BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi didefinisikan oleh Jensen dan Meckling (1976) sebagai kontrak

dokumen-dokumen yang mirip
Determinan Efektivitas Audit Internal Pemerintah di Indonesia

Standar Audit Internal Pemerintah Indonesia. Asosiasi Audit Internal Pemerintah Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

BAB I PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang baik (good governance). Sayangnya, harapan akan

BAB I PENDAHULUAN. diperluas ke semua bidang kegiatan operasional perusahaan. Dengan demikian

BAB II LANDASAN TEORI. menurut para ahli. Adapun pengertian audit internal menurut The Institute of

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi global. Dengan begitu BUMN memiliki tanggung jawab yang

PIAGAM AUDIT INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

SEJARAH,PERKEMBANGAN, DAN GAMBARAN UMUM

PIAGAM AUDIT INTERNAL

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PIAGAM SATUAN PENGAWASAN INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER)

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi di telinga kita. Pada negara maju, GCG sudah lama menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

Brink s Modern Internal Auditing

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

MEMBEDAH STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Laporan hasil pemeriksaan merupakan kesempatan bagi satuan pengawas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perusahaan baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha

MENJADI RISK & CONTROL EXPERT : MEMELIHARA PROFESIONALISME DAN KOMPETENSI PENGAWAS INTERN. Oleh : Slamet Susanto, Ak., CRMP.

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan cepat dan kondisi ekonomi yang tidak menentu. Hal ini tentu sangat

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NO.SKB.003/SKB/I/2013

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. dapat memperoleh kesuksesan hanya dengan mengadopsi teknologi baru dengan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup, dan batasan

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SINAR MAS AGRO RESOURCES & TECHNOLOGY Tbk.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam dunia usaha kini semakin meningkat bukan saja

PT. Bangkitgiat Usaha Mandiri. Palm Oil Plantation & Mill

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. internal auditing, dimana disebutkan bahwa internal auditing adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Peran Audit Internal : Risk Management Di Perguruan Tinggi. By: Faiz Zamzami, SE, M.Acc, QIA

BAB I PENDAHULUAN. (MEA) yang akan dimulai akhir tahun Dampak berlakunya MEA adalah

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

PIAGAM KOMITE AUDIT. ( AUDIT COMMITTE CHARTER ) PT FORTUNE MATE INDONESIA Tbk

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

TENTANG : STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH (APIP) KABUPATEN BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang semakin pesat dalam berbagai bidang atau sektor kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan baik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean governance di Indonesia semakin meningkat. Melihat

BAB I PENDAHULUAN. pola kehidupan manusia sebagai makhluk yang dinamis pun turut berubah dalam arti

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. strategis APIP tersebut antara lain: (i) mengawal program dan kebijakan

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

Nova Paulina 1 BAB I PENDAHULUAN

BATASAN, STANDAR, DAN KODE ETIK AUDIT INTERNAL

Piagam Unit Komite Audit ("Committee Audit Charter" ) PT.Catur Sentosa Adiprana Tbk.

REPUBLIK INDONESIA TENTANG REPUBLIK INDONESIA.

BUPATI GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Orang yang melaksanakan fungsi auditing dinamakan pemeriksa atau auditor. Pada mulanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan perusahaan yang cepat dalam lingkungan bisnis yang semakin

KONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

PEDOMAN KERJA KOMITE AUDIT

Diklat Penjenjangann. Auditor Utama. Auditor Madya. Auditor Muda. Diklat Pembentukann. Auditor Ahli. Auditor

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan perekonomian di Indonesia, berkembang pula

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

Standar Audit? i Oleh: Revoldi H. Siringoringo

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Agensi Teori agensi didefinisikan oleh Jensen dan Meckling (1976) sebagai kontrak antara prinsipal dan agen, yaitu hubungan agensi sebagai suatu kontrak antara prinsipal dan agen untuk melaksanakan beberapa layanan dengan delegasi wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Dengan demikian prinsipal adalah pihak pemberi mandat kepada agen untuk melaksanakan kegiatan atas nama prinsipal. Dalam konteks pemerintahan di Indonesia, terdapat pihak eksekutif (pemerintah) dan legislatif (wakil rakyat). Bentuk hubungan yang terjadi diantaranya dijelaskan dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu legislatif (dalam hal ini DPRD) mempunyai tugas dan wewenang mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah. Dengan demikian, hubungan yang terjadi adalah hubungan keagenan, dengan pihak eksekutif sebagai agen dan legislatif sebagai prinsipal (Halim dan Abdullah, 2006). Dalam pelaksanaannya, masing-masing pihak bertindak sesuai dengan kepentingan yang ingin dicapainya. Hal ini menyebabkan adanya asimetri informasi antara prinsipal dan agen (Adams, 1994) dan pihak prinsipal akan kesulitan memonitor pelaksanaan mandat tersebut. Asimetri informasi adalah 14

15 informasi yang tidak seimbang karena distribusi informasi antar prinsipal dan agen tidak sama (Arifah, 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal dan agen (Praptitorini dan Januarti, 2007), yang akan berfungsi memonitor perilaku agen apakah sudah bertidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Auditor internal adalah salah satu bagian dalam mekanisme pengawasan oleh prinsipal (Adams, 1994). Dengan adanya auditor internal, setiap tindakan agen akan terus berada dalam monitor prinsipal, sehingga diharapkan mandat yang telah dilimpahkan akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan prinsipal. Dalam konteks pemerintahan, keberadaan auditor internal menjadi suatu langkah pengawasan bagi legislatif untuk memastikan bahwa segala kebijakan dan tindakan eksekutif ditujukan untuk kepentingan rakyat. 2.1.2 Akuntabilitas Akuntabilitas diartikan sebagai hubungan antara pihak yang memegang kendali suatu entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut (Sadjiarto, 2000), yang memberikan dorongan agar suatu pihak mempertanggungjawakan apa yang telah dikerjakan kepada pihak lain (Mardisar dan Sari, 2007). Dari penjelasan pengertian tersebut terdapat dua hal yang dapat diambil. Pertama, terdapat satu pihak sebagai pemilik suatu entitas yang memberikan amanah kepada pihak lain untuk mengendalikan entitas tersebut. Kedua, pihak pemilik menuntut adanya pertanggungjawaban dari pihak yang diberi amanah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsep

16 akuntabilitas merupakan suatu mekanisme pertanggungjawaban dari pihak yang diberikan amanah kepada pihak pemberi amanah. Akuntabilitas yang ada di dalam pemerintahan dikenal dengan istilah akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik adalah pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pihak pemerintah berupa laporan atas aktivitas aktivitas yang dilakukan, kepada pihak pihak yang berkepentingan (Mardiasmo, 2002:20), di antaranya adalah berupa laporan keuangan (Sadjiarto, 2000). Dengan adanya akuntabilitas, maka pihak- pihak yang berkepentingan (pemberi amanah) dapat mengetahui kinerja pihak yang diberikan amanah. Karena pentingnya akuntabilitas, dibutuhkan peran auditor internal pemerintah sebagai pengawas internal tata kelola pemerintahan. Hal ini dijelaskan dalam PP Nomor 60 tahun 2008 Pasal 47 yang menyebutkan bahwa untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Internal, maka dilakukan pengawasan internal atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara, yang dilakukan oleh APIP melalui kegiatan berupa audit, reviu, evauasi pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain. 2.1.3 Efektivitas Audit Internal Konsep audit internal telah berubah seiring perkembangan zaman. Awalnya audit internal hanya dikaitkan dengan peran untuk memastikan bahwa akuntansi dan catatan yang mendasari transaksi organisasi dipelihara dengan baik, sistem manajemen aset berada di tempat dalam rangka menjaga aset dan juga untuk melihat apakah kebijakan dan prosedur telah dipenuhi (Asare, 2009). Peran audit

17 internal kemudian berkembang ke arah manajemen risiko, pengendalian internal, serta tata kelola organisasi sesuai dengan definisi audit internal menurut Institute of Internal Auditors (IIA) tahun 1999 sebagai berikut: Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organisation s operations. It helps an organisation accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. Definisi di atas menunjukkan bahwa audit internal diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi, dan membantu untuk meningkatkan proses organisasi. Ketiga peran di atas menjadi dasar bagi fungsi audit internal di sektor publik (Asare, 2009). Dijelaskan lebih lanjut bahwa manajemen risiko, pengendalian internal, dan tata kelola meliputi pengembangan kebijakan dan prosedur untuk menjamin pencapaian tujuan dan termasuk penilaian risiko yang tepat, kehandalan laporan internal dan eksternal serta akuntabilitas, kepatuhan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan kepatuhan terhadap standar etika dan perilaku untuk organisasi sektor publik. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman atas peran auditor pada praktik saat ini telah bergeser dari semula sebatas sebagai watchdog menjadi lebih luas lagi yaitu sebagai konsultan. Peran sebagai watchdog memastikan bahwa operasional organisasi telah berjalan sesuai dengan peraturan serta ketentuan yang telah ditetapkan. Peran ini akan menghasilkan saran-saran atau rekomendasi untuk perbaikan lini operasi yang tidak sesuai dengan peraturan atau kebijakan tersebut, namun bersifat jangka pendek saja, misalnya pemberian surat teguran atau pengembalian sejumlah uang tertentu. Sementara itu, peran sebagai konsultan

18 lebih bersifat jangka panjang, karena tidak hanya melihat penyimpangan saja, namun sampai aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitasnya, sehingga saran yang diberikan juga lebih bersifat jangka panjang dan berkelanjutan. Menurut Standar Audit AAIPI (2014) audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan (assurance activities) dan konsultansi (consulting activities), yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi (auditan). Kegiatan ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan cara menggunakan pendekatan yang sistematis dan teratur untuk menilai dan meningkatkan efektivitas dari proses manajemen risiko, kontrol (pengendalian), dan tata kelola (sektor publik). Badan pemerintah dan manajemen senior di sektor publik membutuhkan jasa audit internal yang efektif dan efisien (Asare, 2009). Seperti telah dijelaskan di atas, keberadaan audit internal untuk membantu dalam hal manajemen risiko, kontrol, serta tata kelola akan sangat dibutuhkan rekomendasi serta evaluasinya oleh pemerintah sebagai bahan dalam pengambilan keputusan. Karena itu audit internal dituntut untuk efektif, sehingga dapat menghasilkan rekomendasi yang valid dan handal dan memberikan nilai tambah bagi auditan (Mihret et al. 2010). Standar Audit AAIPI (2014) menjelaskan bahwa audit internal yang efektif terwujud dalam peran berikut ini. 1) Pemberian keyakinan yang memadai atas ketaatan, kehematan, efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (assurance activities)

19 2) Memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (anti corruption activities) Menurut Halbouni (2015) auditor internal lebih dianggap bertanggungjawab untuk mengidentifikasi adanya fraud dibanding auditor eksternal, sebab auditor internal adalah bagian dari organisasi, berbeda dengan auditor eksternal yang berperan sebagai watchdog. Sementara itu menurut Read dan Rama (2003) audit internal akan mempunyai peran penting dalam meminimalkan financial fraud dengan menggunakan sarana whistle blowing. BPKP dalam kapasitasnya sebagai entitas audit internal pemerintah, telah melakukan peran ini, di antaranya adalah membantu KPK dalam melakukan pendeteksian dini celah korupsi dalam sistem dan kegiatan operasional Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah serta supervisi bagaimana sistem dan kegiatan operasional tersebut seharusnya dijalankan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu BPKP juga membantu melakukan manajemen risiko di beberapa lembaga pemerintahan berupa identifikasi, analisis, dan pemetaan risiko, diikuti dengan saran perbaikan yang dapat dilakukan. 3) Memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah (consulting activities) Lebih lanjut menurut Sarens dan Beelde (2006) auditor internal dapat memperluas layanannya dengan secara aktif memberikan bimbingan dan

20 saran untuk penyelesaian masalah, turut serta dalam membangun pengembangan proses dan sistem dalam organisasi auditan. Terkait dengan peran ini BPKP telah melakukannya, yaitu dengan pemberian bantuan dalam penyusunan laporan keuangan bagi pihak Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah serta menjadi tempat konsultasi permasalahan terkait pengelolaan keuangan dan sistem pengendalian intern. Efektivitas audit internal menurut Mihret dan Yismaw (2007) harus dilihat sebagai interaksi dari 4 faktor yaitu kualitas internal audit yang ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan temuan dan rekomendasi audit yang berguna bagi auditan, dukungan manajemen berupa sumber daya dan komitmen untuk mengimplementasikan rekomendasi auditor internal, keadaan organisasi berupa profil, anggaran, serta kebijakan dan prosedur organisasi, dan sifat auditan berupa sikap dan kerjasama auditan. 2.1.4 Keahlian Profesional Audit Internal Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sebuah organisasi harus memiliki personil yang dapat diandalkan, dengan kata lain diperlukan personil yang profesional dan mahir dalam melakukan tugas-tugasnya. Keahlian personil akan menjadi jaminan bagi organisasi bahwa tugas-tugas yang diberikan akan diselesaikan dengan baik. Demikian pula yang berlaku pada entitas audit internal. Kinerja seorang auditor akan dapat dilaksanakan dengan menggunakan kompetensi teknis, meliputi pendidikan, pengalaman, serta pelatihan berkelanjutan (Awaluddin, 2013).

21 Menurut Standar Audit AAIPI (2014), peran APIP yang efektif dapat terwujud jika didukung dengan auditor yang profesional dan kompeten. Profesional dan kompeten maksudnya adalah bahwa auditor harus mempunyai pendidikan, pengetahuan, keahlian dan keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Seiring perkembangan jaman, auditor harus senantiasa menjaga dan memperbarui keahlian yang telah dimilikinya, sehingga dapat selalu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan optimal. Oleh karena itu, auditor wajib meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan, serta kompetensi lain melalui Pendidikan dan Pelatihan Profesional Berkelanjutan (Continuing Professional Education) guna menjamin kompetensi yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan APIP dan perkembangan lingkungan pengawasan. Awaluddin (2013) menyebut keahlian profesional sebagai kompetensi teknis, yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang auditor baik dalam bidang auditing, akuntansi, administrasi pemerintahan maupun ilmu komunikasi. Kompetensi teknis auditor internal harus terus ditingkatkan secara berkelanjutan agar dapat menyediakan layanan yang efisien dan efektif serta berkualitas tinggi kepada pihak yang berkepentingan (Mihret dan Yismaw, 2007; Mihret et al., 2010). Sementara itu, auditor internal juga harus memiliki pengetahuan di luar akuntansi dan audit sebagai salah satu komponen keahlian profesional auditor internal. Pengetahuan auditor dapat berupa pemahaman lebih mengenai tujuan organisasi, sistem, risiko, dan budayanya (Asare, 2009). Pengetahuan audit yang

22 dimiliki auditor akan berpengaruh untuk menyeleksi kesalahan dan mendeteksi risiko-risiko selama proses audit, sehingga dihasilkan output yang baik dan dapat digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan (Salsabila dan Prayudiawan, 2011). 2.1.5 Kualitas Pekerjaan Audit Internal Salah satu faktor yang dilihat dari audit internal adalah kualitas pekerjaan yang dilakukannya. Kualitas pekerjaan audit dapat dilihat dari kualitas hasil audit yang dinilai dari seberapa banyak auditor memberikan respon yang tepat dari setiap pekerjaan audit yang diselesaikannya (Salsabila dan Prayudiawan, 2011). Jika auditor menyelesaikan setiap pekerjaan dengan baik serta memberikan respon yang tepat, maka hasil pekerjaannya dianggap berkualitas. Hasil yang berkualitas akan memberikan masukan yang berkualitas juga kepada pihak auditan, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Kualitas audit dapat pula ditunjukkan dengan ketaatan pada standar audit yang berlaku sehingga kehandalan pekerjaannya dapat terjaga (Singgih dan Bawono, 2010). Kehandalan pekerjaan maksudnya adalah sama atau tidak berubah walaupun dikerjakan dalam waktu yang berbeda, kecuali untuk kasuskasus tertentu. Hal ini dapat terjadi karena dengan bekerja sesuai standar, maka penafsiran dan prosedur yang dilakukan juga akan sesuai dengan standar, sehingga tidak ada perlakuan yang berbeda-beda untuk kasus yang sama. D'Onza et al., (2015) dan Cohen dan Sayag (2010) menjelaskan bahwa ketika audit internal bekerja menggunakan standar profesional audit yang berlaku, maka kegiatan audit internal juga akan memberikan nilai tambah bagi auditan.

23 Standar Audit AAIPI (2014) menjelaskan bahwa peran audit internal yang efektif dapat terwujud jika didukung dengan hasil audit intern yang semakin berkualitas. Untuk itulah maka pimpinan audit internal harus merancang dan mengembangkan program pengembangan dan penjaminan kualitas yang meliputi semua aspek kegiatan audit intern. Program penjaminan kualitas ini dilakukan dalam seluruh tahap kegiatan, baik pada saat perencanaan, pelaksanaan kegiatan, maupun saat penyelesaian dan pelaporan. Program ini berupa penilaian intern dengan berdasar pada standar audit dan kode etik auditor. Program penjaminan kualitas juga dilakukan terhadap personil audit selama penugasan, yaitu dengan melakukan supervisi auditor secara memadai pada setiap tahap penugasan audit intern. Supervisi audit pada umumnya dilakukan oleh atasan langsung dalam suatu tim penugasan. Hal ini dilakukan untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kompetensi auditor dalam setiap penugasan. Selanjutnya Standar Audit Internal AAIPI (2014) menjelaskan bahwa pimpinan audit internal harus menyusun rencana strategis audit (lima tahun) dan merincinya dalam rencana kegiatan audit intern tahunan dengan prioritas kegiatan yang mempunyai risiko terbesar dan selaras dengan tujuan audit internal. 2.1.6 Independensi Organisasi Audit Internal Independensi dalam audit diartikan sebagai suatu keadaan dimana auditor berada pada posisi yang bebas, tidak terikat kepentingan pada pihak manapun, serta tidak ada intervensi dari pihak manapun dalam menjalankan pekerjaannya. Auditor harus cukup independen dari pihak auditan dan memastikan bahwa

24 mereka dapat melakukan pekerjaannya tanpa ada intervensi atau gangguan (Cohen dan Sayag, 2010). Hal ini tentu tidak mudah, seperti yang diungkapkan Mihret et al. (2010), bahwa akan ada kesulitan seorang auditor internal untuk menjaga agar tetap independen karena auditor internal pada dasarnya adalah bagian dari organisasi sebagai karyawan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Salsabila dan Prayudiawan (2011), bahwa auditor internal akan bermasalah ketika harus melaporkan temuan-temuan yang tidak menguntungkan manajemen atau auditan dengan posisinya sebagai pekerja didalam organisasi yang diauditnya. Menurut Christopher, Sarens, dan Leung (2009), terdapat tiga macam ancaman independensi antara audit internal dengan manajemen yaitu apabila karir audit internal masih bergantung pada auditan, apabila persetujuan anggaran masih di tangan auditan, serta adanya keterlibatan manajemen (auditan) dalam pengembangan rencana audit internal. Berkaitan dengan karir audit internal, sistem penjenjangan karir yang ada saat ini dimana audit internal menjadi satu langkah untuk menduduki jabatan manajerial dapat menjadi ancaman independensi audit internal (Goodwin dan Yeo, 2001). Hal yang sama diutarakan pula oleh Stewart dan Subramaniam (2009) yang menyatakan bahwa pola penempatan auditor internal ke dalam posisi manajerial memungkinkan tumbuh rasa segan ketika mereka sedang mengaudit auditan yang mereka tahu akan mereka tempati di masa depan. Ancaman independen juga disebabkan adanya kebingungan peran auditor internal antara pemberi keyakinan dan sebagai konsultan (Cooper, Leung, dan Wong, 2006), walaupun hasil eksperimen Stewart dan Subramaniam (2009),

25 auditor internal tidak menjadi bias ketika melakukan aktivitas sebagai konsultan. Ancaman independensi justru muncul ketika auditor internal dilibatkan dalam proses manajemen risiko pada organisasi auditan (Stewart dan Subramaniam, 2009). Hal ini berbeda dengan Arena dan Azzone (2009), bahwa dengan melakukan monitoring atas sistem pengendalian intern dan manajemen risiko, audit internal dapat membantu manajer mencapai tujuannya dengan memberikan saran tentang efektivitas pengendalian tersebut. Bagaimanapun juga, independensi auditor internal harus terus diusahakan agar dalam setiap penugasannya auditor internal tidak merasa mendapatkan gangguan baik rasa takut atau intervensi yang dapat mempengaruhi penilaiannya. Auditor internal tidak dibenarkan memihak kepada siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, dengan ketiadaan independensi tidak akan dapat mempertahankan kebebasan pendapatnya (Singgih dan Bawono, 2010). Apabila auditor telah independen, maka dalam melakukan pekerjaannya auditor dapat menjaga objektifitas, sehingga hasilnya lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam persepsi umum, auditor internal tidak dapat melakukan kegiatan audit mereka secara efektif tanpa adanya independensi dan objektivitas, karena kedua hal ini adalah atribut fundamental bagi auditor internal untuk menjaga kredibilitasnya (D'Onza et al. 2015). Standar Audit Internal AAIPI (2014) mengatur tentang independensi audit internal berupa koordinasi pimpinan audit internal dengan pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang diwujudkan dengan penandatangan piagam audit (audit charter) antara pihak audit internal dengan

26 pemerintah/pemerintah daerah. Hal ini sebagai wujud komitmen bahwa pemerintah/ pemerintah daerah tidak akan mengintervensi kinerja audit internal agar tanggung jawab pelaksanaan audit dapat terpenuhi. 2.1.7 Karir dan Penjenjangan Audit Internal Karir dan penjenjangan adalah kesempatan karir yang diperoleh auditor internal dalam entitas audit internal. Saat ini banyak negara yang menerapkan audit internal sebagai satu langkah untuk menduduki jabatan manajerial (Goodwin dan Yeo, 2001). Dengan masuk dalam entitas audit internal, seorang auditor internal mempunyai dua kesempatan karir, yaitu melanjutkan ke jenjang audit internal yang lebih tinggi atau promosi ke jabatan manajerial. Cohen dan Sayag (2010) menjelaskan bahwa kesempatan karir yang tersedia menyebabkan seorang auditor internal akan berusaha lebih keras untuk menampilkan kinerja yang lebih baik dengan tujuan meningkatkan peluang promosinya. Goodwin dan Yeo (2001) menjelaskan lebih lanjut bahwa ada dua macam pegawai yang masuk di entitas audit internal. Pertama adalah pegawai yang baru masuk, lalu setelah beberapa lama, dipromosikan ke dalam jabatan manajerial. Kedua adalah pegawai lama yang hendak dipromosikan, terlebih dahulu ditempatkan dalam entitas audit internal sebagai pembelajaran. Praktek yang terjadi di BPKP tidak demikian. Status BPKP yang berada di luar Kementerian menjadikan BPKP entitas tersendiri, sehingga pegawai yang berkarir di dalamnya pilihan karirnya seharusnya hanya ada satu, yaitu menjadi auditor internal secara berjenjang. Akan tetapi beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa permintaan baik dari Kementerian atau Pemerintah Daerah kepada

27 BPKP untuk menempatkan pegawainya menduduki jabatan tertentu di organisasinya. Beberapa jabatan tersebut misalnya adalah kepala inspektorat jenderal, kepala inspektorat daerah, atau kepala bagian keuangan. Walaupun setelah berada di Kementerian/Pemerintah Daerah beberapa personil tersebut menduduki jabatan selain auditor, namun status kepegawaiannya tetap di BPKP, atau dalam istilah lain yaitu diperbantukan. Inilah yang membedakan dengan penjelasan yang disampaikan Goodwin dan Yeo (2001) serta Cohen dan Sayag (2010). 2.1.8 Dukungan Pimpinan Entitas Dukungan manajemen menurut Cohen dan Sayag (2010) berupa dukungan atas program-program kegiatan audit internal atau dalam memastikan bahwa audit internal memiliki sumber daya yang memadai yang dibutuhkan untuk melakukan seluruh pekerjaan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Mihret et al. (2010) tentang bentuk dukungan, yaitu berupa alokasi sumber daya manusia dan material yang memadai untuk audit internal, serta bentuk koordinasi dengan pihak auditan agar dapat bekerja sama dengan pihak audit internal selama pelaksanaan tugasnya. Dukungan manajemen kepada audit internal berdasarkan atas pandangan manajemen terhadap entitas audit internal (Sarens dan Beelde, 2006). Ketika entitas audit mempunyai kualitas pekerjaan yang baik, tidak bias, kompeten, serta kredibel, maka rekomendasi yang diberikan juga akan baik, menyelesaikan masalah yang terjadi atau memberi perbaikan. Hal ini akan menumbuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi dari manajemen sehingga memberi dampak berupa

28 pemberian dukungan yang dibutuhkan oleh entitas audit internal. Oleh karena itu dibutuhkan legitimasi atas kegiatan audit internal dan misinya yang harus dipahami dan didukung oleh manajemen senior dari badan pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dalam mewujudkan good governance, pengendalian dan sistem manajemen risiko (Asare, 2009). Dukungan pimpinan entitas maksudnya adalah dukungan dari pimpinan entitas audit internal, dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan tanggungjawab audit internal. Standar Audit Internal AAIPI (2014) telah mengatur bahwa pimpinan entitas audit internal harus mengomunikasikan dan meminta persetujuan rencana kegiatan audit intern tahunan kepada pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Hal ini merupakan langkah awal dalam pemberian dukungan kepada entitas audit internal. Adanya rencana kegiatan yang telah disusun dengan baik, dilanjutkan dengan pemberian dukungan baik berupa sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya. Bentuk dukungan yang lain terhadap pelaksanaan tugas audit internal adalah dukungan dari pemerintah/pemerintah daerah, yang diwujudkan dalam piagam audit (audit charter). 2.2. Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan sebuah pernyataan tentative, yang memprediksi apa yang diharapkan dapat ditemukan dalam data empiris (Sekaran dan Bougie, 2013:83). Hipotesis dikembangkan dari rumusan masalah, dan kemudian akan

29 diuji untuk mendapatkan jawabannya. Berikut adalah pengembangan hipotesis dalam penelitian ini. 2.2.1. Keahlian Profesional Auditor dan Efektivitas Audit Internal Pemerintah Keahlian profesional berupa kompetensi dan kecermatan profesional menurut Standar Audit Internal AAIPI (2014) harus dimiliki oleh auditor internal agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Kompetensi audit dapat berupa pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keahlian dan keterampilan dalam bidang audit dan secara umum. Sementara itu, kecermatan profesional berupa sikap hatihati, skeptisme profesional, dan due professional care. Dua hal tersebut secara kolektif akan membentuk kemampuan atau keahlian profesional, sehingga auditor dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya secara efektif. Dengan keahlian profesional yang dimiliki, terutama yang berkaitan dengan bidang tugasnya, auditor akan mampu mengerjakan tugasnya dengan profesional sehingga hasilnya juga akan optimal. Hasil audit tersebut selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh auditan, dan dengan demikian akan memberikan dampak perbaikan bagi organisasi atau instansi auditan sesuai yang diharapkan. Apabila audit internal dapat memberikan hasil dan dampak sesuai yang diharapkan tersebut, maka dapat dikatakan audit internal telah efektif. Dengan demikian, semakin tinggi keahlian profesional, maka audit internal yang dilakukan juga akan semakin efektif. Keahlian profesional berupa kualifikasi auditor, pengembangan dan pelatihan penting untuk menunjang efektivitas audit internal (Al-Twaijry et al., 2003). Hal

30 ini didukung oleh Zain, Subramaniam, dan Stewart (2006), serta Mihret dan Yismaw (2007) dengan menambahkan keahlian staf audit internal dan rotasi staf audit yang minimal. Sementara itu kompetensi auditor menurut Arena dan Azzone (2009) akan dapat meningkatkan efektivitas tim audit internal karena akan mendapatkan pengakuan atas peran yang dilakukan dari organisasi (auditan). Dari uraian di atas, hipotesis pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini. H 1 : Keahlian profesional auditor berpengaruh terhadap efektivitas audit internal pemerintah 2.2.2. Kualitas Pekerjaan Audit dan Efektivitas Audit Internal Pemerintah Kualitas pekerjaan audit dapat dilihat dari sisi perencanaan audit, lingkup audit, kewenangan audit, serta pengawasan atas pelaksanaan tindaklanjut atas rekomendasi audit. Hal ini dijelaskan di dalam Standar Audit Internal AAIPI (2014), bahwa pimpinan entitas audit internal harus mengelola kegiatan audit internal, diantaranya menyusun rencana audit tahunan, mengelola sumber daya, menetapkan kebijakan dan prosedur, dan memastikan bahwa kegiatan audit internal memberikan nilai tambah bagi auditan. Auditor harus memperhatikan kualitas pekerjaan audit ataupun pekerjaan lain yang menjadi tanggungjawabnya. Hal ini penting karena setiap pekerjaan yang dilakukan akan menghasilkan rekomendasi yang akan digunakan oleh pihak auditan untuk perbaikan organisasinya. Dengan menjaga kualitasnya, maka auditor juga akan menjaga kredibilitas dan kepercayaan dari pihak auditan, sehingga dapat menjalankan peran audit internal yang efektif yaitu sebagai pemberi jasa keyakinan (assurance activities), konsultan bagi auditan (consulting activities), dan pemberi peringatan dini akan fraud (anti corruption activities).

31 Kualitas pekerjaan audit mempunyai hubungan atau korelasi dengan efektivitas audit internal Cohen dan Sayag (2010). Salah satu faktor bagi efektivitas audit internal adalah kualitas audit internal yang ditunjukkan dengan kemampuannya menyediakan temuan dan rekomendasi audit yang berguna bagi auditan (Mihret dan Yismaw, 2007). Dari uraian di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah seperti berikut ini. H 2 : Kualitas pekerjaan audit berpengaruh terhadap efektivitas audit internal pemerintah 2.2.3. Independensi Organisasi Entitas Audit dan Efektivitas Audit Internal Pemerintah Independensi diartikan sebagai bebas, tidak terikat, dan tidak memihak. Bagi auditor, independensi dapat berupa tidak memihak kepada siapapun (Singgih dan Bawono, 2010), melakukan pekerjaan tanpa gangguan kepentingan (Cohen dan Sayag, 2010), serta bebas dari ikatan ekonomis yang kuat antara auditor dengan auditan yang dapat mempengaruhi pendapatnya atas masalah yang ditemukan pada auditan (Zhang, Zhou, dan Zhou, 2007). Hal ini sesuai dengan Standar Audit Internal AAIPI (2014), bahwa auditor internal dan kegiatan audit internal harus independen serta pelaksanaannya harus obyektif. Lebih lanjut di dalam Standar Audit Internal AAIPI (2014), posisi audit internal harus tepat sehingga bebas dari intervensi, didukung sepenuhnya oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, serta pimpinan entitas audit internal harus aktif dan bertanggungjawab atas independensi entitas yang dipimpinnya.

32 Auditor yang dapat menjaga independensinya maka kredibilitas pekerjaannya tidak akan diragukan lagi. Dalam kondisi yang normal, maka pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil pekerjaan audit internal akan sepenuhnya mempercayai dan menjalankan rekomendasi yang diberikan. Apabila rekomendasi dari hasil audit internal dilaksanakan, maka artinya audit internal memberikan dampak perbaikan bagi auditan, sehingga dapat dikatakan audit internal telah efektif. Independensi berpengaruh terhadap efektivitas audit internal (Cohen dan Sayag, 2010; dan Mihret et al., 2010). Sementara itu D'Onza et al. (2015) menemukan bahwa independensi auditor internal memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan audit internal dalam memberikan nilai tambah bagi organisasi. Dari uraian di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah seperti berikut ini. H 3 : Independensi organisasi entitas audit berpengaruh terhadap efektivitas audit internal pemerintah 2.2.4. Karir dan Penjenjangan Auditor dan Efektivitas Audit Internal Pemerintah Karir dan penjenjangan merupakan kebijakan organisasi untuk menjadikan entitas audit internal sebagai langkah dalam mendidik atau melatih pegawai yang kemudian akan dipromosikan ke dalam posisi manajerial. Apa yang telah terjadi di pemerintahan seperti transfer pegawai dari entitas audit internal untuk menduduki jabatan tertentu di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah adalah contoh bagaimana penerapan karir dan penjenjangan ini di sektor publik.

33 Dengan adanya kebijakan promosi karir yang berasal dari instansi audit internal untuk menduduki jabatan tertentu di pemerintahan, akan memberikan sedikitnya dua dampak. Pertama, pada individu auditor internal yang akan menjadikan motivasi tersendiri untuk dapat mengerjakan tugas-tugasnya secara maksimal dengan seluruh kemampuannya, sehingga hasil pekerjaannya akan optimal. Kedua, bagi pemerintahan tempat auditor internal menduduki jabatan baru. Dengan pengetahuan, pemahaman, serta pengalaman auditor internal yang diperoleh selama mengerjakan tugas-tugasnya, keberadaan auditor internal dalam jabatan tersebut akan memberikan perbaikan sehingga pemerintahan akan berjalan sesuai dengan peraturan dan standar yang telah ditetapkan. Praktek kebijakan karir seperti ini telah lazim dilakukan di banyak perusahaan di Singapura (Goodwin dan Yeo, 2001). Dengan terlebih dahulu ditempatkan sebagai auditor internal, maka pegawai akan belajar bagaimana organisasi sesungguhnya, bisnis prosesnya, serta apa kelemahan yang mungkin terjadi dan bagaimana cara memperbaikinya. Dengan kata lain, pegawai dapat mempelajari dan memahami bagaimana suatu organisasi dikelola dan dikendalikan (Cohen dan Sayag, 2010). Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini adalah seperti berikut ini. H 4 : Karir dan penjenjangan auditor berpengaruh terhadap efektivitas audit internal pemerintah

34 2.2.5. Dukungan Pimpinan Entitas Audit Internal dan Efektivitas Audit Internal Pemerintah Salah satu faktor penting bagi entitas audit internal untuk dapat menjalankan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya adalah adanya dukungan dari pimpinan entitas. Dukungan dapat berupa pendanaan (Cohen dan Sayag, 2010), atau dapat berupa alokasi sumber daya manusia yang memadai (Mihret et al. 2010). Standar Audit Internal AAIPI (2014) telah mengatur beberapa bentuk dukungan dari pimpinan entitas audit internal ini. Diantaranya adalah pimpinan entitas audit internal harus mengelola sumber daya yang diperlukan, baik keuangan, sumber daya manusia, maupun peralatan. Selain itu, pimpinan entitas audit internal juga harus menetapkan kebijakan dan prosedur dalam rangka mengarahkan agar seluruh kegiatan audit internal dapat berjalan dengan efektif. Pimpinan entitas audit internal juga harus merancang suatu program untuk mengembangkan dan menjamin kualitas audit internal, diantaranya dengan mengadakan penilaian intern atas kinerja auditor berdasarkan standar audit dan kode etik auditor. Audit internal tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan dari pimpinan entitas, baik dalam wujud anggaran yang cukup serta sarana prasarana yang memadai. Selain itu dukungan juga dapat berupa kenyamanan secara fisik dan mental bagi para auditor internal, sehingga dalam menjalankan tugasnya mereka tidak akan terbebani dengan hal-hal di luar lingkup penugasannya. Dengan adanya dukungan tersebut, auditor akan dapat menjalankan tugasnya

35 dengan baik, sehingga dapat menghasilkan rekomendasi yang tepat dan dapat memberikan nilai tambah bagi auditan. Dukungan manajemen puncak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas audit internal (Cohen dan Sayag, 2010). Hal ini didukung oleh Mihret et al. (2010) dengan menambahkan dukungan manajemen berupa alokasi sumber daya manusia dan material yang memadai berpengaruh terhadap efektivitas audit internal. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah seperti berikut ini. H 5 : Dukungan pimpinan entitas berpengaruh terhadap efektivitas audit internal 2.3. Skematik Rerangka Teoritis Rerangka teoritis adalah model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seseorang menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah atau membahas saling ketergantungan antar variabel (Sekaran dan Bougie, 2013:78). Penelitian ini mengembangkan model penelitian untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas audit internal pada pemerintah Indonesia. Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian adalah keahlian profesional, kualitas pekerjaan audit, independensi organisasi, karir dan penjenjangan, serta dukungan pimpinan entitas. Berikut ini adalah kerangka yang menggambarkan model penelitian dan hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian.

36 Gambar 2.1. Skematik Rerangka Teoritis Dari model penelitian pada Gambar 2.1, tampak bahwa masing-masing variabel independen mempunyai korelasi positif terhadap variabel dependen, sehingga semakin tinggi nilai variabel independen, maka semakin tinggi pula nilai variabel dependen.