Ahmad Heri Firdaus Peneliti Ekonomi INDEF

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

PERMASALAHAN PAJAK INDONESIA. Ayu Noviani Hanum. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang. Abstrak

B. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pasal 1 Undang-Undang No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan, maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai sumber

Kajian Potensi Penerimaan Perpajakan Berdasarkan Pendekatan Makro. Ringkasan eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah. membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara ( Milyar rupiah ) Tahun Sumber Penerimaan. Penerimaan.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

Optimalisasi Pajak: Tinjauan Kelembagaan dan Politik Anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini, kita tidak bisa bebas dari yang namanya pajak. Bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran

BAB 1 PENDAHULUAN. Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah membutuhkan

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

Dradjad H Wibowo Yogyakarta, 7 November 2015

BAB I PENDAHULUAN. maju dan sejahtera. Dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan

Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH.

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat, penetapan APBN sendiri dilakukan setelah ada pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

EVALUASI PENERIMAAN PAJAK TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA. PENDAPATAN, HIBAH, BELANJA PEMERINTAH

BAB III PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

CATATAN ATAS APBN-P 2015 DAN PROSPEK APBN 2016

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dengan kemampuan kapasitas fiskal tinggi suatu negara akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

BAB I PENDAHULUAN. penting sehingga setiap tahun target penerimaan pajak semakin ditingkatkan.

KONSEP DAN ANALISIS RASIO PAJAK. Dr. Adinur Prasetyo

BAB I PENDAHULUAN. negeri berasal dari penjualan migas dan nonmigas serta pajak. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

BAB I PENDAHULUAN. negara yang terutang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

BAB I PENDAHULUAN. perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu. yang berguna bagi kepentingan bersama Waluyo (2008:2).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Pajak 2005 dan 2006 (Rp miliar)

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN. Objek dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber, diantaranya : a. Sejarah Direktorat Jendral Pajak

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Karena pajak mempunyai fungsi sebagai budgetair yang

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

PENGANTAR PERPAJAKAN. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. 1,019 trilyun atau sebesar 79% ( berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukanlah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, sesuai


BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan nilai (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak

RechtsVinding Online

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam Anggaran Penerimaan

TAX AMNESTY DALAM PEREKONOMIAN MAKRO

By Afifudin PSP FE Unisma 2

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemajuan bangsa Indonesia didasari oleh pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pada zaman orde baru mengandalkan penerimaan negara pada sektor

Kenapa Harus Ikut - TAX AMNESTY. By SA.Edy Gunawan SE., SH., Ak., M.Ak., CLA (Senior Partner Ofisi Prima Consulting)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAX REFORM PAJAK PENGHASILAN. Fadjar Harimurti Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berjumlah Rp ,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang taat pajak. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin tingginya

DATA POKOK APBN

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang-Undang Dasar 1945, dimana bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

TINJAUAN PERENCANAAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN REALISASINYA D R A F T I. Oleh : Kelompok II. M. Yus Iqbal Eny Sulistiowati Ikawati Martiasih Nursanti

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

Ahmad Heri Firdaus Peneliti Ekonomi INDEF Disampaikan pada Seminar Nasional Anomali Perpajakan di Indonesia Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie

OUTLINE Perkembangan dan Target Penerimaan Perpajakan Realisasi Penerimaan Perpajakan Tahun 2015 Permasalahan Perpajakan Strategi Optimalisasi Penerimaan Perpajakan

Tujuan Pajak Tujuan Pajak adalah untuk menegakkan kemandirian ekonomi dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan kemampuan sendiri. Secara bertahap, pajak diharapkan bisa mengurangi ketergantungan utang luar negeri.

Perkembangan Penerimaan Perpajakan Penerimaan Perpajakan Meningkat dari Rp619,9 T (2009) Menjadi Rp1.146,5 T (2014) dengan Pertumbuhan Rata-rata 10,0%, dan Ditargetkan Rp1.489,3 pada Tahun 2015 dengan Pertumbuhan 29,9% Sumber: Kemenkeu, 2015 Kontribusi penerimaan perpajakan bersumber dari pajak nonmigas (78,7 persen), sedangkan kepabeanan dan cukai (13,8 persen), dan PPh Migas (7,5 Persen)

Tax Ratio Dalam Triliun Rp Uraian 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Pajak Pusat 619.9 723.3 873.9 980.5 1,077.3 1,146.7 1,489.3 SDA Migas 125.8 152.7 193.5 205.8 226.8 216.9 81.4 SDA Minerba 10.4 12.6 16.4 15.9 18.6 21.4 31.7 Total Pajak Pusat + SDA Migas + SDA Minerba 2015 APBNP 756.0 888.7 1,083.7 1,202.2 1,322.7 1,385.0 1,602.3 Pajak Daerah* 45.1 56.2 79.3 94.6 119.8 131.4 160.3 Total Pajak Pusat + SDA Migas + SDA Minerba + Pajak Daerah 801.1 944.9 1,163.1 1,296.8 1,442.5 1,516.3 1,762.6 PDB 5,613.40 6,422.2 7,427.1 8,241.9 9,084.0 10,542.7 11,700.8 Tax ratio (arti sempit) 11.04 11.26 11.77 11.90 11.86 10.88 12.73 Dalam % Tax ratio (Pajak Pusat + SDA Migas + SDA Minerba) Tax ratio (Pajak Pusat + SDA Migas + SDA Minerba + Pajak Daerah) *) angka penerimaan perpajakan tahun 2016-2019 menggunakan angka RPJM 13.47 13.84 14.59 14.59 14.56 13.14 13.69 14.27 14.71 15.66 15.73 15.88 14.38 15.06 Sumber: Kemenkeu, 2015

Kondisi Perpajakan di Indonesia Pentingnya peran pajak sebagai sumber pembiayaan Pajak memberikan sumbangan sekitar 80% terhadap total penerimaan negara (Realisasi APBN 2014) Meningkatnya peran pajak dalam penerimaan dapat mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri 50% penerimaan pajak berasal dari jenis pajak PPh, 30% dari PPN, sisanya dari pajak lain-lain Tax ratio sulit meningkat, dan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN Tax ratio Indonesia (total penerimaan pajak : PDB) 13,14% Rax ratio beberapa negara ASEAN berkisar antara 17-20% Jumlah wajib pajak belum sebanding dengan jumlah penduduk di Indonesia Tarif pajak masih relatif tinggi, kurang kompetitif bagi investor

Kontribusi Pajak Dalam Penerimaan Negara 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1211 982 995 981 849 874 708 723 638 659 620 495 490 404 409 342 347 242 281 1551 1439 1338 1077 1146 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Realisasi Penerimaan Perpajakan Realisasi Penerimaan Negara

Kondisi Perpajakan di Indonesia Administrasi pajak masih rumit dan belum optimal Proses pengurusan dokumen pajak masih dirasakan rumit, karena banyaknya dokumen yang harus dipenuhi Dari wajib pajak perseorangan yang terdaftar (sekitar 3 juta), hanya 70-80% yang aktif mengirimkan SPT Sistem pengawasan pajak belum optimal, masih banyak kasus penyelewengan pajak (tax evasion) Adanya otonomi daerah telah memunculkan pungutanpungutan baru bagi wajib pajak, melalui perda-perda pajak dan retribusi daerah. Sebagian perda bermasalah, karena dilakukan pada obyek-obyek yang seharusnya dipungut pemerintah pusat: Sistem monitoring perda-perda tentang pungutan di pusat dan daerah belum terintegrasi dengan baik, masih terjadi pungutan yang tumpang tindih antara pusat dan daerah 9

Target Penerimaan Pajak: Suatu Lompatan Besar Pemerintah mentargetkan penerimaan pajak 2015 meningkat drastis, yaitu sekitar 30 persen dari realisasi penerimaan pajak 2014 Target peningkatan ini, ditetapkan di tengahtengah trend perlambatan ekonomi Indonesia Realisasi penerimaan pajak 2014 jauh di bawah target, yaitu hanya 91,75 persen Mengapa pemerintah membuat target penerimaan pajak melonjak drastis? Bagaimana pemerintah dapat merealisasikan target penerimaan tersebut?

Target Penerimaan Perpajakan Dalam APBN-P 2015 Meningkat Rp109,3 T (7,9%) dari APBN 2015 atau Rp342.7 T (29,9%) dari Real 2014 Target penerimaan perpajakan APBN-P 2015 tumbuh 29,9% dari Real 2014, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan APBN 2015 sebesar 20,4%. Pencapaian penerimaan perpajakan dalam beberapa tahun terakhir cenderung belum optimal, masih dibawah pertumbuhan alamiahnya. Perkembangan tax-ratio tidak banyak mengalami peningkatan Tax Buoyancy mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dalam tahun 2015, diperlukan strategi penerimaan perpajakan (extra effort) untuk mencapai target APBN-P.

Realisasi Penerimaan Pajak per 31 Mei 2015 (Miliar Rupiah) No Jenis Pajak Realisasi APBN-P Target % Realisasi s.d. 31 Mei 2014 2015 2014-2015 2014 2015 % 2014-2015 A PPh Non Migas 458.692,28 629.835,35 37,31 195.073,11 215.730,30 10,59 B PPN dan PPnBM 408.995,74 576.469,17 40,95 150.765,90 141.610,25-6.07 C PBB 23.475,71 26.689,88 13,69 904,00 449,91-50,23 D Pajak Lainnya 6.293,13 11.729,49 86,39 2.139,82 2.036,84-4,81 E PPh Migas 87.446,35 49.534,79 (43,35) 37.588,96 17.201,21-54,24 Total A + B + C + D 897.456,86 1.244.723,88 38,69 348.882,84 359.827,29 3,14 Total A + B + C + D + E 984.903,21 1.294.258,67 31,41 386.471,80 377.028,51-2,44 Hingga 31 Mei 2015, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 377,028 triliun (29,13%). Padahal target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp 1.294,258 triliun

Penyebab Rendahnya Realisasi Penerimaan Penerimaan PPh dan PPN impor menurun akibat menurunnya kegiatan impor. Menurunnya lifting minyak bumi, yang menyebabkan penurunan PPh Migas 54,24% (Rp 17,20 triliun) dibandingkan periode yang sama 2014 Penurunan Pajak Bumi dan Bangunan lebih disebabkan karena belum terealisasinya pemindahbukuan dari rekening PNBP ke rekening penerimaan pajak

Kebijakan Perpajakan 2015 Rendahnya realisasi penerimaan pajak pada tahun ini salah satunya dipicu oleh kebijakan pemerintah yang tidak terkoordinasi dengan baik oleh masyarakat dan dunia usaha Di awal pemerintahannya, ingin menaikkan pajak dan membuat jenis pajak baru. Hal ini membuat masyarakat dan dunia usaha mengendalikan konsumsi dan mengetatkan ekspansi. Namun, akhirnya segala jenis pengenaan pajak baru tersebut ditunda pemberlakuannya.

Kebijakan Perpajakan 2015 Pembebanan Pajak diberikan kepada sektorsektor yang sebenarnya mampu memberikan dampak multiplier ekonomi secara luas. Pembebanan pajak pada sektor-sektor tersebut menjadikan tidak optimalnya multiplier effect terhadap perekonomian secara menyeluruh Contoh: PPN pada BBM angkutan laut; bea masuk impor bahan baku infrastruktur

Tujuan Kebijakan Perpajakan 2015: Meningkatkan penerimaan perpajakan Perangkat aturan yang diwacanakan: Tax Amnesty Sunset Policy Pengampunan pajak Lainnya?

Permasalahan Mendasar dan Klasik Perpajakan di Indonesia 1. LEMAHNYA DISIPLIN HUKUM PERPAJAKAN. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya tax ratio 2. TATA KELOLA TIDAK BAIK, MENGANDUNG BANYAK LOOP HOLES UNTUK RENT SEEKING 3. BIROKRASI PAJAK TERLAU KOMPLEKS DAN RUMIT 4. TIDAK RAMAH INVESTASI (KURANG KOMPETITIF TERHADAP IKLIM INVESTASI) 5. RASIO PAJAK (SEKITAR 12% PDB) TERLALU RENDAH DIBANDINGKAN DENGAN TARGET UU PROPENAS TH 2000 (16%) DAN RASIO PAJAK EMERGING COUNTRIES PADA UMUMNYA 19

Implikasi dari Permasalahan Perpajakan 1. PENGHINDARAN DAN PELANGGARAN PAJAK BERSKALA MASAL OLEH WP 2. MASIFNYA INFORMALITAS BISNIS YANG TIDAK TAAT PAJAK DAN MENJADI OBYEK PEMERASAN OKNUM BIROKRAT 3. TINGGINYA KONFLIK KEPENTINGAN DI DJP DAN DJBC YANG BERUJUNG PADA KORUPSI 4. RENDAHNYA JUMLAH NPWP 5. RENDAHNYA WP BER-NPWP YANG MENYERAHKAN SPT 6. HILANGNYA BANYAK PELUANG INVESTASI, PADAHAL BERPOTENSI MENURUNKAN PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN 7. PENERIMAAN PAJAK MENJADI TIDAK OPTIMAL. 20

Strategi Optimalisasi Penerimaan Perpajakan Strategi Optimalisasi penerimaan perpajakan yang cocok diterapkan di Indonesia antara lain: 1. Penegakan disiplin hukum perpajakan 2. Reformasi Governance Perpajakan 3. Reformasi Birokrasi 4. Penyederhanaan Pajak 5. Menjadikan Pajak yang ramah bagi investasi 6. Meningkatkan Tax Ratio Hingga lebih dari 16% terhadap PDB 22

Penegakan Hukum 1. Terintegrasi dengan penegakan hukum secara menyeluruh yang mencakup: Perpajakannya Kepolisian Kejaksaan Kehakiman Pengacara/Konsulen Pajak 2. Peningkatan Kompetensi dan Integritas hukum fiskus 3. Revitalisasi Budaya Hukum di Lingkungan DJP dan DJBC 4. Langkah lainnya (Mengkaji lebih lanjut) 23

Reformasi Governance INTINYA ADALAH MENGHILANGKAN KONFLIK KEPENTINGAN DALAM REZIN PERPAJAKAN DENGAN CARA MEMISAHKAN KEWENANGAN EKSEKUTIF, REGULATIF, DAN YUDIKATIF DI BIDANG PERPAJAKAN: 1. DJP DAN DJBC DILEBUR MENJADI SATU BADAN YANG LANGSUNG BERTANGGUNG-JAWAB KEPADA PRESIDEN. KEWENANGAN BADAN BARU TSB TERBATAS PADA MENGEKSEKUSI PEMUNGUTAN PAJAK SAJA (KEWENANGAN EKSEKUTIF) 2. REGULASI PAJAK MENJADI KEWENANGAN MENKEU (KEWENANGAN REGULATIF) 3. PERADILAN PAJAK (KEWENANGAN YUDIKATIF) INDEPENDEN TERHADAP PEMERINTAH DAN BERADA DI BAWAH MA : FISKUS DAN EX FISKUS TIDAK ELIGIBLE MENJADI HAKIM PENGADILAN MENGADILI KEBERATAN YANG DIAJUKAN FISKUS ATAUPUN WP SECARA SIMETRIS FISKUS YANG TERBUKTI MELAKUKAN KOREKSI PAJAK ATAU PENETAPAN PAJAK TIDAK SESUAI PER-UU-AN UNTUK TUJUAN PEMERASAN DISANKSI BERAT PUTUSAN PENGADILAN MENJADI YURISPRUDENSI YANG SECARA KUMULATIF SEMAKIN MEMANTAPKAN KEPASTIAN HUKUM PAJAK 24

Reformasi Birokrasi Pajak 1. REKRUTMEN SDM BARU DILAKUKAN SECARA EKSTRA SELEKTIF DAN KOMPETITIF ATAS DASAR UKURAN2 TSB 2. PENYEMPURNAAN INFORMATION SYSTEM SEHINGGA MAMPU: MEMUAT DATABASE WP BER-NPWP UNIK BERBASIS NIK TERHUBUNG SECARA ONLINE DENGAN WP BADAN DAN MAMPU: MEMFASILITASI PELAPORAN PAJAK ONLINE MEMBINA DAN MENGAWASI KETAATAN PAJAK MENGAWASI TAX WITHHOLDING MENGAWASI TRANSFER PRICING 3. PENYEMPURNAAN SISTEM SELF ASSESSAMENT: KETAATAN WP DIFULL-AUDIT SECARA SUPER KETAT ATAS DASAR SAMPEL KECIL YG DIPILIH RANDOM DG KOMPUTER. TEMUAN PELANGGARAN LANGSUNG DIPERKARAKAN DI PENGADILAN PAJAK DAN LANGSUNG DISANKSI BERAT LEBIH DARI 50% WAKTU PELAYANAN KPP DISEDIAKAN UNTUK KONSELING KETAATAN PAJAK 25

PENYEDERHANAAN REGULASI PAJAK 1. PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI) YANG KOMPLEKS DAN MENIMBULKAN BANYAK RESTITUSI BODONG DIGANTI DENGAN PPN (PAJAK PENJUALAN) YANG SIMPEL, FINAL, DAN TIDAK MEMERLUKAN RESTITUSI 2. PPNBM YG SEJATINYA ADALAH CUKAI DIINTEGRASIKAN DENGAN CUKAI 3. SEMUA TARIF CUKAI MENGGUNAKAN SISTEM SPESIFIK YANG SIMPEL 4. SEMUA PENDAPATAN TETAP (GAJI, UPAH, HR, BUNGA, SEWA, DLSB) DIPERLAKUKAN FINAL BERBASIS TUNAI, SEHINGGA SPT MENJADI SIMPEL 26

PAJAK YANG RAMAH INVESTASI 1. PENEGAKAN HUKUM SECARA SERIUS, KONSISTEN, DAN BERKEADILAN 2. PENYEDERHANAAN BIROKRASI DAN REGULASI 3. PENGGESERAN ANDALAN PENERIMAAN PAJAK DARI PAJAK LANGSUNG (PPh DAN PBB) KE PAJAK TAK LANGSUNG (PPN, CUKAI, DAN BEA METERAI) KRN MASYARAKAT LEBIH RELA MEMBAYAR PAJAK TAK LANGSUNG DP PAJAK LANGSUNG: TARIF PPh DITETAPKAN RATA DAN DITURUNKAN 40%, TARIF PBB TETAP (LIHAT SLIDE 15) PPN DIGANTI DG PPn DAN TARIFNYA DINAIKKAN MENJADI RATA2 17% TARIF CUKAI DINAIKKAN 30%, SECARA UMUM TARIF BEA METERAI DINAIKKAN 300% OBYEK KENA PPn, CUKAI, DAN BEA METERAI DIPERLUAS 4. PEMAJAKAN GANDA DITIADAKAN: PAJAK ATAS DEVIDEN DITIADAKAN HOLDING COMPANY DIPERKENANKAN MENGKONSOLIDASIKAN SPT ANAK-ANAK PERUSAHAAN YANG EKUITASNYA DIKUASAI > 50% BPHTB ATAS PEMBELIAN PROPERTI DITIADAKAN BPHTB ATAS PENJUALAN PROPERTI TIDAK MEWAH DIINTEGRASI-KAN DENGAN PPn BPHTB ATAS PENJUALAN PROPERTI MEWAH DIINTEGRASIKAN DENGAN CUKAI DG TARIF YG LEBIH TINGGI DP TARIF PPn 27

PENINGKATAN RASIO PAJAK 1. PENEGAKAN HUKUM SECARA SERIUS, KONSISTEN, DAN BERKEADILAN 2. MENGGESER ANDALAN PENERIMAAN NEGARA DARI PAJAK LANGSUNG KE PAJAK TAK LANGSUNG, DI MANA RAKYAT LEBIH IKHLAS MEMBAYARNYA. PENURUNAN TARIF PPh YANG DIKOMPENSASI DG PENAIKAN TARIF PPn, CUKAI, DAN BEA METERAI YANG MENJAMIN PENERIMAAN JUSTRU MENINGKAT TARIF CUKAI BARANG DAN JASA MEWAH DIBIKIN PROGRESIF 3. PENAMBAHAN SECARA MASAL JUMLAH BISNIS FORMAL BER- NPWP YANG LEBIH MUDAH MENGAWASI PAJAKNYA, DENGAN CARA MEMBERIKAN INSENTIF PAJAK SEPERTI TAX HOLIDAY 4. MEMPERBANYAK WP BER-NPWP MELALUI BERBAGAI CARA 5. MENINGKATKAN KETAATAN PAJAK DG BERBAGAI CARA, TERMASUK KONSELING DAN MEMPERLUAS PAJAK FINAL BERBASIS TUNAI 6. MEMPERLUAS OBYEK KENA PPn, CUKAI, DAN BM 28