GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun , yang bertujuan untuk

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, dkk,

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 1 Tahun

POLA PANGAN HARAPAN (PPH)

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

LAMPIRAN 1. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

BAB I PENDAHULUAN. laut ini, salah satunya ialah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN

DAMPAK PROGRAM KRPL (KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI) TERHADAP POLA PANGAN HARAPAN (PPH) ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

JIIA, VOLUME 5 No. 2, MEI 2017

Pola Konsumsi Pangan Penyandang Disabilitas di Kota Malang

POLA KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN KEMASYARAKATAN DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perkotaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Kota Bandar Lampung)

METODE. Keadaan umum 2010 wilayah. BPS, Jakarta Konsumsi pangan 2 menurut kelompok dan jenis pangan

KUESIONER PENELITIAN

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

METODE PENELITIAN. No Data Sumber Instansi 1 Konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Kode Responden:

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

JIIA, VOLUME 2 No. 4, OKTOBER 2014

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

Peran Perempuan Pada Upaya Penganekaragaman Pangan Di Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan

GUBERNUR SUMATERA BARAT

Habitat Volume XXV, No. 1, Bulan April 2014 ISSN:

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

PERANAN PKK DALAM MENDUKUNG PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI SUMBER GIZI KELUARGA. Oleh: TP. PKK KABUPATEN KARANGANYAR

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

KUESIONER PENELITIAN

SISTEM KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

TINGKAT KONSUMSI DAN POLA KONSUMSI BERAS MASYARAKAT KOTA MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DAN TINGKAT KONSUMSI BERAS DI DESA SENTRA PRODUKSI PADI

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

ANGKET / KUESIONER PENELITIAN

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

22/02/2017. Outline SURVEI KONSUMSI PANGAN. Manfaat survei konsumsi pangan. Metode Survei Konsumsi Pangan. Tujuan Survei Konsumsi Pangan

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN RUMAH TANGGA PEDESAAN DI DESA SUKOLILO KECAMATAN WAJAK KABUPATEN MALANG Oleh : Gema Iftitah Anugerah Y*

BAB I PENDAHULUAN. Pola konsumsi pangan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan. Harapan (PPH) merupakan rumusan komposisi pangan yang ideal yan g

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. kembangnya dan untuk mendapatkan derajat kesehatan yang baik.

METODE PENELITIAN Desain, Sumber dan Jenis Data

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

KUESIONER PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

I. PENDAHULUAN. Produk hortikultura memiliki peranan penting bagi pembangunan pertanian yang

LAMPIRAN 1 KUESIONER

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizinya (BKP, 2013). Menurut Suhardjo dalam Yudaningrum (2011), konsumsi

ANALISIS DETERMINAN KERAGAMAN KONSUMSI PANGAN PADA KELUARGA NELAYAN DEWI MEITASARI A

POLA PANGAN HARAPAN PADA MASYARAKAT DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO

PERENCANAAN KEBUTUHAN PANGAN PADA REPELITA VI DI TIGA PROPINSI DI INDONESIA (Penerapan Pedoman Pola Pangan Harapan)

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

MENU BERAGAM BERGIZI DAN BERIMBANG UNTUK HIDUP SEHAT. Nur Indrawaty Liputo. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Penelitian akan dilaksanakan di R.S.U Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari 2014 Juli 2015.

ANALISIS POLA DAN STRATEGI PENYEDIAAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI HUTAN KEMASYARAKATAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Transkripsi:

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN KELUARGA PESERTA PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KELURAHAN MABAR HILIR KECAMATAN MEDAN DELI TAHUN 2014 Titin Herlina 1, Fitri Ardiani 2, Albiner Siagian 2 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2 Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Patterns of food consumption group of Food Consumption Diversification Acceleration program which do not meet the recommended ideal composition characterized by a score of Desirable Dietary Pattern were low at 77, is below the target set by the government. The purpose of this research was to know describe the family food consumption patterns of the participants Food Consumption Diversification Acceleration program, in Mabar Hilir sub district, Medan Deli district, 2014. This research was a descriptive study by cross sectional research design. The population were families of Food Consumption Diversification Acceleration program for 30 families and then to be total sampling. Type data was using primary data and secondary data. Primary data (characteristic family, and pattern of food consumption family) was collected by food frequency, food recall and characteristic family form. Secondary data were about the location of this study has obtained from village office of Mabar Hilir while about Food Consumption Diversification Acceleration program has obtained from Food Security Agency, Medan. The results showed that the consumption of energy in medium category (50,00%), and consumption of protein in lower category (43,33%).The diversification of food consumption status of families are in the high category (90,00%) and medium category (10,00%). There needs to be an construction continuity for all members of the group Food Consumption Diversification Acceleration on the application of diverse food consumption. And family groups Food Consumption Diversification Acceleration to optimize their courtyards as a source of household food and consume foods with adequate amounts. Keywords: food consumption, food diversification, group of Food Consumption Diversification Acceleration PENDAHULUAN Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai Peningkatan Diversifikasi Pangan. Kegiatan P2KP merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009-2014, yang bertujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/ OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya

penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan Surat Edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Sebagai bentuk keberlanjutan program P2KP berbasis sumber daya lokal Tahun 2010, pada tahun 2014 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Melalui 3(tiga) kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik. Sesuai dengan tujuan kegiatan program P2KP untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang beragam, bergizi, seimbang dan aman yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH). Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011 dan triwulan I tahun 2012, selama tahun 2011-2012 terjadi penurunan kuantitas konsumsi energi sebesar 99 kkal/kapita/hari (dari 1952 kkal/kapita/hari menjadi 1853 kkal/kapita/hari). Penurunan konsumsi energi selama tahun 2011-2012 menyebabkan penurunan PPH sebesar 1,9 poin (dari 77,3 menjadi 75,4). Hal ini disebabkan masih rendahnya konsumsi pangan hewani, sayur dan buah. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah (Badan Ketahanan Pangan, 2014). Pada tahun 2013 Program P2KP di Kota Medan dilaksanakan di 18 Kelurahan dengan kegiatan utama yaitu Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari, dan tahun yang sama telah dilakukan evaluasi pelaksanaan program ini di Kota Medan terhadap 6 kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir, Rengas Pulau, Tembung, Sei Putih Barat, Titi Rantai dan Ladang Bambu, dan hasilnya menunjukkan bahwa Skor PPH kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir adalah yang paling rendah yaitu 77. Skor PPH tersebut belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah yaitu 95 pada tahun 2014 dan beberapa konsumsi bahan pangan dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti kelompok umbiumbian, minyak/lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur/buah masih berada dibawah skor ideal. Survei awal yang dilakukan di kelompok P2KP Kelurahan Mabar Hilir, ditemukan bahwa pekarangan dimanfaatkan untuk menanam tanaman yang terdiri dari umbi-umbian (singkong), sayur-sayuran (sawi, bayam, daun katuk, kangkung, cabe), buah-buahan (pepaya, pisang) dan bumbu-bumbuan (lengkuas, kunyit, jahe, daun serai) serta dimanfaatkan untuk memelihara ternak sebagai sumber pangan hewani (ikan lele). Namun, jenis pangan yang ditanam serta ternak yang dipelihara belum terlalu beragam, hal ini diindikasikan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya skor PPH di kelompok tersebut. Pola konsumsi pangan yang seimbang adalah konsumsi pangan yang dapat menyediakan zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur dalam jumlah yang cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktifitas fisik, yang terdiri dari pangan yang beragam. Keragaman konsumsi pangan sangat penting, hal ini karena tidak ada satu jenis panganpun yang mengandung zat gizi secara lengkap baik jenis maupun jumlah. Dengan 2

mengonsumsi pangan yang beragam, maka kekurangan zat gizi dalam satu jenis akan dilengkapi oleh zat gizi dari jenis pangan lainnya. Adanya prinsip saling melengkapi antar berbagai pangan tersebut akan menjamin terpenuhinya mutu gizi seimbang dalam jumlah cukup. Keragaman konsumsi pangan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas zat-zat gizi dalam pangan. Hal ini dapat diketahui bahwa pilihan yang luas dari kelompok pangan yang berbeda menunjukkan jaminan perlindungan terhadap zat-zat gizi esensial. Rendahnya skor PPH yang diakibatkan ketidakseimbangan konsumsi pangan, dalam jangka panjang akan berdampak pada status gizi maupun kualitas sumber daya manusia. Berbagai data menunjukkan bahwa kekurangan gizi pada anak-anak sebagai akibat rendahnya konsumsi pangan akan berdampak terhadap pertumbuhan fisik, mental dan intelektual. Sebagai ilustrasi kekurangan energy protein yang diakibatkan kekurangan makanan bergizi dan infeksi berdampak pada kehilangan 5-10 IQ poin (UNICEF, 1997). Fakta di atas mengindikasikan bahwa keanekaragaman konsumsi pangan sebagai upaya meningkatkan status gizi harus terus dilaksanakan guna menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan berdaya saing. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pola konsumsi pangan keluarga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014. Manfaat penelitian adalah sebagai bahan masukan dan informasi untuk meningkatkan pola konsumsi pangan keluarga peserta program P2KP di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014. Serta sebagai bahan masukan bagi Badan Ketahanan Pangan dalam meningkatkan kualitas penyelenggaraan program P2KP kota Medan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi adalah keluaga yang menjadi peserta program P2KP dengan jumlah sebanyak 30 keluarga dan seluruhnya dijadikan sampel (total sampling). Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga, jenis, frekuensi, dan jumlah konsumsi pangan keluarga Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan formulir karakteristik keluarga, formulir food frequency, dan formulir food recall. Data sekunder mengenai keadaan umum wilayah diperoleh dari kantor kelurahan Mabar Hilir sedangkan data tentang Program P2KP diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Kota Medan. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Mabar Hilir adalah salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah 3,16 Ha. Jumlah penduduknya sebanyak 26.816 jiwa, yang terdiri atas laki-laki sebanyak 13.870 orang (51,72%) dan jumlah perempuan sebanyak 12.946 orang (48,28%). Jumlah kepala keluarga di desa ini sebanyak 6009 kepala keluarga. Kelompok P2KP di Kelurahan Mabar Hilir bernama Melati terletak di Jalan Pancing IV dengan jumlah anggota sebanyak 30 orang wanita. Karakteristik keluarga peserta program P2KP dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jumlah kepala keluarga berdasarkan umur, yang terbesar adalah 30 49 tahun, sedangkan jumlah kepala keluarga berdasarkan pendidikan sebagian besar yaitu SMA. Jumlah kepala keluarga berdasarkan jenis pekerjaan sebagian besar sebagai karyawan swasta. Jumlah kepala keluarga berdasarkan 3

jumlah anggota keluarga sebagian besar yaitu 4. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Keluarga di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014 No Karakteristik Keluarga N Persentase 1 Umur Kepala Keluarga 20-29 tahun 2 6,67 30-49 tahun 20 66,67 50-64 tahun 8 26,66 2 Pendidikan SD 2 6,67 SMP 5 16,66 SMA 20 66,67 PT 3 10,00 3 Pekerjaan Kontraktor 1 3,33 Satpam 2 6,67 Kepling 1 3,33 Karyawan Swasta 12 40,00 Guru 2 6,67 Wirausaha 1 3,33 Supir 5 16,67 Mocok 1 3,33 Tukang Becak 1 3,33 Pengacara 1 3,33 Buruh Cuci 1 3,33 Tukang Bangunan 2 6,67 Jumlah 30 100, 00 4 Jumlah Anggota Keluarga 4 (kecil) 19 63,33 5-6 ( Sedang) 11 36,67 7 (Besar) 0 0 Pola Konsumsi Pangan Keluarga Konsumsi pangan keluarga berdasarkan jenis dan frekuensi konsumsi pangan padi-padian, diketahui bahwa seluruh responden mengonsumsi padi/nasi dengan frekuensi lebih dari 10x/5 hari sebagai makanan pokok. Hal ini dikarenakan, pola konsumsi keluarga yang masih bergantung kepada satu jenis pangan pokok saja sebagai sumber karbohidrat, serta mengganggap bahwa hanya dengan mengonsumsi nasilah baru bisa dikatakan telah makan. Sedangkan jenis padi-padian yang lain seperti jagung dan gandum hanya dikonsumsi masing-masing dua keluarga (6,67%) dan bahkan tidak pernah dikonsumsi sama sekali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada penganekaragaman sumber karbohidrat dari jenis padi-padian. Hanya ada tambahan konsumsi dari beberapa jenis yaitu jagung dan gandum namun tetap bukan sebagai makanan pokok dikarenakan sekalipun sudah mengkonsumsi jagung ataupun gandum, keluarga tetap harus makan nasi. Hasil penelitian dalam mengkonsumsi umbi-umbian menunjukkan bahwa keluarga mengkonsumsi singkong dengan frekuensi 1-2x/5 hari sebesar 63,33%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pangan umbi-umbian yang juga sebagai sumber karbohidrat belum dikonsumsi secara teratur sebagai pengganti padi/nasi. Hanya dikonsumsi sebagai makanan selingan bukan sebagai makanan pokok dikarenakan sekalipun sudah mengkonsumsi umbi-umbian, tidak dianggap lengkap dan sering orang yang mengkonsumsinya mengatakan belum makan, meskipun telah kenyang olehnya (Sediaoetama, 1996). Program P2KP dengan optimalisasi pemanfaatan pekarangan diharapkan dapat meningkatkan pola konsumsi masyarakat lebih beragam, bergizi, seimbang dan aman dalam jumlah dan komposisi pangan yang cukup berdasarkan komposisi pangan yang dianjurkan dalam PPH, dimana setiap harinya dibutuhkan konsumsi umbiumbian minimal 0,5% dari angka kecukupan energi (100 kkal). Namun hal tersebut belum tercapai dengan baik karena anggota kelompok P2KP belum mengkonsumsi umbi-umbian secara rutin. Selain itu, rendahnya konsumsi umbiumbian menjadi salah satu indikasi yang menyebabkan tujuan P2KP untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras belum tercapai. Konsumsi jenis pangan hewani dapat menunjukkan bahwa banyak keluarga yang mengkonsumsi telur dengan frekuensi 6-10x/5 hari sebanyak 70%, 4

sedangkan daging tidak pernah dikonsumsi sama sekali sebesar 93,33%, karena berkemungkinan harga telur yang lebih terjangkau dibandingkan dengan harga daging yang relatif mahal. Namun, sebaiknya keluarga diberikan makanan yang beranekaragam begitu juga dengan sumber protein karena protein sangat dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel tubuh manusia, bahkan antibodi tubuh untuk melawan semua penyakit juga berasal dari protein. Begitu juga dengan semua enzim pencernaan dan berbagai hormon juga berasal dari protein (Mitayani dan Sartika, 2010). Kelompok P2KP dalam mengoptimalkan lahan pekarangan untuk sumber protein hewani yaitu dengan mengelola kolam ikan lele, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pangan hewani. Namun hal ini belum tercapai maksimal dikarenakan ikan lele yang dihasilkan bisa dikonsumsi apabila telah panen saja. Kemudian selebihnya dijual dan dijadikan sebagai kas kelompok untuk dijadikan lagi sebagai modal pembelian bibit dan pengelolaannya. Berdasarkan hasil penelitian dengan jenis pangan minyak/lemak dapat dilihat bahwa semua keluarga mengkonsumsi minyak kelapa sawit dengan frekuensi lebih dari 10x/5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh keluarga mengkonsumsi minyak kelapa sawit sebagai sumber lemak. Selain itu pada Tabel 4.6 untuk jenis pangan buah/ biji berminyak dapat dilihat juga bahwa sebagian besar keluarga mengkonsumsi kelapa dengan frekuensi 1-2x/5 hari yaitu sebesar 56,67%. Sedangkan kemiri dikonsumsi sebesar 43,33% dengan frekuensi 1-2x/5 hari. Mengkonsumsi minyak dan kelapa sebagai sumber lemak berguna untuk tubuh karena lemak merupakan zat makanan yang penting dalam menjaga kesehatan. Selain untuk menambah citarasa, lemak juga merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan sembilan kkal. Lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin A, D, E, dan K. Namun jika mengkonsumsi lemak secara berlebihan, akan memberikan efek buruk bagi kesehatan seperti terjadinya kegemukan, diabetes, dan lain-lain (Mitayani dan Sartika, 2010). Hasil penelitian jenis pangan kacang-kacangan diketahui bahwa tempe dikonsumsi keluarga sebesar 46,67% dengan frekuensi 3-5x/5 hari. Diantara sumber protein salah satunya berasal dari kelompok kacang-kacangan, dimana tempe dan tahu adalah yang sering dikonsumsi. Peranan tempe dan tahu nampak sangat penting dalam pola konsumsi keluarga dibandingkan kelompok kacang-kacangan yang lain. Selain karena cita rasanya digemari oleh semua lapisan masyarakat, tempe dan tahu merupakan sumber protein yang harganya relatif murah dibandingkan sumber protein hewani. Jenis pangan gula dapat dilihat hasil penelitiannya bahwa semua keluarga mengkonsumsi gula pasir dengan frekuensi 6-10x/5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa gula sebagai sumber karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi selalu dikonsumsi keluarga terutama dalam bentuk teh manis karena biasanya gula dijadikan sebagai pemanis dalam makanan maupun minuman. Jenis pangan buah dan sayur, dijumpai bahwa keluarga paling banyak mengkonsumsi sawi yaitu sebesar 43,33% dengan frekuensi 3-5x/5 hari, sedangkan yang paling rendah dikonsumsi adalah brokoli sebesar 3,33% dengan frekuensi 1-2x/5 hari. Untuk sayuran, biasanya keluarga hanya mengkonsumsi pada siang hari, sedangkan untuk malam hari hanya dikonsumsi jika masih ada sisa sayur pada siang hari, namun jika sudah habis maka untuk malam hari tidak dikonsumsi lagi. Pada pagi hari hampir seluruh keluarga tidak pernah mengkonsumsi sayuran. Untuk buah-buahan sebagian besar keluarga jarang mengkonsumsinya. Hal ini berkemungkinan karena harga buah yang relatif mahal dan biasanya buah disediakan apabila pohon buah yang ditanam dikebun sendiri sudah panen saja. Keadaan tersebut menyebabkan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dari sayur dan buah-buahan belum 5

terpenuhi smedangkan sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral dalam tubuh yang berfungsi sebagai zat pengatur. Vitamin dan mineral adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun bila tidak mencukupi akan mengganggu dalam proses pertumbuhan dan metabolisme (Kaleka, 2013). Berdasarkan hasil penelitian untuk jenis pangan bumbu-bumbuan dapat dilihat bahwa seluruh keluarga yang mengkonsumsi cabe dan bawang dengan frekuensi lebih dari 10x/5 hari, sedangkan pala dan cengkih dikonsumsi paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak 3,33% dengan frekuensi 1-2x/5 hari. Hal ini dikarenakan bahwa jenis pangan bumbubumbuan selalu digunakan untuk meningkatkan cita rasa pangan olahan sehingga mengkonsumsi makanan jadi lebih enak. Pola konsumsi pangan untuk jenis pangan sayuran dan bumbu-bumbuan masih ada beberapa keluarga yang memanfaatkan dari lahan pekarangan sendiri sebagai sumber pangan tersebut. Selain itu kelompok P2KP juga mengelola satu lahan pekarangan yang dimanfaatkan secara bersama untuk tanaman sayur dan bumbu-bumbuan dan setiap anggota bebas memanfaatkannya kecuali sayuran yang harus ditunggu sampai masa panen kemudian dibagikan kepada semua anggota. Dan selebihnya dijual dan dijadikan sebagai kas kelompok untuk dipergunakan kembali oleh kelompok. Namun, pemanfaatan pekarangan tersebut tidak maksimal dikarenakan banyaknya pot yang kosong dan lahan yang banyak ditumbuhi rumput Hal ini kemungkinan disebabkan karena kurangnya pembinaan serta kegiatan kelompok yang tidak rutin menyebabkan rendahnya pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Serta kebun bibit yang sudah tidak digunakan lagi sesuai dengan fungsinya sebagai sumber bibit kelompok karena terlihat sudah tidak terawat dan tidak ada tanamannya lagi. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Tingkat konsumsi energi dan protein dilihat dari jumlah kalori yang dikonsumsi keluarga dalam sehari. Hasilnya dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Kecukupan Energi di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014 No Tingkat Kecukupan Energi N Persen Tase 1 Baik 8 26,67 2 Sedang 15 50,00 3 Kurang 7 23,33 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar keluarga memiliki tingkat kecukupan energi sedang. Pada umumnya, sumber energi terbesar keluarga adalah nasi dimana keluarga mengonsumsi nasi dengan porsi lebih dari satu piring. Konsumsi energi yang kurang akan menyebabkan cadangan energi dalam tubuh yang berada dalam jaringan otot/lemak digunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Apabila hal ini berlanjut, maka dapat menurunkan daya kerja dan kreativitas. Kemudian diikuti oleh menurunnya produktivitas kerja, malas dan mengantuk. Kekurangan energi yang berlangsung lama pada seseorang akan mengakibatkan penurunan berat badan dan kekurangan zat gizi lain. Penurunan berat badan yang berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang. Selain itu, ia mudah terkena penyakit infeksi. 6

Tabel 4.3 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014 No Tingkat Kecukupan N Persentase Protein 1 Baik 6 20,00 2 Sedang 11 36,67 3 Kurang 13 43,33 Rendahnya tingkat konsumsi protein keluarga kelompok program P2KP menunjukkan bahwa dalam mengonsumsi pangan hanya untuk pemuasan rasa lapar dan haus tanpa memperhatikan pemenuhan akan zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi protein sangat dibutuhkan dalam membentuk jaringan baru untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara serta memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan menyediakan asam amino yang diperlukan dalam pembentukan enzim-enzim pencernaan serta antibodi yang diperlukan. Kekurangan konsumsi protein akan menyebabkan Kurang Kalori Protein (KEP) seperti marasmus dan kwashiorkor (Suhardjo, dkk,1986). Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Tingkat keragaman pangan konsumsi pangan dapat dilihat dari Tabel 4.13 berikut ini : Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Keragaman Pangan di Kelurahan Mabar Hilir Kecamatan Medan Deli Tahun 2014 No Keragaman Pangan N % 1 Sedang 3 10,00 2 Tinggi 27 90,00 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga memiliki tingkat keragaman pangan yang tinggi. Namun, karena tingkat konsumsi energi dan protein masih belum sesuai anjuran tetap diperlukan perbaikan pola konsumsi. Karena gizi harus diterima secara seimbang baik kualitas maupun Tingkat Kecukupan Energi Keluarga Berdasarkan Karakteristik Keluarga Tingkat kecukupan energi berdasarkan karakteristik keluarga dapat dilihat dari hasil tabulasi silang yang menunjukkan bahwa pada umumnya keluarga dengan tingkat kecukupan energi baik adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kategori sedang, tingkat pendidikan SMA dan bekerja sebagai guru. Sedangkan hasil tabulasi silang tingkat kecukupan protein berdasarkan karakteristik keluarga didapatkan bahwa pada umumnya keluarga dengan tingkat kecukupan protein baik adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kategori kecil dan sedang yaitu masingmasing sebesar 50,00%, tingkat pendidikan SMA dan sarjana yaitu sebesar 50,00% dan bekerja sebagai guru sebesar 33,33%.Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) yang menjumpai bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap konsumsi pangan rumah tangga sedangkan untuk tingkat pendidikan menurut Husaini (1989) dalam penelitian Ampera, dkk perilaku konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan terhadap pangan itu sendiri dan untuk jenis pekerjaan (Supariasa, 2002) disebutkan bahwa pekerjaan atau pendapatan keluarga berpengaruh terhadap masukan zat gizi. Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik Keluarga Berdasarkan hasil tabulasi silang tingkat keragaman konsumsi pangan berdasarkan karakteristik keluarga didapatkan bahwa pada umumnya keluarga dengan tingkat keragaman konsumsi pangan tinggi adalah keluarga yang bekerja sebagai karyawan swasta, memiliki jumlah anggota keluarga kategori kecil dan tingkat pendidikan SMA. Hal ini sejalan dengan 7

penelitian Meitasari (2008), yang menunjukkan bahwa pendidikan kepala keluarga berpengaruh terhadap keragaman konsumsi pangan, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga maka semakin tinggi keragaman konsumsi pangannya. Penelitian Widadie (2008) juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap diversifikasi konsumsi pangan adalah jumlah anggota rumahtangga, pendapatan perkapita. Semakin tinggi jumlah anggota rumahtangga dan pendapatan perkapita, akan semakin mempertinggi tingkat diversifikasi konsumsi pangannya. Tingkat Keragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Keluarga Tingkat keanekaragaman konsumsi pangan berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein diketahui bahwa keanekaragaman konsumsi pangan tinggi berada pada tingkat konsumsi energi dan protein sedang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pangan yang dikonsumsi sudah beragam namun belum menjamin energi dan protein yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dapat dipenuhi dengan baik. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Meitasari (2008), yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat keragaman konsumsi pangan dengan konsumsi energi dan protein, dikarenakan energi tertinggi masih berasal dari jenis pangan padipadian. KESIMPULAN 1. Konsumsi pangan keluarga P2KP menurut jenis pangan dan frekuensi yang dikonsumsi paling sering sama seperti konsumsi pangan keluarga pada umumnya yaitu nasi, singkong, telur, kelapa, minyak kelapa sawit, tempe, gula pasir, sawi, dan bumbubumbuan. Beberapa jenis pangan sayuran dan bumbu-bumbuan yang dikonsumsi keluarga berasal dari pekarangan. 2. Tingkat konsumsi energi keluarga masih banyak yang berada pada tingkat sedang, sedangkan tingkat konsumsi protein banyak yang berada pada tingkat kurang. 3. Tingkat keanekaragaman pangan keluarga sebagian besar berada pada tingkat tinggi. Ini berarti bahwa keluarga kelompok P2KP sudah mengonsumsi pangan beranekaragam ditandai dengan konsumsi jenis pangan lebih atau sama dengan enam kelompok pangan. 4. Tingkat keanekaragaman konsumsi pangan sudah tinggi namun tingkat konsumsi energi dan protein masih berada pada tingkat sedang. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan yang beragam tidak menjamin energi dan protein yang dibutuhkan tubuh sudah terpenuhi dengan baik. Karena jumlah energi dan protein yang dikonsumsi belum memenuhi angka kecukupan energi yang dianjurkan. SARAN 1. Badan Ketahanan Pangan perlu melakukan pembinaan berkelanjutan kepada anggota kelompok P2KP tentang penerapan konsumsi pangan dengan jumlah energi dan protein yang baik. 2. Keluarga kelompok P2KP agar dapat meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan program P2KP sehingga lahan pekarangan dapat dioptimalkan sebagai sumber pangan karena keluarga telah dibina untuk melakukan hal tersebut, sehingga seharusnya keluarga kelompok P2KP bisa lebih baik dalam mengkonsumsi pangan. 3. Keluarga kelompok P2KP agar dapat meningkatkan jumlah konsumsi pangan sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan. 8

DAFTAR PUSTAKA Ampera, D., Ingtyas, F.T., dan Wahidah, S., 2005. Hubungan Pendapatan Keluarga, Pendidikan dan Pengetahuan Gizi Ibu Terhadap Pola Konsumsi dalam Menanggulangi Gizi Buruk (Marasmus Kwasiorkhor) pada Anak Balita di Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, Medan : Fakultas Tekhnik Universitas Medan. Supariasa, I.D.N., Bakri, B., dan Fajar, I., 2002. Penilaian Status Gizi, Jakarta : EGC. Widadie, F., 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumahtangga Perdesaan Dalam Mewujudkan Diversifikasi Konsumsi Pangan (Studi Kasus di Desa Putukrejo Kecamatan Kalipare Kabupaten Malang), Surakarta : Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Badan Ketahanan Pangan, 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor : 09/Permentan/Ot.140/1/2014 Tanggal : 27 Januari 2014 Pedoman Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Tahun 2014, Jakarta: Badan Ketahanan Pangan. Fransiska, E.D., 2013. Analisis Diversifikasi Konsumsi Pangan Beras dan Pangan Non Beras (Studi Kasus : Desa Bagan Serdang, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang), Medan : Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kaleka, N., 2013. Sayuran Hijau Apotik dalam Hidup, Surakarta : Arcita. Meitasari, D., 2008. Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan Pada Keluarga Nelayan, Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Mitayani dan Sartika, W., 2010. Buku Saku Ilmu Gizi, Jakarta : Trans Info Media. Sediaoetama, A. D., 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I, Jakarta: Dian Rakyat. Suhardjo. Harper, L.J., Deaton, B. J., dan Driskel, J. A., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta : UI-Press. 9

10