EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH

dokumen-dokumen yang mirip
FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI LAHAN KERING DATARAN RENDAH DI LEMBAH PALU SULAWESI TENGAH

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

BAB I PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan. Peningkatan produksi padi dipengaruhi

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

Oleh: Teti Tresnaningsih 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3 1,2,3 Fakultas Pertanian Universitas Galuh ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

Analisis Pemasaran Kakao (P4MI) Wednesday, 04 June :07 - Last Updated Tuesday, 27 October :46

FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI INTEGRASI SAPI POTONG PADA LAHAN SAWAH IRIGASI DI SULAWESI TENGAH

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

KARAKTERISTIK PETANI KARAKTERISTIK USAHATANI

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

5. Antisipasi Gangguan Bencana Alam dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

PENERAPAN MODEL PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU JAGUNG LAHAN KERING DI KABUPATEN BULUKUMBA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

KATA PENGANTAR. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

KAJIAN SISTEM PEMASARAN MENDUKUNG AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN DONGGALA. Kegiatan

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

III. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu roda penggerak pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI MENTIMUN DI KECAMATAN MUARA BULIAN KABUPATEN BATANGHARI

IV METODE PENELITIAN

PENINGKATAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI BAWANG MERAH LOKAL PALU MELALUI PENDEKATAN PTT DI SULAWESI TENGAH

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

III. METODE PENELITIAN. penelitian yang memusatkan pemecahan masalahnya melukiskan suatu objek

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperoleh dari wawancara yang dilakukan kepada 64 petani maka dapat diketahui

I. PENDAHULUAN. melaksanakan usaha-usaha yang paling baik untuk menghasilkan pangan tanpa

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Nama Mabasiswa : YASNIATI LUBIS Nomor Pokok : Program Studi : Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan. Menyetujui Komisi Pembimbing

KUESIONER PENGENDALIAN HAMA TERPADU TANAMAN PADI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

LAPORAN AKHIR KEGIATAN SOSIALISASI DESA PHT DAN PELAKSANAAN SL PHT TAHUN. 2009/2010

I. METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

IPTEKS BAGI MASYARAKAT KELOMPOK TANI PRODUKSI PESTISIDA NABATI KARANGMELOK, KECAMATAN TAMANAN, BONDOWOSO

I. PENDAHULUAN. produksi pertanian baik secara kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1984

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Abstrak

15/12/2015 PENGENDALIAN HAMA DENGAN PERATURAN / PERUNDANG-UNDANGAN

MINAT PETANI TERHADAP KOMPONEN PTT PADI SAWAH PENDAHULUAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peran dan Kontribusi Hand Tractor terhadap Efisiensi Usahatani di Banten

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Teknologi Pertanian Sehat Kunci Sukses Revitalisasi Lada di Bangka Belitung

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

I. PENDAHULUAN. Tanggamus merupakan salah satu daerah penghasil sayuran di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. nasional yang memiliki tujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani

M.Yazid, Nukmal Hakim, Guntur M.Ali, Yulian Junaidi, Henny Malini Dosen Fakutas Pertanian Universitas Sriwijaya ABSTRAK

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ADOPSI PETANI PADI SAWAH TERHADAP VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN ARGAMAKMUR, KABUPATEN BENGKULU UTARA, PROVINSI BENGKULU

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

I. PENDAHULUAN. yang cocok untuk kegiatan pertanian. Disamping itu pertanian merupakan mata

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

Transkripsi:

EKSISTENSI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI PADA TINGKAT PETANI DI SULAWESI TENGAH Amran Muis, Lintje Hutahaean, dan Syamsul Bakhri Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah ABSTRAK Komponen teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman mempunyai peran yang tidak kecil dalam peningkatan produktivitas dan kualitas hasil tanaman padi. Adanya serangan hama dan penyakit secara langsung dapat menurunkan hasil baik secara kuantitas maupun kualitas. Luas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi dilaporkan mencapai 12.12,3 ha yang mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 14.61,842 ton GKP atau terjadi kerugian ekonomi sebesar Rp. 24.249.136.66. Sistem pengendalian hama dan penyakit tanaman yang diterapkan di tingkat petani mengacu pada konsep pengendalian hama/penyakit tanaman terpadu (PHT). Sehubungan dengan hal tersebut untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan produktivitas pertanian, sekaligus mendukung peningkatan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah, dilakukan pengkajian untuk mengetahui sejauh mana eksistensi penerapan pengendalian hama dan penyakit tanaman padi di tingkat petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi. Pengkajian ini menggunakan metode survai. Lokasi ditetapkan di sentra produksi padi di kabupaten Donggala dan Parigi Moutong, dengan jumlah responden sebanyak 4 petani. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan persamaan matematis. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi terjadi sejak dari persemaian sampai saat penyimpanan. Hama utama yang menyerang tanaman padi yaitu ulat grayak, penggerek batang, ulat penggulung daun, semut hitam, dan tikus. Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi yaitu tungro. Persentase serangan hama dan penyakit pada pertanaman padi adalah 2-%. Untuk mengatasinya, sebagian besar (97,%) petani masih menggunakan racun, dengan frekuensi penyemprotan dengan racun antara 3-4 kali/musim tanam, bahkan ada sebagian petani yang masih melakukan penyemprotan dengan racun antara 7-8 kali/musim tanam. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan PHT belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani padi. Hal ini mengindikasikan bahwa program pemasyarakatan PHT di tingkat petani perlu ditingkatkan. Pembinaan secara berkelanjutan dengan pembimbingan di tingkat lapangan merupakan syarat mutlak, sebab dengan semakin lancarnya arus informasi yang sudah sampai ke pedesaan memberikan peluang besar bagi pengusaha pestisida untuk mempromosikan produknya ke petani. Kata kunci : eksistensi, pengendalian hama dan penyakit, padi PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi mempunyai arti penting disebabkan karena masih merupakan sumber penghasilan utama rumah tangga pertanian di Sulawesi Tengah. Bahkan hasil survai pendapatan petani di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa 69,4 % petani tanaman pangan, pendapatan utamanya bersumber dari usaha tanaman padi (BPS, 2). Selain itu, produksi padi Sulawesi Tengah telah memberikan kontribusi yang nyata dalam penyediaan pangan secara nasional karena memiliki kelebihan produksi beras sebesar 174.673 ton (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah, 23). Namun demikian produktivitas padi di Sulawesi Tengah saat ini masih cukup rendah yakni baru mencapai 3,9 ton/ha (BPS, 2). Hasil Penelitian di kecamatan (Mario et al, 24) menunjukkan bahwa penerapan teknologi dengan konsep pengelolaan tanman terpadu pada tanaman padi mampu meningkatkan produksi sampai dua kali lipat. Hal ini menunjukkan bahwa peluang peningkatan produktivitas padi di Sulawesi Tengah masih terbuka luas sepanjang penerapan paket teknologi ditingkat petani dapat terlaksana sesuai dengan anjuran Komponen teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman mempunyai peran yang tidak kecil dalam peningkatan produktivitas dan kualitas hasil tanaman padi. Adanya serangan hama dan penyakit secara langsung dapat menurunkan hasil baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Pada tahun 2 dilaporkan luas serangan hama dan penyakit pada tanaman padi mencapai 12.12,3 ha

dengan total kehilangan hasil mencapai 14.61,842 ton GKP atau setara dengan nilai Rp. 24.249.136.66 (Balai Perlindungan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah, 26). Penggunaan pestisida yang sangat intensif pada usahatani padi telah menimbulkan dampak negatif, seperti timbulnya hama wereng coklat dan hama wereng hijau yang berkembang menjadi lebih resisten terhadap berbagai jenis pestisida. Disamping itu, pestisida yang berlebihan dalam penggunaannya telah menimbulkan masalah lingkungan, seperti matinya mahluk bukan sasaran dan musuh alami, residu pestisida di dalam bahan makanan, pencemaran air, tanah dan udara, serta kecelakaan bagi manusia (keracunan dan kematian). Perkembangan tersebut telah mendorong pemerintah untuk secara bertahap mengubah kebijaksanaan pengendalian hama ke arah pendekatan yang komprehensif. Pendekatan ini selanjutnya dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Anonim, 1991). Pendekatan ini telah menjadi kebijakan dasar program perlindungan tanaman sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman. Konsep ini menganut (lima) prinsip yaitu: (1) Membudidayakan tanaman sehat, (2) memanfaatkan sebesarbesarnya musuh alami, (3) menggunakan varietas tahan, (4) menggunakan pengendalian fisik/mekanik dan () dan penggunaan pestisida bilamana perlu. Sehubungan dengan hal tersebut untuk mendukung kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan produktivitas pertanian, sekaligus mendukung peningkatan ketahanan pangan di Sulawesi Tengah maka perlu adanya rumusan kebijakan untuk menekan terjadinya kehilangan hasil yang disebabkan oleh adanya serangan hama/penyakit tanaman. Tujuan Mengetahui sejauh mana eksistensi penerapan pengendalian hama dan penyakit pada usahatani padi di tingkat petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi METODOLOGI Pengkajian dilaksanakan pada tahun 26 menggunakan metode Survai. Lokasi pengkajian ditentukan secara sengaja atau Purposive Sampling berdasarkan sentra produksi padi di kabupaten Donggala dan Parigi Moutong di Sulawesi Tengah. Jumlah respnden masing masing kabupaten sebanyak 2 reponden, sehingga total responden sebanyak 4 responden. Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri dari dari data sekunder, dan primer. Data sekunder didapatkan dari BPS, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah, dan instansi terkait lainnya. Data Primer diperoleh melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur. Data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode diskriptif, dan persamaan matematis menggunakan regresi linear berganda (Gudjarati, 199) sebagai berikut: y = f ( x1, x2, x3, x4, x, x6, x7, D) ln y = ln a + b1ln x1 + b2ln x2 + b3ln x3 + b4ln x4 + bln x + b6ln x6 + b7ln x7 + dd+ X1= luas lahan (ha) X2= kuantitas benih (kg) X3= kuantitas tenaga kerja (HOK) X4= biaya pupuk N (rp) X= biaya pupuk P+K (rp) X6= bahan untuk pengendalian OPT (rp) X7= input lainnya (pupuk kandang, pupuk daun, zat perangsang tumbuh, dsb) (rp) D = variabel dummy dimana = non PHT, 1= PHT Y = Pendapatan HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksistensi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi Serangan Organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi terjadi sejak dari persemaian sampai pada saat penyimpanan. Hasil survai menunjukkan ada lima jenis hama dan satu jenis penyakit yang menyerang tanaman padi saat di persemaian yaitu ulat grayak, penggerek batang, ulat penggulung daun, semut hitam, tikus dan penyakit tungro (Tabel 2), namun serangannya bervariasi merunut lokasi. Jumlah petani yang mengalami serangan hama tersebut dikabupaten Donggala lebih tinggi dibandingkan dengan dikabupaten Parigi Moutong. Bahkan persentase petani yang mengalami serangan hama di kabupaten Donggala lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Sulawesi Tengah. Tingginya persentase petani yang mengalami serangan hama di Kabupaten Donggala disebabkan karena adanya perbedaan faktor lingkungan khususnya curah hujan. Di Kecamatan yang mempunyai curah hujan lebih rendah dibandingkan dikecamatan lainnya memperlihatkan persentase petani yang mengalami serangan hama relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hal yang sama terjadi pada saat tanaman padi dipertanaman (saat pertumbuhan) maupun saat penyimpanan Hasil (Tabel 1).

Tabel 1. Persentase Petani yang Mengalami Serangan Hama berdasarkan Jenis Hama dan Penyakit pada Tanaman Padi, 26. Kabupaten Donggala Kabupaten Parimou rata - Ke. - Biro maru Jenis Hama dan Penyakit/ Persentase Petani Saat Persemaian Hama a. ulat grayak b. penggerek batang c. penggulung daun d. semut hitam ef. tikus Penyakit : a. tungro b. busuk batang Saat Pertanaman Hama a. ulat grayak b. penggerek batang c. walang sangit d. tikus e. burung f. wereng coklat g. wereng hijau h. siput i. hama putih j. ulat penggulung daun k. orong-orong l. belalang m. semut hitam n. sundep Penyakit : a. tungro b. busuk batang Gudang Hama a. calandra b. tikus 8 1 1 4 1 6 2 3 1 1 3 1 2 4 3 1 6 4 1 1 2 2 1 2 1 1 8 6 4 2 2 7 3 2 1 1 1 1 4 6 7 1 6 7 4 6 1 1 1 2 1 3 4 1 1 2 3 2 4 1 4 1 3 3 2 4 2 1 2 2 3 27, 1 2, 2, 12, 6 3 32, 22, 1 2 2, 17, 1 2, 12, 2 1 2 Persentase serangan hama dan penyakit yang menyerang pertanaman padi di lokasi penelitian tertera pada Tabel 2. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa persentase serangan tertinggi (6%) hanya dialami oleh 2 % responden dan selebihnya persentasenya lebih rendah kecuali di Kecamatan yang mencapai % responden mendapatkan serangan hama dengan persentase serangan 6 %.

Tabel 2. Persentase Petani Berdasarkan Persentase Serangan Hama dan Penyakit Pada Tanaman Padi, 26 Persentase Serangan Hama dan Penyakit/ Persentase Petani (%) Kabupaten Donggala - Kabupaten Parimou - < 2% 6 6 6 3 4 26-% 2 4 3 1 6 3 32, 1-7% 2 1 3 1 2 1 76-1% 1 2, Total 1 1 1 1 1 1 1 Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit yang ada pada pertanaman padi, petani umumnya melakukan tindakan pengendalian dengan menggunakan racun, walaupun petani mengetahui bahwa penggunaan racun merupakan langkah terakhir dalam konsep pengendalian hama terpadu. Namun rata-rata petani yang menggunakan racun (97, %) merasakan bahwa penggunaan racun untuk pengendalian hama pengaruhnya lebih cepat terlihat dan nyata dalam menekan kehilangan hasil (Tabel 3). Tabel 3. Persentase Petani Berdasarkan Persepsi Petani Terhadap Cara Pengendalian hama dan penyakit tanaman padi, 26 Persepsi Petani / Persentase Petani Penggunaan Racun - Menekan kehilangan hasil dan cepat kendalikan hama dan penyakit - Tidak selalu bisa mengendalikan hama dan penyakit Penerapan PHT - Pemantauan menekan penggunaan racun - Mengatasi serangan lebih awal - Penggunaan musuh alami tidak dapat langsung membunuh hama - Tidak menerapkan Kabupaten Donggala 1 4 1 9 1 4 6 rata - 9 4 Ke. 1 4 6 Kabupaten Parimou 1 1-1 2 27, 2, rata Sebaliknya petani yang menerapkan konsep PHT, berpendapat bahwa dengan melakukan pemantauan perkembangan hama sebagaimana dianjurkan dalam SLPHT, ternyata dirasakan bahwa selain dapat mengatasi serangan lebih awal juga dapat menekan penggunaan racun dalam pengendalian hama. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan racun untuk mengendalikan hama hanya efektif bila disesuaikan dengan umur dan tahap perkembangan hama. Pada tahap perkembangan awal (instar/nimfa), penyemprotan dengan menggunakan racun akan lebih efektif, namun pengaruhnya akan menurun sejalan dengan tahapan perkembangan umur serangga. 97, 2, 3 41,2 3,7 2

Di kecamatan Kabupaten Donggala, penggunaan biopestisida hanya dilakukan petani pada saat adanya demplot dari instatansi pemerintah (Tabel 4). Berdasarkan informasi petani bahwa penerapan penggunaan biopestisida masih sulit dilaksanakan ditingkat petani, karena belum tersedia secara bebas di kios-kios desa. Masalah lainnya adalah pembibingan oleh petugas yang tidak berkelanjutan sehingga informasi perkembangan teknologi ini tidak dapat diikuti oleh petani. Dengan semakin maraknya informasi tentang produk terbaru dari pestisida kimia menyebabkan teknologi biopestisida semakin ketinggalan. Oleh sebab itu, apabila konsep pengendalian hama terpatu (PHT) akan dimasyarakatkan ditingkat petani maka pembinaan secara berkelanjutan terutama dalam pembibingan di tingkat lapangan merupakan salah satu syarat mutlak. Sebab dengan semakin lancarnya arus informasi yang sudah sampai ke pedesaaan maka ke keterlambatan langkah pemerintah menindaklanjuti program pemasyarakat PHT, akan memberi peluang besar bagi pengusaha pestisida untuk mempromosikan produknya ke petani, sehingga program SLPHT yang selama ini telah dilakukan akan menjadi sia-sia. Tabel 4. Persentase Petani berdasarkan Cara Pengendalian Hama dan Penyakit pada tanaman tadi, 26 Cara Pengendalian Hama dan Penyakit/ Persentase Petani (%) Kabupaten Donggala - Kabupaten Parimou Ke. - Racun 9 1 9 1 1 1 97, Biopestisida/ Agenhayati Racun dan Biopestisida/ Agenhayati 1 2, Total 1 1 1 1 1 1 1 Frekuensi tindakan pengendalian hama yang dilakukan petani setiap musim tanam menyesuaikan dengan kondisi perkembangan hama di lapangan. Hasil survai menunjukkan bahwa 4 % petani melakukan penyemprotan hama/penyakit dengan menggunakan racun kimia pada tanaman padi antara 3-4 kali/musim tanam (Tabel ). Namun hal ini sangat tergantung kepada ketersediaan modal dan pengetahuan petani tentang konsep PHT. Bahkan di beberapa tempat ditemukan adanya petani melakukan pengendalia hama/penyakit sampai 8 kali/musim. Walaupun persentasenya hanya 1 % (Kab. Donggala) sampai 2 % (Kab. Parigi Moutong), namun hal ini cukup memberi gambaran bahwa penggunaan pestisida kimia ditingkat petani masih cukup tinggi. Tabel. Persentase Petani Berdasarkan Frekuensi Pengendalian Hama dan Penyakit Pada Tanaman Padi setiap Musim Tanam, 26 Frekuensi Pengendalian Hama dan Penyakit/ Persentase Petani (%) Kabupaten Donggala rata - Ke. Kabupaten Parimou - rata 1-2 kali/mt 4 2 3 1 2 1 22, 3-4 kali/mt 3 4 4 4 4 4-6 kali/mt 1 2 1 2 2 2 17, 7-8 kali/mt 2 1 1 3 2 2 2 Total 1 1 1 1 1 1 1 Tingginya penggunaan racun dalam pengendalian OPT selain dapat berpengaruh terhadap lingkungan biofisik terutama terhadap peningkatan kekebalan (resistensi) hama terhadap racun yang diberikan, juga akan membebani ongkos produksi. Pada Tabel 6, terlihat bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian OPT tanaman padi setiap musim mencapai Rp.393.,- dan di Kabupaten Parigi Moutong menggunakan biaya lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Donggala.

Namun peningkatan pengeluaran untuk pengendalian OPT tidak selalu diikuti oleh peningkatan hasil panen. Tabel 6. - Biaya dalam Pengendalian Hama dan Penyakit, Tahun 26. Uraian Biaya (Rp) Kabupaten Donggala Kabupaten Parimou - Ke. - rata Racun (Rp/ha) 84.197 121.1 12.674 241.3 16.611 397.961 2.318 Tenaga Kerja (Rp/ ha) 48.171 82.16 6.343 13. 9.62 22.62 142.984 Total 132.368 23.666 168.17 371.3 247.236 618.86 393.32 Hasil survai menunjukkan bahwa tingkat produktivitas padi di Kabupaten Donggala sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan di Kabupaten Parigi-Moutong walaupun terlihat bahwa biaya pengendalian OPT yang lebih rendah. Demikian pula produktivitas yang dicapai petani yang telah menerapkan PHT lebih tinggi dibanding dengan non PHT, baik di Kabupaten Donggala maupun di Kabupaten Parigi- Moutong (Tabel 7).

Tabel 7. - Produksi Padi Berdasarkan Petani yang menerapkan PHT dan Non PHT, 26 - Produksi Padi (Beras Kg/ha) Kab. Donggala Kab. Parimou - Sulawesi Tengah PHT (a) 2.211 2.113 2.331, Non PHT (b) 2.22 1.949 2.3, Persentase Perbedaan a dan b 18,14 8,44 13,4 Hal ini menunjukkan bahwa penerapan PHT selain dapat menekan perkembangan hama secara berkelanjutan juga dapat menekan kehilangan hasil secara baik dibandingkan dengan non PHT. Dengan demkian maka program pemasyarakatan PHT untuk tanaman padi ditingkat petani yang selama ini mulai menurun perlu digiatkan kembali mengingat bahwa program ini memberikan dampak positif terhadap prilaku petani yakni pengurangan jumlah racun kimia yang digunakan dalam kegiatan usahatani sehingga dalam jangka waktu panjang akan memberikan nilai positif terhadap kelestarian sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan petani. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi dianalisis menggunakan analisis regresi berganda, dengan variabel independen: luas lahan, kuantitas benih/jumlah pohon, kuantitas tenaga kerja, biaya pupuk N, biaya pupuk P dan K, bahan OPT, dan input lainnya (pupuk kandang, zat peransang tumbuh, dan lainnya). Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi menunjukkan bahwa nilai F-hitung sebesar,4 dan nyata pada tingkat kesalahan 1%. Hal ini berarti secara bersamasama variabel luas lahan (X1), kuantitas benih (X2), kuantitas tenaga kerja (X3), biaya pupuk N (X4), biaya pupuk P dan K (X), bahan OPT (X6), input lainnya (X7), dan dummi keikutsertaan (D) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi (Y). Koefisien R 2 (determinasi) sebesar,82, berarti sekitar 8,2% variasi variabel dependen (Y) dipengaruhi variabel-variabel independen (Xi). Hasil uji-t (individul test) menunjukkan bahwa variabel kuantitas benih (X2), kuantitas tenaga kerja (X3), biaya pupuk N (X4), biaya pupuk P dan K (X), bahan OPT (X6), input lainnya (X7), dan dummi keikutsertaan, tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi. Hasil penelitian (Hariyadi, 1996) menyatakan bahwa keikutsertaan petani dalam SLPHT meningkatkan penerapan PHT, oleh karena itu SLPHT terus menerus perlu dikembangkan di tingkat petani. Demikian juga petani yang telah ikut SLPHT agar bina supaya senantiasa mau menyebarkan pengetahuan PHT kepada para petani lain. Selanjutnya, hasil uji-t (individul test) menunjukkan bahwa hanya variabel luas lahan (X2) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani padi (Y). Hal ini berarti bahwa penerapan PHT pada tanaman padi belum memberikan dampak yang signifikan dalam peningkatan pendapatan usahatani padi. Luas lahan (X1) mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 1.926.4, berarti setiap peningkatan nilai luas lahan satu satuan, maka pendapatan usahatani padi meningkat sebesar 1.926.4 satuan dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap. Tabel 8. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani Padi di Sulawesi Tengah, 26 Variabel Independen Koefisien Regresi X 1 (Luas lahan) 1.926.4 (2,93)*** X 2 (Kuantitas Benih) 1.62,813 (,216) X 3 (Kuantitas Tenaga Kerja),289 (,899) X 4 (Biaya Pupuk N) 1,6 (,42) X (Biaya Pupuk P dan K) 3,222 (1,364) X 6 (Biaya Bahan OPT),693 (,39) X 7 (Biaya Input Lainnya) -1,73 (-,62) D 1 (Keikutsertaan) 169.28,8 (,37)

Konstanta -462.3 (-,48) R 2,82 F-hitung,4*** Keterangan : * = beda nyata pada tingkat kesalahan 1 % ** = beda nyata pada tingkat kesalahan % *** = beda nyata pada tingkat kesalahan 1 % ( ) = nilai t hitung KESIMPULAN Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman padi terjadi sejak dari persemaian sampai saat penyimpanan. Hama utama yang menyerang tanaman padi yaitu ulat grayak, penggerek batang, ulat penggulung daun, semut hitam, dan tikus. Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi yaitu tungro. Persentase serangan hama dan penyakit pada pertanaman padi adalah 2-%. Untuk mengatasinya, sebagian besar (97,%) petani masih menggunakan racun, dengan frekuensi penyemprotan dengan racun antara 3-4 kali/musim tanam, bahkan ada sebagian petani yang masih melakukan penyemprotan dengan racun antara 7-8 kali/musim tanam. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan PHT belum memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan usahatani padi. Hal ini mengindikasikan bahwa program pemasyarakatan PHT di tingkat petani perlu ditingkatkan. Pembinaan secara berkelanjutan dengan pembimbingan di tingkat lapangan merupakan syarat mutlak, sebab dengan semakin lancarnya arus informasi yang sudah sampai ke pedesaan memberikan peluang besar bagi pengusaha pestisida untuk mempromosikan produknya ke petani. DAFTAR PUSTAKA. Anonim. 1991. Laporan Kemajuan 1989-1991. Program Nasional Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Bappenas. Jakarta BPS, 2. Survei Pendapat Petani Provinsi Sulawesi Tengah 24. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah. Hal.14-1. Balai Perlindungan Pertanian, Perkebunan dan Peternakan Sulawesi Tengah, 26. Laporan Tahunan Tahun Anggaran 2. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah. 23. Laporan Tahunan 22. Gudjarati, D. 199. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta Hariyadi, Sunarru Samsi. 1996. Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Petani Dalam Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Vol 2, No 1. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Mario, M.D., R.H. Anasiru, IGP. Sarasutha, dan H. Hasni, 24. Introduksi Model PTT dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani Padi di Sulawesi tengah. Laporan PTT Sulawesi Tengah.