PEMANFAATAN CITRA IKONOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI HARGA LAHAN DI KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Citra Satelit IKONOS

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam interpretasi dan proses pemetaan citra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

Gambar 7. Lokasi Penelitian

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

Evaluasi Ketelitian Luas Bidang Tanah Dalam Pengembangan Sistem Informasi Pertanahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Wisnu Widyatmadja Taufik Hery Purwanto

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I. 1.1 Pengantar Latar Belakang PENDAHULUAN

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

Analisis Ketelitian Objek pada Peta Citra Quickbird RS 0,68 m dan Ikonos RS 1,0 m

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA BUMI. Oleh : Lili Somantri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PEMANFAATAN CITRA IKONOS UNTUK IDENTIFIKASI OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemetaan Sawah Baku 2.2. Parameter Sawah Baku

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1. Program Studi Geografi. Diajukan Oleh: Chandra Pranomo NIM : E

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

yang tersedia untuk dibangun dan terus meningkatnya harga tanah yang terlalu tinggi serta kesulitan dalam proses pembebasan tanah untuk perumahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

PEMANFAATAN CITRA ASTER DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENENTUKAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN LAHAN KRITIS DI DAERAH KOKAP DAN PENGASIH KABUPATEN KULONPROGO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ISSN Jalan Udayana, Singaraja-Bali address: Jl. Prof Dr Soemantri Brodjonogoro 1-Bandar Lampung

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Geografi, Pendekatan Geografi, dan Konsep Geografi

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

PEMETAAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN AUR BIRUGO TIGO BALEH KOTA BUKITTINGGI

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PREDIKSI PENGGUNAAN DAN PERUBAHAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA IKONOS MULTISPEKTRAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK KAJIAN DENSIFIKASI RUMAH MUKIM PERKOTAAN. Oleh I Wayan Treman Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNDIKSHA ABSTRAK

KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS NILAI LAHAN DI KECAMATAN MANTRIJERON KOTA YOGYAKARTA DENGAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN GIS UNTUK PENENTUAN LOKASI TPA SAMPAH DI KOTA SURABAYA

Bab II Tinjauan Pustaka

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

Image Fusion: Trik Mengatasi Keterbatasan Citra

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

Jurnal Geodesi Undip Januari 2015

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PERKEMBANGAN LAHAN PERMUKIMAN BERBASIS PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOTA MAGELANG DAN SEKITARNYA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Transkripsi:

PEMANFAATAN CITRA IKONOS DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI HARGA LAHAN DI KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Banata Wachid Ridwan banata@banata.net Endang Saraswati endang@geo.ugm.ac.id Barandi Sapta. W barandi@geo.ugm.ac.id Abstract Rapid changes and rise of the land prices require a method of determining the land price in an efficient and accurate way. Visual interpretation of IKONOS imagery will obtain the data of land use, positive and negative land accessibility. GDEM Aster is used to generate slope classes data. General public facility data taken from secondary data. All variables then given score and overlayed to get land value, by combining with the land price data from survey, resulting land price zone on research area. Field survey itself is meant to check the validity of the land use and land prices. The results concluded that the use of such high-resolution like IKONOS using GIS can be used in applications for land prices zone. Positive land accessibility variables are major assosiate with highest land price, followed by land use, negative land accessibility and the last public facilities. Keyword : land price, land value, remote sensing, geographic information system, overlay, scoring Abstrak Perubahan harga lahan yang cepat dan terus meningkat dari waktu ke waktu dan untuk itu diperlukan suatu metode penentuan harga lahan yang efisien dan akurat. Metode penelitian adalah interpretasi visual citra IKONOS untuk mendapatkan data penggunaan lahan, aksesibilitas lahan positif dan aksesibilitas lahan negatif. Citra Aster GDEM digunakan untuk menghasilkan data kelas lereng. Data utilitas umum diambil dari data sekunder. Semua variabel diskor dan dioverlay untuk didapatkan kelas nilai lahan, dengan memadukan dengan data harga lahan dari hasil survey didapatkan zonasi harga lahan di daerah penelitian. Survey lapangan sendiri dimaksudkan untuk mengecek validitas penggunaan lahan dan harga lahan. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa penggunaan citra resolusi tinggi seperti ikonos dengan menggunakan SIG dapat digunakan dalam aplikasi untuk zonasi harga lahan. Variabel aksesibilitas positif berasosiasi kuat dengan harga lahan tinggi, disusul dengan penggunaan lahan, aksesibilitas lahan negatif dan yang terakhir fasilitas umum. Kata kunci : harga lahan, nilai lahan, penginderaan jauh, sistem informasi geografis, overlay, skoring 121

PENDAHULUAN Harga lahan adalah penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga nominal dalam satuan ruang untuk satuan luas pada pasaran lahan (Darin dalam Yunus, 2000). Harga lahan merupakan fungsi dari nilai lahan, artinya harga lahan dipengaruhi oleh nilai dari lahan yang bersangkutan. Nilai lahan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, ekonomi, dan sosial-budaya. Nilai lahan merupakan suatu pengukuran atas lahan yang didasarkan pada kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategis ekonomis (Sujarto, 1985). Permasalahan yang paling rumit adalah cara menentukan harga lahan (land valuation method) yang mencerminkan keadilan dan mampu menerangkan perubahan-perubahan harga, perbedaan harga dari lokasi dengan lokasi lainnya serta faktor lain yang menyebabkan variasi harga lahan (Sarundayang, 1991). Perubahan harga lahan pada daerah tertentu begitu dinamis dan cepat, maka diperlukan suatu metode yang efisien untuk mendapatkan data harga lahan. Salah satu cara adalah dengan menggunakan teknik penginderaan jauh. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui seberapa jauh manfaat Citra IKONOS dalam menghasilkan parameter penentu harga lahan. 2.Mengetahui distribusi spasial harga lahan dan variabel yang mempengaruhi harga lahan di Kec. Godean. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisa data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1979). Alat yang dimaksud adalah sensor atau pengindera, yang secara umum mempunyai fungsi untuk menangkap gelombang elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek, meniru fungsi mata manusia. Komponen penginderaan jauh meliputi : Tenaga untuk sensor penginderaan jauh, obyek penginderaan jauh, proses penginderaan jauh, serta sistem analisa dan pengolahan data. Gambar : Sistem Penginderaan Jauh (http://www.ars.usda.gov) Banyak produk-produk data penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang detail, salah satunya adalah IKONOS yang banyak digunakan untuk analisa lahan. Diluncurkan 24 September 1999 Vandenberg Air Force Base, California Waktu operasional Lebih dari 8.5 Tahun Orbit 98.1 derajat, sun synchronous Kecepatan Orbit 7.5 kilometer (4.7 miles) per detik Kecepatan di bumi 6.8 kilometer (4.2 miles) per detik revolusi 14.7 setiap 24 jam Waktu mengelilingi bumi 98 menit Altitude 681 kilometer (423 miles) Resolusi Nadir: 0.82 meter (2.7 kaki) pankromatik 3.2 meter(10.5 kaki) multispektral26 Off- Nadir 1.0 meter (3.3 kaki) pankromatik 4.0 meter (13.1 kaki) multispektral Cakupan citra 11.3 kilometer (7.0 miles) pada nadir 13.8 kilometer (8.6 miles pada 26 off-nadir) Waktu melewati ekuator Kurang lebih 10:30 a.m. waktu matahari Resolusi temporal Kurang lebih 3 hari pada resolusi 1 meter, 40 latitude Dynamic Range 11-bits per pixel Image Bands Pankromatik, biru, hijau, merah, inframerahdekat Sumber: Space Imaging, 2011 Spesifikasi setiap saluran citra dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Mode Band Batas Bawah (nm) Batas Atas (nm) Lebar Band (nm) Resolusi Spasial (m) Pan 525.8 928.5 403 1 MS-1 (Biru) 444.7 516.0 71.3 4 MS-2 (Hijau) 506.4 595.5 88.6 4 MS-5 (Merah) 631.9 697.7 65.8 4 MS-4 (VNIR) 757.3 852.7 95.4 4 Sumber: Space Imaging, 2011 Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang 122

bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sub Sistem SIG Sumber : http://arashirin.wordpress.com METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis. Sumber data utama yang digunakan adalah citra satelit dengan resolusi tinggi. Teknik interpretasi yang digunakan adalah interpretasi visual melalui metode digitasi layar. Interpretasi ini didasarkan pada kunci-kunci interpretasi foto udara yang meliputi rona, bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, serta asosiasi. Data yang disadap dari citra adalah penggunaan lahan dan aksesibilitas. Sedangkan data utilitas umum didapatkan dari data sekunder dari instansi terkait. Variabel yang telah didapat baik dari interpretasi citra maupun dari data sekunder tadi diharkat dan dibobot sesuai dengan pengaruhnya dengan harga lahan kemudian ditumpang susunkan. Sehingga didapatkan peta sementara kelas harga lahan. Cek lapangan dilakukan untuk menguji tingkat ketelitian interpretasi sekaligus melakukan update data sesuai dengan kenyataan di lapangan, dan mendapatkan data harga lahan melalui wawancara dengan penduduk. Cek lapangan menggunakan sampel yang didasarkan pada metode stratified proporsional random sampling yaitupengambilan sampel secara acak pada satuan analisis untuk masing masing kelas yang ada. Data harga lahan yang diperoleh dengan wawancara pada responden acak dari berbagai kalangan yang dikorelasikan dengan peta kelas lahan sehingga didapatkan peta harga lahan. Kemudian dilakukan analisa spasial untuk mengetahui hubungan antara variabel dan parameter yang mempengaruhi harga lahan dengan kondisi harga lahan sebenarnya di lapangan. Data ditampilkan dalam bentuk peta tematik sebaran harga. Harga lahan yang didapatkan dari hasil survey lapangan kemudia dikorelasikan dengan zonasi nilai lahan dari hasil analisa spasial, untuk satu satuan zona harga lahan dan data harga lahan didalamnya yang bervariasi dihitung mayoritas harga yang muncul untuk mendapatkan range harga valid untuk masing-masing zona nilai lahan sehingga didapatkan zona harga lahan. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang digunakan merupakan data citra IKONOS tahun 2007, dalam pemrosesan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam analisa kali ini sebelumnya dilakukan beberapa tahapan pra interpretasi, yang fungsinya untuk memperoleh data citra yang sesuai dan siap untuk diinterpretasi. Tahapan pra processing meliputi koreksi geometris yaitu mengkalibrasi posisi dari citra, walaupun data awal memang sudah mempunyai koordinat dan proyeksi, tetapi kalibrasi proyeksi dan koordinat khususnya area lokal diseputar area penelitian untuk lebih memperdetail ketelitian koordinat lokal. Kondisi citra terdiri dari scene yang terpisah-pisah, memerlukan penyatuan atau yang dikenal dengan proses mozaik untuk mendapatkan cakupan citra yang penuh melingkupi seluruh area penelitian. 123

Proses ini akan mudah dilakukan jika scene citra sebelumnya telah dikoreksi geometrik sehingga data citra akan tersambung dengan sempurna. Peranan software pemrosesan citra sangat membantu proses mosaik ini, dan dapat dijalankan dengan mudah, dengan prasyarat kondisi posisi/geometris citra telah sempurna. Proses mosaik menggunakan metode georeferences, yaitu mendasarkan pada posisi setiap piksel citra untuk melakukan penyambungan (mosaik) citra. Dari hasil interpretasi diperoleh parameter sebagai berikut : 1. Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan diinterpretasi dengan metode interpretasi visual didasarkan pengenalan obyek unsur interpretasi visual. Penggunaan Lahan berpengaruh kuat dalam mempengaruhi harga lahan di wilayah Kec. Godean. Daerah dengan penggunaan lahan Jasa dan Permukiman mencerminkan pemusatan kegiatan manusia di daerah yang bersangkutan. Areal dengan aktifitas manusia yang tinggi merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi. Penggunaan Lahan non bangunan (pertanian, lahan kosong dan semak belukar) yang sekiranya dianggap potensial dari segi ekonomis akan terdorong untuk dikonversi menjadi Penggunaan lahan yang lebih memberikan manfaat yang lebih tinggi bagi manusia. Peta Kelas Penggunaan Lahan Tabel Kelas Penggunaan Lahan Kelas PL Luas (Ha) Persentase(%) I Jasa dan 46,82 1,75 Perdagangan II Permukiman dan 783,88 29,36 Industri III Lain-Lain 350,13 13,11 IV Pertanian dan 1382,92 51,79 Perkebunan V Fasilitas Umum 106,24 3,98 JUMLAH 2670 100 2. Aksesibilitas Lahan Positif Aksesibilitas Lahan Positif merupakan faktor yang membuat suatu lahan bernilai lebih tinggi. Dari hasil analisa dapat dibuktikan, daerah dengan aksesibilitas lahan yang baik mempunyai nilai lahan di atas rata-rata tidak perduli jenis penggunaan lahannya. Variabelvariabel penyusun aksesibilitas lahan positif meliputi, jarak terhadap jalan, jarak terhadap fasilitas penting dan jarak terhadap pusat pertumbuhan/kota. Variabel tersebut didapatkan dari hasil interpretasi citra dan analisa buffer pada jaringan dan network analyst untuk titik-titik posisi. Aksesibilitas positif tinggi mempunyai nilai lahan yang relatif tinggi, ini disebabkan daerah dengan aksesibilitas tinggi mempunyai potensi ekonomi yang sangat tinggi sehingga banyak manusia yang bersaing untuk mendapatkannya, simpul-simpul jalan utama di daerah perempatan Godean, pertigaan Bantulan dan sekitarnya serta pertigaan jalan Sidokarto merupakan daerah dengan aksesibilitas positif yang tinggi. Daerah dengan aksesibilitas positif sedang mempunyai potensi yang relatif baik kedepannya, perkembangan Kec Godean sangat pesat,zona-zona potensial perekonomian akan meluas. daerah diseputaran jalan Godean, jalan Munggur dan jalan Bantulan, merupakan contoh area dengan aksesibilitas sedang. 124

Aksesibilitas positif rendah merupakan area dominan yang meliputi area-area yang terletak jauh dari jalan utama atau di dalam perkampungan dan meliputi mayoritas wilayah di Kec. Godean. Peta Aksesibilitas Lahan Positif pengaruh antara kelas aksesibilitas negatif rendah tidak begitu kentara. Aksesibilitas negatif kelas rendah, terdapat di area seputaran pertigaan munggur dan Bantulan, perempatan jalan Sidokarto, perempatan Godean, serta Sidorejo. Peta Aksesibilitas Lahan Negatif Tabel Aksesibilitas Lahan Positif Kelas Aksesibilitas Lahan Negatif Luas (Ha) Persentase (%) II Sedang 196,15 7,35 I Rendah 2472,58 92.61 JUMLAH 2670 100 3. Aksesibilitas Lahan Negatif Aksesibilitas Lahan negatif merupakan variabel yang mengurangi nilai lahan yang pada gilirannya menurunkan tingkat harga lahan. Terdapat beberapa parameter di dalamnya, yaitu jarak terhadap jalur KA dan Kelas Lereng. Sebaran aksesibilitas lahan negatif tinggi umumnya berada pada areal dengan aksesibilitas lahan positif rendah.terdapat dua kelas aksesibilitas negatif di kec. Godean, yaitu sedang dan rendah. Aksesibilitas negatif kelas sedang mempunyai persebaran yang merata di wilayah kec. Godean. Tidak terdapat kaitan signifikan dari aksesibilitas sedang dengan nilai lahan, dari nilai lahan tinggi sampai rendah. Jadi Tabel Aksesibilitas Lahan Negatif Kelas Aksesibilitas Lahan Positif Luas (Ha) Persentase(%) III Tinggi 87,83 3,3 II Sedang 346,73 13 I Rendah 2234,16 83,68 JUMLAH 2670 100 4. Kelengkapan Fasilitas Umum Fasilitas umum merupakan sarana pelengkap yang penting bagi aktifitas manusia. Terdapat empat jenis fasilitas yang digunakan dalam analisis ini, yaitu jaringan listrik, drainase, telekomunikasi dan air bersih. Fasilitas Umum dengan kelas tinggi, atau yang terlengkap terdapat di sekitar jalan Godean, Jalan Bibis-Gamping, jalan munggur, dan jalan Bantulan. Pengaruh fasilitas umum tinggi terhadap nilai lahan relatif kuat. Kelas fasilitas umum sedang merupakan area lahan dengan fasilitas yang kurang lengkap, kemungkinan tidak terdapat, salah satu atau dua dari 125

empat parameter dari fasilitas umum yang ada. Umumnya fasilitas yang tidak menjangkau adalah drainase dan air bersih, dan di beberapa titik adalah jaringan telpon.pengaruh terhadap nilai lahan tidak terlalu kentara, terdapat rentang nilai lahan yang beragam. Kelas fasilitas umum dengan tingkat rendah mempunyai sarana umum yang sedikit sekali, sebagian besar di desa Sidorejo, dan sedikit sekali di desa Sidoluhur, Sidoagung, dan Sidomulyo. Umumnya merupakan daerah dengan jenis penggunaan lahan non bangunan, seperti pertanian dan kebun campur. Pengaruh dari kelas ini bisa dilihat dari hasil survey lapangan, lahan dengan fasilitas umum rendah mempunyai nilai lahan yang terendah. Peta Kelengkapan Utilitas Umum beberapa faktor, yaitu waktu perekaman data yaitu selisih waktu antara saat data direkam serta waktu penelitian dilakukan. Semakin jauh selisih waktunya maka akan semakin besar deviasi datanya ini disebabkan proses perubahan yang dalam hal ini adalah penggunaan lahan, yaitu konversi lahan atau alih guna lahan, resolusi citra yang kurang detail atau terdapat penurunan atau gangguan (noise) akan mengakibatkan kesulitan dalam interpretasi visual dan kondisi human error atau faktor manusia saat proses interpretasi, kemungkinan karena kurangnya pengalaman atau kelelahan akan menurunkan kewaspadaaan akan pengenalan pada suatu obyek, pekerjaan lapangan meliputi : a. Uji ketelitian Penggunaan lahan, fasilitas umum dan update data b. Pengambilan sampel harga lahan Dari ke 83 sampel tersebut terdapat 12 perbedaan penggunaan lahan atau terdapat 12 kesalahan sehingga berdasarkan rumus dari Short, yaitu jumlah sampel yang benar dibagi dengan total sampel dikalikan dengan seratus persen, menghasilkan : Sampel harga lahan yang didapatkan dari survey lapangan dikelaskan dan didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel Kelas Harga Lahan dari Survey No Kelas Harga Lahan Range Harga Lahan (Rupiah/m2) Jumlah Responden 1 Rendah 35.000-500.000 45 2 Sedang 500.000-2.500.000 30 3 Tinggi 2.500.000-4.000.000 9 Tabel Kelengkapan Utilitas Umum Kelas Fasilitas Luas Persentase Umum (Ha) (%) III Tinggi 436,19 16,34 II Sedang 693,46 25,97 I Rendah 1539,08 57,64 JUMLAH 2670 100 Dalam setiap proses interpretasi, akan terdapat perbedaaan dengan kondisi kenyataan dilapangan, ini disebabkan oleh Dari variabel yang mempengaruhi harga lahan yaitu kelas penggunaan lahan, aksesibilitas positif, aksesibilitas negatif dan fasilitas umum, dilakukan proses overlay untuk mendapatkan peta nilai lahan. yang menggambarkan persebaran area dengan kelas nilai lahan tinggi, sedang dan rendah. Persebaran nilai lahan tinggi relatif sedikit dan hanya terdapat di seputaran daerah Bantulan dan Perempatan Godean. Pengaruh dari simpul jalan kolektor 126

merupakan faktor yang meningkatkan nilai lahan, jenis penggunaan lahan jasa dan perdagangan sangat dominan, pemusatan jenis penggunaan lahan ini karena ketertarikan pada simpul jalan utama yang strategis. Fasilitas penting seperti kantor, pendidikan kesehatan dan lain-lainnya relatif dekat, kantor kecamatan Godean lama juga terletak disini, terdapat juga dua kantor kelurahan yang berdekatan. Kelengkapan umum seperti listrik, telepon, air bersih dan drainase juga lengkap, tentunya memberi pengaruh positif terhadap nilai lahan. Kelas nilai lahan sedang pengaruh dari penggunaan lahan permukiman sangatlah kuat dengan kombinasi jalan lokal, seperti di sepanjang jalan lokal di desa Sidomoyo, di Desa Sidomulyo, desa Sidokarto dan desa Sidoluhur. Fasilitas penting seperti kantor, pendidikan, ekonomi dan kesehatan tidak selengkap seperti di daerah nilai lahan kelas tinggi. Kelas nilai lahan rendah merupakan kelas yang dominan, meliputi daerah dengan jenis penggunaan lahan non bangunan, yang didominasi oleh pertanian, yang relatif mempunyai aksesibilitas yang minim, daerah meliputi desa Sidorejo dan Sidoluhur memiliki persentase nilai lahan rendah yang relatif besar. Dari hasil analisa nilai lahan tersebut kemudian dikorelasikan dengan nata harga lahan di lapangan sehingga didapatkan peta zona harga lahan di kecamatan Godean. Berikut merupakan Peta Zona Harga Lahan di Kec. Godean. KESIMPULAN 1. Citra IKONOS sangat bermanfaat bagi analisa harga lahan, data-data yang diekstrak dari citra dapat digunakan sebagai sumber data analisa harga lahan di daerah Kec. Godean. 2. Distribusi harga lahan tinggi dengan harga antara 2.500.000 4.000.000/m2 terletak di simpul jalan utama (kolektor dan lokal) dan daerah pertumbuhan ekonomi yaitu di seputaran perempatan Godean dan pertigaan Bantulan. Untuk harga lahan sedang dengan kisaran 500.000 2.500.000/m2 terletak di sepanjang jalan kolektor Godean dan jalan Godean_Cebongan serta jalan lokal Bibis Gamping, jalan Sidokarto dan jalan Bantulan. Sedangkan untuk kelas harga lahan rendah dengan rentang antara 35.000 500.000/m2 terletak di daerahyang jauh dari jalan kolektor dan jalan lokal serta umumnya merupakan jenis penggunaan lahan pertanian dan kebun campur. 3. Berdasarkan mayoritas data harga lahan di lapangan yang disurvey, variabel yang yang berasosiasi kuat dengan harga lahan tinggi adalah aksesibilitas lahan terhadap jalan dan terhadap pusat pertumbuhan/kota. Terbukti dengan tingginya harga lahan di areal yang dekat dengan jalan utama dan pusat pertumbuhan/kota, sedangkan variabel yang berasosiasi kuat dengan penurunan harga lahan adalah kelas lereng, yang mana daerah dengan kelas lereng tinggi atau terjal mempunyai harga lahan yang sangat rendah karena sulit termanfaatkan. DAFTAR PUSTAKA Simangunsong,Anthony Brata. 1996, Prediksi Harga Umum Lahan Melalui Interpretasi Foto Udara : Kasus Daerah Kotamadya Surakarta Bagian Selatan. Skripsi Sarjana, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. 127

Yunus, Hadi Sabari. 1987, Perencanaan Pembangunan Desa. Ceramah Staf Pengajar, Fakultas GEografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Lillesand, T.M. and Kiefer, R.W. 1987, Remote Sensing and Image Interpretation, 2 nd Edition, NewYork, John Welley and Sons. Aviciena,Muya. 1990. Penggunaan Foto Pankromatik hitam Putih skala 1:11.000 untuk Mengetahui Pengaruh Letak Terhadap Harga Lahan di Kota Yogyakarta. Skripsi Sarjana, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Sutanto, 1987. Metode Penelitian Penginderaan Jauh untuk Geografi. Ceramah Staf PEngajar, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Hardoyo, Surito. 1991, Penelitian Harga Lahan, Laporan Penelitian, Fakultas Geografi Universitas Gadjah 128