Tinjauan Aspek Perdagangan dan Ketenagakerjaan pada Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Program Penanggulangan Kemiskinan

dokumen-dokumen yang mirip
K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2 - Pedoman Praktis, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Konstruksi

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Working Improvement In Small and Medium Construction (WISCON) by PAOT (Participatory Action Oriented Training)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

K102. Konvensi ILO No. 102 Tahun 1952 mengenai (Standar Minimal) Jaminan Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nia Nurlina, 2013

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Asosiasi Pengusaha Indonesia. International Labour Organization. Panduan Praktik yang Baik untuk Mempekerjakan Pekerja Rumahan bagi Pengusaha

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

Pedoman ILO tentang PENGELOLAAN PENYANDANG DISABILITAS DI TEMPAT KERJA

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi

Hak Cipta Kantor Kantor Perburuhan Internasional 2003 Pertama terbit tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bertujuan untuk mewujudkan ekonomi yang handal. Pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

PROFIL ORGANISASI. Nama Organisasi : Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN APINDO)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah suatu usaha yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengembangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kehidupan yang Berkelanjutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebagai Kota yang telah berusia 379 tahun, Tanjungbalai memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

Perluasan Lapangan Kerja

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah

Jurnal Ilmiah Niagara Vol. 1 No. 3, Oktober 2009 PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM)

Statistik KATA PENGANTAR

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

BAB I PENDAHULUAN. untuk kemakmuran rakyat. Di Indonesia, berbagai macam investasi yang

I. PENDAHULUAN. 1 Suara Karya, 2007, Pertumbuhan Ekonomi Tidak Berkualitas, Jum at 13 Juli Dalam artikel

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Organisasi Perburuhan Internasional

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Deklarasi Dhaka tentang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

Statistik KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang, sebagian besar perekonomiannya ditopang

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT: SEKTOR PERTANIAN-PERDESAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

Tinjauan Aspek Perdagangan dan Ketenagakerjaan pada Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Program Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Hak Cipta Organisasi Perburuhan Internasional 2005 Publikasi-publikasi International Labour Office memperoleh hak cipta yang dilindungi oleh Protokol 2 Konvensi Hak Cipta Universal. Meskipun demikian, bagian-bagian singkat dari publikasi-publikasi tersebut dapat diproduksi ulang tanpa izin, selama terdapat keterangan mengenai sumbernya. Permohonan mengenai hak reproduksi atau penerjemahan dapat diajukan ke Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland. International Labour Office menyambut baik permohonanpermohonan seperti itu. Perpustakaan, insitusi-institusi dan para pengguna lain yang terdaftar di Inggris dengan Copyright Licensing Agency, 90 Tottenham Court Road, London W1P 9HE (Fax: + 44 171 436 3986), di Amerika Serikat dengan Copyright Clearance Center, 222 Rosewood Drive, Danvers, MA 01923 (Fax: +1 508 750 4470) atau di negara-negara lain dengan Organisasiorganisasi Hak Reproduksi yang terkait, dapat membuat fotokopi sesuai dengan izin yang dikeluarkan bagi mereka untuk kepentingan ini. ILO Kantor Perburuhan Internasional, 2005 Tinjauan Aspek Perdagangan dan Ketenagakerjaan pada Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dalam Program Penanggulangan Kemiskinan Judul Bahasa Inggris: SME Development in The Poverty Reduction Program: TRADE AND LABOR ISSUES ISBN 92-2-017514-2 (print) ISBN 92-2-017515-0 (web pdf) Penggambaran-penggambaran yang terdapat dalam publikasi-publikasi ILO, yang sesuai dengan praktik-praktik Persatuan Bangsa-Bangsa, dan presentasi materi yang berada didalamnya tidak mewakili pengekspresian opini apapun dari sisi International Labour Office mengenai status hukum negara apa pun, wilayah atau teritori atau otoritasnya, atau mengenai delimitasi batas-batas negara tersebut. Tanggung jawab atas opini-opini yang diekspresikan dalam artikel, studi dan kontribusi lain yang ditandatangani merupakan tanggung jawab pengarang seorang, dan publikasi tidak mengandung suatu dukungan dari International Labour Office atas opini-opini yang terdapat didalamnya. Referensi nama perusahaan dan produk-produk komersil dan proses-proses tidak merupakan dukungan dari International Labour Office, dan kegagalan untuk menyebutkan suatu perusahaan, produk komersil atau proses tertentu bukan merupakan tanda ketidaksetujuan. Publikasi ILO dapat diperoleh melalui penjual buku besar atau kantor ILO lokal di berbagai negara, atau langsung dari ILO Publications, International Labour Office, CH-1211 Geneva 22, Switzerland. Katalog atau daftar publikasi baru akan dikirimkan secara cuma-cuma dari alamat diatas. Dicetak di Jakarta, Indonesia ii

Sambutan Saat ini berbagai pihak meyakini bahwa Usaha Kecil Menengah (UKM) patut mendapat perhatian khusus terutama dalam hal pengembangannya karena UKM dinilai telah memberikan kontribusi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Berbagai lembaga pemerintah dan masyarakat seringkali menyuarakan perhatian mereka mengenai masalah UKM ini. Beberapa di antaranya bahkan terlibat berbagai jenis kegiatan untuk penguatan kinerja UKM, baik dari tingkat kebijakan publik maupun pelaksanaannya. Di tingkat kebijakan, pemerintah bahkan mengagendakan peningkatan UKM untuk memberikan kontribusi bagi upaya penanggulangan kemiskinan. Bagi dunia usaha, pelaku usaha besar, menengah maupun kecil, kami nilai memunyai peran khusus dalam pembangunan ekonomi bangsa. Untuk itu, dalam menyusun kebijakan pemerintah, pertimbangan mengenai unsur unsur tersebut tidak lagi perlu dipertentangkan, bahkan harus disinergikan agar memberikan kontribusi yang lebih optimal. Secara sederhana, perbaikan UKM mesti mampu menjadikan usaha kecil menjadi usaha menengah, dan usaha menengah menjadi usaha besar. Begitulah sifat dasar pelaku usaha yang umumnya ingin meningkatkan kelas dan profit usahanya. APINDO, sebagai asosiasi pengusaha, berkepentingan untuk ikut mendukung usaha iii

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM pemerintah meningkatkan kinerja UKM. Sebab, disadari adanya hubungan saling membutuhkan antarpelaku usaha. Hubungan ketergantungan pelaku usaha besar-menengah-kecil untuk kepentingan bersama bukanlah sekedar hubungan yang bersifat belas kasihan dari pelaku usaha besar terhadap UKM. Untuk mewujudkan dukungan APINDO terhadap upaya pengembangan UKM, yang pada gilirannya diharapkan turut memberikan andil dalam penanggulangan kemiskinan, Tim APINDO dengan dukungan ILO telah melaksanakan sebuah studi yang memberikan rekomendasi praktis bagi APINDO dalam menciptakan lingkungan usaha yang kondusif bagi UKM. Diharapkan, rekomendasi tersebut dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam upaya memperbaiki iklim usaha, khususnya bagi UKM dan bagi dunia usaha pada umumnya. Jakarta, 16 Juni 2005 Dewan Pengurus Nasional APINDO Sofjan Wanandi Ketua Umum iv

Prakata Usaha Menengah Kecil (UKM) di Indonesia telah memberikan kontribusi besar dengan menyumbang lebih dari setengah Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional (62,42%), serta menyerap hampir keseluruhan angkatan kerja yang tersedia dalam pasar kerja (sebesar 99,44%) dibandingkan dengan Usaha Besar. Indikator ini menunjukkan peran penting UKM dalam pembangunan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja yang menurut perspektif ILO merupakan kunci penangggulangan kemiskinan. Publikasi yang diterbitkan ILO ini merupakan hasil studi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) tentang Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM yang menggarisbawahi pentingnya perbaikan kebijakan publik di bidang perdagangan dan ketenagakerjaan bagi pengembangan UKM. Ini merupakan rekomendasi utama APINDO guna menanggulangi kemiskinan di Indonesia. ILO menyadari pentingnya kerangka koordinasi kebijakan untuk meningkatkan prakarsa pengembangan UKM, baik program dan kebijakan, dari para pelaku nasional, pemerintah daerah dan swasta, termasuk APINDO. Oleh karena itu, ILO melalui studi ini mendukung keterlibatan APINDO dalam memperbaiki kebijakan pengembangan UKM. Bukan saja dikarenakan UKM mencakup keanggotaan APINDO, tetapi juga dikarenakan v

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM sebagian besar laki-laki dan perempuan di Indonesia memperoleh nafkah dan penghasilan dari UKM. Publikasi ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi upaya penyusunan kebijakan yang lebih ramah terhadap UKM dengan tetap mengacu pada praktik bisnis yang baik, yang pada gilirannya dapat turut mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Jakarta, 16 Juni 2005 Alan Boulton Direktur ILO Jakarta vi

Daftar Isi Sambutan APINDO iii Prakata ILO v Daftar Singkatan ix Ringkasan Eksekutif xi 1. LATAR BELAKANG 1 1.1. Tujuan 2 1.2. Ruang Lingkup 3 1.3. Pertanyaan Penelitian 5 2. METODOLOGI 7 2.1. Metode Analisis 7 2.2. Kriteria Analisis Kebijakan 7 2.3. Sumber Informasi 8 3. TINJAUAN UMUM 11 3.1. Profil UKM 11 3.2. Situasi Terkini mengenai UKM dalam bidang Perdagangan dan Ketenagakerjaan 14 3.3. Pihak Pihak Yang Terlibat Dalam Pembangunan UKM 15 Pemerintah 15 Organisasi Non-pemerintah 17 - Dunia Usaha Swasta 17 - Masyarakat 20 - Lembaga Donor 21 4. KAJIAN PERUNDANG-UNDANGAN & PERATURAN YANG MELINGKUPINYA 23 4.1. Peraturan Perundang-undangan Yang Mempengaruhi Perdagangan 25 Hambatan Perdagangan Dalam Negeri 25 Hubungan Bisnis Perusahaan Besar UKM, Kebutuhan akan Pengelompokan Industri 27 vii

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Hubungan Bisnis Perusahaan Besar UKM, Persaingan Bebas vs Persaingan yang Adil 30 4.2. Peraturan Perundang-undangan Yang Mempengaruhi Ketenagakerjaan 33 Ketenagakerjaan, Serikat Pekerja dan Sengketa Ketenagakerjaan 33 Kebijakan Daerah 35 4.3. Peraturan Perundang-undangan Lainnya 36 4.4. Dampak Kebijakan Terhadap Pengembangan UKM 39 4.5. Bagaimana Peraturan Perundang-undangan memungkinkan UKM memberikan kontribusi dalam Mengurangi Kemiskinan 42 5. KESIMPULAN & REKOMENDASI 45 5.1. Kesimpulan 45 5.2. Rekomendasi untuk Advokasi Kebijakan APINDO 47 5.3. Rekomendasi Tindak Lanjut 48 6. LAMPIRAN 51 6.1. Daftar Peraturan Perundang-undangan yang Dikaji 51 6.2. Referensi 53 Daftar Tabel Tabel 1. Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB 12 Tabel 2. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar 13 Tabel 3. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan UKM dan Usaha Besar 40 Tabel 4. Kontribusi Sektor Perdagangan UKM dan Usaha Besar terhadap PDB 41 viii

Daftar Singkatan ADB: APEC: APINDO: AusAID: Asian Development Bank Asia Pasific Economic Cooperation Asosiasi Pengusaha Indonesia Australian Agency for International Development BAPPENAS: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BDS: Business Development Services BI: Bank Indonesia BKKBN: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BPPT: Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi BPS: Badan Pusat Statistik BUMN: Badan Usaha Milik Negara CEO: Chief Executive Officer EU: European Union FGD: Focus Group Discussion FORDA UKM: Forum Daerah Usaha Kecil dan Menengah FORNAS UKM: Forum Nasional Usaha Kecil dan Menengah GEMA PKM: Gerakan Bersama Pengembangan Keuangan Mikro ILO: International Labor Organization GWM: Giro Wajib Minimum JNP UKM: Jaringan Nasional Pendukung Usaha Kecil dan Menengah KADIN-Indonesia: Kamar Dagang dan Industri Indonesia KEPPRES: Keputusan Presiden KEPMEN: Keputusan Menteri KPEN: Komite Pemulihan Ekonomi Nasional KPK: Komite Penanggulangan Kemiskinan KPPOD: Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah ix

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM KPPU: LP3ES: NGO: PDB: PERDA: PERR: PINBUK: PP: PRSP: PUPUK: RPJM: SENADA: SNPK: TAF: UKM: UMKM: USAID: UU: WTO: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial Non-Government Organization Produk Domestik Bruto Peraturan Daerah Partnership for Enterprise Policy Reform Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil Peraturan Pemerintah Poverty Reduction Strategy Program Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional The Indonesia Enterprise and Agricultural Development Activity Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan The Asia Foundation Usaha Kecil Menengah Usaha Mikro Kecil Menengah United States Agency for International Development Undang Undang World Trade Organization x

Ringkasan Eksekutif Salah satu strategi utama untuk mengurangi kemiskinan, sebagaimana disebutkan dalam draf awal SNPK (Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan) adalah dengan meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk mencapai sasaran itu, pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan sarana efektif guna menyerap para pencari kerja. Pilihan strategi tersebut tepat, karena berdasar data-data yang ada, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Indonesia tidak hanya mampu menyangga perekonomian negara, tapi juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja. Sebagai organisasi utama pengusaha Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) berkeinginan ikut serta meningkatkan iklim usaha di Indonesia melalui pembuatan kerangka kebijakan yang kondusif untuk menciptakan dan mengembangkan UKM, yang tak diragukan lagi memainkan peran penting dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan. Untuk mengidentifikasi agenda advokasi kebijakan yang tepat guna menciptakan lingkungan kebijakan dan kerangka peraturan yang lebih baik tersebut, diperlukan suatu studi analisis kebijakan. Fokus utama studi ini adalah pada analisis kebijakan mengenai usaha kecil dan menengah yang terkait dengan aspek Perdagangan dan Ketenagakerjaan. xi

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Pilihan atas dua aspek itu didasari beberapa pertimbangan, yakni 1) adanya keinginan anggota APINDO yang kebanyakan pelaku usaha besar, untuk membantu UKM dalam memperluas jaringan distribusi produk mereka (perdagangannya) melalui hubungan bisnis antara pelaku usaha besar dan UKM yang saling menguntungkan; 2) kompetensi utama APINDO dalam bidang ketenagakerjaan khususnya, dan hubungan industrial pada umumnya. Studi ini merupakan studi kualitatif dengan melakukan analisis atas hukum dan peraturan perundang-undangan yang relevan atas dasar sejumlah kriteria yang ditetapkan, wawancara mendalam dengan para narasumber, dan diskusi kelompok (focus group discussion). Beberapa data statistik digunakan dalam studi ini hanya sebagai tambahan informasi untuk mendukung analisis kualitatif tersebut. Hasil analisis kebijakan secara umum, tidak terbatas hanya pada aspek perdagangan dan ketenagakerjaan, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sebagaimana tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang ada, telah menunjukkan keberpihakannya pada kebutuhan spesifik UKM. Melalui sejumlah undang-undang dan peraturan, pemerintah telah melindungi beberapa jenis usaha kecil menengah dari dominasi perusahaan besar, menerapkan suku bunga pinjaman yang rendah untuk usaha kecil menengah, mewajibkan perusahaan negara (BUMN) mengembangkan usaha melalui kemitraan dengan UKM, dan membentuk kementerian khusus untuk menangani UKM. Semua itu telah menciptakan lingkungan usaha yang kondusif bagi UKM. Kendati demikian, lemahnya koordinasi dan kerjasama antar lembaga pemerintah pusat dan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebabkan dampak berbagai kebijakan tadi terhadap kinerja UKM menjadi kurang optimal. Pada tataran kebijakan, kualitas peraturan perundang-undangan di level nasional dalam bidang perdagangan pada dasarnya cukup memberikan keberpihakan pada pengembangan UKM, meskipun xii

belum dapat dikatakan sangat kondusif. Tidak adanya Undang-undang Perdagangan Dalam Negeri merupakan hambatan serius dalam mengatur perdagangan dalam negeri. Di sisi yang lain, penerapan aturan perdagangan dalam negeri, khususnya yang mengatur hubungan usaha antara perusahaan eceran dan pemasok menunjukkan kepada kita betapa sangat lemahnya posisi tawar UKM terhadap perusahaan besar (perusahaan eceran besar atau hipermarket), di mana persaingan bebas memperlemah prinsip-prinsip persaingan yang adil. Dalam konteks otonomi daerah, substansi peraturan perundang-undangan baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas perdagangan membuka peluang bagi pemerintah daerah menciptakan aturan mereka sendiri yang justru malah menimbulkan ekonomi biaya tinggi melalui penerapan hambatan tarif dan nontarif dalam perdagangan dalam negeri. Pada umumnya, ekonomi biaya tinggi memperlemah daya saing, terutama UKM yang akan paling merasakan dampaknya karena UKM sangat sensitif terhadap perubahan ongkos produksi. Dalam soal ketenagakerjaan, sejauh ini hukum dan peraturan yang ada sudah cukup baik mengatur masalah serikat pekerja dan penyelesaian penselisihan perburuhan. Namun, ketentuan dan aturan soal penangguhan pengupahan minimum masih belum mengakomodasikan kebutuhan spesifik UKM. Salah satunya menyangkut keharusan bagi UKM untuk diaudit oleh akuntan publik sebelum mendapatkan izin penundaan penerapan upah minimum. Persyaratan ini dianggap terlalu berat oleh UKM, sehingga memaksa usaha kecil dan menengah ini beroperasi secara informal. Akibatnya, tenaga kerja pada UKM tidak mendapat perlindungan dari pemerintah. Permasalahan ketenagakerjaan lain adalah adanya kecenderungan penerapan kebijakan pemihakan (affirmative policy) untuk memberikan prioritas penyediaan pekerjaan bagi putera daerah orang yang berasal atau lahir di daerah yang xiii

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM bersangkutan, yang diterapkan sejumlah daerah otonom. Meskipun hal ini tidak mempengaruhi UKM yang kebanyakan mempekerjakan tenaga kerja lokal, praktek ini berpotensi menimbulkan diskriminasi bagi orang untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar yang dianut Indonesia sebagai negara kesatuan yang memberi kebebasan peredaran barang, manusia, dan modal tanpa hambatan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengeliminasi kelemahan kebijakan dan penyimpangan pelaksanaannya, APINDO sebagai organisasi pengusaha yang mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, perlu mewujudkan komitmennya dalam mendukung pembangunan UKM, khususnya dalam berbagai hal yang terkait dengan perdagangan dan ketenagakerjaan, dengan melaksanakan dua tingkat kegiatan. Pertama, memberikan advokasi kebijakan dengan mengajukan usulan untuk memperbaiki kelemahan kebijakan yang ada pada saat ini melalui perbaikan peraturan perundangundangan, dan membuat cetak biru pembangunan UKM secara konkrit. APINDO dapat mengambil inisiatif untuk mengembangkan kerjasama yang kondusif dengan melibatkan para pemangku kepentingan utama dalam pengembangan UKM. Kedua, APINDO dapat memfasilitasi hubungan bisnis antara pelaku usaha besar dan UKM. Kemitraan tersebut perlu dikembangkan dalam suatu pola hubungan yang saling membutuhkan dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak melalui pendekatan pengelompokan (cluster) industri. Dalam kemitraan tersebut, pelaku usaha besar harus memberikan bantuan teknis kepada UKM dalam berbagai aspek seperti produksi, distribusi, dan akses keuangan. xiv

1. Latar Belakang Dokumen awal Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) menyebutkan bahwa kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, untuk menjalani kehidupan secara bermartabat 1. Dalam konteks Indonesia, jika merujuk pada data yang ada bahwa tingkat pengangguran masih sangat tinggi, yakni 10,1 persen pada tahun 2003 dan lebih dari 40 persen pekerja sektor formal bekerja kurang dari 36 jam seminggu, tak dapat disangkal lagi bahwa sangat penting untuk memperbaiki perekonomian Indonesia guna mengatasi masalah tersebut, meskipun ekonomi bukanlah satu-satunya jawaban untuk memerangi kemiskinan. Salah satu strategi mengurangi kemiskinan yang disebutkan dalam dokumen itu adalah dengan meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan melalui program pengembangan UKM, yang diharapkan efektif menyerap tenaga kerja. Pilihan untuk mengembangkan UKM ini didasarkan fakta bahwa usaha kecil dan menengah telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam menyangga perekonomian Indonesia. Sebagaimana diketahui, data Kementerian Koperasi dan UKM yang dihasilkan 1 Dokumen sementara SNPK (versi Oktober 2004) 1

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM melalui kerjasamanya dengan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa usaha kecil memberikan kontribusi dalam pembentukan PDB Nasional (berdasar harga berlaku, di luar Minyak dan Gas) sebesar 46,06 persen, Usaha Menengah (16,36 persen), dan Usaha Besar (36,59 persen). Ini berarti bahwa UKM telah memberikan kontribusi lebih dari setengah total PDB. Selain itu, data dalam laporan yang sama juga menunjukkan dalam Usaha Kecil menyerap tenaga kerja sampai 88,43 persen, Usaha Menengah (11,01 persen), dan Usaha Besar hanya mempekerjakan 0,56 persen dari total tenaga kerja yang berjumlah 79.474.991. 2 Data-data tersebut menegaskan perlunya pemberdayaan UKM dengan membuat cetak biru pengembangan UKM secara komprehensif agar peran UKM dapat ditingkatkan. Perlu digarisbawahi bahwa cetak biru tersebut harus menciptakan iklim usaha yang mendorong keterkaitan usaha antara pelaku usaha besar, menengah, dan kecil dalam suatu pola hubungan yang saling menguntungkan. Harus dihindari regulasi berlebihan, sebagaimana banyak terjadi di negara-negara miskin, yang justru mengakibatkan inefisiensi pada lembaga-lembaga pemerintah, meningkatnya pengangguran dan korupsi, serta menghambat kemajuan usaha pada umumnya, dan acapkali memaksa pelaku usaha menjalankan usahanya secara informal. Berbagai hal di atas yang melatarbelakangi APINDO menjalin kerjasama dengan ILO untuk melakukan studi ini. Sebagai organisasi pengusaha Indonesia, APINDO ingin memberikan kontribusinya dalam memperbaiki iklim usaha melalui perbaikan kebijakan pengembangan UKM sebagai salah satu strategi pengurangan kemiskinan 3, yang dengan demikian ikut mendukung implementasi SNPK. 1.1. Tujuan Tujuan studi ini lebih bersifat praktis daripada akademis, untuk membantu APINDO merumuskan rekomendasinya dalam memperbaiki kebijakan 2 Data Kementerian Koperasi dan UKM, dan BPS (Badan Pusat Statistik) 3 TOR ILO Program on Poverty Reduction through SMEs Development 2

pengembangan UKM melalui tinjauan peraturan perundang-undangan. Studi ini merupakan studi kebijakan dengan fokus kebijakan pengembangan UKM yang terkait dengan aspek- 1) Perdagangan, dan 2) Ketenagakerjaan. Pilihan atas kedua aspek tersebut didasari beberapa pertimbangan. Pertama, adanya keinginan APINDO yang sebagian besar anggotanya adalah pelaku usaha besar, untuk membantu UKM memperluas akses pasarnya melalui kerjasama antara pelaku usaha besar dengan UKM yang saling menguntungkan. Kedua, kompetensi utama APINDO adalah di bidang ketenagakerjaan. Ketiga, masih sangat terbatasnya perhatian yang diberikan untuk meningkatkan kapasitas UKM dalam aspek penetrasi pasar. Keempat, ada keterbatasan waktu untuk meninjau masalah ini dari aspek-aspek lain yang lebih luas. 1.2. Ruang Lingkup Untuk melakukan analisis atas kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan, studi ini mengacu pada peraturan perundang-undangan di tingkat nasional, yang dalam urutan perundangundangan Indonesia diatur dalam hirarki berikut: UU (Undang Undang), PP (Peraturan Pemerintah), Keppres (Keputusan Presiden), Kepmen (Keputusan Menteri). 4 Perda (Peraturan Daerah) yang merupakan hirarki paling bawah peraturan perundang-undangan juga menjadi obyek analisis studi ini untuk melihat dampak penerapan berbagai peraturan, terutama yang lebuh tinggi. Sampel dipilih secara acak dari beberapa daerah yang dipilih. Temuan-temuan dari penelitian lain mengenai Perda juga digunakan untuk membuat analisis. 4 TAP MPR NoIII/2000 menyebutkan hirarki peraturan perundangundangan yaitu: UUD (Undang Undang Dasar), TAP MPR (Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat), UU (Undang Undang), PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang), PP (Peraturan Pemerintah), KEPPRES (Keputusan Presiden), PERDA (Peraturan Daerah). Pada tahun 2004, berdasar UU No.10/2004, hirarki tata urutan perundangan tersebut diubah menjadi: UUD, UU, PERPRES (Peraturan Presiden), dan PERDA. Meskipun terdapat pro-kontra publik mengenai hirarki perundangan ini, ketentuan UU ini yang dijadikan acuan oleh pemerintah dan para pakar hukum. 3

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Karena peraturan perundang-undangan yang ada tidak banyak menyebutkan usaha mikro, kajian kebijakan studi ini lebih banyak terkait dengan UKM (usaha kecil dan menengah), usaha skala besar, dan tidak banyak menyinggung usaha mikro. Definisi UKM yang digunakan dalam studi ini mengacu definisi BPS dan Menteri Negara Koperasi & UKM yang membuat kategori perusahaan berdasar nilai penjualan. Perusahaan yang memiliki penjualan di atas Rp 50 miliar (US$ 522 ribu) per tahun dikategorikan sebagai usaha skala besar, nilai penjualan antara Rp 1 miliar-50 miliar (US$ 104 ribu) per tahun dikategorikan usaha menengah, dan nilai penjualan di bawah Rp 1 miliar per tahun dimasukkan dalam kelompok usaha kecil. Kategori usaha kecil tersebut masih dipecah lagi menjadi dua kategori yaitu: Usaha Kecil untuk penjualan antara Rp 50 juta-1 miliar per tahun, dan Usaha Mikro untuk nilai penjualan di bawah Rp 50 juta per tahun. Meskipun saat ini ada banyak definisi UKM yang berbeda-beda yang digunakan oleh berbagai institusi pemerintahan, analisis peraturan perundang-undangan ini menggunakan acuan UU No.9/1995 dalam mengartikan Usaha Kecil, yaitu: 5 a. memiliki kekayaan bersih paling banyak sampai Rp 200 juta (US$ 21 ribu), di luar tanah dan bangunan tempat usaha b. memiliki hasil penjualan tahunan paling tinggi Rp 1 miliar (US$ 104 ribu) c. milik Warga Negara Indonesia d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar e. berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi 5 Sebagaimana disebutkan dalam UU, jumlah angka dalam poin a dan b dapat disesuaikan dengan PP (Peraturan Pemerintah). 4

Tujuan penelitian di atas dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian: Bagaimana kualitas kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan, dan bagaimana kebijakankebijakan tersebut mempengaruhi aktivitas perdagangan UKM? Apa saja hambatan penerapan kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan yang sudah ada terhadap pengembangan UKM di Indonesia? Apakah kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan yang ada saat ini mendorong terciptanya kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara perusahaan skala besar, dan UKM? Reformasi kebijakan seperti apakah yang diperlukan untuk memperbaiki kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan? Pihak-pihak mana saja yang memiliki komitmen serius mendukung pengembangan UKM di Indonesia? 1.3. Pertanyaan Penelitian 5

6 Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM

2. Metodologi Studi Literatur dari berbagai studi dan referensi lain yang terkait dengan aspek-aspek pengembangan UKM. Analisis Data Sekunder atas berbagai peraturan perundang undangan, dan statistik. Wawancara Mendalam dengan berbagai pihak seperti pelaku UKM, perusahaan besar, pejabat pemerintah terutama para pembuat kebijakan. Diskusi Kelompok yang diikuti pelaku UKM, perusahaan besar, pejabat pemerintah terkait. 2.1. Metode Analisis Sejumlah kriteria diperlukan untuk menentukan kebijakan seperti apakah yang bisa disebut sebagai yang paling tepat (best practice) dalam pengembangan UKM. 2.2. Kriteria Analisis Kebijakan Dalam analisis kebijakan dalam hal ini peraturan perundang-undangan penentuan kriteria-kriteria tersebut tergantung pada tujuan spesifik setiap kebijakan, sehingga kriteria penilaian atas suatu kebijakan bisa berbeda dengan kriteria yang digunakan untuk menilai kebijakan lain. Meskipun demikian, sejumlah kriteria umum bisa digunakan untuk menilai kualitas kebijakan perdagangan dan ketenagakerjaan, selain beberapa kriteria tambahan untuk masing-masing bidang. 7

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Kriteria umum: Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional lainnya Terdapat panduan/arahan yang jelas bagi pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait lainnya untuk (taat) mengikuti ketentuan Mengakomodasi kebutuhan spesifik UKM yang berdasarkan karekteristiknya memerlukan perlakuan berbeda dari perusahaan besar. Mengikuti ketentuan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan dengan tepat Kriteria tambahan untuk analisis kebijakan perdagangan: Secara jelas melarang berbagai hambatan perdagangan dalam negeri untuk pergerakan barang dari satu daerah ke daerah lainnya dalam wilayah Indonesia, baik berupa hambatan tarif maupun non tarif Tidak ada diskriminasi perlakuan usaha bagi semua perusahaan baik multinasional, nasional, maupun lokal di seluruh wilayah Indonesia Kriteria tambahan untuk analisis kebijakan ketenagakerjaan: Perlakuan yang sama bagi penduduk Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan di seluruh wilayah Indonesia tanpa membedakan daerah asal pencari kerja (provinsi, kabupaten, kota, dan lain-lain). 2.3. Sumber Informasi Data Sekunder. Peraturan perundangundangan dan data statistik diperoleh dari kementerian terkait, dan institusi-institusi pemerintah lainnya. Data atau laporan studi mengenai UKM didapatkan dari perguruan tinggi, lembaga donor, LSM, juga dari lembaga-lembaga pemerintah. Data Primer. Melalui wawancara mendalam secara individual dengan para narasumber (empat narasumber UKM, dua perusahaan besar, empat pejabat pemerintah, dan dua lembaga swadaya 8

masyarakat) diperoleh data primer studi ini. Informasi yang diperoleh dari wawancara individual dikonfirmasi melalui suatu diskusi kelompok yang diikuti oleh para narasumber tersebut bersama manajemen APINDO untuk mendapatkan persepsi kelompok. 9

10 Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM

3. Tinjauan Umum Dinamika perkembangan UKM menarik untuk dicermati karena UKM memainkan peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Proporsi UKM dibandingkan kelompok usaha lainnya merupakan yang terbesar. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2003, 99,99 persen (42.388.505 unit) dari total perusahaan di Indonesia sebanyak 42.390.749 adalah usaha kecil dan menengah. Ketika Indonesia dilanda krisis keuangan pada tahun 1997-1998, UKM mampu menjadi penopang perekonomian Indonesia justru ketika mayoritas perusahaan besar kolaps. Namun, seperti telah disinggung pada bagian sebelumnya, agaknya hanya sedikit perhatian yang diberikan dalam pengembangan UKM. 3.1. Profil Usaha Kecil Menengah Tabel 1 di bawah ini menunjukkan kontribusi UKM terhadap total PDB Nasional berdasarkan sektor-sektor utama ekonomi. Jelas terlihat kontribusi UKM yang sangat besar di berbagai sektor perekonomian; khususnya sektor Pertanian (pertanian pangan, peternakan, dan perikanan), dan sektor Perdagangan. 11

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Tabel 1. Kontribusi Usaha Kecil, Menengah, Besar terhadap Total PDB Nasional (%) Berdasarkan Sektor dalam Persentase (berdasar harga konstan 1993) No Sektor 1999 2000 Kecil Menengah UKM Besar Kecil Menengah UKM Besar 1 Pertanian Dalam 83,89 10,38 94,27 5,73 83,98 10,34 94,31 5,69 Pengertian Luas a. Pertanian Pangan 99,47 0,53 100,00 0,00 99,44 0,56 100,00 0,00 b. Perkebunan 72,36 14,39 86,74 13,26 72,35 14,47 86,82 13,18 c. Peternakan 81,48 16,04 97,52 2,48 81,95 15,62 97,57 2,43 d. Kehutanan 17,58 50,06 67,65 32,35 17,95 49,58 67,53 32,47 e. Perikanan 87,67 10,91 98,58 1,42 87,53 11,05 98,58 1,42 2 Pertambangan & 10,38 3,24 13,62 86,38 10,36 3,25 13,62 86,38 Penggalian 3 Industri Pengolahan 18,86 15,11 33,98 66,02 18,82 14,80 33,62 66,38 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 8,14 8,83 91,17 0,66 7,87 8,53 91,47 5 Konstruksi 32,51 27,59 60,10 39,90 31,94 28,05 59,99 40,01 6 Perdagangan, 76,45 20,32 96,76 3,24 76,39 20,38 96,77 3,23 Hotel dan Restoran a. Perdagangan Besar 75,11 21,20 96,31 3,69 74,95 21,36 96,30 3,70 dan Eceran 7 Pengangkutan 36,99 25,57 62,57 37,43 36,47 24,90 61,37 38,63 dan Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan, 17,47 46,24 63,71 36,29 17,28 46,76 64,04 35,96 Jasa Persh 9 Jasa Jasa 32,42 6,35 38,78 61,22 32,78 6,62 39,41 60,59 Total PDB 41,31 16,62 57,93 42,07 41,00 16,64 57,64 42,36 No Sektor 1999 2000 Kecil Menengah UKM Besar Kecil Menengah UKM Besar 1 Pertanian Dalam 83,70 10,45 94,16 5,84 83,70 10,41 94,11 5,89 Pengertian Luas a. Pertanian Pangan N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A N/A b. Perkebunan 72,32 14,67 87,00 13,00 72,61 14,73 87,34 12,66 c. Peternakan 82,07 15,53 97,61 2,39 82,30 15,33 97,62 2,38 d. Kehutanan 18,08 48,75 66,84 33,16 18,18 48,07 66,26 33,74 e. Perikanan 87,77 10,81 98,58 1,42 88,12 10,46 98,58 1,42 2 Pertambangan & 10,68 3,25 13,93 86,07 10,99 3,36 14,35 85,65 Penggalian 3 Industri Pengolahan 19,12 15,34 34,46 65,54 19,64 15,19 34,83 65,17 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 8,15 8,81 91,19 0,66 8,45 9,11 90,89 5 Konstruksi 32,45 27,93 60,37 39,63 32,35 27,93 60,28 39,72 6 Perdagangan, Hotel 76,23 20,51 96,74 3,26 76,39 20,39 96,78 3,22 dan Restoran a. Perdagangan Besar 74,66 21,59 96,25 3,75 74,72 21,58 96,29 3,71 dan Eceran 7 Pengangkutan dan 35,89 24,34 60,23 39,77 35,33 24,11 59,44 40,56 Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan, 17,26 45,57 62,83 37,17 17,64 46,02 63,66 36,34 Jasa Persh 9 Jasa Jasa 33,69 6,87 40,56 59,44 34,49 6,84 41,33 58,67 Total PDB 41,00 16,83 57,83 42,17 41,13 16,91 58,04 41,96 Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik)-diolah Tanpa mengurangi pentingnya kontribusi sektor lainnya, dalam hal penyerapan tenaga kerja, Tabel 2 di bawah menunjukkan besarnya peran sektor Pertanian (dalam pengertian luas) dan Perdagangan. 12

Tabel 2. Kontribusi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor No Sektor 1999 2000 Kecil Menengah UKM Besar Total Kecil Menengah UKM Besar Total 1 Pertanian Dalam Pengertian 31.839.125 684.748 32.523.873 36.173 33.208.621 33.795.114 730.752 34.525.866 38.127 34.563.993 Luas 2 Pertambangan & Penggalian 235.042 99.486 334.528 9.992 434.014 266.816 112.935 379.751 11.343 391.094 3 Industri Pengolahan 6.771.882 3.363.641 10.135.523 222.311 13.499.164 6.968.297 3.461.201 10.429.498 228.758 10.658.256 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 6.151 84.452 90.603 9.255 175.055 6.758 92.789 99.547 10.169 109.716 5 Konstruksi 235.468 213.386 448.854 4.637 662.240 265.606 240.698 506.304 5.231 511.535 6 Perdagangan, Hotel dan 14.982.542 1.346.314 16.328.856 25.646 17.675.170 15.223.033 1.367.924 16.590.957 26.058 16.617.015 Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2.190.707 220.671 2.411.378 10.582 2.632.049 2.372.988 239.032 2.612.020 11.462 2.623.482 8 Keuangan, Persewaan, 106.001 248.663 354.664 12.158 603.327 111.888 262.477 374.365 12.833 387.198 Jasa Persh 9 Jasa Jasa 3.572.842 968.723 4.541.565 35.724 5.510.288 3.846.265 1.042.857 4.889.122 38.457 4.927.579 Total 59.939.760 7.230.084 67.169.844 366.478 67.169.844 62.856.765 7.550.647 70.407.439 382.438 70.789.877 No Sektor Tahun 2001 Tahun 2002*) Kecil Menengah UKM Besar Total Kecil Menengah UKM Besar Total 1 Pertanian Dalam Pengertian 36.367.593 754.649 37.122.242 39.359 37.161.601 36.881.634 776.097 37.657.731 43.010 37.700.741 Luas 2 Pertambangan & Penggalian 347.994 147.295 495.289 14.794 510.083 454.839 192.518 647.357 19.336 666.693 3 Industri Pengolahan 6.862.203 3.408.503 10.270.706 225.275 10.495.981 7.074.711 3.514.058 10.588.769 232.252 10.821.021 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 5.804 79.698 85.502 8.734 94.236 5.998 82.352 88.350 9.024 97.374 5 Konstruksi 259.506 235.170 494.676 5.111 499.787 408.368 370.071 778.439 8.042 786.481 6 Perdagangan, Hotel dan 14.971.538 1.345.325 16.316.863 25.628 16.342.491 15.547.307 1.397.063 16.944.370 26.614 16.970.984 Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 2.306.724 232.358 2.539.082 11.142 2.550.224 2.926.564 294.795 3.221.359 14.136 3.235.495 8 Keuangan, Persewaan, 115.112 270.042 385.154 13.203 398.357 118.917 278.967 397.884 13.640 411.524 Jasa Persh 9 Jasa Jasa 3.897.749 1.056.816 4.954.565 38.972 4.993.537 4.184.836 1.134.655 5.319.491 41.843 5.361.334 Total 65.134.223 7.529.856 72.664.079 382.218 73.046.297 67.603.174 8.040.576 75.643.750 407.897 76.051.647 Sumber: BPS (Badan Pusat Statistik) diolah 13

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM 3.2. Pengembangan UKM Bidang Perdagangan dan Ketenagakerjaan Saat Ini Secara umum, terdapat tiga persoalan utama yang menghambat UKM yaitu: 1) akses pasar yang terbatas, 2) sulitnya mendapatkan pinjaman finansial, dan 3) lemahnya manajemen usaha, termasuk di dalamnya kesulitan mengenai kepastian pasokan bahan baku, dan masalah kualitas produk/ jasa UKM. Pada aspek perdagangan, berdasar hasil wawancara dengan pelaku UKM diketahui bahwa jangkauan perdagangan usaha skala mikro umumnya tidak lebih dari radius dua kilometer dari tempat usahanya, sementara untuk usaha Kecil umumnya hanya menjangkau di kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan, dan hanya sebagian kecil yang pasarnya sampai ke luar provinsi asalnya atau ke luar negeri. Dari gambaran sekilas ini diketahui sangat terbatasnya lingkup perdagangan usaha kecil untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Usaha kecil dan menengah juga menghadapi persoalan dengan perusahaan eceran moderen (supermarket/pasar swalayan) untuk mendapatkan tempat bagi penjualan produk mereka. UKM mengeluhkan bahwa pengelola supermarket seringkali resisten dalam memberikan tempat bagi produk UKM untuk dijual di supermarket tersebut; namun pihak supermarket menyatakan bahwa penolakan mereka untuk memajang produk UKM dikarenakan lemahnya kapasitas UKM dalam menjamin kualitas dan kelancaran pasokan produk. Persoalan biaya pendaftaran (listing fee) dan biaya promosi yang dikenakan hipermarket terhadap pemasok UKM untuk menempatkan produknya di hipermarket tersebut juga merupakan hambatan lain akses pasar produk UKM (mengenai hal ini akan dibahas lebih lanjut di bagian selanjutnya laporan ini). Sementara itu, dalam hal ketenagakerjaan, kebanyakan UKM, khususnya usaha Kecil, tidak mengikuti ketentuan perundangan-undangan yang ada. Usaha Kecil pada umumnya tidak mengikuti ketentuan upah minimum, dan bahkan ada yang mempekerjakan tenaga kerja anak anak. Ketidakpatuhan untuk mengikuti ketentuan upah 14

minimum disebabkan ketidakmampuan finansial usaha Kecil untuk membayarnya; sedangkan penggunaan tenaga kerja anak anak lebih disebabkan alasan sosial untuk memberi kesempatan pada keluarga miskin untuk mendapatkan penghasilan dengan memberi pekerjaan pada anak keluarga miskin tersebut. Karena praktek praktek di luar ketentuan tersebut, pada umumnya, usaha Kecil menjalankan aktivitas usahanya secara informal (lebih lanjut akan dibahas pada bagian selanjutnya laporan ini). Berbagai pihak terlibat dalam pengembangan UKM baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah melalui aktivitasnya masing-masing. Elaborasi kegiatan masing-masing pihak pada bagian ini, untuk menggambarkan sekilas peran spesifiknya dalam pengembangan UKM sampai saat ini; dan yang lebih penting untuk identifikasi awal bagi APINDO untuk menentukan calon mitra potensial untuk program kerja APINDO dalam pembangunan UKM ke depan. 3.3. Pihak- pihak Yang Terlibat Dalam Pengembangan UKM Pemerintah Indonesia menempatkan urusan UKM ini dalam posisi yang cukup penting. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya kebijakan yang diambil dan diterapkan untuk mengembangkan UKM. Keberadaan Kementrian Negara Koperasi dan UKM (Mennegkop UKM) juga menunjukkan pentingnya UKM. Meskipun demikian, pelembagaan seperti itu tanpa diikuti perencanaan, pengorganisasian, penerapan, dan pengkoordinasian agar harapan bisa menjadi kenyataan malah menjadikan UKM berkembang dengan apa yang ada pada dirinya, termasuk keterbatasannya. Pemerintah Pada kenyataannya, meskipun sudah ada kementerian yang khusus menangani pengembangan UKM, toh banyak lembaga 15

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM pemerintah yang terlibat dalam pengembangan UKM. SMERU 6 telah memetakan lembaga-lembaga yang terlibat tersebut. Lembaga-lembaga itu antara lain BKKBN (Badan Koordinasi Keluar Berencana Nasional), BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi), Departemen dalam Negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat. Keterlibatan kementrian lainnya tersebut tidak menjadi masalah, bahkan mutlak diperlukan untuk suatu kebijakan yang bersifat komprehensif. Dalam hal kebijakan dasar, arah pengembangan UKM semestinya ditentukan cetak birunya oleh Kementerian Koperasi dan UKM yang didukung kebijakan sektoral oleh kementerian lainnya. Dalam hal perpajakan misalnya, diperlukan dukungan kebijakan perpajakan dari Departemen Keuangan yang pro UKM dengan tingkat pajak tertentu sebagai insentif pengembangan UKM; contoh lain mengenai akses pendanaan, Bank Indonesia bisa menerapkan kebijakan yang mengarahkan perbankan nasional untuk mendukung pengembangan UKM; dan lain sebagainya. Sayangnya, dalam implementasi pengembangan UKM, berbagai kementerian justru terjebak dalam tataran teknis sehingga hampir setiap departemen membuat program yang bersifat proyek percontohan yang pada dasarnya tidak berbeda antara satu kementerian dengan kementerian lainnya. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, misalnya, mempunyai program kerjasama yang didukung perbankan nasional (BUMN) untuk program penjamin kredit UKM; Kementerian Tenaga Kerja juga mempunyai UKM binaan; demikian juga dengan Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai program sejenis yang berjalan sendiri-sendiri, yang 6 SMERU sebuah lembaga penelitian melakukan kompilasi berbagai jenis aktivitas terkait UKM, baik yang dilakukan pemerintah, LSM, Lembaga Donor, sebagaimana dituliskan dalam terbitannya tentang Upaya Upaya Penguatan Usaha Mikro dan Usaha Kecil Tahun 1997-2003. 16

terkesan kuat tidak adanya pendekatan program pengembangan UKM yang bersifat komprehensif. 7 Persoalan pengembangan UKM yang tumpang tindih tersebut tidak terlepas dari keragu-raguan pemerintah dalam membuat TUPOKSI (Tugas, Pokok dan Fungsi) masing masing kementerian. Berdasar Perpres 9/2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia (pasal 95) ditetapkan kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM yaitu perumusan kebijakan nasional dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan UKM, artinya bahwa fungsi kementerian ini tidak sampai pada aktivitas operasional teknis untuk menjalankan program. Namun Perpres yang merupakan dasar kerja Kabinet Indonesia Bersatu yang belum berusia 2 bulan tersebut, sudah akan direvisi karena Kementerian Koperasi dan UKM ingin menjalankan program secara teknis. Berbagai kepentingan itu menunjukkan lemahnya koordinasi antarlembaga pemerintah. Selain unsur pemerintah, berbagai pihak di luar pemerintahan juga terlibat dalam upaya pengembangan UKM, yang dapat dikategorikan dalam: sektor usaha, masyarakat, dan lembaga donor. Non Pemerintah Program-program kemitraan antara pelaku usaha besar dan UKM saat ini telah dikembangkan oleh sejumlah perusahaan besar untuk membantu UKM dalam memperluas jangkauan penjualan produk-produknya. Program-program tersebut pada dasarnya dikelola dengan pendekatan bisnis yang Pelaku Usaha Swasta 7 Hal ini sepenuhnya merupakan pandangan subyektif para narasumber studi ini dari unsur non pemerintah (dan sebagian narasumber dari unsur pemerintah) yang disampaikannya dalam wawancara; dalam diskusi kelompok yang dihadiri para nara sumber, tidak ada keberatan mengenai persepsi ini. 17

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bukan merupakan program yang bersifat karitatif. Berikut contoh kemitraan tersebut. Kemitraan Produsen Besar dengan Produsen Kecil (UKM) Contoh I : PT UKMI (Usaha Kita Makmur Indonesia), sebuah perusahaan dagang yang didirikan oleh mantan eksekutif sebuah perusahaan produsen makanan dan minuman sangat besar di Indonesia untuk menampung hasil produksi UKM untuk dipasarkan ke pasar yang lebih luas (global). Justifikasi program ini adalah untuk saling memberi manfaat (mutual benefit relationship) di antara keduanya. Usaha kecil menengah mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas untuk produk-produk yang dihasilkannya; sementara perusahaan dagang tersebut mendapatkan keuntungan dari marjin penjualan produk yang dipasok UKM. Contoh II: Sebuah kelompok perusahaan besar produsen utama tepung terigu dan produk produk ikutannya (PT Bogasari Flourmills) menjalin kemitraan dengan para produsen mikro dan usaha kecil menengah (UMKM) yang menggunakan bahan baku yang berasal dari Bogasari. Dalam kemitraan tersebut, Bogasari menjamin pasokan bahan baku yang dihasilkannya dengan kualitas prima dan kontinuitas pasokan kepada UMKM yang terlibat. Selain itu, perusahaan tersebut juga memberikan bimbingan teknis kepada para produsen UMKM untuk menghasilkan produk (roti atau mie, misalnya) yang memenuhi standar produk akhir dengan tingkat kualitas prima. Bogasari tidak saja memberikan bimbingan teknis dalam aspek produksi namun juga dari aspek pembinaan manajemen (terutama aspek perdagangannya), dan akses ke lembaga-lembaga keuangan yang hasil akhirnya bertujuan agar UMKM tersebut bisa mandiri untuk mengembangkan pasarnya. Peningkatan kapasitas produsen UMKM tersebut baik dalam aspek produksi maupun pemasarannya telah meningkatkan kemampuan UMKM tersebut untuk meningkatkan pangsa pasarnya masingmasing. Pendekatan kemitraan tersebut tidak saja memberi keuntungan bagi UMKM yang meningkat kualitas produk dan juga berkembang pangsa pasarnya, namun juga memberi keuntungan pada produsen besar tersebut karena dengan meningkatnya pangsa pasar UMKM yang menjadi mitranya (yang menyerap sekitar 60 persen produksi tepungnya) berarti meningkatkan kebutuhan bahan baku yang diproduksinya. 18

Kedua contoh kemitraan tersebut, yang murni merupakan inisiatif sektor swasta, menarik untuk dikaji karena meskipun pada dasarnya kedua jenis kemitraan tersebut merupakan kemitraan bisnis antara pemain besar dengan pemain menengah/ kecil/bahkan mikro, namun arah kemitraan penjualan produknya berbeda. Dalam contoh pertama, UKM merupakan pemasok produk ke pelaku usaha besar, sebaliknya dalam contoh kedua, pelaku usaha besar yang menjadi pemasok UKM. Dalam contoh kedua, yang mesti dicermati adalah apakah peningkatan keuntungan kedua belah pihak secara proporsional seimbang ataukah ada penyerapan keuntungan/manfaat yang jauh lebih dirasakan oleh salah satu pihak sehingga kelak akan menggerogoti tingkat kepercayaan satu sama lain dalam hubungan kemitraan tersebut. Hal ini perlu dikemukakan karena Bogasari mendominasi pasar terigu domestik dan karenanya pasar yang terbetuk adalah pasar yang monopolistik atau pasar tidak sempurna. Dalam kondisi penguasaan pasar yang sangat dominan ini, meskipun telah mendapatkan bantuan teknis peningkatan kapasitas UMKM dari berbagai aspek, posisi tawar UMKM dalam konteks kemitraan ini menjadi sangat lemah untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang proporsional. Bila stuktur pasar komoditi tersebut tetap seperti saat ini, tingkat keuntungan yang memadai/proporsional untuk UMKM sangat tergantung pada rasa keadilan/niat baik pelaku usaha besar tersebut. Beragam upaya lainnya digagas dan dilaksanakan oleh banyak perusahaan, antara lain PT Astra International Tbk, PT Bahana Artha Ventura, PT Pos Indonesia, PT Sucofindo, PT Unilever, dan lainlain. Dari kalangan Perbankan berbagai Bank terlibat juga dalam pengembangan UKM diantaranya Bank Indonesia, Bank Bukopin, BCA, Bank Mandiri, Bank Danamon, BRI, Bank Niaga, dan lain-lain 8. Dalam pengembangan UKM ini, APINDO juga ikut ambil bagian melalui programnya Kewirausahaan 8 Ibid, SMERU 19

Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM Perempuan. Program ini bertujuan memberdayakan para pengusaha perempuan yang kebanyakan UKM, baik anggota maupun non anggota APINDO, untuk meningkatkan kinerja usahanya, dengan memberikan konsultasi mengenai berbagai kebijakan pemerintah (misalnya, perizinan, advokasi mengenai persyaratan perbankan yang rumit), dan pembinaan manajemen (dalam hal: pemasaran, keuangan, hubungan industrial, dan lain-lain). Program yang merupakan kerjasama APINDO Pusat dan Cabang-cabangnya dengan dukungan dana lembaga donor ini, telah dijalankan sejak dua tahun yang lalu di beberapa daerah di Indonesia. Masyarakat Berbagai lembaga swadaya masyarakat terlibat dalam upaya-upaya pengembangan UKM, beberapa di antaranya seperti Bina Swadaya, GEMA PKM (Gerakan Masyarakat Pengembangan Kredit Mikro), FORNAS UKM, JNP UKM, PUPUK, Kadin Indonesia, Yayasan Darma Bhakti Astra, LP3ES, PINBUK, dan lain-lain 9. Lingkup kegiatan lembaga swadaya masyarakat itu ada yang berskala nasional maupun lokal dengan fokus kegiatan di bidang advokasi kebijakan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan akses pasar, peningkatan akses finansial. GEMA PKM misalnya lebih memfokuskan kegiatannya untuk keuangan mikro; Bina Swadaya lebih banyak melakukan pendampingan langsung para pelaku UKM di lapangan untuk sektor pertanian; Fornas UKM menghimpun lebih dari 60 Forda UKM untuk memperluas pasar dan advokasi kebijakan; Kadin Indonesia mendukung suatu perusahaan dagang untuk menghimpun produkproduk UKM agar dapat menembus pasar yang lebih luas; dan lain-lain. Demikian juga LSM Internasional seperti Care International, CRS, Mercy Corps, dan 9 Ibid, SMERU 10 Ibid, SMERU 20

lain-lain 10 juga terlibat dalam pengembangan UKM melalui implementasi berbagai jenis programnya masing masing. Tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan sejumlah lembaga donor seperti ADB (Bank Pembangunan Asia), TAF (the Asia Foundation), USAID, AUSAid, Bank Dunia, Uni Eropa (EU), dan lainlain yang mendukung program pengembangan UKM dengan kontribusi dana maupun bantuan teknis (Technical Assistance/TA) kepada berbagai lembaga swadaya masyarakat di atas maupun melalui kerjasama dengan pemerintah. Lembaga Donor Bank Pembangunan Asia, misalnya, mendukung peningkatan kapasitas UKM dengan mendirikan pusat layanan bisnis atau BDS (Business Development Services). Menarik untuk disampaikan bahwa pendampingan BDS pada UKM yang semula lebih bersifat karitatif dalam membantu peningkatan kinerja UKM, saat ini sudah dikelola berdasar hubungan bisnis yang menghasilkan manfaat bagi kedua belah pihak. The Asia Foundation, melalui programnya PEPR (Partnership for Enterprise Policy Reform) secara intensif mengembangkan Forum Daerah UKM di berbagai daerah. Selain itu USAID melalui kerjasama dengan TAF dan UKM Lokal, telah menjalankan program yang berhasil memperbaiki iklim usaha, khususnya dalam hal perizinan usaha 11. 11 Berdasar laporan The Asia Foundation (TAF) diketahui bahwa TAF mengembangkan sekitar 15 OSS (one-stop-service) pelayanan berbagai jenis perizinan usaha. Hasil implementasi OSS tersebut sangat bagus: 1) waktu yang diperlukan untuk pendaftaran suatu perusahaan turun 60 persen di mana rata-rata hanya membutuhkan waktu 15 hari; 2) biaya perizinan usaha turun 30 persen; 3) setelah mendaftar, hampir 70 persen perusahaan meningkat keuntungan usahanya dan penyerapan tenaga kerja, serta meningkatkan 75 persen upah karyawan; 4) OSS menghasilkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan kemakmuran. 21

22 Penanggulangan Kemiskinan melalui Pembangunan UKM

4. Kajian Peraturan Perundang-undangan Analisis kebijakan publik sangat penting karena keberadaan dan implementasinya akan menghasilkan sesuatu yang bisa menjadi pendorong atau sebaliknya malah menghambat aktivitas ekonomi, di mana UKM menjadi salah satu bagiannya. Dalam konteks studi ini, analisis kebijakan dalam aspek perdagangan dan ketenagakerjaan UKM harus selalu dikaitkan dengan upaya mengurangi kemiskinan. Dalam konteks tersebut, pengembangan UKM menjadi penting karena perannya yang signifikan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan daya beli masyarakat. Oleh karenanya penting untuk menyingkirkan segala hal yang menghambat potensi UKM dalam meningkatkan kinerja ekonominya. Analisis kebijakan publik/pemerintah dalam studi ini yang meliputi UU, PP, Keppres/Perpres, Kepmen, dan Perda, pada dasarnya untuk mengetahui apakah kebijakan pemerintah dalam pengembangan UKM telah dilakukan secara komprehensif. Untuk itu, sebelum membahas isu spesifik mengenai perdagangan dan ketenagakerjaan UKM, akan disampaikan terlebih dahulu prinsip prinsip dasar yang perlu menjadi acuan dalam pengembangan UKM. Mengacu pada kenyataan bahwa belum ada cetak biru pengembangan UKM sebagaimana disampaikan sebelumnya, beberapa hal dasar sebagai acuan adalah pentingnya koordinasi dan 23