I. PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB III KERANGKA PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/PMK.07/2015 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

Referensi : Evaluasi Dana Perimbangan : Kontribusi Transfer pada Pendapatan Daerah dan Stimulasi terhadap PAD

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

PENDAHULUAN. yang sangat besar, terlebih lagi untuk memulihkan keadaan seperti semula. Sesuai

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi. daerah berkewajiban membuat rancangan APBD, yang hanya bisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Timur dan 7,12 hingga 8,48 Lintang Selatan. Sedangkan luas Provinsi

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga saat ini menarik untuk dicermati. Era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia telah memulai babak baru dalam kehidupan bermasyarakat sejak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

2015, No Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kapasitas Fiskal Daerah yang selanjutnya disebut Kapasitas Fiskal adalah g

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Disahkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Lahirnya Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang telah disempurnakan dengan Undangundang No.32 tahun 2004 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No.33 tahun 2004 membawa perubahan pada sistem dan mekanisme pengelolaan pemerintah daerah Dalam upaya memacu pembangunan daerah, membutuhkan alokasi dana dari pemerintah daerah yang cukup besr yang tercermin pada pos belanja yang terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja pemerintah daerah yang oleh pemerintah daerah dilaporkan dalam APBD merupakan kegiatan rutin pengeluaran kas daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan dalam pemerintahan. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah maka dibutuhkan dana yang besar pula agar belanja untuk kebutuhan pemerintah daerah dapat terpenuhi. Semakin meningkatnya belanja pemerintah, maka diharapkan pelayanan terhadap masyarakat menjadi lebih baik.

2 Belanja daerah merupakan pengalokasian dana yang harus dilakukan secara efektif dan efisien, dimana belanja daerah dapat menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan kewenangan daerah. Provinsi Lampung dalam menyikapi pradigma baru sistem pemerintahan saat ini telah banyak melakukan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah dengan melakukan pemekaran wilayah yang semula hanya 4 kabupaten/kota menjadi 14 kabupaten/kota, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu kabupaten yang merupakan wilayah pemekaran adalah kabupaten Lampung Tengah, dengan ibu kotanya Gunung Sugih. Kabupaten Lampung Tengah pada awalnya memiliki wilayah yang cukup luas, dengan pusat pemerintahan di Metro. Namun sejak tahun 2001 kabupaten Lampung Tengah dimekarkan menjadi tiga kabupaten yaitu kabupaten Lampung Tengah sendiri dengan ibu kota Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Timur dengan ibu kota Sukadana, dan Kota Metro dengan ibu kota Metro. Pemekaran wilayah ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dan sekaligus memperpendek rentangkendali pengawasan pemerintahan. Pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah dalam upaya mendorong pembangunan di daerahnya, melalui kebijakan anggaran telah memperbesar pengeluaran untuk belanja daerah baik belanja pembangunan maupun belanja rutin (pegawai). Diharapkan dengan meningkatnya belanja daerah, kegiatan perekonomian dan pembangunan akan terus meningkat. Meningkatnya pembangunan ekonomi ini diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Tengah selama periode 5 tahun terakhir seperti terlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1, terlihat bahwa belanja daerah kabupaten Lampung Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke

3 tahun. Pada tahun 2009 besarnya belanja daerah kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 775.566.234 juta rupiah meningkat menjadi 1.455.637.136 juta rupiah pada tahun 2013, atau mengalami kenaikan rata-rata 17,81 persen per tahun. Dari besaran relaisasi belanja daerah tersebut diharapkan pembangunan di kabupaten Lampung Tengah sudah semakin berkembang dan masyarakatnya semakin sejahtera. Tabel 1. Perkembangan Belanja Daerah Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 2013 Tahun Belanja Daerah (Dalam Juta Rp) % Kenaikan 2009 775.566,234-2010 824.290,133 6,28 2011 900.277,306 9,21 2012 1.273.550,477 41,46 2013 1.455.637,136 14,29 Rata-rata 17,81 Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2000-2013 Dalam merealisasikan pengeluaran (belanja) daerah, pemerintah daerah sangat tergantung pada besaran pendapatan (penerimaan) daerah yang diperoleh selama periode tertentu. Secara umum penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan lain-lain pendapatan yang syah. Dana perimbangan biasanya diberikan pemerintah pusat dalam upaya mengatasi ketimpangan fiskal guna membiaya pembangunan di daerah. Salah satu komponen dana ini yang memberikan kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap peneriman daerah pada sebagian besar daerah di Indonesia (termasuk Lampung Tengah) masih relatif tinggi (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat ini. Namun demikian, dalam jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil. Berbagai investasi yang

4 dilakukan pemerintah daerah diharapkan memberikan hasil positif yang tercermin dalam peningkatan PAD. Gambaran tentang perkembangan Dana Alokasi Umum yang diberikan oleh pemerintah pusat ke Kabupaten Lampung Tengah selama 5 tahun terakhir seperti terlihat pada data berikut. Tabel 2. Perkembangan Dana Alokasi Umum Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 2013 Tahun DAU (dalam Juta Rp) % Kenaikan 2009 699.102,531-2010 669.111,784-4,28 2011 706.867,550 5,7 2012 784.773,652 11,02 2013 954.226,843 21,59 Rata-rata 8,49 Sumber: BPS, Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2009 2013 Dari Tabel 2 di atas terlihat DAU yang ditransfer oleh pemerintah pusat ke kabupaten Lampung Tengah terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 besarnya DAU yang diterima kabupaten Lampung Tengah adalah sebesar 699.102.531 juta rupiah, dan pada tahun 2013 telah meningkat menjadi 954.226.843 juta rupiah, atau rata-rata mengalami kenaikan sebesar 8,49 persen per tahun. Diharapkan dengan adanya DAU akan mendorong aktivitas ekonomi di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Selain DAU, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada suatu daerah perlu upaya-upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber penerimaan yang berasal dari daerah sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah. PAD Kabupaten Lampung Tengah terlihat masih relatif rendah kontribusinya terhadap total penerimaan daerah. Meskipun demikian jika dilihat dari perkembangannya terlihat

5 sudah relatif cukup tinggi, yaitu rata-rata mengalami peningkatan 60,68 persen per tahun selama periode lima tahun terakhir. Tabel 3 menunjukan bahwa perkembangan PAD kabupaten Lampung Tengah cukup baik. Pada tahun 2009 total PAD kabupaten Lampung Tengah mencapai 16.523.133 juta rupiah telah meningkat menjadi 101.060.354 juta rupiah pada tahun 2013, atau rata-rata mengalami kenaikan sebesar 60,68 persen per tahun. Kenaikan ini cukup baik dan diharapkan akan mampu membantu pembiayaan bagi pembangunan daerah. Tabel 3. Perkembangan PAD Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 2013 Tahun PAD (Dalam Juta Rp) % Kenaikan 2009 16.523,133-2010 20.289,640 22,79 2011 37.086,491 82,78 2012 49.840,384 34,38 2013 101.060,354 102,76 Rata-rata 60,68 Sumber: BPS, Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2009 2013 Dari uraian latar belakang di atas, terlihat bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belnja daerah di kabupaten Lampung Tengah sudah mengalami peningkatan yang cukup siginifikan, seperti DAU, PAD kabupaten Lampung Tengah dari tahun ke tahun mengalami kenaikan antara 8 sampai dengan 61 persen per tahun. Namun demikian jika dikaitkan dengan kenaikan belanja daerah yang meningkat ratarata hanya sebesar 17,81 persen per tahun, terlihat masih belum proporsional. Di satu pihak kenaikan sumber pendapatan daerah terutama PAD sudah cukup tinggi dan juga dana perimbangan terutama DAU juga cukup besar, namun kenaikan belanja daerah masih relative rendah. Atas dasar inilah maka penulis tertarik untuk meneliti Pengaruh dana perimbangan terutama DAU dan penerimaan daerah dalam hal ini PAD terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Lampung Tengah.

6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja daerah Kabupaten Lampung Tengah? 2. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap alokasi belanja daerah Kabupaten Lampung Tengah? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Lampung Tengah. 2. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap alokasi belanja daerah di Kabupaten Lampung Tengah. D. Kerangka Pemikiran Belanja daerah adalah semua pengeluaran Pemerintah Daerah pada suatu periode anggaran. Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

7 1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Alokasi Belanja Daerah Alokasi belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Peran PAD cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintah dan program-program pembangunan daerah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Jadi, PAD berpengaruh terhadap belanja langsung (Puspita Sari, 2009). Selain itu Pendapatan Asli Daerah juga sangat berpengaruh terhadap alokasi belanja tidak langsung, karena belanja tidak langsung dialokasikan untuk membiayai Belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan, belanja hibah, belanja bantuan sosial,dan lainnya. 2. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Alokasi Belanja Daerah Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap alokasi belanja langsung. DAU dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tujuan dari pemberian Dana Alokasi Umum ini adalah pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan. DAU merupakan sumber dana yang dominan dan dapat meningkatkan pelayanan pada masyarakat. Sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan

8 disamping itu tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Jadi, DAU memiliki pengaruh terhadap belanja langsung (Puspita Sari,2009). Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap alokasi belanja tidak langsung dapat dilihat dari alokasi pembiayaan untuk belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan, dan lainnya. Adanya kewajiban untuk mengalokasikan belanja hibah sebagai komponen belanja tidak langsung menyebabkan DAU memiliki pengaruh terhadap belanja tidak langsung. Dari Uraian di atas dapat digambarkan secara skema alur kerangka pikir penelitian sebagai berikut: DANA ALOKASI UMUM BELANJA LANGSUNG PENDAPATAN ASLI DAERAH BELANJA TIDAK LANGSUNG Gambar 1. Kerangka Pikir Pengaruh DAU dan PAD Terhadap Alokasi Brelanja Daerah

9 E. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung. 2. Diduga Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap alokasi belanja tidak langsung. 3. Diduga Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja langsung. 4. Diduga Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja tidak langsung.