STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh dalam bidang pendidikan khususnya di Sumatera Timur. perkembangan sehingga kekuasan wilayahnya semakin luas, disamping

PERKEMBANGAN PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Dokter-Djawa diadakan di Dokter-Djawa School yang berdiri

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengantarkan orang untuk terbuka terhadap kebutuhan-kebutuhan

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... MOTTO...

MEDIA PEMBELAJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2008

BAB VI KESIMPULAN. Kristen sejauh ini hanya berdasarkan wacana teologi atau lebih dari itu terfokus

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN MODERN DI SUMENEP Oleh: Irfah Lihifdzi Ayatillah. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru yang mengajarkan bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahap ketika kekristenan mulai berkembang tanah air Indonesia.

BAB V KESIMPULAN. Perkembangan pendidikan rendah di Yogyakarta pada kurun. waktu dipengaruhi oleh berbagai kebijakan, terutama

BAB IV KARYA-KARYA SERIKAT YESUIT DI JAWA TENGAH. Pembagian wilayah yang dilakukan oleh Vikariat Apostolik Batavia di Pulau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Barat, pendidikan di Sumatra Timur bersifat magis religius yang

POLITIK KOLONIAL KONSERVATIF, ) ENCEP SUPRIATNA

KEBIJAKAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA MENGENAI PENDIDIKAN BAGI KAUM BANGSAWAN DI INDONESIA TAHUN

SISTEM SEWA TANAH DALAM UPAYA PENGHAPUSAN FEODALISME DI JAWA ABAD XIX ( Fragmen Sosio-kultural pada Masyarakat Jawa ) Rosalina Ginting & Agus Sutono*

Makalah Diskusi SEJARAH SOSIAL EKONOMI

BAB II PENDIDIKAN DAN KEDUDUKAN SOSIAL GURU-GURU DI JAWA PADA AWAL ABAD XX. A. Pendidikan di Kalangan Bumiputera di Jawa pada Awal Abad XX

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH POLITIK ETIS TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA TAHUN SKRIPSI. Oleh: Melinda Vikasari NIM

BAB II KEHADIRAN SERIKAT YESUIT DI NUSANTARA. perdagangan ke pusat rempah-rempah di Asia. Perdagangan Portugis ke Asia

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hak yang dimiliki seorang warga negara Indonesia. adalah hak untuk mendapatkan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. jajahan Belanda agar untuk turut diberikan kesejahteraan. lain Van Deventer, P. Brooshooft, dan Van Limburg Stirum.

Pendidikan Formal Era Hindia Belanda di Kepulauan Sangihe Pada tahun

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke

BAB I PENDAHULUAN. menaklukkan Jayakarta dan memberinya nama Batavia 1. Batavia dijadikan sebagai

Daftar Isi PENDIRIAN MUSEUM MUHAMMADIYAH PROPOSAL 5 ASAS-ASAS 13 RENCANA 24 TAHAPAN PENDIRIAN 1 LATAR BELAKANG SEJARAH PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini

KISI-KISI SOAL PENILAIAN AKHIR SEMESTER 1

BAB II DATA DAN ANALISA

1. PROF. DR. MR. KUSUMAH ATMADJA ( ):

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Minahasa telah dimulai pada abad ke-17 dengan adanya sebuah laporan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

POTRET PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH UMUM Abd. Rouf (Guru SMPN 41 Surabaya)

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

POTRET SEKOLAH PRIBUMI DI BREBES TAHUN 1859 Oleh: Kris Hapsari

sesudah adanya perjanjian Wina dan terutama dibukanya terusan Suez. Hal

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Nama : Mata Pelajaran : Sejarah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

PERANAN TERBITAN DALAM KEMAJUAN PENDIDIKAN FORMAL DAN NON FORMAL. Pendahuluan

SEKOLAH VAN DEVENTER SEKOLAH GURU PEREMPUAN DI JAWA

SEJARAH HUKUM INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1958 TENTANG PEMBERIAN SOKONGAN KEPADA SEKOLAH NASIONAL PARTIKELIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Smith Baden Powell yang kemudian lebih dikenal dengan Bapak Pandu Sedunia

FOTO KEGIATAN SIKLUS I

Presiden Republik Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

Perkembangan pendidikan modern 1 bagi orang Papua dimulai oleh

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA TAHUN 2006 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR : 11 TAHUN 2006 TENTANG

PENDIDIKAN PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA DI SURABAYA TAHUN EDUCATION ON DUTCH GOVERNMENT IN SURABAYA AT

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

SEJARAH PENDIDIKAN PENGANTAR HAKEKAT PENDIDIKAN PROSES PEMANUSIAAN DAN PEMANUSIAWIAN.

Oleh Taufik Hidayat, S.Pd

2008, No Mengingat : 1. c. bahwa pembentukan Kabupaten Pulau Morotai bertujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Departemen Pendidikan Nasional RI (2003:5) mendefinisikan

TANGGAPAN ATAS LAPORAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2001 T E N T A N G PEMBENTUKAN BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1954 TENTANG JAMINAN YANG BERUPA PENSIUN DARI PEMERINTAH BAGI GURU SEKOLAH RAKYAT NEGERI

AVATARA, e-journal Pendidikan Sejarah Volume 4, No. 3, Oktober 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1954 TENTANG JAMINAN YANG BERUPA PENSIUN DARI PEMERINTAH BAGI GURU SEKOLAH RAKYAT NEGERI

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR : 09 TAHUN 2011 TENTANG

DR. MAYOR DUSTIRA PRAWIRAAMIDJAYA Sang Dokter Pejuang ( )

PERJUANGAN MELAWAN PENJAJAHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. Apabila suatu bangsa tidak mengembangkan sumber-sumber manusianya, maka bangsa tersebut tidak akan dapat mengembangkan sistem politik,

BAB I PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam rangka pembangunan nasional. Garis besar

PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Een Yuliani, 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MODUL POLA KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA PADA MASA PERGERAKAN NASIONAL HINGGA KEMERDEKAAN MATERI : HUBUNGAN POLITIK ETIS DENGAN PERGERAKAN NASIONAL

BAB 1. PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia menetap diperkotaan. Jumlah Desa di Indonesia. lebih 375 buah ( Rahardjo Adisasmita, 2006:1 ).

BAB III Pemisahan Agama dan Politik dalam Islam di Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda

A. Pengantar Sewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan peralihan Inggris ( ) oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, sewa tanah

BAB I PENDAHULUAN. mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa

BAB 5: SEJARAH POLITIK KOLONIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SEKOLAH KARTINI DAN VAN DEVENTER: PELOPOR SEKOLAH PEREMPUAN DI SEMARANG PADA MASA KOLONIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

BAB III KESADARAN PEREMPUAN DI MANGKUNEGARAN AKAN PENTINGNYA PENDIDIKAN. manusia. Seseorang dapat dikatakan bangkit bila ia mampu memilih apa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sejatinya adalah pembentukan karakter, sifat dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR RESOR IMIGRASI POLONIA. Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan pada awalnya merupakan

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SIBOLGA. Kota Sibolga terletak di pantai Barat Sumatera Utara. Kota ini berada pada

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TUAL DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA Sangkot Nasution Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN SumateraUtara Abstrak: Tujuan dari sekolah yang didirikan oleh Zending adalah untuk mendidik muridmurid menjadi guru dan mereka ini diberikan pengajaran umum, dan untuk mendidik muridmurid menjadi pendeta khusus dalam bidang agama. Pada abad ke 20 sistem pendidikan di Indonesia pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu : 1. Pendidikan Barat yang diberikan oleh Belanda untuk anak-anak Eropa. 2. Pendidikan pribumi yang diberikan untuk anak-anak pribumi dengan memasukkan system Eropa. 3. Pendidikan Islam yang terpisah dari pendidikan Belanda. Kata kunci : Pendidikan Belanda, Masa Kolonial. I. Pendahuluan Kompani sebagai suatu badan persekutuan dagang tidak mencampuri urusan sosial dan pemerintahan. (Algemen Verslag, 10) Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran sepenuhnya dilaksanakan oleh Zending. Tujuan dari sekolah yang didirikan oleh Zending adalah untuk mendidik murid-murid menjadi guru dan mereka ini diberikan pengajaran umum, dan untuk mendidik murid-murid menjadi pendeta khusus dalam bidang agama. Dengan demikian, ada pemisahan sekolah sesuai dengan fungsiny didalam masyarakat. Walaupun ada pemisahan akan tetapi materi pelajaran disekolah umum tetap berhubungan dengan masalah agama, misalnya membaca dari buku Bibel, pelajaran sejarah juga yang berhubungan dengan nabinabi. Pengetahuan keterampilan tidak diberikan, bahasa pengantar adalah bahasa Melayu. (Algemen Verslag, 10). Sebenarnya aktifitas Zending terutama dikepulauan Maluku adalah merupakan usaha lanjutan yang telah dirintis oleh misi Katolik sewaktu Portugis berkuasa didaerah itu, dan masyarakat telah banyak memeluk agama Kristen. Sedangkan di daerah lain, Zending melaksanakan usaha social khusus dibidang pendidikan hanyalah di Jawa yaitu Jakarta, Depok, Tugu. Sedangkan di luar daerah yang telah disebut tadi pengembangan pendidikan dan pengajaran pada umumnya dilaksakan oleh lembaga pendidikan Islam, seperti pesantren dan surau. Pengetahuan yang diberikan juga bersifat keagamaan dan juga tidak memebrikan pengetahuan keterampilan. Dengan tidak adanya perhatian Kompani pada masalah pendidikan masyarakat, maka peran kedua badan keagamaan yang tersebut diatas cukup penting pada masa itu. Kemudian pada akhir abad ke 19, setelah pemerintah Belanda memeberikan perhatiannya terhadap masalah pendidikan, maka kedua lembaga keagamaan itu berperan sebagai pembantu dalam mengembangkan pendidikan masyarakat. Pada abad ke 20 sistem pendidikan di Indonesia pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu : 1. Pendidikan Barat yang diberikan oleh Belanda untuk anak-anak Eropa. 2. Pendidikan pribumi yang diberikan untuk anak-anak pribumi dengan memasukkan system Eropa. 3. Pendidikan Islam yang terpisah dari pendidikan Belanda. 254

Sangkot Nasution: Strategi Pendidikan Belanda pada masa Kolonial di Indonesia II. Pendidikan Untuk Anak-anak Eropa Dan Pribumi 1. Pendidikan dan pengajaran untuk anak-anak Eropa Untuk anak-anak Eropa, ada tiga tingkat sekolah dasar yang dinamakan E.L.S. (Europeesche Lagere School) lama belajar enam tahun. Didirikan di Jakarta pada tahun 1816. Kemudian disekitar tahun 1900-1940 perkembangan jumlah sekolah dan murid tidak mengalami perkembangan yang berarti, akan tetapi setelah tahun 1900 jumlah anak-anak pribumi yang memasuki E.L.S. meningkat. Kemudian jenis kedua adalah sekolah menengah. Sekolah menengah terdiri dari H.B.S. (Hooger Burger School) lima tahun dan H.B.S. tiga tahun. Sekolah ini didirikan pada tahun 1867 di Jakarta. Sebelumnya telah ada Gymnasium enam tahun didirikan pada tahun 1860 di Jakarta yang diberi nama Gymnasium III. Tamatan H.B.S. lima tahun dapat melanjutkan ke Universitas, dan H.B.S. tiga tahun ke sekolah kejuruan atau dapat juga ke H.B.S. lima tahun di kelas IV. Dalam tahun 1903 didirikan sekolah M.U.L.O. tiga tahun dan dianggap sederajat dengan H.B.S. tiga tahun. Tamatan M.U.L.O. dapat melanjutkan ke H.B.S. lima tahun di kelas IV. Baik H.B.S. tiga tahun maupun M.U.L.O. sebenarnya dipersiapkan untuk memasuki sekolah kejuruan. Pemilik ijazah M.U.L.O. mempunyai arti penting karena mendapat posisi yang baik di dalam masyarakat. (Creutsberg, 32) Kemudian tahun 1919 didirikan A.M.S. (Algemeene Middlebare School). Sekolah ini merupakan lanjutan M.U.L.O. yang lama belajarnya tiga tahun, Jenis ketiga adalah Universitas, yang terdiri dari tiga sekolah tinggi, yaitu : Kedokteran Batavia 1927, ITB 1920, dan Recht Hoge School, Jakarta 1924. 2. Pendidikan dan pengajaran untuk anak-anak pribumi Pendirian untuk anak-anak orang Eropa tidaklah mendapat kesulitan karena memakai system pendidikan yang telah ada dinegeri Belanda. Di samping itu pula jumlah mereka relatif kecil. Akan tetapi tidaklah demikian halnya dengan sekolah untuk anak-anak pribumi. Karena masyarakat telah lama mengenal sistem pendidikan Islam yakni pesantren. Dan lembaga inilah yang merupakan wadah pendidikan raykat yang telah berakar kuat di dalam masyarakat. A. Rencana untuk mendirikan sekolah untuk anak-anak pribumi dengan menggunakan sistem pesantren. Pemerintah dalam usahanya mendirikan sekolah untuk anak-anak pribumi agar mereka dapat memperbaiki kehidupan kelak di dalam masyarakat tidak dapat mengabaikan peranan lembaga pendidikan yang telah ada. Hal ini ternyata dari sikap Gubernur Jendral Van Der Capellen dalam tahun 1816 memerintahkan kepada para bupati di Jawa untuk mengadakan penyelidikan sistem pesantren, dan seberapa jauh pengaruhnya dalam masyarakat. Menurut Van Der Capellen sebaiknya pendidikan muncul dari masyarakat itu sendiri. Dan jika mungkin agar sistem pendidikan pesantren dilengkapi dengan sistem pendidikan Barat dan dipakai sebagai dasar pendidikan rakyat. (Historisch, 8-9) Akan tetapi pemerintah tidak dapat melaksanakannya karena dianggap terlalu berat dan sukar, karena di Jawa saja telah berdiri 17.000 buah pesantren. Sedangkan dana untuk anggaran pendidikan rakyat yang disediakan sejak tahun 1848 hanya sebesar f. 25.000 per tahun, terutama untuk mendidik anak-anak pegawai. (Encyclopaedie, 108.) Langkah lanjut untuk pengambangan pendidikan rakyat ialah menyiapkan tenaga guru, maka dalam tahun 1851 didirikan sekolah guru yang pertama di Sukarta dan dalam tahun 255

1866 didirikan di Bandung. Untuk daerah di luar Jawa sekolah guru yang pertama didirikan di Bukit Tinggi (Ford de kock) dalam tahun 1856. Dan sejalan dengan usaha pemerintah untuk pengembangan pendidikan rakyat dengan biaya yang sangat terbatas, maka pemerintah dalam tahun 1849 mengizinkan berdirinya sekolah-sekolah swasta, kemudian dalam tahun 1874 pemerintah memberikan subsidi tetapi hanya diberikan pada lembaga pendidikan yang dilaksanakan oleh Zending, sedangkan untuk lembaga pendidikan Islam tidak mendapat subsidi. Sikap berat sebelah ini dianggap tidak adil oleh Verkerk, Pistorius, inspektur honorair, karena rakyat yang beragama Islam juga membayar pajak untuk sekolah Zending, maka pesantren juga berhak mendapat subsidi. Jika biaya terlalu besar untuk itu, maka sebaiknya diadakan penggabungan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Barat. Penolakan untuk kedua kalinya terhadap pemikiran untuk mengangkat sistem pesantren dengan menggabungkan dengan pendidikan Barat sebagai dasar pendidikan rakyat. Akan tetapi mentri Koloni Mr. L.W. Ch. Keuchenius menyetujui pemberian subsidi untuk sekolah yang berdasarkan agama Islam disekitar tahun 1890, karena dianggap disamping mengajarkan agama juga menyelenggarakan usaha-usaha kemasyarakatan. Dengan demikian ternyata bahwa lembaga pendidikan Islam sebagai wadah pendidikan masyarakat secara tidak langsung diakui oleh pemerintah Belanda, hanya saja usaha penyempurnaanya untuk dapat dipakai sebagai dasar pendidikan rakyat tidak ada kesepakatan. Dan hal ini pulalah kiranya yang mungkin menyebabkan lembaga pendidikan Islam dapat mempertahankan bentuk aslinya. B. Hasil perkembangan sistem sekolah untuk anak-anak pribumi sekitar tahun 1920. Adanya pembatasan pendidikan untuk golongan Eropa dan pribumi dirasakan sebagai sikap yang kurang adil menurut mentri Koloni Fransenvan de Putted dan Direktur Pendidikan, Agama dan Industri Van der Chijs. Kempatan untuk memasuki sekolah Eropa harus juga diberikan pada masyarakat pribumi. Kedua tokoh ini mendesak kepada pemerintah pusat yang kemudian mendapat persetujuan raja yaitu dengan keluarnya Koninklijk Besluit dalam tahun 1864. Dengan keluarnya putusan ini maka kesempatan untuk mendapat pendidikan Barat bagi masyarakat terbuka. (Historisch, 43-45) Putusan ini rupanya hanya berlaku diatas kertas saja karena pada pelaksanaannya timbul perdebatan. Dari pihak kepala-kepala sekolah ada keberatan dengan alasan tidak cukup biaya untuk penambahan gedung dan merendahkan kedudukan anak-anak Eropa, juga menambah beban guru. (Historisch, 43-45) Dalam tahun 1893 ditetapkan sekolah untuk anak-anak pribumi terdiri atas dua bagian yakni sekolah kelas satu untuk anak-anak dari keluarga bangsawan dan berada, dan sekolah kelas dua untuk anak-anak dari masyarakat biasa. Baik pada sekolah kelas satu maupun pada sekolah kelas dua bahasa Belanda tidak dianjurkan. Umumnya lama belajar lima tahun untuk sekolah kelas satu, dan dua tahun untuk sekolah kelas dua. Tujuan utama dari sekolah kelas dua adalah melengkapi keperluan pendidikan rakyat di pedesaan. Terjadinya perubahan pandangan politik negeri Belanda memberikan udara cerah dalam pendidikan di Indonesia, yaitu dengan munculnya Politik Etis yang disuarakan oleh Van Deventer yang disebut juga politik Asosiasi. Agar rakyat Indonesia dapat juga menikmati kemajuan Barat dan disamping itu dapat mempertahankan kepribadian sendiri seperti adat dan kesenian. Dalam tahun 1900 tampil Direktur Pendidikan, Agama dan Industri Abendanon sebagai salah seorang pembela Politik Etis yang menghendaki agar sekolah Barat terbuka untuk pribumi. Sebenarnya ide untuk meniadakan perbedaan kelas Barat dan kelas pribumi di 256

Sangkot Nasution: Strategi Pendidikan Belanda pada masa Kolonial di Indonesia dalam dunia persekolahan telah menjadi permasalahan pokok sejak awal abad ke 18. Untuk menampung keinginan ini pemerintah harus memikirkan wadah pendidikan untuk memungkinkan realisasinya seperti didirikannya H.I.S. sebagai pengganti sekolah kelas satu dan sekolah desa untuk pengganti sekolah kelas dua kemudian sekolah Schakel sebagai lanjutan dari sekolah desa, juga ada perkembangan baru disekolah menengah. H.I.S. (Hollandsche Indische School) Dengan terbukanya kesempatan memasuki sekolah dasar Barat bagi anak-anak pribumi, maka berarti mereka dapat memasuki E.L.S. Kesulitan yang timbul adalah penampungan bagi mereka karena harus mengeluarkan biaya relatif besar dan pengetahuan bahasa Belanda. Di E.L.S. bahasa pengantar adalah bahasa Belanda. Oleh Abendanon masalah bahasa inilah dianggap sebagai jurang pemisah dan menyarankan pemerintah membuka kursus bahasa Belanda untuk anak-anak pribumi, karena dianggap usaha swasta masih belum memadai. Pemerintah Belanda tidak dapat memperkenankan usul tersebut walaupun mungkin dianggap baik karena terbentur dalam masalah biaya. Oleh karena itu, penanggulangan masalah ini dipercayakan kepada swasta. Dan sikap ini bertentangan dengan ide Abendanon. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah Belanda ialah dengan memasukkan pelajaran bahasa Belanda di sekolah kelas satu. Dalam tahun 1914 sekolah kelas satu dileburkan menjadi H.I.S. tujuh tahun. Dengan berdirinya H.I.S., maka masalah bahasa Belanda sebagai jurang pemisah dapat ditutup. Jalan untuk menuju tingkat yang lebih tinggi terbuka, walaupun pada awalnya masih terbatas pada golongan tertentu. III. Sekolah untuk Masyarakat Desa Pendidikan untuk masyarakat desa juga memerlukan perhatian karena jumlah penduduk di pedesaan lebih besar dari pada penduduk di perkotaan. Di pulau Jawad an Madura saja, di sekitar tahun 1906 jumlah anak yang telah memasuki usia sekolah diperkirakan 4,5juta. Untuk anggaran biasa pengajaran sekolah kelas dua diperlukan f. 5.600.000 per tahun. (Encyclopaedie, 108.) Gubernur Van Heutsz dalam usahanya untuk menanggulangi masalah ini telah mengadakan suatu lembaga baru yang dinamakan sekolah desa (Volk School) dalam tahun 1907. Jenis sekolah ini dianggap lebih murah dan sederhana. Pembiayaan dipikul oleh masyarakat desa sendiri. Mayarakat dapat menyediakan dana melalui lumbung desa atau koperasi desa. Dengan demikian, masyarakat dapat melatih diri untuk mengurus dan mengatur kesejahteraan desanya. Setelah berdiri sekolah desa maka sekolah kelas dua dilebur didalamnya. Lama belajar sekolah desa 3-4 tahun. Setelah tamat dari sekolah desa, murid-murid dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi yaitu sekolah lanjutan (Vervolg School) lama belajar 2-3 tahun. Dengan adanya sekolah lanjutan ini maka diharapkan untuk menjadikan standard pendidikan tendah enam tahun tahap demi tahap akan tercapai. (S.L. van der Wal, 693) Perkembangan sekolah desa sejak tahun 1907 sampai dengan 1940 terus meningkat. Sekolah Schakel Sekolah Schakel didirikan pada tahun 1921. Tujuan dari pendidikan sekolah ini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang lebih tinggi setelah tamat dari sekolah desa. Ide untuk mengadakan sekolah ini datangnya dari K.F. Creutszberg, Direktur Pendidikan, Agama dan Industri, yang merasakan tidak ada keseimbangan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan dalam memperoleh pengetahuan Barat. Karena disekolah desa tidak diajarkan bahasa Belanda, maka mereka tidak dapat melanjutkan ke sekolah menengah. 257

Agar sekolah desa mempunyai kesempatan sebagaimana H.I.S. dapat melanjutkan ke Mulo didirikan sebagai percobaan sekolah Schakel. Masa belajar lima tahun, setelah sekolah desa tiga tahun. Jadi, masa belajar seluruhnya delapan tahun dan dianggap setarap dengan H.I.S. tujuh tahun akhirnya menjadi permanen. Peranan sekolah Schakel tidak kecil karena berfungsi sebagai jembatan penghubung antara sekolah desa dengan apa yang disebut pendidik Barat, misalnya pengetahuan bahasa Belanda. Dengan adanya Schakel maka perbedaan kelas masyarakat untuk memasuki sekolah Barat telah lenyap dan bahasa Belanda yang selama ini dianggap sebagai jurang pemisah telah berhasil dijembatani. Setelah terbukanya H.I.S untuk anak-anak pribumi maka mereka dapat melanjutkan ke sekolah menengah, terutama ke M.U.L.O. dan tamatan dari sini dapat memasuki sekolah kejuruan. Dengan demikian, mereka dapat menduduki posisi yang baik di dalam masyarakat dimana sebelumnya diduduki oleh orang Belanda. Kemudian sejak berdirinya A.M.S. sebagai lanjutan dari M.U.L.O. maka kesmpatan untuk memasuki Perguruan Tinggi terbuka. Suatu hal yang menguntungkan lagi ialah H.B.S. tiga tahun dianggap sederajat dengan M.U.L.O. maka dengan demikian setelah memiliki ijazah M.U.L.O. dapat memasuki H.B.S. lima tahun. Dengan demikian, dua pintu terbuka untuk memasuki Perguruan Tinggi. IV. Kesimpulan Pendidikan formal di Indonesia pertama kalinya dilaksanakan oleh Zending. Pendidikan ini amat terbatas karena mempunyai tujuan untuk membina kader pendeta. VOC tidak mencampuri urusan pendidikan rakyat, kecuali bergerak dalam bidang perdagangan. Kemudian ketika VOC digantikan oleh penguasa kolonial Belanda, pendidikan mendapat perhatian kendati terbatas untuk kalangan masyarakat Belanda dan segelintir golongan bangsawan. Kemudian di Eropa muncul suatu pandangan baru yang menganggap bahwa Belanda telah mendapat keuntungan besar dari Indonesia. Oleh karena itu, layak pendidikan rakyat mendapat perhatian. Ide ini dikenal dengan Politik Etis yang membawa perubahan baru dalam pendidikan. Penguasa Belanda menerapkan model pendidikan Barat di Indonesia, memang untuk pertama kalinya masih ada juga pembatasan bagi murid yang ingin bersekolah. Tetapi hali ini tidak terlalu lama karena ada kesadaran bahwa sekolah berbahasa Belanda perlu juga untuk rakyat biasa. Tentu saja hal ini tidak mudah untuk mencari jalan keluarnya. Oleh karena itu, didirikanlah sekolah Schakel sebagai transformator menuju sekolah yang berbahasa Belanda, seperti H.I.S., kemudian sekolah-sekolah tinggi pun dibuka. Hal ini merupakan langkah awal bagi bangsa Indonesia untuk memasuki dunia ilmu pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA Algemen Verslag het Inlandcsh Onderwijs in Ned. Indie, loopende over de Jaren 1893-1897 K.F. Creutsberg. Het Onderwijs in Ned. Indie Historisch Overzicht van het Regeringsbeleid, jilid 1 Encyclopaedie van Ned. Indie, bag. Ke V Historisch Overzicht, jilid II Encyclopaedie van Ned. Indie, bag. Ke III Historisch Overzicht, jilid II S.L. van der Wal, Het Onderwijsbeleid in Ned. Indie 258