PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh konsentrasi dan lama perendaman IAA (Indole Acetic

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap Viabilitas Benih Kakao (Theobroma cacao L.

PENGARUH KONSENTRASI INDOLE BUTYRIC ACID (IBA) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK PUCUK JAMBU AIR (Syzygium semarangense Burm. F.

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

Repositori FMIPA UNISMA

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

Respons Pertumbuhan Setek Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) pada Berbagai Bahan Tanam dan Konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

RESPON PEMBERIAN AUKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN TIN (Ficus carica.l)

Jurnal Agroekoteknologi. E-ISSN No Vol.4. No.1, Desember (582) :

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 21 hari setelah tanam. Sedangkan analisis pengaruh konsentrasi dan lama perendaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BEBERAPA KONSENTRASI ATONIK PADA PERTUMBUHAN SETEK BUAH NAGA BERDAGING MERAH (Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. tumbuhan, termasuk klasifikasi sebagai berikut; divisio : spermatophyta;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

SKRIPSI. Persyaratan Sarjana-1. Disusun Oleh: VINA A FAKULTA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

BAB III METODE PENELITIAN. pengaruh konsentrasi dan lama perendaman kolkhisin terhadap tinggi tanaman,

PERTUMBUHAN STEK JERUK LEMON ( Citrus medica ) DENGAN PEMBERIAN URIN SAPI PADA BERBAGAI KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

BAB III METODE PENELITIAN. (Allium cepa L.) terhadap viabilitas benih kakao (Theobrema cacao L.) ini bersifat

Sambung Pucuk Pada Tanaman Durian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. Tanaman hias khususnya bunga merupakan salah satu komoditas hortikultura

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 9 kombinasi, adapun kombinasi perlakuannya sebagai berikut:

PERTUMBUHAN BERBAGAI SETEK ASAL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) AKIBAT PEMBERIAN BERBAGAI KONSENTRASI IBA. Muliadi Karo Karo 1) ABSTRACTS

PERENDAMAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI AIR KELAPA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KECAMBAH

MICROPROPAGATION OF Jatropha curcas

EFEKTIVITAS KONSENTRASI GIBERELIN (GA3) PADA PERTUMBUHAN STEK BATANG KOPI (Coffea canephora) DALAM MEDIA CAIR

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi Praktis : Agar Populasi Tanaman Pepaya Bisa 100 Persen Berkelamin Sempurna (Hermaprodit) dan Seragam

III. METODE PENELITIAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

III. BAHAN DAN METODE. Sederhana Dusun IX, Desa Sambirejo Timur, Kecamatan Percut Sei Tuan,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen dengan menggunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Larutan Kulit Bawang Merah (Allium cepa L.) Terhadap

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

Tingkat Keberhasilan Okulasi Varietas Keprok So E dan Keprok Tejakula Pada Berbagai Dosis Pupuk Organik

I. PENDAHULUAN. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas buah tropis

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juni 2012 di Perum Polda 2

Respon Pertumbuhan Stek Pucuk Keji Beling (Strobilanthes crispus Bl) dengan Pemberian IBA (Indole Butyric Acid)

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Kampus Gedung Meneng Fakultas

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

PENGARUH PEMBERIAN HORMON IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg secara IN VITRO

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pisang adalah tanaman herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

PENGARUH PEMBERIAN HORMON TUMBUH DAN DIAMETER STEK TERHADAP PERTUMBUHAN STEK JERUK NIPIS TANPA BIJI (Citrus aurantifolis S)

BAB III METODE PENELITIAN

INDUKSI AKAR SARANG SEMUT (Myrmecodia pendansmerr. & L.M.Perry)DENGAN PERLAKUAN ARANG AKTIF DAN IBA PADA MEDIUM MS SECARA IN VITRO

III. MATERI DAN METODE. Hortikultura yang beralamat di Jl. Kaharudin Nasution KM 10, Padang Marpoyan

Transkripsi:

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN JERUK KEPROK (CITRUS NOBILIS LOUR) VAR. PULAU TENGAH: Rensi Novianti dan Muswita Kata Kunci: zat pengatur tumbuh, jeruk keprok, pertumbuhan Zat pengatur tumbuh seperti IBA dan kinetin merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jeruk,termasuk jeruk varietas unggul yang ada di Jambi yaitu jeruk keprok var.pulau tengah. Perbanyakan secara konvensional melalui cangkok mempunyai beberapa kelemahan. Untuk mengatasi hal ini dilakukan perbanyakan melalui setek dengan menggunakan zat pengatur tumbuh Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan jeruk keprok var. pulau tengah dan untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan pertumbuhan yang optimal. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan yaitu K 0 = tanpa pemberian zat pengatur tumbuh, K 1 = 50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin, K 2 = 100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K 3 = 150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin, K 4 =100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin, K 5 = 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin yang diulang sebanyak 4 kali.. Data yang diperoleh dianalisis melalui sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukan persentase setek hidup pada K5 tidak berbeda nyata dengan K4, K3 dan K2 tetapi berbeda nyata dengan K1 dan K0. Persentase setek berakar pada K3 berbeda nyata dengan semua perlakuan K4 berbeda nyata dengan semua perlakuan.perlakuan K3 menghasilkan akar terpanjang yaitu 27 mm, sedangkan K5 menghasilkan tunas tercepat yaitu 84 hari dan terpanjang yaitu selama 84 hari dengan panjang tunas 48 mm. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup dan persentase setek berakar. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan pertumbuhan yang optimal pada pertumbuhan setek jeruk keprok adalah pada perlakuan K 2 dan K3.Disarankan untuk menggunakan zat pengatur tumbuh lain untuk merangsang terbentuknya tunas. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jeruk merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak di budidayakan masyarakat. Jeruk memiliki manfaat sebagai pelepas dahaga, buah pencuci mulut, untuk obat-obatan dan menghasilkan minyak yang digunakan dalam industri sabun dan pemberi aroma pada makanan. Jeruk keprok merupakan salah satu jenis jeruk yang digemari oleh masyarakat karena ukuran buah besar, daging buah tebal, jumlah biji sedikit serta memiliki kandungan vitamin dan 48

mineral yang lebih tinggi dari jenis jeruk lainnya (Aak,1994 ). Jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) termasuk dalam Class Dicotyledoneae, Ordo Rutales, Familiy Rutaceae (Tjitrosoepomo, 2000). Jeruk dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Kondisi tanah yang cocok untuk jeruk adalah tanah yang gembur, tidak menyimpan air terlalu banyak dan memiliki ph antara 5,5 6,5.serta pada ketinggian 700 1.200 m dpl (Aak, 1994). Provinsi Jambi memiliki varietas unggul jeruk keprok yaitu jeruk keprok var. Pulau Tengah, yang telah dilepaskan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Indonesia Nomor 240/Kpts/Tp.420/4/2002 pada tanggal 12 April 2002 (Anonim, 2002a:1) Berdasarkan informasi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Kerinci serta hasil survei dan wawancara dengan petani jeruk keprok var. pulau tengah, perbanyakan jeruk ini dilakukan melalui biji dan cangkok. Sampai saat ini perbanyakan ini belum memberikan hasil yang optimal karena membutuhkan waktu yang relatif lama dan persentase keberhasilannya masih rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perbanyakan yang intensif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah perbanyakan melalui setek. Menurut Wudianto (1988), perbanyakan melalui setek bertujuan mendapatkan bibit tanaman yang memiliki sifat sama dengan induknya dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Idayesti (2007) mendapatkan persentase setek hidup jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah 100% dengan penambahan 100 ppm IBA dan lama perendaman selama 25 menit, sedangkan pada konsentrasi 200 ppm dan 300 ppm persentase setek hidup juga mencapai 100% pada semua lama perendaman (5 menit, 15 menit dan 25 menit) begitu juga pada persentase setek berakar. Pada jumlah akar didapatkan hasil yang terbaik pada konsentarsi IBA 200 ppm sedangkan, tunas belum muncul. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menstimulasi pertumbuhan tunas adalah dengan mengkombinasi zat pengatur tumbuh 49

Auksin (IBA) dan Sitokinin (kinetin). Sitokinin yang di transfor dari akar ke batang mampu mengaktifkan pertumbuhan tunastunas samping sehingga tanaman memiliki cabang yang banyak dan menjadi rimbun. Kemudian efek sitokinin juga dipengaruhi oleh keberadaan auksin. Interaksi antagonis antara keduanya merupakan salah satu cara tanaman dalam mengatur derajat pertumbuhan tunas dan akar (Anonim, 2008). Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian tentang Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah; 1.2.Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah zat pengatur tumbuh berpengaruh terhadap pertumbuhan jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) var. pulau tengah? 2. Pada konsentrasi zat pengatur tumbuh berapakah yang dapat memberikan pertumbuhan yang optimal pada setek pucuk jeruk keprok(citrus nobilis Lour) var. pulau tengah? 1.3.Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap pertumbuhan jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) var. pulau tengah. 2. Untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan pertumbuhan yang optimal bagi pertumbuhan jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) var. pulau tengah. II. METODE PENELITIAN 2.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pelakuan konsentrasi IBA dan Kinetin yang terdiri dari. 1. K 0 = tanpa pemberian zat pengatur tumbuh 2. K 1 = 50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin 50

3. K 2 = 100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin 4. K 3 = 150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin 5.K 4 = 100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin 6. K 5 = 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin Setiap perlakuan diulang 4 kali sehingga jumlah unit percobaan adalah 6 x 4 =24 satuan percobaan 2.2 Alat dan Bahan Alat yang dibutuhkan adalah gunting tumbuhan, cangkul, pisau,ember, alat-alat tulis, polybag, dan ayakan. Sedangkan bahan yang digunakan adalah setek Jeruk Keprok var. tulau Tengah, alkohol, IBA, Kinetin, tanah, kompos, pasir dan aquades 2.3. Pelaksaan Penelitian a. Persiapan Media Tanam Disiapkan tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 2:1:1. Semua bahan diayak dan dicampur sampai homogen, kemudian dimasukkan kedalam polybag. b. Penyiapan Bahan Setek Bagian pangkal setek dipotong miring. Daun yang terdapat pada setek disisakan sebanyak 2 helai daun dan dipotong ½ bagian. c. Pembuatan Larutan IBA dan Kinetin IBA dan Kinetin masingmasing sebanyak 0,1 gram dilarutkan dalam 500 ml aquades sehingga diperoleh larutan stok. Untuk membuat larutan dengan konsentrasi selanjutnya, larutan stok diencerkan. d. Penamanan Setek Pangkal setek dilarutkan ke dalam larutan selama 15 menit. Kemudian setek ditanamakan ke media tanam. Setiap polibag ditanam 3 setek. e. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Penyiraman dilakukan dengan memberikan volume air yang sama pada setiap media. 2.4.Pengamatan 2.4.1. Persentase Setek Hidup Persentase setek hidup dihitung pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus : % Setek hidup = Jumlah setek yang hidup pada akhir penelitian x 100% Jumlah setek yang ditanam pada awal penelitian 2.4.2. Persentase Setek Berakar 51

Persentase setek berakar dihitung pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus : % setek berakar = Jumlah setek yang berakar pada akhir penelitian x 100% Jumlah setek yang ditanam pada awal penelitian 2.4.3. Panjang Akar (mm) Pengamatan panjang akar dilakukan 4 bulan setelah dengan kriteria akar yang tumbuh sudah mencapai panjang 1cm. 2.4.4 Waktu muncul tunas (hari) Waktu muncul tunas diamati saat munculnya tunas pertama dan tunas kedua. Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah hari yang dibutuhkan untuk bertunas. 2.4.5. Panjang tunas (mm) Pengukuran panjang tunas dilakukan pada akhir penelitian dengan cara mengukur panjang tunas yang terbentuk dari titik tumbuh sampai ujung tunas. 2.5. Analisis data Data yang diperoleh dianalisis melalui sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat perbedaan yang nyata maka perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf 5%. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1. Persentase Setek Hidup Setek hidup dicirikan dengan daun dan batang yang masih berwarna hijau. Setek yang tidak hidup dicirikan dengan terjadinya perubahan warna pada batang maupun daun. Setek yang tidak hidup memiliki warna daun yang menguning dan batang menjadi kecoklatan atau hitam. Hasil analisis ragam menunjukkan konsentrasi IBA dan Kinetin berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup. Pengaruh konsentrasi IBA dan Kinetin terhadap persentase hidup setek jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) var. pulau tengah dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini. Tabel 4.1 Pengaruh IBA dan Kinetin Terhadap Persentase Setek Hidup Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah 16 Minggu Setelah Tanam Perlakuan K0 41,64c K1 58,34b K2 75,00a K3 83,34a Rata-rata persentase setek hidup(%) 52

K4 75,00a K5 83,34a Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang berbeda menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % Tabel diatas menunjukan persentase hidup tertinggi didapatkan pada perlakuan K3 dan K5 yaitu 83,34% tetapi tidak berbeda dengan K2 dan K4. persentase hidup terendah didapatkan pada pada kontrol(k0) yaitu 41,64% yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Perlakuan K1 berbeda dengan perlakuan lainnya sedangkan perlakuan K2 berbeda dengan K0 dan K1 tetapi tidak berbeda dengan perlakuan lainnya. Rendahnya persentase hidup pada K 0 karena dengan tidak ada penambahan auksin dan sitokinin eksogen sehingga hanya hanya mengandalkan auksin dan sitokinin endogen. sedangkan pada pelakuan lainnya ada penambahan auksin dan sitokinin eksogen. Awal pertumbuhan setek membutuhkan tambahan hormon dari luar untuk merangsang pertumbuhannya. Adanya penambahan auksin eksogen ini akan meningkatkan kandungan auksin endogen dalam jaringan. Perlakuan K 1 memberikan persentase setek hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan K 2, K 3, K 4 dan K 5 hal ini dikarenakan konsentrasi auksin dan sitokinin eksogen yang diberikan masih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya sehingga memberikan persentase hidup yang lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Abidin (1990:15) yaitu zat pengatur tumbuh dapat bekerja secara efektif dalam memberikan pengaruh fisiologis apabila diberikan pada konsentasi tepat. Perlakuan K 2, K 3, K 4 dan K 5 tidak berbeda nyata untuk persentase setek hidup. Hal ini dikarenakan perlakuan tersebut berada pada kisaran konsentrasi yang tepat untuk merangsang setek untuk hidup. Hasil ini sama dengan yang didapat Idayesti (2007) bahwa kisaran konsentrasi IBA yang baik untuk pertumbuhan setek pucuk jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) var. pulau tengah adalah berada pada kisaran 100 300 ppm IBA. 53

3.2 Persentase Setek Berakar Jumlah setek yang berakar hingga akhir pengamatan adalah 4 setek dari 24 setek yang ditanam, sehingga persentase setek berakar keseluruhan adalah 16,7%. Kisaran persentase setek berakar adalah 0% - 8.3%. Hasil analisis ragam menunjukkan konsentrasi IBA dan Kinetin berpengaruh nyata terhadap persentase setek berakar. Persentase setek berakar selama 16 minggu setelah tanam disajikan pada Tabel Tabel 4.2 Pengaruh IBA dan Kinetin Terhadap Persentase Setek berakar Jeruk Keprok (Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah 16 Minggu Setelah Tanam Perlakuan Rata-rata persentase setek berakar(%) K0 0a K1 0a K2 0a K3 8,3c K4 4,2b K5 0a Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang berbeda menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % 4.2. Persentase setek berakar terendah terdapat pada perlakuan K0,K1,K2 dan K5 yakni sebesar 0 %, artinya pada perlakuan tersebut setek tidak mampu membentuk akar. Sedangkan persentase setek berakar tertinggi terdapat pada perlakuan K 3 dengan persentase sebesar 8,3 % yang berbeda dengan perlakuan lainnya. Tingginya persentase setek berakar pada perlakuan K3 kerena konsentrasi IBA yang diberikan lebih tinggi dibandingkan dengan Kinetin sehingga dapat merangsang terbentuknya akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Abidin (1985), bahwa dengan meningkatnya konsentrasi auksin yang diberikan maka pertumbuhan akar primordianya semakin besar. Pembentukan akar pada setek biasanya didahului oleh pembentukan kalus, namun adanya kalus bukan merupakan pertanda bahwa setek akan dapat menghasilkan akar. Pembentukan akar pada setek tidak hanya tergantung dari terbentuknya kalus, tetapi akar yang keluar dari kalus akan lebih baik dari akar yang keluar 54

dari setek yang tidak berkalus (Gardner, dkk, 1991). Proses pembentukan akar dimulai dengan pemotongan bahan setek yang menimbulkan luka dan mengakibatkan sel-selnya menjadi rusak. Sel-sel yang berada dekat dengan sel-sel yang rusak akan mengalami fungsi dediferensiasi dengan mengadakan mitosis. Kemudian sel-sel yang bersifat meristematis yang disebut kalus terbentuk dan berinisiasi membentuk primordia akar dan akhirnya membentuk akar baru. (Hartman, dkk, 1990). Perlakuan K4 walaupun diberikan IBA dengan konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kinetin, juga bisa menghasilkan setek berakar. Hal ini disebabkan dengan adanya penambahan IBA dan kinetin merobah level auksin dan sitokinin endogen Menurut Hartman, dkk (1990), auksin diperlukan untuk awal pembentukan akar adventif pada batang. Pembelahan sel-sel bakal akar pertama tergantung pada kandungan auksin endogen dan auksin eksogen, pada saat itu auksin dipasok secara terus-menerus untuk membentuk akar. 3.3. Panjang akar Panjang akar tidak dianalisis secara statistik tetapi hanya analisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa perlakuan K 3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah perlakuan yang memberikan hasil yang terbaik panjang akar dengan rata rata panjang akar yaitu sebesar 27 mm sedangkan K 4 dan K 5 masing masing adalah sebesar 13 mm dan 12 mm (Gambar 1).. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan auksin eksogen yang diberikan dibandingkan kandungan kinetin eksogen yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan rasio antara IBA dan Kinetin sehingga dapat merangsang pertumbuhan panjang akar. Abidin (1990:59) menyatakan apabila sitokinin eksogen yang diberikan lebih rendah dari auksin eksogen maka akan stimulasi pertumbuhan akar. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995:44) menyatakan bahwa pemberian auksin dapat memacu pemanjangan potongan akar atau bahkan akar utuh.ditambahakan pula 55

oleh Kusumo (1990:22) bahwa pemberian hormon dari luar dapat menyebabkan produksi akar bertambah. Gambar 1. Morfologi akar setek 3.4. Waktu Muncul Tunas Hasil penelitian mendapatkan hanya ada 3 setek yang menghasilkan tunas dengan jumlah tunas yang muncul adalah sebanyak 4 tunas. 1 tunas pada perlakuan K 3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin), 1 tunas pada perlakuan K 4 ( 100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) dan 2 tunas pada perlakuan K 5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) sehingga tidak dianalisis secara statistik Rata rata waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan tunas bervariasi pada setiap perlakuan. Pada perlakuan K 3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah selama 112 hari, pada perlakuan K 4 (100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) adalah selama 98 hari dan pada perlakuan K 5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin ) adalah selama 84 hari. Sedangkan pada K 0 (tanpa IBA dan Kinetin), K 1 (50 ppm IBA + 50 ppm Kinetin) dan K 2 (100 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) belum menghasilkan tunas. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan K 5 ( 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah perlakuan yang paling cepat menghasilkan tunas. Hal ini disebabkan pada perlakuan K 5 ( 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) konsentrasi kinetin eksogen lebih tinggi dari pada auksin eksogen. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara kandungan IBA dan Kinetin pada tanaman yang pada akhirnya berpengaruh pada waktu munculnya tunas. Efek morfologi yang paling jelas akibat tingkat sitokinin yang tinggi adalah berkembangnya sejumlah besar kuncup samping dan hal ini juga mendukung gagasan bahwa sitokinin mampu mengatasi dormansi apikal (Salisbury dan Ross, 56

1995:72). Kemudian Campbell (2003:383) juga menyatakan bahwa apabila kandungan sitokinin lebih tinggi dari pada kandungan auksin eksogen, maka hal tersebut akan merangsang pertumbuhan tunas. Selanjutnya Abidin (1990:59) juga menyatakan bahwa apabila dalam perbandingannya konsentrasi sitokinin lebih besar dari auksin maka hal ini akan memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas. 3.5. Panjang Tunas Panjang tunas juga tidak dianalisis secara statistik karena hanya ada 3 setek yang menghasilkan tunas. Tunas yang muncul pada penelitian ini memiliki panjang rata - rata yang berbedabeda pada setiap perlakuan. Perlakuan K 3 (150 ppm IBA + 100 ppm Kinetin) adalah 1,25 mm, pada perlakuan K 4 (100 ppm IBA + 150 ppm Kinetin) adalah 0.25 mm dan pada perlakuan K 5 (100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin) adalah 2,33 mm. Perlakuan K 5 ini ada 2 tunas yang tumbuh pada satu setek, pada tunas pertama memiliki panjang 10 mm dan tunas kedua memiliki panjang 87 mm. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perlakuan yang paling baik untuk parameter panjang tunas adalah pada perlakuan K 5 ( 100 ppm IBA + 200 ppm Kinetin). Perlakuan ini ada 2 tunas yang muncul pada satu setek yang masing-masing tunas mempunyai panjang 10 mm dan 87 mm. (Gambar 2). Gambar 2. Morfologi panjang tunas 57

Konsentrasi kinetin eksogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi auksin eksogen juga mempengaruhi panjang tunas yang muncul yang terjadi akibat adanyan penambahan konsentrasi antara IBA dan Kinetin eksogen yang tidak seimbang yang diberikan pada setek. Hal ini sesuai dengan pendapat Campbell (2003:383) yang menyatakan bahwa apabila konsentrasi sitokinin lebih tinggi dari konsentrasi auksin maka hal ini akan merangsang perkembangan tunas. Menurut Heddy (1983:92) pada tumbuhan tunas lateral dapat dirangsang dengan perlakuan sitokinin sehingga tunas tersebut dapat tumbuh membesar dan memanjang. Perkembangan menjadi cabang dapat terjadi bila tunas yang telah diberi sitokinin ini diperlakukan dengan IAA atau auksin lain. BAB IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa konsentrasi IBA dan Kinetin berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup dan persentase setek berakar. Konsentrasi IBA dan Kinetin yang memberikan pertumbuhan yang optimal pada pertumbuhan setek hidup jeruk keprok adalah pada perlakuan K 2 (100 ppm IBA + 100 ppm kinetin) dan K3 (150 ppm IBA da+ 100 ppm kinetin). DAFTAR RUJUKAN Aak. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Abidin, Z. 1990. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat PengaturTumbuh. Angkasa. Bandung Anonim. 2002a. Buah Unggul Khas Provinsi Jambi. Dinas PertanianTanaman Pangan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Jambi. 2002b. Surat Keputusan Menteri Pertanian Tentang Pelepasan Jeruk Keprok Pulau Tengah Sebagai Varietas Unggul. Campbell. 2003. Biologi Edisi Ke-5 Jilid 2. Erlangga. Jakarta Hartman,HT, Dale, E.K. Fred.TD. 1990. Plant Propagation. Prentice Hall Inc. New Jersey. Heddy, S. 1983. Hormon tumbuhan. Jakarta. Rajawali. Idayesti, F. 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman IBA Terhadap Pertumbuhan Setek pucuk Jeruk Keprok(Citrus nobilis Lour) var. Pulau Tengah. Skripsi Biologi FKIP. UNJA. 58

Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Yosaguna. Bogor Salisbury., F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Ke-4. ITB. Bandung. Tjirosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM Press. Yogyakarta. 59

60