PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG SURYA HERJUNA

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Tata Ruang Lahan Daerah Penelitian. Menurut penataan ruang Kaupaten Lebak lokasi penambangn ini

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN A.

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. yang mendayagunakan sumberdaya alam dan diharapkan dapat. menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Sumberdaya alam yang tidak

Restorasi Organik Lahan. Aplikasi Organik Untuk Pemulihan Biofisik Lahan & Peningkatan Sosial Ekonomi Melalui Penerapan Agroforestri.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN TEKNOLOGI REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATU BARA DI PROVINSI JAMBI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. di tahun 2006 menjadi lebih dari 268,407 juta ton di tahun 2015 (Anonim, 2015).

BAB III TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PERTAMBANGAN TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK KEBERHASILAN REKLAMASI DAN PENUTUPAN TAMBANG: Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang untuk Tujuan Revegetasi 1.

A.A Inung Arie Adnyano 1 STTNAS Yogyakarta 1 ABSTRACT

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

PASCA TAMBANG. IZIN USAHA PERTAMBANGAN EKSPLORASI NOMOR: 545 / Kep. 417 BPMPPT / 2014

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penambangan batubara pada umumnya di Indonesia adalah sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (Wibowo, 2009). Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

REHABILITASI KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEGIATAN PERTAMBANGAN 1. Iskandar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

Agus Supriyo BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) KAL-SEL

[TAMBANG TERBUKA ] February 28, Tambang Terbuka

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

Nur Rahmah Fithriyah

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT JABON MERAH. (Anthocephalus macrophyllus (Roxb)Havil)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

POTENSI BUFFER ORGANOMINERAL SEBAGAI PENYEDIA NUTRISI PADA TANAH BERGARAM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) SKRIPSI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah marginal merupakan tanah yang memiliki mutu rendah karena

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

KAJIAN PENILAIAN KEBERHASILAN REKLAMASI TERHADAP LAHAN BEKAS PENAMBANGAN DI PT. SUGIH ALAMANUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat sebesar 11,78 persen menyumbang terhadap Pendapatan Domestik Bruto

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

PEMBERIAN KAPUR CaCO 3 DAN PUPUK KCl DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN SERTA SERAPAN K DAN Ca TANAMAN KEDELAI SKRIPSI OLEH:

RENCANA TEKNIS PENATAAN LAHAN PADA BEKAS PENAMBANGAN BATU ANDESIT DI QUARRY 1 PT. HOLCIM BETON PASURUAN JAWA TIMUR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang sifatnya selalu. menimbulkan perubahan pada alam lingkungan sekitar.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

Transkripsi:

PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG SURYA HERJUNA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Februari 2011 Surya Herjuna NRP A152070031

ABSTRACT SURYA HERJUNA. Reclamation of Ex-Mining Area Using Amelioran Materials of Humic Subtances and Fly Ash. Under direction of SUWARDI, SRI DJUNIWATI, and WIDIATMAKA. Open pit coal mining activities consist of land clearing, removal and placement of top soil, removal and dumping of overburden, and coal getting. Those activities have some impact on landscape changes and degradation of soil. Therefore, reclamation of ex-mining area is needed to improve post mining land become a stable and productive land. Impact of open pit coal mining generally are decreasing of soil characteristics such as declining of soil ph, soil nutrients, and soil organic matter. Improvement of the soil can be done by application of soil amendments. One of alternatives for soil amendment that available in the field is fly ash. Having high ph and nutrients, fly ash can be used to increase soil ph and source of soil nutrients. However most of K, Na, Ca and Mg in fly ash are still bounded in oxide bonding. Humic subtances may be used for increasing of the release of nutrients in fly ash. Humic subtances have polyelectrolite macromolecules such as carboxyl and OH-fenolic that can stimulate for releasing nutrients in fly ash. The objectives of this research are studying influence of humic subtances and fly ash on plant growth, absorption of the plant, and soil chemical characteristics. This research was conducted on February to July 2009 in nursery and post mining land at Sangatta Region, PT Kaltim Prima Coal, East Kutai Regency, East Kalimantan. The experiment was conducted in two locations i.e. first experiment in nursery area using Completely Randomize Design with 2 factors; humic subtances dosages (0,00; 0,075; and 0,15 ml/polybag) and fly ash dosages (0; 200; dan 400 g/polybag). Albazia falcataria and Shorea parvifolia Dyer are use as indicator plants. Second experiment was conducted in post mining area using Group Randomize Design with 2 factors, humic subtances dosages (0,000; 0,9375; and 1,875 ml/plant) and fly ash dosages (0,0; 2,5; and 5,0 kg/measurement plot). The plants were planted in three slopes i.e. upper slope, middle slope, and foot slope. The growth and production of plants were measured. Plant analysis was also conducted to evaluate the effect of soil amendments on plant absorption. The soil analysis covers ph, organic matter, N, P-Bray I, exchangeable bases of Ca, Mg, K, Na, exchangeable Al and CEC. The results showed that humic subtances increase the CEC and organic matter of soil while fly ash increases the ph, P and exchangeable bases. Humic subtances and fly ash increase the growth of Albazia falcataria relatively quick than that of Shorea parvifolia Dyer. Humic subtances and fly ash increase the absorption of Ca and Mg by plants. There is a positive correlation between increasing soil nutrients and plant growth as well as plant absorption. Keyword: fly ash, humic subtances, plant growth, soil amendment.

RINGKASAN SURYA HERJUNA. Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Dibimbing oleh SUWARDI, SRI DJUNIWATI, dan WIDIATMAKA. Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Kegiatan pertambangan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden, penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Selama ini, kegiatan reklamasi menjadi satu-satunya kegiatan untuk dapat mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Kegiatan reklamasi yang dilakukan pada pertambangan terbuka antara lain: penutupan lahan bekas tambang (bakcfilling), penataan lahan bekas tambang (landscaping), pembuatan drainase, pemupukan dan penebaran cover crop, serta penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Kegiatan pemupukan digunakan untuk meningkatkan kandungan hara tanah. Permasalahan di pertambangan adalah kurangnya ketersediaan pupuk terutama pupuk organik sehingga diperlukan alternatif pengganti berupa bahan-bahan pembenah tanah (amelioran). Salah satu bahan amelioran yang dapat digunakan adalah abu terbang dan bahan humat. Abu terbang adalah partikel yang sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Bahan amelioran kedua adalah bahan humat yang biasanya mengandung makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti COOH, -OH fenolat maupun OH alkoholat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap ketersediaan hara dalam tanah, serapan daun tanaman dan pertumbuhan tinggi tanaman. Percobaan dilakukan di dua lokasi yaitu; percobaan I di rumah kaca dan percobaan II di areal bekas tambang yang siap untuk dilakukan revegetasi. Percobaan I dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap pola faktorial dengan menggunakan 2 faktor yaitu: bahan humat sebanyak 3 tingkat (0; 0,075; dan 0,15 ml/polybag) (setara dengan 0, 15, dan 30 liter/hektar) dan abu terbang sebanyak 3 tingkat (0; 200; dan 400 g/polybag) (setara dengan 0, 40, dan 80 ton/hektar). Indikator tanaman pada percobaan I adalah sengon dan meranti. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali pada masing-masing jenis tanaman sehingga untuk 2 jenis tanaman terdapat 90 satuan percobaan. Percobaan II dilakukan dengan menggunakan model Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan 2 faktor yaitu: bahan humat sebanyak 3 tingkat (0; 0,9375; dan 1,875 ml/petak ukur) (setara dengan 0, 15, dan 30 liter/hektar) dan abu terbang sebanyak 3 tingkat (0; 2,5; dan 5 kg/petak ukur) (setara dengan 0, 40, dan 80 ton/hektar) dengan indikator tanaman adalah sengon. Kelompok didasarkan kelerengan tanah pada lahan bekas tambang yang telah direklamasi yaitu menjadi 3 tingkatan lereng, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan adalah satu petak

ukur dengan luas 1 x 1 m 2. Setiap petak ukur digali tanah untuk dicampur dengan amelioran seluas 0,5 x 0,5 m 2 dengan kedalaman 50 cm. Analisis tanah meliputi ph, C-organik, N-total, P-Bray I, Ca, Mg, K, Na, KTK, dan Al. Analisis tanaman meliputi serapan hara N, P, K, Ca dan Mg dan pertumbuhan tanaman antara lain: pertumbuhan tinggi, percabangan akar dan bobot kering daun. Pada tanaman sengon diukur bintil akar sedangkan pada tanaman meranti diukur panjang akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi berpengaruh nyata memperbaiki sifat kimia tanah namun kedua amelioran tidak saling interaksi. Bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan KTK tanah dan C-org sedangkan abu terbang berpengaruh meningkatkan nilai ph tanah dan ketersediaan C-Org, P, K, Na, Ca dan Mg. Pada pertumbuhan tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah bintil dan jumlah cabang perakaran tanaman pada percobaan I tanaman sengon tapi tidak terdapat interaksi. Bahan humat dan abu terbang dalam mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan jumlah cabang akar tanaman pada percobaan I sedangkan terhadap jumlah bintil akar ada pengaruh interaksi bahan humat dan abu terbang. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukkan bahwa amelioasi berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman namun tidak saling interaksi. Pada perkembangan panjang dan jumlah percabangan akar menunjukkan ameliorasi tidak berpengaruh nyata. Pada percobaan II tanaman sengon menunjukkan bahwa ameliorasi tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi, jumlah percabangan dan bintil akar. Ameliorasi bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan berat kering daun. Pada serapan daun tanaman, ameliorasi berpengaruh nyata dan saling interaksi meningkatkan serapan N, Ca, dan Mg pada percobaan I dengan tanaman sengon sedangkan pada serapan P dan K tidak dipengaruhi secara nyata oleh kedua amelioran. Pada percobaan I dengan tanaman meranti menunjukan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan N dan K sedangkan serapan Mg dipengaruhi secara nyata oleh kedua bahan ameliorasi namun tidak saling interaksi. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Ca sedangkan pada serapan P tidak ada pengaruh nyata kedua bahan ameliorasi tersebut. Pada percoban II menunjukkan abu terbang berpengaruh nyata meningkatkan serapan N sedangkan bahan humat berpengaruh nyata meningkatkan serapan P. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata namun tidak saling interaksi dalam meningkatkan serapan K dan Ca. Bahan humat dan abu terbang berpengaruh nyata dan saling interaksi dalam meningkatkan serapan Mg. Prospek bahan humat dan abu terbang sangat besar dalam memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas tanah dan tanaman. Oleh karena itu dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan masukan kepada instansi yang berwenang untuk memberikan rekomendasi penggunaan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang. Kata kunci: ameliorasi, abu terbang, bahan humat, pertumbuhan tanaman, serapan hara, sifat kimia tanah

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengkutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMANFAATAN BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG SURYA HERJUNA Tesis sebagian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Judul Tesis : Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang Nama : Surya Herjuna NRP : A152070031 Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Suwardi, M.Agr Ketua Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc Anggota Dr. Ir. Widiatmaka, DEA Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Suwardi, M. Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S Tanggal Ujian: 4 Januari 2011 Tanggal Lulus:

PRAKATA Puji Syukur penulis panjatkan kepada Alloh Swt atas segala rahmat-nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2009 adalah ameliorasi, dengan judul Pemanfaatan Bahan Humat dan Abu Terbang Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suwardi M.Agr, Ibu Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku pembimbing. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Ir. Iskandar sebagai penguji tesis atas masukan-masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang telah membantu membiayai kuliah dan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan PT Kaltim Prima Coal beserta staf khususnya Unit Nursery dan Reklamasi yang telah membantu selama pengumpulan data. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu, istri dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Program S2 Agroteknologi Tanah, mahasiswa S1 dan laboran-laboran Jurusan Ilmu Tanah yang banyak membantu kelancaran penelitian. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat. Bogor, Februari 2011 Surya Herjuna

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 29 September 1977 sebagai anak sulung pasangan Suyono Budihardjo dan Marieyati. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, lulus tahun 2001. Kesempatan melanjutkan sekolah diperoleh pada tahun 2007 di Program Studi Agroteknologi Tanah Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf di Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta. Bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawab peneliti ialah perencanaan wilayah, reklamasi dan penutupan tambang. Selama mengikuti kagiatan perkuliahan program S2, penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Forum Reklamasi Bekas Tambang dan kegiatan seminar-seminar tentang reklamasi bekas tambang.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Kerangka Pemikiran... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 5 xii xiv xv II TINJAUAN PUSTAKA... 7 2.1 Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara... 7 2.2 Abu Terbang Sebagai Amelioran... 14 2.3 Bahan Humat Sebagai Amelioran... 16 III METODE... 19 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian... 19 3.2 Bahan dan Alat... 19 3.3 Metode Penelitian... 21 3.4 Pelaksanaan Percobaan... 23 3.5 Analisis Data... 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 26 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Sifat-sifat Kimia Tanah... 26 4.2 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Pertumbuhan Tanaman... 31 4.3 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dan Abu Terbang Terhadap Serapan Daun Tanaman... 35 4.4 Prospek Bahan Humat dan Abu Terbang Sebagai Amelioran... 41 V SIMPULAN DAN SARAN... 44 5.1 Simpulan... 44 5.2 Saran... 44 DAFTAR PUSTAKA... 45 LAMPIRAN... 47

DAFTAR TABEL Halaman 1 Karakteristik kimia abu terbang di PLTU PT Kaltim Prima Coal... 20 2 Karakteristik bahan humat... 20 3 Perlakuan ameliorisasi media polybag di dalam rumah kaca dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria) dan meranti (Shorea parvifolia)... 21 4 Perlakuan ameliorisasi pada tanah lahan bekas tambang dengan indikator tanaman sengon (Albazia falcataria)... 23 5 Parameter yang diukur dan metode pengukuran... 25 6 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap parameter ph tanah... 26 7 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan C-org dalam tanah... 27 8 Pengaruh bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan P-tersedia tanah... 28 9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K, Na, Ca dan Mg tanah pada percobaan I... 29 10 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K, Na, Ca dan Mg pada percobaan II... 29 11 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap nilai KTK tanah... 30 12 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman sengon... 31 13 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap perkembangan bintil perakaran pada percobaan I tanaman sengon... 32 14 Korelasi antara ph, ketersediaan hara, dan faktor penghambat Al terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan perakaran... 32 15 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, perkembangan cabang perakaran, panjang akar dan bobot kering daun pada percobaan I tanaman meranti... 33 16 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap beda tinggi tanaman, perkembangan bintil dan cabang perakaran serta bobot kering daun pada percobaan II tanaman sengon... 34 17 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N daun tanaman sengon pada percobaan I... 35 xii

18 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Ca daun tanaman sengon pada percobaan I... 35 19 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Mg daun tanaman sengon pada percobaan I... 36 20 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N, K dan Mg daun tanaman meranti pada percobaan I... 36 21 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Ca daun tanaman meranti pada percobaan I... 36 22 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan N, P, K dan Ca daun tanaman sengon pada percobaan II... 37 23 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap serapan Mg daun tanaman sengon pada percobaan II... 37 24 Rata-rata peningkatan kation basa-basa, nilai ph dan KTK tanah masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran... 38 25 Rata-rata serapan N, P, K, Ca, Mg masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran... 38 26 Rata-rata beda tinggi tanaman, perakaran dan bobot kering daun tanaman masing-masing percobaan yang dipengaruhi amelioran... 39 xiii

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pikir penelitian... 5 2 Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang... 8 3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan penimbunan di stockpile... 11 4 Tahapan pasca operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan (3) Penutupan tambang... 14 5 Lokasi penelitian... 19 xiv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman sengon... 47 2 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan I indikator tanaman meranti... 48 3 Sifat-sifat kimia tanah pada percobaan II indikator tanaman sengon.. 49 4 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap ph tanah... 50 5 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap C-org tanah... 50 6 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan N tanah... 50 7 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap N-total tanah... 51 8 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap P-tersedia dalam tanah... 51 9 Pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan K-tersedia, Na-tersedia, dan Ca-tersedia dalam tanah pada percobaan II... 51 10 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan K dd dalam tanah... 52 11 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Na dd dalam tanah... 52 12 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Ca dd dalam tanah... 52 13 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap kandungan Mg dd dalam tanah... 53 14 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap KTK... 53 15 Hasil analisis varian pengaruh pemberian amelioran terhadap Al dd... 53 16 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon dan meranti pada percobaan I... 54 17 Rata-rata beda tinggi tanaman sengon pada percobaan II... 54 18 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap beda tinggi tanaman pada percobaan I dan II... 54 19 Data perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon dan meranti... 55 20 Data perkembangan perakaran pada percobaan II... 55 xv

21 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman sengon... 55 22 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan I tanaman meranti... 56 23 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap perkembangan perakaran pada percobaan II... 56 24 Hasil analisis pengaruh pembeian amelioran terhadap bobot kering daun pada percobaan I dan II... 56 25 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan I... 57 26 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman meranti pada percobaan I... 57 27 Rata-rata kadar hara oleh daun tanaman sengon pada percobaan II... 57 28 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara N daun tanaman... 58 29 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara P daun tanaman... 58 30 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara K daun tanaman... 58 31 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara Ca daun tanaman... 59 32 Hasil analisis pengaruh pemberian amelioran terhadap serapan hara Mg daun tanaman... 59 33 Kontribusi batubara dalam energi pembangkit listrik dan energi campur 3 tahun terakhir dan prediksi sampai tahun 2020... 59 34 Foto-foto percobaan I di lokasi pembibitan... 60 35 Foto-foto percobaan II di lokasi lahan bekas tambang... 63 xvi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan dilakukan dengan tetap memperhatikan perlindungan lingkungan. Pada perjalanannya, komitmen tersebut masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Pengaturan tentang pertambangan sudah banyak diperbaiki dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Berbagai pengaturan yang mendorong tumbuhnya investasi tetap selalu memperhitungkan aspek perlindungan lingkungan. Visi dan Misi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berkenaan dengan perlindungan lingkungan harus dilaksanakan dalam penyusunan kebijakan, pembinaan dan pengawasan. Hal ini sangat penting, karena keberlanjutan pembangunan hanya bisa dicapai melalui keberlanjutan sumber-sumber yang menjadi modal dasar pembangunan itu sendiri, dalam hal ini sumber daya tambang yang bisa menjadi penggerak (prime mover) pembangunan (Witoro 2007). Kegiatan pertambangan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumber daya alam. Sumber daya alam tak terbarukan harus dikelola oleh negara agar fungsinya dapat terpelihara sepanjang masa. Kegiatan pertambangan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya pada masa kini dan menjamin kehidupan di masa yang akan datang. Kegiatan pertambangan terbuka meliputi proses pembersihan lahan, pengambilan dan penempatan material top soil, pengambilan dan penempatan material overburden (batuan penutup), penambangan bahan galian, reklamasi dan penutupan tambang. Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak perubahan terhadap bentang alam dan penurunan kesuburan tanah. Perubahan bentang alam akan mengakibatkan kehilangan kesempatan pemanfaatan lahan untuk kegiatan sektor lain. Dampak penurunan kesuburan tanah yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan adalah penurunan hara tanah, khususnya kandungan

bahan organik tanah. Material overburden biasanya mempunyai karakteristik berupa porositas, kemampuan mengikat air, C organik, N total dan Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang rendah sehingga jika proses backfill (penutupan lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil) tidak benar, maka akan berdampak pada penurunan kualitas tanah sebagai media tanam lahan reklamasi. Dampak penurunan kualitas tanah lainnya dari kegiatan pertambangan adalah pada lahan bekas tambang banyak ditumpuk material overburden dibanding top soil. Sifat fisik material overburden mempunyai persentase rock fragmen rendah, tekstur cenderung berkadar liat rendah (37,81%), bulk density rendah, kemampuan mengikat air rendah, kandungan hara tanah rendah. Walaupun secara mineralogi sifat batuan penutup mirip dengan sifat tanah di sekitarnya, tetapi perlakuan terhadap batuan penutup harus hati-hati terutama terhadap kandungan-kandungan mineral yang mempunyai potensi air asam tambang seperti mineral Pirit (FeS 2 ), Kalkosit (Cu 2 S), dan lain sebagainya. Adanya air asam tambang akan mengakibatkan ketersediaan hara tanaman berkurang, logam berat menjadi terlarut, dan penurunan aktivitas mikroba yang semuanya itu akan menyebabkan keracunan terhadap vegetasi pada tahap reklamasi. Kegiatan reklamasi adalah kegiatan mengembalikan lahan agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dampak penurunan kualitas lahan oleh kegiatan pertambangan akan mengakibatkan berkurangnya alternatif penggunaan lahan pada masa pasca tambang. Kerusakan tanah sebagai media tumbuh tanaman oleh kegiatan pertambangan akan menyulitkan dalam proses revegetasi tanaman reklamasi, khususnya jenis-jenis tanaman indegenous seperti meranti, kapur, ulin, dan lain sebagainya. Tanaman tersebut biasanya mempunyai sifat slow growing plants yaitu mempunyai kecenderungan pertumbuhan lambat di masa muda. Pertumbuhan menjadi lambat karena adanya sifat intoleran terhadap matahari. Hal ini tentunya akan menghambat proses pengembalian lahan bekas tambang menjadi lahan hutan. Beberapa teknik reklamasi lahan bekas tambang diusahakan untuk mempercepat proses perbaikan. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan penambahan pemupukan dan amelioran 2

misalnya dengan bahan organik, kapur, bahan humat, abu terbang, zeolit dan lain sebagainya. Salah satu alternatif amelioran yang terdapat pada lokasi tambang (in-situ) adalah abu terbang atau fly ash. Abu terbang adalah partikel sangat kecil dari mineral sisa hasil pembakaran batubara dalam tungku. Setiap unit partikel sangatlah kecil, berbentuk seperti bubuk bedak, dan terbawa ke atas keluar dari tungku melalui aliran pembuangan tungku setelah batubara dibakar. Karakteristik abu terbang adalah memiliki nilai ph tinggi (di atas ph 7) dan kandungan hara yang berasal dari oksida seperti K, Na, Ca dan Mg. Sebagai amelioran, abu terbang diharapkan dapat meningkatkan hara tanah dan meningkatkan ph tanah. Produksi abu terbang di Amerika Serikat pada tahun 2005 adalah sebesar 71,1 juta ton dimana 29,1 juta ton digunakan ulang untuk aplikasi tertentu dan 42 juta ton lainnya yang tidak terpakai dilakukan proses daur ulang. Proses daru ulang tentunya akan memerlukan lahan untuk penampungan material yang diperkirakan mencapai ± 678 hektar dengan ketinggian penumpukan abu terbang rata-rata 5 meter. Dengan semakin banyaknya penggunaan batubara untuk pembangkit listrik akan berdampak semakin luasnya wilayah penyimpanan abu terbang, yang tentunya akan menambah beban biaya pengamanan. Pemanfaatan abu terbang selama ini masih sebagai bahan campuran semen, tanggul dan stabilisasi struktur reklamasi tambang, bahan dasar jalan raya, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini telah dilakukan penelitian peranan abu terbang dalam memperbaiki kualitas tanah, diantaranya penelitian Iskandar et al. (2008), yang menyatakan bahwa pemberian abu terbang pada tanah gambut meningkatkan kandungan P dan kation basa seperti K, Na, Ca dan Mg. Alternatif amelioran lain yang dapat digunakan adalah bahan humat. Bahan humat adalah senyawa berbobot molekul tinggi, berwarna coklat hitam yang merupakan hasil reaksi sintesa sekunder. Bahan humat memiliki gugus fungsional seperti COOH, -OH fenolat maupun OH alkoholat. Gugus-gugus tersebut dapat membentuk muatan negatif melalui pelepasan ion H + sehingga dapat menjerap dan membentuk kompleks dengan kation-kation. Kemampuan bahan humat untuk menjerap atau mengkelat kation-kation dapat menjadi alternatif kombinasi yang baik bagi abu terbang dalam menyediakan hara makro dan mikro dalam tanah. 3

Penggunaan bahan humat sebagai amelioran salah satunya dilakukan oleh Atekan dan Surahman (1997), yang menunjukkan bahwa penambahan bahan organik sebagai amelioran telah meningkatkan kation-kation dalam tanah. 1.2. Perumusan Masalah Kegiatan penambangan batubara akan berdampak pada perubahan bentang alam dan penurunan kualitas tanah yaitu penurunan ph, bahan organik tanah, dan basa-basa seperti Ca, Mg, Na, dan K, kemungkinan timbulnya air asam tambang, dan kerusakan kualitas fisik tanah karena bercampurnya material top soil dan batuan penutup. Perubahan bentang alam dapat dikurangi dengan penimbunan kembali lahan bekas tambang dengan material overburden dan top soil. Penurunan kualitas tanah dapat diperbaiki dengan proses pemupukan dan penanaman cover crop. Proses pemupukan dalam lokasi lahan bekas tambang memiliki beberapa kendala antara lain sumber dan jumlah pupuk organik yang sulit diperoleh serta biaya pengadaan yang mahal jika harus didatangkan dari luar daerah bahkan di luar pulau. Oleh karena itu, penggunaan alternatif amelioran terutama yang banyak terdapat di lokasi tambang batubara seperti abu terbang dan dikombinasikan dengan bahan humat yang merupakan ekstrasi batubara jenis lignit diharapkan dapat memberikan perbaikan sifat-sifat tanah seperti perbaikan ph tanah, penambahan hara makro dan mikro dalam tanah serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. 1.3. Tujuan Penelitian Mengkaji pengaruh pemberian bahan humat dan abu terbang terhadap sifatsifat kimia tanah, pertumbuhan tanaman sengon dan meranti, dan serapan hara daun tanaman. 1.4. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1. 4

KEGIATAN PERTAMBANGAN DAMPAK TERHADAP LAHAN BEKAS TAMBANG PENURUNAN KUALITAS TANAH PERUBAHAN BENTANG ALAM SUMBER DAN SUPPLY PUPUK (ORGANIK) MASIH KURANG PENGEMBALIAN TANAH PUCUK DAN PEMUPUKAN PERLU REKLAMASI PENUTUPAN LAHAN BEKAS TAMBANG, PENATAAN LAHAN, DAN PEMBUATAN DRAINASE ALTERNATIF PENGGANTI AMELIORAN ABU TERBANG SISA PEMBAKARAN BAHAN HUMAT EKSTRAKSI BAHAN ORGANIK H I P O T E S A DIHARAPKAN MENINGKATKAN : 1. PERBAIKAN TANAH 2. SERAPAN HARA TANAMAN REKLAMASI 3. PERTUMBUHAN TANAMAN REKLAMASI PERCOBAAN I KOMBINASI BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG DI DALAM RUMAH KACA DENGAN INDIKATOR TANAMAN SENGON DAN MERANTI Perlu dilakukan penelitian penggunaan abu terbang dan bahan humat sebagai amelioran dalam lahan bekas tambang PERCOBAAN II KOMBINASI BAHAN HUMAT DAN ABU TERBANG DI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN INDIKATOR TANAMAN SENGON Gambar 1 Kerangka pikir penelitian 1.5. Manfaat Penelitian a. Penelitian ini memperkaya penelitian sebelumnya mengenai penggunaan abu terbang dan bahan humat terutama dalam memperbaiki sifat tanahtanah bekas tambang. 5

b. Bagi perusahaan tambang dapat menjad referensi alternatif pemanfaatan abu terbang untuk reklamasi lahan bekas tambang. c. Masukan bagi Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan pemanfaatan abu terbang yang baik, aman dan ramah lingkungan. d. Bagi masyarakat pada umumnya dapat menjadi referensi bagi pemanfaatan abu terbang sebagai amelioran untuk memperbaiki kualitas tanah dan tanaman. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Pertambangan Terbuka Batubara Berdasarkan Amdal PT KPC (2005), kegiatan pertambangan dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap operasi, dan tahap pasca operasi penambangan. 2.1.1.Tahapan Persiapan Jenis kegiatan pada tahapan persiapan meliputi: 1. Pembebasan Lahan Kegiatan pembebasan lahan meliputi pembebasan terhadap hak-hak milik pada lahan tersebut dengan sistem ganti untung barang-barang yang menjadi milik penduduk. Jika areal penambangan merupakan kawasan hutan, maka perusahaan diwajibakan memohon izin pinjam pakai dari Kementerian Kehutanan. Pembebasan lahan dilakukan supaya tidak terjadi konflik tumpang tindih kepentingan pada lokasi yang akan dilakukan penambangan. 2. Pembangunan sarana dan prasarana tambang Pembangunan sarana dan prasarana diperlukan untuk mendukung kegiatan utama penambangan agar sesuai dengan rencana penambangan. Sarana dan prasarana yang akan dibangun meliputi jalan tambang dan angkutan batubara, bengkel, gudang, sarana perkantoran, mes karyawan, pos keamanan, kantin, mushola, klinik, dan lain sebagainya. Jalan tambang merupakan jalan tanah yang diperkeras dengan pasir batu (sistem macadam). Pembangunan jalan mengikuti kemajuan kegiatan pertambangan. Jalan tambang mempunyai lebar 25 meter dengan kemiringan maksimum 4 8%. Ukuran bengkel disesuaikan dengan jumlah dan ukuran kendaraan yang dipergunakan. Pembangunan mes, kantor, kantin, mushola, dan pos keamanan disesuaikan dengan jumlah karyawan yang ada. Disamping itu, perusahaan juga membangun unit sarana pengelolaan limbah, penimbunan tanah, penimbunan batubara, unit pengolahan batubara, fasilitas pemuatan, tempat penyimpanan bahan pengunjang. 3. Pembukaan dan pembersihan lahan Kegiatan ini dilakukan pada lokasi rencana pertambangan terbuka (open pit mining). Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan chain saw dan bulldozer

untuk membersihkan lahan dari tanaman dan material lainnya. Dalam pembersihan lahan tidak dilakukan pembakaran terhadap batang, ranting, dan daun tanaman, akan tetapi bagian-bagian tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Gambar 2 (1) (2) (3) Tahapan persiapan meliputi: (1) Pembebasan lahan, (2) Pembuatan sarana dan prasaran tambang, dan (3) Pembersihan tapak tambang 2.1.2.Tahapan Operasi Jenis kegiatan pada tahap operasi penambangan sistem open pit meliputi pengupasan dan penempatan top soil, pembongkaran dan penimbunan tanah penutup, penggalian, pengangkutan, pengolahan, dan penimbunan batubara. 1. Pengupasan tanah pucuk (top soil) Pekerjaan pengupasan top soil pada sistem penambangan terbuka jauh lebih luas dibanding pada sistem tambang tertutup. Lapisan top soil merupakan lapisan tanah yang mempunyai ketebalan kurang lebih 30 cm dan mempunyai sifat relatif subur. Pengupasan top soil dilakukan pada daerah pit tambang, out pit dump, stockpile, jalan tambang dan angkutan batubara, bangunan perkantoran dan sarana prasarana lainnya. Pekerjaan pengupasan top soil dilakukan dengan hati-hati agar tingkat kesuburannya dapat dipertahankan sampai pada saat akan dikembalikan ke lahan bekas tambang. 2. Pembongkaran batuan penutup (overburden) Batuan penutup merupakan lapisan tanah dan atau batuan yang berada di antara top soil dan batubara. Batuan penutup ini terdiri dari batuan penutup dan lapisan tanah subsoil yang berada di bawah topsoil. Penggalian batuan penutup dilakukan dengan menggunakan alat mekanis seperti excavator dan bulldozer 8

serta kadang-kadang dilengkapi dengan ripper jika ditemukan batuan penutup yang keras. Pada areal yang memiliki batuan penutup yang lebih keras digunakan bahan peledak untuk membongkarnya. 3. Penimbunan top soil dan overburden Lapisan top soil dan overburden yang sudah dikupas kemudian diangkut secara terpisah ke area penimbunan top soil dan waste dump untuk disimpan sementara waktu. Top soil dan overburden ini akan dikembalikan ke areal bekas lubang tambang pada saat reklamasi. Lapisan top soil yang ditimbun sementara dan dilakukan pemeliharaan untuk mempertahankan zat hara dan organisme di dalamnya tetap dalam kondisi baik. Jika penyimpanan top soil memerlukan waktu yang lama, timbunan top soil ditanam tanaman penutup (cover crop). Lapisan overburden ditimbun pada out pit dump yang terletak tidak jauh dari areal lubang tambang pada saat pembukaan tambang pertama. Pada pembukaan tambang selanjutnya dilakukan inpit dump pada lokasi tambang pertama atau biasa disebut dengan sistem backfilling. Sistem ini untuk mengurangi lubang bekas tambang pada saat penutupan tambang. Proses penutupan lahan bekas tambang dimulai dari penimbunan lapisan batuan penutup kemudian dilakukan re-contouring atau reshaping yang biasa disebut dengan penataan lahan. Kegiatan berikutnya setelah penataan lahan adalah melapisi lahan dengan top soil. Pada lapisan batuan yang mengandung material yang berpotensi menjadi air asam tambang dilakukan pelapisan dengan metarial non acid forming (NAC) dan tanah liat yang sudah dipadatkan supaya tidak terkontaminasi dengan oksigen sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi material pembentuk air asam tambang atau potensial acid forming (PAF). Kegiatan pertambangan dengan sistem backfilling dilakukan dengan cara membagi-bagi blok penambangan secara berurutan dengan material penutup sebagai bahan pengisi lubang tambang yang sudah selesai tambang. Proses ini dilakukan secara simultan sampai pada blok penambangan terakhir. 4. Penggalian Batubara Penggalian batubara dilakukan dengan mengikuti arah kemajuan dari pengupasan top soil dan overburden atau mengikuti arah jurus lapisan batubara (seam). Penggalian batubara dilakukan dengan excavator, dengan ront-end loader batubara ini dimuat ke dump truck untuk diangkut ke mine stockyard. Pengaturan 9

saluran air dilakukan terlebih dahulu sebelum dibuat saluran-saluran di permukaan untuk mengurangi volume air yang masuk ke dalam lubang tambang. Air hujan dan air tanah yang masuk ke dalam lubang tambang akan diatur dengan pembuatan saluran tiap-tiap tanggul dan dikumpulkan ke titik tambang paling rendah. Dari titik ini air di pompa keluar dengan menggunakan pompa yang dioperasikan secara rutin. Air pompa ini ditampung dalam sediment pond dan diolah (dinetralisir) terlebih dahulu sebelum dialirkan ke badan air penerima. 5. Pengangkutan Batubara Pengangkutan batubara untuk tambang terbuka dilakukan dengan menggunakan dump truck dari lokasi tambang ke stockpile. Konstruksi jalan tambang terbuat dari tanah yang diperkeras dengan pasir batu (jalan macadam). Lebar jalan tambang sekitar 25 meter termasuk berm dan saluran drainase di kirikanan jalan. Kemiringan maksimum 4 8%. Jalan tambang dipakai untuk mengangkut batubara dari front penambangan ke mine stockyard. Jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan pemeliharaan dengan menggunakan grader dan compactor. Penambalan jalan yang rusak menggunakan quarry diambil dari areal sekitar tambang. Untuk menekan tingginya polusi debu di udara pada musim kemarau sepanjang jalan tambang dan jalan angkut batubara dilakukan penyiraman air pada badan jalan dan penanaman pohon masing-masing 50 meter pada sisi kiri-kanan jalan. Penyiraman dilakukan setiap 3 4 jam dengan menggunakan truk air. 6. Pengolahan Batubara Proses pengolahan batubara terdiri dari peremukan (crushing) dan pencucian (washing). Proses pencucian batubara dapat dilakukan pada batubara yang bersih (clean coal) dan batubara yang masih kotor (dirty coal). Pada batubara yang sudah bersih dilakukan peremukan untuk mendapatkan butiran batubara dengan ukuran sesuai dengan permintaan pasar. Pencucian batubara dapat menurunkan jumlah material pengotor (biasanya ash content) dari batubara yang diproduksi. 7. Penimbunan Batubara Penimbunan batubara dilakukan dekat pelabuhan laut. Batubara dapat diangkut ke pelabuhan atau port dengan menggunakan conveyor. Pengangkutan 10

dengan menggunakan conveyor dapat mengurangi penggunaan jalan dan polusi debu. (1) (2) (3) (4) (5) (6) dan (7) Gambar 3 Tahapan operasi produksi meliputi: (1) Pengupasan tanah pucuk, (2) Pengupasan batuan penutup dan penimbunan di waste dump atau inpit dump, (3) Penempatan tanah pucuk pada lokasi yang aman, (4) Penggalian batubara, (5) Pengangkutan batubara ke stockpile, (6) dan (7) Pengolahan batubara dan penimbunan di stockpile 2.1.3.Tahapan Pasca Operasi Tahapan pasca operasi meliputi reklamasi dan revegetasi, pelepasan tenaga kerja dan penutupan tambang. 1. Reklamasi dan Revegetasi Pekerjaan reklamasi adalah pengembalian kondisi lahan dengan menimbun kembali lubang bekas tambang dengan overburden diikuti dengan penataan, pembuatan saluran air dan penaburan top soil serta pemupukan. Pada sistem penambangan terbuka, penataan lahan dilakukan dengan cara meratakan lahan yang telah selesai ditimbun dengan material overburden dan top soil. Setelah penataan lahan kemudian dilakukan recontouring untuk mendapatkan muka lahan yang aman stabil. Dalam kegiatan penataan lahan dan recontouring tersebut digunakan alat berat bulldozer dan grader. Penataan lahan pada areal bekas lubang tambang dilakukan hingga diperoleh bentuk morfologi dan topografi 11

wilayah yang layak untuk budidaya. Pada areal bekas lubang yang cukup dalam, penataan lahan diarahkan menjadi kolam penampungan air hujan atau menjadi kolam budidaya ikan. Kegiatan revegetasi merupakan kegiatan penanaman kembali areal bekas tambang setelah lahan selesai ditata. Setelah penataan selesai, lahan terlebih dahulu ditanami tanaman penutup tanah (cover crop) sebelum ditanami tanaman utama. Jenis tanaman reklamasi yang diutamakan adalah jenis lokal dan pioner semacam meranti, bangkirai, kapur, sengon, gamal, gmelina, jabon, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang pada tanah media polybag dan lahan bekas tambang menggunakan indikator tanaman sengon dan meranti. Sengon yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis Albazia falcataria (sengon laut). Sengon merupakan jenis pohon yang banyak disukai masyarakat karena cepat tumbuh, pemeliharaan mudah dan kayunya dapat digunakan untuk beragam manfaat seperti kayu perkakas, kayu bakar, daunnya untuk pakan ternak serta pembuatan kompos. Menurut Heyne (1987) sengon merupakan salah satu tumbuhan yang dapat memperbaiki tanah, semua tanaman yang dibudidayakan di bawahnya tumbuh dengan baik. Pertumbuhan sengon yang cukup baik walaupun pada kondisi tanah yang secara umum kurang subur tersebut kemungkinan disebabkan oleh kesesuiannya dengan kondisi iklim sekitarnya. Sengon dapat tumbuh mulai dari pantai sampai ketinggian 1.600 m di atas permukaan laut, optimum pada ketinggian 0 800 m di atas permukaan laut, beradaptasi dengan iklim monsoon dan lembab dengan curah hujan 200 2.700 mm/tahun dengan bulan kering sampai empat bulan serta pada temperatur 25 0 C. Sengon dapat ditanam pada tapak yang tidak subur tanpa dipupuk tidak tumbuh subur pada tanah yang berdrainase jelek (Hidayat 2002). Jenis meranti yang dicoba dalam penelitian ini adalah jenis meranti merah atau Shorea parvifolia Dyer. Jenis meranti merah memiliki wilayah penyebaran yang luas, terdapat di Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatera dan daerah lainnya. Jenis ini sangat baik tumbuhnya di luar Semenanjung Malaya. Jenis ini banyak terdapat di lembah-lembah hutan meranti campuran dengan ketinggian lebih kurang 800 m dari permukaan laut. Di Indonesia jenis Shorea parvifolia Dyer terdapat hampir di seluruh Kalimantan, Sumatera dan Maluku serta tumbuh 12

dalam hutan tropis dengan tipe curah hujan yang bervariasi. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, podsolik merah kuning, sampai ketinggian 1.300 m dari permukaan laut, juga tumbuh pada dataran yang sering tergenang air pada musim hujan dan tepi-tepi sungai pada tanah alluvial. Pohon berukuran besar dengan ketinggian dapat mencapai 50 m, tinggi bebas cabang sampai 30 m dengan diameter sekitar 100 cm, mempunyai banir mencapai 3,5 m. Batang kulit luar berwarna coklat, beralur dangkal, sedikit mengelupas. Warna penampang kulit hidup merah kecoklat-coklatan. Kayu gubal berwarna kuning pucat atau kuning muda, terasnya berwarna kemerah-merahan dan damar berwarna kuning. Daun berbentuk telur, lonjong (ellips) atau segi empat panjang, pangkal membulat, tulang daun sekunder lebih kurang 12 pasang, dan panjang tangkai daun lebih kurang 7 mm. Permukaan atas daun licin atau berbulu bintang, pada waktunya terang warnanya abu-abu atau merah coklat. Bunga kecil dengan warna kemerah-merahan, pada leher tangkai dan keping-kepingnya melekat tidak begitu kuat dan jatuh sendiri bila terpisah dengan bunganya, periode kuncup bunga terjadi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Buah berbentuk buah telur atau panjang, ujungnya lancip, bermacammacam ukuran, kebanyakan panjangnya ada 1 cm dilengkapi dengan sayap, tiga sayap bagian luar panjang 6 cm, lebar 1,5 cm dan dua sayap lainnya lebih pendek. Tanaman meranti mempunyai sifat pertumbuhan yang bervariasi sesuai umur tanaman. Pada waktu muda, tanaman meranti cenderung intoleran (respon pertumbuhan kurang jika terkena sinar matahari) sehingga pertumbuhannya lambat. Pada waktu tanaman sudah mencapai tingkat tiang dan pohon sekitar diameter 10-20 cm, tanaman meranti cenderung toleran (respon pertumbuhan meningkat waktu terkena sinar matahari). 2. Pelepasan Tenaga Kerja Pelepasan tenaga kerja dilakukan pada akhir kegiatan operasi penambangan dimana cadangan batubara sudah habis ditambang. Tenaga reklamasi dan penutupan tambang tetap ada sampai kondisi reklamasi dan penutupan tambang disetujui oleh Pemerintah. 3. Penutupan Tambang Penutupan tambang adalah kegiatan akhir dari suatu operasi penambangan. Kegiatan ini meliputi penanganan sarana dan prasarana tambang, pemindahan 13

lokasi tambang, demobilisasi peralatan, dan pemantauan lingkungan. Fasilitasfasilitas umum tetap dipertahankan semacam mess, jalan, klinik, masjid, bengkel, sumber energi, sumber ar bersih. Sarana ini dialihkan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat dikelola lebih lanjut. Pekerjaan pemantauan lingkungan tetap dilaksanakan sampai tercapainya kondisi ekologi yang cukup kuat untuk dilakukan kegiatan bukan pertambangan seperti pertanian, kehutanan, perkebunan, dan lain sebagainya. (1) (2) (3) Gambar 4 Tahapan Pasca Operasi meliputi: (1) Rangkaian kegiatan reklamasi dan revegetasi, (2) Pelepasan tenaga kerja, dan (3) Penutupan tambang 2.2. Abu Terbang Sebagai Amelioran Fly ash atau abu terbang adalah partikel kecil mineral sisa hasil pembakaran dari batubara dalam tungku pembakar. Partikel abu terbang sangat kecil seperti bedak dan terbawa keluar dari tungku melalui lubang exhaust. Abu terbang termasuk karbon dan oksida logam. Abu terbang dapat juga termasuk sejumlah pengotor organik yang terbentuk bersama terbentuknya bahan organik. Abu terbang memiliki ph alkalin (11-12) dengan susunan kimia didominasi oleh SiO 2 dan Al 2 O 3. Berdasarkan susunan kimia, abu terbang dapat dikelompokkan menjadi kelas F (kaya Fe) dan kelas C (kaya Ca). Pembakaran batubara jenis antrasit dan bituminous biasanya akan menghasilkan abu terbang kelas F. Abu terbang ini mempunyai karakteristik pozolanik (membentuk semen) dan terdiri 14

dari CaO kurang dari 10%. Abu terbang kelas F biasanya dipakai untuk campuran semen seperti semen jenis portland. Abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara jenis lignit atau sub bituminous mempunyai ciri kandungan CaO lebih dari 20%. Kandungan alkali dan sulfat biasanya tinggi pada abu terbang kelas C. Penelitian McCarthy et al. (1994) menunjukkan bahwa pemberian abu terbang dalam tanah dapat meningkatkan nilai ph tanah. Iskandar et al. (2003) melakukan penelitian penggunaan abu terbang dengan dosis 5 dan 10 kg/tanaman pada jenis akasia yang dapat meningkatkan nilai ph tanah, ketersediaan kation seperti K, Na, Ca dan Mg serta P-tersedia. Truter et al. (2001) melakukan penelitian dengan mencampur abu terbang, kotoran limbah, dan kapur dengan rasio 60%, 30% dan 10% (berat kering) menunjukkan adanya efek positif dalam meningkatkan ph, Ca, Mg dan P tersedia dalam tanah. Penelitian Iskandar et al. (2008) menunjukkan terjadi pelepasan unsur hara mikro dari abu terbang berturutturut Fe > Cu > Mn > Zn > Cr > Pb > Ni > Cd. Bayat (2002) dalam penelitiannya mengenai penyerapan logam oleh abu terbang menyimpulkan bahwa abu terbang mampu menghilangkan logam berat sama efektifnya dengan karbon aktif pada kondisi tertentu dengan proses adsorpsi maksimum terjadi pada kondisi ph 7-7,5. Penggunaan abu terbang untuk material inpit dump (penutupan lahan bekas tambang) pernah dilakukan oleh perusahaan pertambangan batubara PT Jorong Barutama Greston (PT JBG). Abu terbang yang digunakan untuk proses inpit dump berasal dari PLTU Asam-asam milik PT JBG. Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) memberikan persetujuan terhadap kegiatan inpit dump dengan menggunakan abu terbang tersebut. KLH juga meminta kepada PT Jorong Barutama Greston untuk melakukan revisi atas AMDAL dengan disesuaikan penggunaan material abu terbang sebagai bagian dari kegiatan reklamasi. Sampai saat ini, abu terbang masih dianggap sebagai limbah B3 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 1999 jo Nomor 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada pasal 2 PP Nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan 15

yang dapat tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Pada pasal 3 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3, dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pada pasal 7 ayat 2 disebutkan bahwa daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222 dan D223 dapat dinyatakan sebagai limbah B3 setelah dilakukan uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan atau uji karakteristik. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, penelitian toksisitas abu terbang perlu dilaksanakan secara menyeluruh dengan tujuan melihat lebih jauh pengaruh pemanfaatan abu batubara tersebut untuk kehidupan makhluk hidup dengan pendekatan secara biologi. Oleh karena itu, penelitian abu terbang untuk ameliorasi perlu dilakukan untuk melihat kondisi karakteristik dan toksisitas. Menurut Stuczynski (1998) dosis yang digunakan dalam penelitian ameliorasi tanah adalah 0; 20; 40 dan 80 g/kg dan diinkubasi selama 10, 25 dan 60 hari. Menurut Iskandar (2003), dosis pemberian ameliorasi abu terbang di tanah gambut adalah sebesar 5 10 kg/pohon pada kondisi lapang. 2.3. Bahan Humat Sebagai Amelioran Menurut Aiken et al. (1985) secara kimia, bahan-bahan organik dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi 3 fraksi yaitu: 1. Humin; tidak larut dalam larutan asam maupun basa. 2. Asam humat; larut dalam larutan basa tetapi tidak larut dalam larutan asam (ph < 2), 3. Asam fulvat; larut dalam larutan asam maupun larutan basa. Bahan humat merupakan bahan makromolekul polielektrolit yang memiliki gugus fungsional seperti COOH, -OH fenolat maupun OH alkoholat sehingga bahan humat memiliki peluang untuk membentuk kompleks dengan ion logam karena gugus ini dapat mengalami deprotonasi pada ph yang relatif tinggi (Alimin et al. 2005). Deprotonasi gugus-gugus fungsional bahan humat akan menurunkan kemampuan pembentukan ikatan hidrogen, baik antar molekul maupun sesama molekul dan meningkatkan jumlah muatan negatif gugus fungsional bahan humat, sehingga akan meningkatkan gaya tolak menolak antar gugus dalam molekul 16