BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH LATIHAN OTOT INSPIRASI METODE THRESHOLD LOAD TRAINING TERHADAP MAXIMAL INSPIRATORY PRESSURE DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK STABIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

Perbedaan Pengaruh Latihan Threshold dan Resistive Load Training Terhadap MIP, Gejala Sesak, Kapasitas Latihan dan Kualitas Hidup Pasien PPOK Stabil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian di Indonesia. World Health Organisation (2012)

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada perempuan masih banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

TESIS OCTARIANY PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

TESIS O C T A R I A N Y PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di seluruh dunia (Halbert et al., 2006). PPOK terjadi karena adanya kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sudah mulai menjadi

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.

PENGARUH RESPIRATORY MUSCLE EXERCISES TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS (DYSPNEA)

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi menyebabkan kebutuhan hidup manusia semakin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB I PENDAHULUAN. Sering juga penyaki-penyakit ini disebut dengan Cronic Obstruktive Lung

commit to user BAB V PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Prevalensipenyakit paru obstruktif kronikdisingkat dengan PPOKterus

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. peringkat kelima di seluruh dunia dalam beban penyakit dan peringkat

BAB I PENDAHULUAN. memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Cronic Obstruktive

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK EKSASERBASI AKUT PADA LAKI-LAKI LANSIA. Damayanti A. 1)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB III METODE PENELITIAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS DI RS PARU ARIO WIRAWAN SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Global initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) definisi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

HUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan negara berkembang. World Health Organization (WHO) memprediksi pada tahun 2030 PPOK akan menempati urutan keempat penyebab mortalitas di seluruh dunia (Mathers and Loncar, 2011). Survei yang dilakukan oleh Lim et al di 9 negara Asia Pasifik menemukan perkiraan prevalensi PPOK di Asia Pasifik adalah 6,2 % dari populasi, sedangkan di Indonesia 4,5 % (Lim et al., 2015). Prevalensi PPOK di Provinsi jawa tengah pada tahun 2012 adalah 0,06 %. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan tahun 2004 di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35 %), diikuti asma bronkial (33 %), kanker paru (30 %), dan lainnya (2 %) (Departemen kesehatan Republik Indonesia, 2008). Bentuk utama PPOK adalah bronkitis kronik dan emfisema, dimana emfisema merupakan kontributor terbesar kejadian PPOK. Paparan asap rokok dan polutan menyebabkan inflamasi paru kronik sehingga terjadi peningkatan stres oksidatif dan ketidakseimbangan enzimatis antara enzim protease dengan antiprotease. Ketidakseimbangan enzimatis yaitu peningkatan protease disertai dengan stres oksidatif menyebabkan destruksi parenkim paru sehingga terjadi inflamasi pada saluran napas perifer dan destruksi parenkim paru atau emfisema (Suradi, 2007). Rokok dan zat iritan sebagai faktor risiko PPOK menyebabkan kelainan struktur pada saluran napas dan parenkim paru yaitu hambatan aliran udara, disfungsi mukosiler, emfisema, perubahan vaskular paru, inflamasi saluran napas, inflamasi parenkim paru, dan inflamasi sistemik (Jolley and Moxham, 2009).

2 Kelainan struktur pada saluran napas dan parenkim paru menyebabkan kelainan fungsional yang berakibat peningkatan beban otot napas, penurunan kapasitas atau kelemahan otot napas, dan kombinasi dari kedua hal tersebut (Brashier and Kodgule, 2012; Jolley and Moxham, 2009). Peningkatan beban otot napas yang disertai dengan penurunan kapasitas otot napas menyebabkan peningkatan rasio antara beban otot napas dengan kapasitas otot napas yang ditransmisikan ke pusat pernapasan di susunan saraf pusat sehingga menyebabkan munculnya gejala sesak pada PPOK (Moxham and Jolley, 2009). Penderita PPOK mengalami gejala klinis sesak, mengi, batuk, produksi sputum, dan penurunan kapasitas exercise. Sesak merupakan penyebab utama penurunan aktivitas, kapasitas exercise, dan kualitas hidup penderita PPOK (Jolley and Moxham, 2009). Intervensi yang bertujuan meningkatkan kapasitas otot napas atau menurunkan beban otot napas dapat mengurangi gejala sesak pada penderita PPOK (Moxham and Jolley, 2009). Penatalaksanaan PPOK secara umum meliputi medikamentosa dan nonmedikamentosa (Global initiative for chronic obstructive lung disease, 2014). Penderita PPOK sering mengalami keterbatasan ventilasi ketika melakukan aktivitas fisik dan memiliki gejala klinis walaupun sudah mendapatkan terapi medikamentosa optimal, sehingga diperlukan modalitas terapi nonmedikamentosa (Crisafulli et al., 2007; Lotters et al., 2002). Rehabilitasi paru khususnya exercise merupakan komponen penting terapi nonmedikamentosa pada penderita PPOK dalam usaha mengurangi gejala sesak dan meningkatkan kualitas hidup penderita PPOK (Global initiative for chronic obstructive lung disease, 2014). Rehabilitasi paru terutama latihan exercise dapat mengurangi gejala sesak, meningkatkan kapasitas exercise, dan meningkatkan kualitas hidup sehingga saat ini latihan exercise menjadi komponen kunci rehabilitasi dan terapi nonmedikamentosa yang paling efektif pada penderita PPOK (Gloecki et al., 2013; Mador and Bozkanat, 2001; Rochester, 2003). Metode latihan exercise terdiri dari latihan kekuatan, latihan ketahanan, latihan pernapasan atau breathing exercise, neuromuscular electric stimulation (NMES), dan latihan otot napas (Gloecki et al., 2013; Global initiative for chronic obstructive lung disease, 2014; Spruit et al., 2013; Vergeset al., 2009).

3 Penderita PPOK mengalami kelemahan otot napas sehingga latihan yang bertujuan meningkatkan kekuatan otot napas merupakan upaya terapi yang rasional. Kelemahan otot napas pada penderita PPOK sangat mempengaruhi derajat sesak, kapasitas exercise, dan kualitas hidup. Diharapkan dengan melatih otot napas dapat meningkatkan kekuatan otot napas dan pada akhirnya menurunkan gejala sesak, meningkatkan kapasitas exercise, dan kualitas hidup penderita PPOK (Weiner et al., 2003). Otot napas yang terdiri dari otot inspirasi dan ekspirasi dapat dilatih sama halnya seperti otot skelet lainnya (Weiner et al., 2003). Latihan otot ekspirasi memiliki peran minimal pada rehabilitasi paru penderita PPOK karena terdapatnya obstruksi saluran napas menyebabkan keterbatasan aliran udara ekspirasi. Rekrutmen otot ekspirasi yang terjadi pada saat latihan otot ekspirasi tidak memberikan dampak signifikan terhadap proses ventilasi dan bahkan menginduksi terjadinya kompresi dinamik saluran napas yang dapat memperberat proses hiperinflasi dinamik pada penderita PPOK (Decramer, 1997; Marin, 2009). Selama beberapa tahun terakhir latihan otot inspirasi menjadi metode rehabilitasi paru yang sangat berkembang. Latihan otot inspirasi merupakan intervensi yang bertujuan melatih otot inspirasi (British thoracic society, 2013). Latihan otot inspirasi dilakukan dengan memberikan beban secara teratur dan terkoordinasi pada otot inspirasi ketika otot napas tersebut berkontraksi. Latihan otot inspirasi meningkatkan kapasitas atau kekuatan otot inspirasi sehingga dapat mengurangi sesak pada penderita PPOK. Metaanalisis yang dilakukan oleh Geddes et al menemukan bahwa latihan exercise aerobic mampu mengurangi sesak, meningkatkan kapasitas exercise, dan meningkatkan kualitas hidup tetapi tidak dapat meningkatkan fungsi otot inspirasi sehingga latihan otot inspirasi perlu diberikan dengan tujuan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot inspirasi (Geddes et al., 2008) Latihan otot inspirasi merupakan metode yang relatif baru dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten sehingga American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), dan British Thoracic Society (BTS) belum merekomendasikan latihan otot inspirasi sebagai bagian dari manajemen rutin maupun manajemen tambahan pada PPOK (British thoracic society pulmonary

4 rehabilitation guideline group, 2013; Spruit et al, 2013). Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) menyatakan bahwa latihan otot inspirasi dapat memberikan manfaat pada penderita PPOK sebagai bagian dari program rehabilitasi komprehensif (Global initiative for chronic obstructive lung disease, 2014). Mengingat pentingnya peran otot napas pada penyakit PPOK, peneliti bermaksud untuk meneliti lebih jauh pengaruh latihan otot inspirasi sebagai komponen rehabilitasi paru pada penderita PPOK. Penelitian latihan otot inspirasi pada penderita PPOK memberikan hasil yang bervariasi dan pengaruhnya terhadap penilaian kualitas hidup menggunakan kuesioner chronic obstructive pulmonary disease assessment test (CAT) belum pernah dilakukan sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut. Chronic obstructive pulmonary disease assessment test merupakan parameter kualitas hidup yang mudah diaplikasikan, tervalidasi, dan dapat digunakan menentukan derajat berat penyakit serta terapi pada penderita PPOK. Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi yang cukup ketat dengan tujuan homogenitas sampel yaitu penderita PPOK stabil dengan kelemahan otot inspirasi yang signifikan yaitu MIP < 60 cmh 2 O. Penelitian mengenai latihan otot inspirasi sangat bervariasi dalam hal populasi subjek, metode latihan, frekuensi latihan, intensitas latihan, durasi latihan, pengawasan atau supervisi, outcome yang diperiksa, dan belum dapat ditentukan tipe alat terbaik untuk latihan otot inspirasi Peneliti berusaha mengetahui pengaruh latihan otot inspirasi secara mandiri oleh penderita PPOK di rumah dengan pengawasan dan penyesuaian beban berkala menggunakan alat threshold load trainer pada penderita PPOK stabil dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup dan MIP. Penelitian ini menggunakan metode latihan otot inspirasi yaitu threshold load training yang mudah digunakan, relatif murah, dan dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita di rumah (home based training). Latihan otot inspirasi dengan metode normocapnic hyperpnea tidak dipilih karena membutuhkan peralatan yang rumit dan mahal serta umumnya dilakukan di pusat rehabilitasi paru dengan pengawasan ketat. Latihan otot inspirasi metode resistive tidak dipilih karena sulit melakukan penyesuaian beban latihan.

5 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold load training pada nilai maximal inspiratory pressure penderita PPOK stabil? 2. Apakah terdapat pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold load training pada kualitas hidup penderita PPOK stabil? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum Menganalisis dan menjelaskan pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold load training pada penderita PPOK stabil melalui penilaian maximal inspiratory pressure dan kualitas hidup. 2. Tujuan khusus 1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold load training pada nilai maximal inspiratory pressure penderita PPOK stabil. 2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold load training pada kualitas hidup penderita PPOK stabil. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat keilmuan Membuktikan dan menjelaskan pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold load training terhadap peningkatan kekuatan otot inspirasi dinilai dari maximal inspiratory pressure. Peningkatan kekuatan otot inspirasi selanjutnya diharapkan meningkatkan kualitas hidup. Informasi yang didapatkan dari penelitian ini dapat memberi masukan untuk penelitian selanjutnya dalam upaya mencapai tatalaksana yang adekuat pada PPOK stabil.

6 2. Manfaat praktis Apabila penelitian membuktikan terdapat perbedaan pengaruh latihan otot inspirasi peningkatan kualitas hidup dan maximal inspiratory pressure, maka dapat dijadikan sebagai dasar pemanfaatan latihan otot inspirasi untuk terapi rehabilitasi pada penderita PPOK stabil.

7