POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
KERAGAAN SUMBERDAYA LAHAN, PEMANFAATAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN BERBAGAI DAERAH DI SULAWESI SELATAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. swasembada beras. Produksi yang melebihi kebutuhan konsumsi penduduk, menempatkan daerah ini sebagai daerah suplai beras dan penyangga

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

, ,56 99, , ,05 96,70

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014

STRATEGI DAN KESIAPAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN SULAWESI SELATAN MENGHADAPI AEC 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena kendala tersebut sehingga pendapatan nelayan dan petani tambak menjadi

LAMPIRAN USULAN RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA TAHUN 2015

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Vol. Sat. Keu (Rp x 1,000) Keu (Rp x 1,000) Vol Sat. %

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN T.A

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

ALOKASI KEGIATAN APBD TAHUN ANGGARAN 2013 DINAS PERKEBUNAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. pangan di mata dunia. Meski menduduki posisi ketiga sebagai negara penghasil

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

PROVINSI : SULAWESI SELATAN : DINAS PERKEBUNAN PERIODE : 31 DESEMBER Belanja (Rp) Realisasi (Rp) Kode / No. Rekening.

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa, dan Andi Ishak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Sulawesi Selatan Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

Pemetaan Spasial Varietas Jagung Berdasarkan Musim Tanam di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

KATA PENGANTAR. Makassar, Maret 2014 Kepala Dinas. DR.Ir.BURHANUDDIN MUSTAFA, MS. Pangkat : Pembina Utama Madya NIP :

V. PERPETAAN HUTAN A. Peta Dasar (RBI, TOP) A.1. Pengadaan dan Distribusi Peta Dasar Skala 1: dan Skala 1: s/d Desember 2007

Realisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung

Realisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Posisi wilayah Kota Metro berada di tengah Provinsi Lampung, secara

Realisasi (Rp) Belanja (Rp) Tidak Langsung

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

Tinjauan Ekonomi. Keuangan Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG UNTUK PRODUKSI BIOMAS PADA LAHAN MARJINAL. M. Akil Balitsereal Maros ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal


IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Rekomendasi Penetapan KPJU Unggulan dan Potensial

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau dengan garis pantai sepanjang km, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

Kesenjangan Sektor Riil dan Keuangan di Sulsel

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

POTENSI IKLIM, SUMBER DAYA LAHAN DAN POLA TANAM DI SULAWESI SELATAN Herniwati dan Syafruddin Kadir Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Abstrak. Potensi sumber daya iklim dan lahan perlu dioptimalkan untuk menunjang peningkatan produktivitas komoditas pertanian. Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai salah satu lumbung pangan nasional, memiliki potensi sumberdaya iklim dan lahan yang cukup mendukung berbagai komoditas pertanian. Dengan karakteristik iklim dan lahan yang berbeda, suatu wilayah dengan wilayah yang lainnya, merupakan kekayaan yang perlu untuk dimanfaatkan dalam menunjang pembangunan pertanian. Berdasarkan kesamaan relatif zona iklimnya, Sulawesi Selatan dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldemen dibagi atas 13 tipe iklim yaitu A, B1, B2, C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan E4. Potensi sumberdaya lahan di Sulawesi Selatan didominasi oleh usaha pertanian semusim yang diusahakan oleh sebagian besar wilayah yang ada di daerah ini. Pola tanam beragam yang diterapkan petani didasarkan pada kondisi curah hujan dan hubungannya dengan tipologi lahan makin memperkaya keanekaragaman pemanfaatan sumberdaya alam yang ada. Pengembangan komoditas di daerah ini yang didasarkan pada tipe iklim, bentuk wilayah dan tanah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha tani dan memacu perekonomian daerah. Kata Kunci : potensi, iklim, sumber daya lahan, pola tanam PENDAHULUAN Produktivitas tanaman sangat ditentukan oleh faktor genetik, iklim dan tanah. Curah hujan dan suhu udara sebagai unsur iklim merupakan faktor lingkungan yang menentukan pertumbuhan dan produktivitas tanaman, dimana faktor ini sulit diubah dan/atau dimodifikasi dalam skala di lapangan. Sedangkan faktor genetik dan sebagian faktor tanah tidak bersifat, dengan manajemen dan teknologi dapat diubah dan diperbaiki kualitasnya sesuai dengan tipe penggunaan lahan yang akan dikembangkan (Sys et al. 1993). Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 0 o 12' 8 o Lintang Selatan dan 116 o 48' 122 o 36' Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur. Batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores. Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil tanaman pangan terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Predikat sebagai lumbung padi nasional mengukuhkan posisi Sulawesi Selatan sebagai produsen tanaman pangan yang cukup potensial terutama komoditas padi dan jagung sebagai komoditas tanaman pangan andalan. Untuk itu pemerintah telah berusaha mengoptimalkan produksi guna mencapai target sasaran tersebut, baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. Hal ini dibutikan dengan besarnya perhatian pemerintah daerah pada sektor ini dengan mencanangkan Program Surplus Beras Dua Juta ton dan Surplus Jagung 1,5 juta ton. Dengan luas wilayah 45.764,53 km 2 (BPS 2008), Sulawesi Selatan memiliki sumber daya lahan dan iklim (jenis tanah, bahan induk, fisiologi dan bentuk wilayah, ketinggian tempat, dan iklim) yang sangat bervariasi. Keragaman karakteristik sumber 218

daya lahan dan iklim merupakan potensi untuk memproduksi komoditas pertanian unggulan di masing-masing wilayah sesuai dengan kondisi agroekosistemnya. Tulisan ini menyajikan informasi tentang potensi sumber daya iklim dan lahan serta pola tanam yang diterapkan oleh petani di Sulawesi-Selatan. Diharapkan informasi yang disajikan dapat menjadi bahan informasi untuk pengembangan pertanian yang berkelanjutan khususnya di Sulawesi Selatan. POTENSI SUMBER DAYA IKLIM Pertanian yang menjadi segmen penting bagi pembangunan Indonesia memiliki ketergantungan pada kondisi iklim dan cuaca. Semakin stabil kondisi atmosfernya, maka akan stabil pula produksi pertaniannya. Jika sebaliknya, maka akan terjadi penurunan produksi pertanian yang berujung pada terhambatnya fungsi pembangunan (Susandi et.al. 2008) Potensi iklim di Sulawesi Selatan untuk pembangunan pertanian cukup mendukung. Wilayah pengembangan dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan kesamaan relatif zona iklimnya yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan. Sektor Barat dipengaruhi oleh angin barat, dan sektor timur dipengaruhi oleh angin timur yang sangat erat berkaitan dengan musim hujan dan musim kemarau. Di sektor barat meliputi beberapa wilayah yang sebagian besar berada di bagian barat Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Pare-pare, Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto dan Selayar. Musim hujan di wilayah sektor barat berlangsung bulan Oktober sampai dengan Maret, dimana pada saat yang bersamaan di sektor timur berlangsung musim kemarau. Zona iklim sektor timur meliputi wilayahwilayah yang sebagian besar berada di bagian timur Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Sidenreng Rappang, dan Pinrang. Musim hujan di wilayah sektor timur berlangsung bulan April hingga September, dan sementara itu di sektor barat berlangsung musim kemarau. Sektor peralihan merupakan wilayah peralihan antara sektor barat dan timur meliputi kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu utara,luwu timur, Enrekang dan kota Palopo. Dua parameter cuaca yaitu curah hujan dan temperatur, menjadi ukuran bagi kestabilan atmosfer (Susandi et,al. 2008). Jumlah curah hujan dan distribusinya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman, melalui kontribusinya terhadap ketersedian airdalam tanah. Data curah hujan akan sangat membantu dalam rangka meramalkan pola curah hujan ke depan, dan memberi gambaran kemungkinan kejadian banjir dan kekeringan yang pada gilirannya akan bermanfaat bagi penentu kebijakan menyusun program antisipatif guna menghindari peristiwa-peristiwa iklim yang merugikan pembangunan pertanian. Dengan demikian, data iklim itu penting diinventarisir, dan selanjutnya diproses/diolah agar berdayaguna. Berikut pola curah hujan masing-masing zona iklim di Sulawesi Selatan : 219

Sektor Barat 800 Curah Hujan (mm) 600 400 200 0 1951 1998 Bulan Grafik 1. Pola curah hujan wilayah sektor barat Curah Hujan (mm) 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Sektor Timur 1994 2003 Bulan Grafik 2. Pola curah hujan wilayah sektor timur Sektor Peralihan 600 Curah Hujan (mm) 500 400 300 200 100 0 1951 1998 Bulan Grafik 3. Pola curah hujan wilayah sektor peralihan Berdasarkan klasifikasi iklim Oldemen, di Sulawesi Selatan terdapat 13 tipe iklim yairu A, B1, B2, C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan E4 (Tabel 1). Keragaman tipe iklim antardaerah di Sulawesi Selatan mengindikasikan bahwa gugus pulau di wilayah ini berpotensi besar untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. 220

Tabel 1. Tipe Iklim di Sulawesi Selatan Zona Bulan Basah Bulan Basah >200 mm <100 mm Sebaran A 10-12 0-2 Luwu Utara B1 7-9 0-1 Bone-bone, Wotu, Malili B2 7-9 2-3 Malakaji, Sinjai, Bagian Selatan Sulsel C123 5-6 0-6 Sinjai Barat, Pare-pare, Watampone, Palopo D123 3-4 0-6 Pinrang, Takalar E1234 0-2 0-6 Bagian selatan dan tengah Sulsel, Bone, Sidrap SUMBER DAYA LAHAN Potensi sumber daya pertanian di Sulawesi Selatan cukup besar dalam rangka mendukung sektor pertanian (Sofyan et,al. 2002). Lahan yang tersedia untuk pengembangan pertanian tanaman semusim lahan basah ± 2 juta ha, pertanian tanaman tahunan sekitar ± 1 juta ha. Potensi sumber daya lahan di Sulawesi Selatan disajikan pada tabel berikut : Tabel 2. Potensi sumber daya lahan Sulawesi Selatan (BPS 2008). Sistem Pertanian 1. Pertanian Tanaman Semusim Lahan Basah Lahan kering Lainnya 2. Pertanian Tanaman Tahunan Perkebunan Rakyat Perkebunan Swasta Sumber : BPS 2008. Luas (ha) 576.650 1.766.652 196.673 650 417,09 17.723,29 Optimalisasi penggunaan sumber daya lahan merupakan suatu alternatif untuk meningkatkan produktivitas lahan (Syafruddin et,al. 2004). Penggunaan lahan di Sulawesi Selatan umumnya masih didominasi untuk usaha pertanian baik untuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan selain untuk peternakan an perikanan. Keragaman penggunaan lahan dan kegiatan pertanian di suatu wilayah akan terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi agroekosistem yang berkaitan dengan aspek iklim dan tanah sebagai penentu terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Conway 1987). Ketersediaan data inventarisasi dan identifikasi potensi sumberdaya lahan melalui pemetaan tanah (data spasial) di Sulawesi Selatan sangat terbatas dan belum tersedia secara detail. Pada beberapa wilayah telah dilakukan pemetaan tetapi umumnya masih dalam skala 1 : 250.000. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan/penelitian lebih lanjut untuk memetakan tanah secara detail. Djaenudin (2008) menyatakan bahwa penelitian potensi sumber daya lahan bertujuan untuk (1) mengetahui kualitas dan karakteristik lahan serta potensinya, (2) menentukan strategi pengembangan wilayah, dan (3) menerapkan teknologi pengelolaannya. Hasil pemetaan lahan selanjutnya digunakan untuk kegiatan evaluasi lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan yang dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan pertanian di Sulawesi Selatan. 221

PROGRAM PENGEMBANGAN KOMODITAS DAN POLA TANAM Dengan predikat sebagai lumbung pangan maka Sulawesi Selatan juga dijadikan sebagai daerah penyanggah stok pangan nasional. Selain itu Sulawesi Selatan dikenal pula sebagai salah satu daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia. Berbagai komoditas penting lainnya seperti kakao, kopi arabika, kelapa, kelapa sawit, tebu, lada, kapas juga berperan penting dalam menopang tatanan perekonomian daerah. Selain itu terdapat pula berbagai komoditas buah-buahan dan sayuran yang kontribusinya cukup berarti dalam pembangunan pertanian. Pertanaman jagung dikembangkan pada wilayah yang cukup luas yaitu di berada di Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Bone, Soppeng, Wajo. Sementara untuk komoditas padi hampir dapat dijumpai di semua daerah, namun pengembangannya terutama difokuskan di daerah Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, dan Luwu (BOSOWASIPILU). Pengembangan tanaman Kakao diarahkan ke daerah Luwu dan Pinrang yang kondisi iklimnya relatif basah, curah hujan tinggi dan merata. Kopi arabika dikembangkan di daerah ketinggian > 1.000 m dpl, antara lain di daerah Tana Toraja, Toraja Utara, Enrekang, Sinjai, dan Luwu. Pengembangan kelapa sawit ditujukan ke daerah-daerah relatif basah meliputi Luwu, Sinjai, dan Bulukumba. Unutk komoditas tebu, wilayah pengembangannya diarahkan di wilayah-wilayah dengan jumlah bulan kering tegas antara lain di daerah Takalar, Gowa dan Bone. Demikian pula dengan kapas diarahkan ke daerah-daerah relatif kering (tegas), seperti Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Bone, Soppeng, dan Wajo. Sayuran dan buah-buahan dataran tinggi diarahkan ke daerah ketinggian seperti Enrekang, Gowa (Malino) dan Sinjai serta beberapa wilayah dataran rendah. Kriteria yang digunakan dalam pengelompokan pengembangan komoditas tersebut di atas adalah fisiografi, tanah, bentuk wilayah (kelerengan), tipe iklim (curah hujan, jumlah bulan basah dan bulan kering) dan ketinggian tempat serta arahan pengwilayahan komoditas nasional. Diharapkan dengan penetapan komoditas unggulan pada suatu wilayah akan meningkatkan efisiensi usahatani dan memacu perdagangan antar daerah. Pola tanam yang diterapkan oleh petani di Sulawesi Selatan didasarkan pada kondisi curah hujan dan hubungannya dengan tipologi lahan (Tabel 3). Pada lahan beririgasi teknis umumnya diterapkan pola tanam IP 300 yaitu pola tanam palawija (jagung, kacang-kacangan) sesudah menanam padi. Selain itu sebagian petani juga menerapkan pola tanam mina padi yang dilakukan sesudah menanam palawija (jagung) atau padi. Pola tanam lahan tadah hujan yang terkendala dengan ketersediaan air, pola tanam yang dilakukan adalah penerapan IP 200 antara padi dan palawija atau pakan ternak. Untuk lahan kering, pola tanam yang diterapkan umumnya hanya menanam pertanaman monokultur palawija. Pada tipologi lahan tadah hujan dan lahan kering diterapkan pula pola tanam tumpang sari antara tanaman jagung dan kacang-kacangan. Pola tanam tumpangsari dapat meningkatkan pendapatan petani dan memperkecil resiko gagal panen. Selain itu pada beberapa tempat, petani juga mempraktekkan pola tanam tumpangsari antara tanaman kapas dan dan palawija (jagung dan kacanga-kacangan). Nappu et al. (1990) melaporkan bahwa pola tumpangsari antara kapas dan kacang hijau dapat meningkatkan pendapatan petani sebesar 20% 30% dibandingkan dengan pola tanam monokultur kapas. 222

Tabel 3. Program pola tanam di Sulawesi Selatan Tipologi lahan Pola tanam Irigasi Teknis Padi Padi Palawija (Jagung) Mina Padi Mina Padi Jagung Padi Mina Padi Tadah Hujan Padi Palawija (Jagung) Palawija (Sayuran) Padi Jagung Padi Pakan Lahan Kering Palawija (Jagung) Palawija (Jagung, kacang-kacangan) Palawija / Palawija (kapas) Pola pergiliran tanaman seperti pada tabel diatas umumnya dilakukan oleh beberapa wilayah di Sulawesi Selatan. Penerapannya tergantung tipologi lahan wilayah tersebut. Selain itu pada beberapa tempat dijumpai petani menanam tanaman kacangkacangan pada pematang sawah. Hal ini sangat menguntungkan untuk pengayaan populasi predator dan parasit (musuh alami) terhadap hama dan penyakit (Baehaki 2006). KESIMPULAN Keragaman potensi sumber daya iklim dan lahan di Sulawesi Selatan, dapat memberi manfaat yang besar untuk pengembangan berbagai komoditas pertanian. Berdasarkan zona iklimnya maka Sulawesi Selatan dikelompokkan menjadi 3 bagian berdasarkan kesamaan relatif zona iklimnya yaitu Sektor Barat, Timur dan Peralihan. Sedangkan berdasarkan klasifikasi Oldemen dibagi atas 13 tipe iklim yaitu A, B1, B2, C1, C2, C3, D1, D2, D3, E1, E2, E3 dan E4. Pemanfaatan potensi secara optimal akan memberikan hasil yang memuaskan dan berkelanjutan. Untuk menjamin keberhasilan pengembangan komoditas pertanian maka perlu dilakukan inventarisasi data iklim dan identifikasi sumber lahan yang dituangkan dalam bentuk data spasial (peta) yang lebih detail dan operasional. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan perencanaan pengembangan pertanian dan akan bermanfaat untuk digunakan dalam mengevaluasi sumberdaya lahan sehingga dapat memberikan dampak positif yang lebih nyata pada pengembangan komoditas pertanian DAFTAR PUSTAKA BPS. 2008. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik. Baehaki, S.E. 2006. Tanaman Kedelai pada pematang sawah, sebagai metode diversifikasi dan keanekaragaman hayati ekologi sawah. Puslitbangtan, Bogor. (tidak dipublikasikan) Conway, G. R. 1987. Rapid Rural Appraisal and Agroecosystem Analysis : A Case Study from Nothern Pakistan. Proceding of the 1985 Internastional Confrence on RRA. Rural System Res. And Farming System Res. Project. Khon Kaen, Thailand Djaenudin, D. 2008. Perkembangan Penelitian Sumber Daya Lahan dan Kontribudinya untuk Menatasi Kebutuhan Lahan Pertanian di Indonesia. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 27 (4). Hal 132-137 Nappu, M. B., C. Lopulisa, J. Limbongan, Asmin. 1990. Pengujian Beberapa Varietas Kapas dan Kacang hijau dalam pola tumpangsari di lahan sawah bera. Prosiding Seminar Budidaya Kapas di Lahan Sawah. Departemen Pertanian, Kantor Wilayah Propinsi Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia. Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 223

Sofyan, R., H. Sastraminardja, dan D. Djaenuddin. 2002. Potensi Sumberdaya Lahan dan Agroklimat Pulau Sulawesi untuk Pengembangan Pertanian dan Permasalahannya. Prosiding Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan pertanian Nasional. Puslitbangtanak. Buku I. Hal. 36-58. Surmaini E., Susianti, A. Pramudja, dan Irsal Las. 2000. Pemutahiran Zona Agroklimat Oldemen dan Pemwilayahan Curah Hujan. Laporan Akhir. Puslitbangtanak, Bogor. Susandi, A., M. Tamamadin, dan I. Nurlela. 2008. Fenomena Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Padi. Buku 1. Hal. 73-79. Syafruddin, A.N. Kairupan, A. Negara, J. Limbongan. 2004. Penataan Sistem Pertanian dan Penetapan Komoditas Unggulan Berdasarkan Zona Agroekologi di Sulawesi Selatan. Penelitian dan pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 23 (2), Hal. 54-61. Sys, C, E van Rast, J. Debaveye, and F. F. Beernaert. 1993. Land Evaluation Part III Crop Requirements. International Training Centre for Post Graduate. Soil Sci. Univ. Ghent. Agric. Publ. No.7. 224