING RINGAN BERBAHAN BOTOL PLASTIK

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris.

Reaksi Dehidrasi: Pembuatan Sikloheksena. Oleh : Kelompok 3

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan cetakan pasir dan pencampuran abu sekam padi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A.

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi eksperimental.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pembuatan bambu laminasi untuk rangka sepeda. 3. Perlakuan serat (alkali &bleaching)

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.5

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.2

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

HASIL DAN PEMBAHASAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini direncanakan dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal Menyimpan dalam kedaan off merupakan salah satu cara memperlakukan alat...

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

Gambar 3.2 Resin Polyester

III.METODOLOGI PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah: 1. Persiapan serat dan pembuatan komposit epoxy berpenguat serat ijuk di

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN EKSTRAK BUAH Breynia sp DAN. KUNCUP DAUN JATI (Tectona grandis) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI LUGOL PADA KEGIATAN PRAKTIKUM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTEK LABORATORIUM HISTOTEKNIK TISSUE PROCESSING DAN PEWARNAAN

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN

Cara uji berat isi beton ringan struktural

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Bab III Metodologi Penelitian

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

Papan partikel SNI Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Pusat Standardisasi dan Lingkungan Departemen Kehutanan untuk Diseminasi SNI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

CIRI MAKHLUK : (1) SEMUA MAKHLUK BERNAFAS (RESPIRASI) 1. Oleh : Drs. Suyitno Al.,MS 2

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

BABV Kromatografi Kolom (Column Chromatography)

III. METODE PENELITIAN. Tempat pelaksanaan penelitian sebagai berikut: 2. Pengujian kekuatan tarik di Institute Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

Sebuah tempat yang fleksibel, seperti kertas, plastik, atau kulit, yang digunakan untuk membawa atau menyimpan barang-barang.

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA. direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

MODUL I Pembuatan Larutan

Transkripsi:

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si Penyajian spesimen objek biologi sebagai media pembelajaran Biologi dapat mengembangkan ketrampilan anak antara lain dalam hal pengamatan, mendiskripsi gejala struktural, mengukur, mengklasifikasi, menemukan masalah, dan menginterpretasi data meskipun tidak sebaik media oerganisme hidup Keuntungan penggunaan media awetan antara lain adalah 1. Efektif mengenalkan gejala struktur objek 2. Mudah dilakukan setiap saat untuk pembelajaran biologi di kelas. 3. Tidak merusak sumber daya alam 4. Mudah dibawa atau berpindah tempat 5. Mempermudah pengenalan objek, terutama untuk objek yang sulit ditemukan, jumlah terbatas, atau tidak setiap saat tersedia. Pada prinsipnya pengawetan hewan bertujuan untuk menghilangkan atau menghambat proses penghancuran (dekomposisi) oleh mikroorganisme. Secara garis besar, ada dua cara pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan basah dan pengawetan kering. Pengawetan basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi dalam suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan obyek biologi hingga kadar air yang sangat rendah, sehingga organisme perusak/penghancur tidak bekerja. Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak bercangkang yang ukurannya relatif besar, direndam dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang berukuran relatif besar biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media pengawet resin (Bioplastik). Obyek biologi yang berukuran kecil (misalnya: Plankton, Cacing, Protozoa, dll) diawetkan dalam bentuk slide mikroskop. 1. Langkah-langkah Pengawetan a. Koleksi Hewan-hewan yang akan diawetkan dalam bentuk utuh dan akan dibawa ke kelas atau ke Laboratorium biasanya hewan-hewan yang berukuran relatif kecil. Hewan yang akan diawetkan ditangkap menggunakan 1

alat yang sesuai. Hewan yang tertangkap dimasukkan dalam botol koleksi yang sudah diberi label. b. Mematikan (Killing), Meneguhkan (Fixing), dan mengawetkan (Preserving) Proses mematikan dan meneguhkan memerlukan perlakuan dan bahan tertentu. Bahan untuk mematikan biasanya adalah Ether, Kloroform, HCN/KCN, Karbon Tetracloride (CCL 4 ) atau Ethyl acetat. Namun, kadangkadang perlu perlakuan khusus yaitu melalui pembiusan sebelum proses mematikan dilakukan, agar tubuh hewan yang akan diawetkan tidak mengkerut atau rusak. Pembiusan dilakukan dengan serbuk menthol atau kapur barus ke permukaan air tempat hidupnya, setelah tampak lemas, dan tidak bereaksi terhadap sentuhan, hewan dapat dipindahkan ke dalam larutan pengewet. 2. Bahan Pengawet Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan antara lain: formalin, alkohol (ethil alkohol), resin atau pengawet berupa ekstrak tanaman. Bahan-bahan pengawet ini mudah dicari, murah dan hasilnya cukup bagus, meskipun ada beberapa kelemahan 3. Sifat-sifat larutan pengawet Bahan pengawet dan peneguh yang digunakan biasanya berbahaya bagi manusia, maka perlu dikenali sifat-sifatnya. Dengan mengenal sifat-sifat ini, diharapkan dapat dihindari bahaya yang mungkin ditimbulkan. Alkohol, merupakan bahan yang mudah terbakar, bersifat disinfektan dan tidak korosif Formalin, larutan mudah menguap, menyebabkan iritasi selaput lendir hidung, mata, dan sangat korosif, bila pekat berbahaya bagi kulit Ether, larutan mudah menguap, beracun, dapat membius dengan konsentrasi rendah, eksplosiv. Kloroform, Larutan mudah menguap, dapat membius dan melarutkan plastik Karbon tetracloride, larutan mudah menguap, melarutkan plastik dan lemak, membunuh serangga Ethil acetat, larutan mudah menguap, dapat membius dan mematikan serangga atau manusia 2

Resin, merupakan larutan yang tidak mudah menguap mudah mengeras dengan penambahan larutan katalis, karsinogenik, dapat mengawetkan specimen dalam waktu yang sangat lama KCN/HCN, larutan pembunuh yang sangat kuat, sangat beracun, bila tidak terpaksa jangan gunakan larutan ini 4. Pengawetan kering Pengawetan ini dilakukan pada hewan yang memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah rusak akibat proses pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari hingga kadar airnya sangat rendah. Sebelum dikeringkan hewan dimatikan dengan larutan pembunuh, kemudian hewan diatur posisinya. Hewan yang sudah kering kemudian dimasukkan dalam kotak yang diberi kapur barus dan silika gel. Tiap hewan yang diawetkan sebaiknya diberi label yang berisi nama, lokasi penangkapan, tanggal penangkapan dan kolektornya 5. Bioplastik Bioplastik merupakan pengawetan specimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok resin selain berfungsi sebagai media pembelajaran, juga dapat berfungsi sebagai ornamen. Di dunia industri resin sudah sangat familiar dan merupakan bahan perekat untuk fiberglass. Jika diumpamakan sebagai bangunan, fiberglass adalah pasir, dan resin adalah semennya. Di industri otomotif, resin digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat komponen bemper, dashboard dan spion. Di dunia industri fashion, resin digunakan untuk membuat boneka peraga pakaian (manequin). Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang kental. Resin merupakan senyawa organik hasil metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan mengalami polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm sehingga akan menimbulkan panas. Bila dibiarkan di udara terbuka, secara alami proses polimerisasi berlangsung secara lambat. Untuk mempercepat polimerisasi digunakan katalis. Jumlah cairan katalis yang ditambahkan akan mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya proses polimerisasi, efeknya adalah jumlah panas yang dikeluarkan. Semakin banyak katalis yang ditambahkan akan semakin cepat dan semakin panas. Menurut Setyadi (2004) perbandingan resin dan katalis kurang lebih 20 : 1. Namun sebenarnya tidak ada rumus yang baku untuk 3

proses ini. Semuanya dilakukan dengan proses eksperimen karena tiap pabrik mengeluarkan resin dengan kualitas yang berbeda. Dari hasil eksperimen akan dihasilkan perbandingan resin dan katalis untuk reaksi cepat, reaksi sedang, dan reaksi lambat. Cara eksperimen dengan membuat campuran dalam jumlah sedikit dan memeriksa hasilnya. Terlalu banyak katalis akan menyebabkan spesimen mengalami pemanasan dan blok menjadi retak atau pecah. Jumlah katalis yang terlalu sedikit juga menyebabkan pembentukan blok menjadi lambat atau tidak kering dalam waktu yang dikehendaki. Dalam kondisi normal tanpa katalis resin akan memadat sekitar 24-48 jam. Suhu ruangan juga berpengaruh pada lamanya pemadatan resin. a. Alat dan Bahan Peralatan dan bahan yang dapat digunakan antara lain: Gurinda atau kikir, Amplas duco berbagai ukuran, Gelas bekas air mineral, Pengaduk (lidi, batang gelas, tusuk gigi atau sedotan), pinset, plat aluminium untuk membuat cetakan, selotip kertas, resin, katalis, plastik label, spesimen yang akan diawetkan b. Penyiapan spesimen Perlakuan awal pada spesimen perlu diperhatikan dengan benar. Salah penanganan dapat mengakibatkan hasil yang tidak memuaskan misalnya perubahan warna, bentuk, dan ukuran. Spesimen yang akan diblok dengan resin harus dalam keadaan kering. Pengeringan spesimen dapat dilakukan dengan cara dehidrasi di udara terbuka, menggunakan alkohol, atau dioven. Untuk spesimen tumbuhan dapat dikeringkan dengan cara pengepresan menggunakan buku tebal selama beberapa hari atau dikeringkan dengan menggunakan setrika. Pengeringan dengan menggunakan setrika harus dijaga benar agar suhu tidak terlalu panas. Jika terlalu panas, spesimen akan hangus. c. Pembuatan Blok Resin Siapkan cetakan, yakinkan bagian sudut dan tepi tidak bocor Tuangkan resin secukupnya ke dalam gelas bekas air mineral, tambahkan katalis sambil diaduk perlahan. Untuk membuat lapisan dasar, tuangkan campuran resin pada cetakan dengan ketebalan sekitar 0,5 cm. Apabila lapisan dasar sudak cukup kering, tempatkan spesimen yang sudah dipersiapkan dengan hati-hati. Bila diperlukan label, tempatkan secara bersamaan. 4

Buat campuran resin dan katalis untuk lapisan pengikat sedikit saja dan tuangkan dengan hati-hati pada spesimen yang telah diletakkan pada lapisan dasar. Jika lapisan pengikat sudah membentuk gel (cek dengan ujung tusuk gigi). Tuangkan campuran resin dan katalis sebagai lapisan penutup. d. Pembentukan, Penghalusan, dan Finishing Pembentukan: Gunakan gurinda, kikir, atau anplas duco kasar Meratakan permukaan kasar dan membentuk blok yang tepat Penghalusan: Gunakan anplas duco no. 400; 800; 1000 Menghaluskan permukaan dan membuat transparan Penghalusan: Gunakan anplas duco no. 1500; compound; sanpoli atau kit dengan menggunakan kain halus Menjadikan lebih transparan dan menghaluskan permukaan 6. Penutup Beberapa metode dan langkah-langkah identifikasi dan pengawetan seperti di atas sebenarnya tidak memerlukan keahlian khusus, namun karena keterbatasan pengenalan terhadap hewan kadang-kadang pengawetan mengalami kegagalan. Langkah dan proses ini juga memerlukan waktu dan tenaga khusus sehingga kadangkadang guru enggan melakukan. Seandainya identifikasi dan pengawetan dapat dilakukan oleh masing-masing sekolah, maka manfaat bagi proses belajar mengajar biologi menjadi sangat besar. Tugas identifikasi dan koleksi sebenarnya dapat diberikan kepada siswa dengan mempertimbangkan kemampuan siswa. 5