BAB I PENDAHULUAN. sendiri, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 18

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. saat ini telah di limpahkan ke masing-masing daerah melalui otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. tingkatan, yaitu : (1) Sultan yang memimpin kerajeun dan daerah taklukannya,

-1- BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

-1- BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

-1- QANUN ACEH NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR : 3 TAHUN : 2005 SERI : D NOMOR : 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi, terjadi beberapa amandemen terhadap UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAHAN KAMPUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 6 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2008 TENTANG

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG DALAM KOTA LANGSA DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA LANGSA,

QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG SUMBER KEUANGAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DALAM KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM PULO PINEUNG DAN MUKIM CALEUE KECAMATAN DARUL AMAN KABUPATEN ACEH TIMUR

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT GAMPONG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

-1- BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM KEUMUNENG DAN MUKIM KUTA BARO KECAMATAN IDI TUNONG KABUPATEN ACEH TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG SAH RAJA DAN GAMPONG SIJUDO KECAMATAN PANTE BIDARI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA KECAMATAN DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA KECAMATAN DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEURUKON KATIBUL WALI

QANUN ACEH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG REUSAM GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH

BUPATI ACEH UTARA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH UTARA NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN BIREUEN BUPATI BIREUEN

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

KEPALA SEKRETARIAT MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN TITEUE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

REUSAM KAMPUNG KALOY. No : Tahun 2010 TENTANG PERATURAN KAMPUNG (REUSAM) TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM / ADAT MERAGREH UTEN

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

-1- QANUN ACEH NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH ACEH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentu memiliki tujuan dan cita-cita nasional untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

QANUN KOTA SABANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA KECAMATAN DALAM KOTA SABANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

QANUN KABUPATEN PIDIE JAYA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN KELURAHAN DAN PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN PIDIE JAYA

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS ADAT ACEH KOTA BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

kemajuan pada masa yang akan datang;

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. perjalanan kehidupan umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG TUHA PEUET GAMPONG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHUWATA ALA

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PIDIE JAYA DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PEMERINTAH KABUPATEN PIDIE PROVINSI ACEH QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR: 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN MUKIM DI KECAMATAN KOTA SIGLI KABUPATEN PIDIE

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT LEMBAGA KEISTIMEWAAN ACEH TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN GAMPONG DALAM KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

(2) Pendanaan Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tahun dianggarkan dalam APBA.

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TIMUR KEPADA KOPERASI PRIMA JASA

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BUPATI GAYO LUES QANUN KABUPATEN GAYO LUES NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. demikian besar dan luasnya, maka dibutuhkan strategi pemerintahan yang mantap.

QANUN ACEH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA ADAT BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM,

WALIKOTA SUBULUSSALAM PROVINSI ACEH

REUSAM KAMPUNG BENGKELANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : TAHUN 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUBULUSSALAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

PEMERINTAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM QANUN ACEH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. daerah, ketimpangan pembiayaan pembangunan antar daerah kian menonjol.


PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR : 5 TAHUN 2000 T E N T A N G SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH UTARA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN KECAMATAN DALAM KABUPATEN ACEH UTARA

BUPATI ACEH TIMUR PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aceh merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan kemudian dikuatkan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh yang semakin memperkuat kekhasan daerah Aceh terutama Gampong sebagai ujung tombak pemerintahan. Lahirnya Undangundang tersebut semakin menegaskan pergeseran sistem dari era sentralisasi pusat menuju era desentralisasi atau otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat c menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Didalam desentralisasi desa atau gampong, dimungkinkan adanya pembagian kewenangan serta keuangan kepada desa / gampong untuk membuaat desa / gampong bermakna sebagai local-self government. Jika desentralisasi ditujukan untuk penataan kelembagaan model baru yang menggabungkan antara desa (local-self government) dan adat (self-governing community) maka hasilnya adalah : (1) penataan kelembagaan desa yang sesuai dengan adat dan kebijakan Negara; (2) model local-self government desa tetap menekankan pada prinsip self-governing community; bahkan memiliki basis kulturan dan sosial yang kuat (3) terdapatnya 1

batas-batas wilayah dan hak ulayat desa secara jelas; (4) pemulihan identitas lokal dan modal sosial; dan (5) pengalihan kewenangan dan keuangan kepada desa baru (Afadlal dkk,2008:35). Gunawan Sumodiningrat (1999:34) mengemukakan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan daerah yaitu: 1. Bentuk kontribusi riil dari daerah yang diharapkan oleh pemerintah pusat dalam proses pembangunan dasar; 2. Aspirasi masyarakat daerah itu sendiri terutama yang terefleksi pada prioritas pembangunan daerah; 3. Keterkaitan antara daerah dalam tata perekonomian makro dan politik. Pada masa Orde Baru penyelenggaraan pemerintahan berlangsung sentralistik, yang diikuti dengan politik hukum univikasi untuk seluruh daerah di wilayah Indonesia. Sehingga, dengan paradigma seperti ini, sistem pemerintahan di daerah diupayakan berlangsung secara seragam se Indonesia. Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan desa, yang mengatur tentang pemerintahan desa (Pasal 3) termasuk cara pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian Kepala daerah (Pasal 4, 5, dan pasal 9) maka semua keputusan dan instruksi-instruksi yang pernah dikeluarkan sebelumnya oleh pemerintah daerah tentang hal itu, dengan sendirinya harus disesuaikan atau bahkan tidak berlaku lagi. Dan hal yang berhubungan dengan pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian kepala-kepala Desa/Kampung untuk seluruh daerah dalam wilayah Indonesia harus didasarkan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut.

Seiring dengan berjalannya proses reformasi sistem pemerintahan di Indonesia, pemerintah memberlakukan Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberikan semangat baru untuk menghidupkan kembali system adat dan kelembagaan pada tingkat Gampong di Aceh. Untuk Aceh sendiri yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945. Dalam rangka penyelesaian konflik, khusus bagi Aceh, Pemerintah memberlakukan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Penyelenggaraan keistimewaan tersebut menurut Pasal 3 Ayat (2) meliputi: a) Penyelenggaraan kehidupan beragama, b) Penyelenggaraan kehidupan adat, c) Penyelenggaraan pendidikan, dan d) Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah Dalam undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan mengenai struktur masyarakat Gampong perlu difungsikan kembali seperti sebelum adanya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979. Pelaksanaan undang-undang baru harus diterapkan sesuai dengan situasi masyarakat Aceh yang memiliki keunikan tersendiri. Dengan demikian, harapan

untuk memperbaiki kembali struktur masyarakat Gampong di Aceh dapat tercapai. Pada tahun 2001 lahir Undang-undang Nomor 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dimana kemudian pasca penandatanganan Nota kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka lahirlah Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Salah satu bentuk lembaga pemerintah yang mendapat perhatian khusus yakni pemerintahan terendah yang di Aceh dikenal dengan sebutan Gampong, sehingga semakin memperkuat kekhasan pemerintahan desa (gampong) di Aceh. Saat sebelum adanya ketentuan ketentuan seperti peraturan perundang undangan tentang Pemerintahan Desa diatur dalam undang-undang yang berlaku sama seperti desa-desa lainnya di Indonesia, yang mengatur tentang pelaksanaan pemerintahan desa. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh merupakan Undang-undang yang selain memberikan keuntungan yang cukup luas kepada Pemerintah Aceh dalam hal mengurus dan membangun daerah yang sesuai dengan aspirasi dan sumber daya yang ada. Undang-undang ini juga memberikan kesempatan kepada Pemerintah Aceh untuk menghidupkan dan memajukan lembaga adat yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Aceh. Dalam Pasal I angka 20 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 disebutkan,

Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Geuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri Ketentuan yang mengatur Gampong dan perangkatnya dalam undangundang Nomor 11 Tahun 2006 diatur dalam Pasal-pasal 115, 116, dan 117. Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 117 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, maka diaturlah tentang Pemerintahan Kampung dalam kabupaten Aceh Tamiang yang diwujudkan dalam qanun kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Kampung. Desa di Kabupaten Aceh tamiang disebut Kampung, sedangkan pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kampung yang dipimpin oleh seorang Datok Penghulu. Pemerintahan kampung diselenggarakan oleh Pemerintah Kampung dan MDSK (Majelis Duduk Setikar Kampung). Pemerintahan Kampung adalah penyelenggara pemerintahan yang dilaksanakan oleh Datok Penghulu, Tok Imam dan Perangkat Kampung, Perangkat Kampung sendiri terdiri dari Sekretaris Kampung dan Perangkat Kampung lainnya, Perangkat kampung lainnya sebagaimana tersebut terdiri atas: 1. Sekretariat kampung 2. Unsur Pelaksana Teknis; dan 3. Unsur Kewilayahan Dalam menyelenggarakan pemerintahan kampung sebagaimana yang tertuang pada Qanun Nomor 19 kabupaten Aceh Tamiang, Bab IV Pasal 19 bagian ke (2) Pemerintah Kampung mempunyai kewajiban : a. Melaksanakan Syari at Islam

b. Meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat c. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum bagi masyarakat d. Mengembangkan sumber daya produktif dengan mendayagunakan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat e. Melaksanakan qanun Kampung dan peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan kewenangannya f. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya g. Menjaga kelestarian lingkungan hidup h. Mengelola administrasi Kampung i. Melestarikan nilai sosial budaya yang berkembang dimasyarakat j. Mengembangkan kehidupan ekonomi masyarakat k. Menampung aspirasi masyarakat l. Membuat laporan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku m. Menjaga dan memelihara adat istiadat n. Kewajiban lain yang diatur dalam perundang-undangan. Dalam pelaksanaan otonomi Kampung pasca pemberlakuan UUPA dan turunannya yaitu Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 Tahun 2009, pemerintah dan masyarakat Kampung dituntut untuk lebih mandiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangga Kampung, termasuk dalam mengatur dan mengelola sumber dana yang berasal dari pemerintah dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Kampung, dan juga Pendapatan Asli Kampung (PAK), sebagai salah satu sumber anggaran penerimaan atau pendapatan Kampung yang memainkan peran penting dalam pembangunan Kampung.

Terlepas dari dana besar yang dikucurkan pemerintah bagi pelaksanaan otonomi Kampung, Pendapatan Asli Kampung merupakan salah satu sumber anggaran yang memainkan peran penting dalam pembangunan Kampung dimana tidak semua pembangunan yang dilakukan dapat diserap dari dana bantuan pemerintah. Hal tersebut merupakan sebagian dari permasalahan yang dihadapi pemerintah dan masyarakat di Aceh terkait dengan pendapatan asli kampung dalam kerangka otonomi Kampung. Dalam hal ini salah satunya adalah pemerintah dan masyarakat Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang. Banyak potensi sumber daya yang dimiliki oleh Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, namun potensi-potensi tersebut belum digunakan dan dikembangkan secara maksimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kampung. Kondisi ini sangat disayangkan mengingat pelaksanaan otonomi Kampung menuntut kreatifitas dan kemandirian Kampung untuk mengatur rumah tangganya sendiri termasuk dalam hal pengaturan keuangan dan kelembagaan Kampung. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed untuk menggali dan mengembangkan potensi-potensi dan sumber keuangan salah satunya adalah dengan membuat strategi bagi penguatan kelembagaan pemerintah Kampung dalam peningkatan pendapatan asli Kampung dalam pelaksanaan otonomi Kampung. Berangkat dari hal-hal di atas, mendorong penulis melakukan penelitian dengan judul : Penguatan Kelembagaan Pemerintah Kampung Dalam Rangka

Menunjang Pelaksanaan Otonomi Kampung (Studi Pada Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang). 1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah sangat dibutuhkan dalam suatu penelitian agar penelitian tersebut dapat terfokus dan terencana. Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan yang diteliti sebagai berikut : 1. Bagaimana penguatan kelembagaan pemerintah yang ada di Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang pasca terbitnya Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 tahun 2009 Tentang Pemerintahan Kampung? 2. Apa saja dampak pelaksanaan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 tahun 2009 Tentang Pemerintahan Kampung, terhadap kelembagaan pemerintah Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang? 1.3. Tujuan Penelitian Bertititk tolak dari perumusan masalah yang diajukan diatas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis penguatan kelembagaan pemerintah di Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang, pasca lahirnya Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 tahun 2009 Tentang Pemerintahan Kampung, antara lain dilihat dari :

a. Stuktur dan Mekanisme kerja lembaga Kampung, serta hubungan antara lembaga Kampung dalam memperkuat otonomi Kampung. b. Aspek-aspek kelembagaan Kampung yang dipersiapkan/diperbaiki dalam rangka otonomi Kampung. c. Kemampuan pembiayaan Kampung serta mekanismenya. 2. Untuk menganalisis dampak pelaksanaan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 19 tahun 2009 Tentang Pemerintahan Kampung, terhadap kelembagaan pemerintah Kampung Tualang Baro, Kecamatan Manyak Payed, Kabupaten Aceh Tamiang. 1.4. Manfaaat Penelitian Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berperan untuk pengembangan keilmuan kedepan khususnya dalam hal Penguatan Kelembagaan Pemerintahan Kampung Dalam Menunjang Pelaksanaan Otonomi Kampung, kemudian juga diharapkan dapat memberikan data dan informasi untuk penelitian berikutnya. Secara praktis hasil penelitian ini dapat berguna bagi : a. Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan arah kebijakan dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Kampung. b. Kampung sebagai bahan analisis dan kajian dalam memperkuat posisi Kampung serta Kelembagaan Kampung dalam pelaksanaan Otonomi Kampung.

c. Masyarakat dapat digunakan sebagai bahan informasi, khususnya dalam masalah masalah yang akan dihadapi Kampung dalam pelaksanaan Otonomi Kampung.