Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Dengan Model Kooperatif Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel di MTs Darul Ulum Kelas VII

dokumen-dokumen yang mirip
P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIS

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPERASI BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DI KELAS V SD NEGERI 2 AMBON

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penguasaan dan pengembangan Ilmu

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

Jurnal MITSU Media Informasi Teknik Sipil UNIJA Volume 3, No. 1, April ISSN :

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

Magister Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unsyiah Banda Aceh 2) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika Unsyiah Banda Aceh 3)

Nawal Ika Susanti Institut Agama Islam Darussalam (IAIDA) Banyuwangi Miftachul Fauzi. Abstrak

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

Matematika Jurusan PMIPA FKIP UHO.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

ANALISIS KEBUTUHAN BUKU AJAR MATEMATIKA BERORIENTASI PENDEKATAN REALISTIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

Andre Putrawan, Sri yulianti, Junaidi Pendidikan Matematika, FPMIPA IKIP Mataram

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

Achmad Irmansyah Universitas Terbuka ABSTRACT

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA MATERI KESEBANGUNAN DI KELAS IX B SMP NEGERI 1 SAMALANTAN

BAB I PENDAHULUAN. berperan aktif dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA DI KELAS. Abstrak

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA PEMBELAJARAN PECAHAN DI SMP. Di sampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI Untuk GuruSMP Di LPP Yogyakarta Juli 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

PENGEMBANGAN PROTOTIPE PERANGKAT PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN PECAHAN DENGAN PENDEKATAN PMRI DI KELAS IV

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan PP No 72 Tahun 1991 (Mohammad Amin, 1995: 22) anak. tunagrahita ringan adalah anak yang mempunyai IQ antara 50-70,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya Oktober 2016, Vol. 1, No.1. ISSN:

BAB II LANDASAN TEORI

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL Jozua Sabandar

REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION: MODEL ALTERNATIF

Ai Nani Nurhayati 2 Maulana 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK: SEJARAH, TEORI, DAN IMPLEMENTASINYA. Al Jupri Universitas Pendidikan Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Desain Pembelajaran PMRI 4: "Jika Kamu Penjahit yang Pintar, Berapa cm Panjang Lingkar. Pinggang Pemesan Baju itu?"

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

PENGEMBANGAN LKK DENGAN PENDEKATAN PMRI PADA MATERI LIMAS DAN PRISMA TEGAK

INTERAKTIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR DI SMK NEGERI SUMBERREJO BOJONEGORO

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG

Vol. XI Jilid 1 No.74 Januari 2017

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori mencakup pengertian-pengertian dari judul penelitian agar didapat satu pengertian yang utuh dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

P 36 PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) BERBASIS BUDAYA CERITA RAKYAT MELAYU RIAU

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN :

BAB II KAJIAN TEORI. ada umpan balik dari siswa tersebut. Sedangkan komunikasi dua arah, ialah

SKRIPSI. Oleh Teguh Eko Prasetyo NIM

PEMBELAJARAN SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR

PENGEMBANGAN MODEL REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAGI MAHASISWA PRODI PGSD FKIP UNS KAMPUS KEBUMEN

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PADA MATERI LUAS DI KELAS IV MI

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Matematika Matematika merupakan suatu objek yang memilki tujuan abstrak, bertumpu pada

PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROSIDING. Pengembangan Pembelajaran Matematika SMP melalui Aktivitas Mematematikakan Realita

Departement of Mathematic Education Mathematic and Sains Education Major Faculty of Teacher Training and Education Riau University

INTI DASAR DASAR PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA

PENERAPAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME)

BERBAGAI ALTERNATIF MODEL DAN PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK

KEMAMPUAN KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA SMP

Pemecahan. Masalah Kontekstual. Gambar 1. Pemecahan Masalah Realistik (Gravemeijer, 1994)

Transkripsi:

Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Dengan Model Kooperatif Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel di MTs Darul Ulum Kelas VII Ahmad Kholiqul Amin IKIP PGRI Bojonegoro Email: choliq27@yahoo.co.id ABSTRAK Objek matematika merupakan sesuatu yang abstrak sehingga guru matematika harus mampu mengkongkritkan objek matematika yang abstrak agar mudah dipelajari siswa. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti membuat rancangan pendekatan pembelajaran yang menjadikan siswa terlibat aktif dengan mendekatkan matematika dengan lingkungannya, yaitu dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dengan model kooperatif. Pembelajaran PMR mengutamakan pengenalan konsep melalui masalah kontekstual, hal-hal yang konkrit atau dari lingkungan siswa dengan proses matematisasi oleh siswa dengan mengkonstruksikan idenya sendiri. Tujuan dari Penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan dan sebagai contoh implementasi pembelajaran matematika realistik dengan model kooperatif pada pokok bahasan persamaan linier satu variable di tingkat SMP/MTs. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih dalam penelitan ini karena beberapa pertimbangan antara lain (1) peneliti merupakan upaya untuk mendeskripsikan permasalahan yang terkait dalam proses pemebelajaran matematika SMP/MTs (2) penelitian ini bersifat induktif artinya peneliti berusaha mendeskripsikan permasalahan pada data yang terbuka bagi peneliti lebih lanjut. Dari hasil penelitian pada pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, peneliti dapat mengungkapkan bahwa secara keseluruhan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran, siswa dapat mengkonstruksi sendiri konsep persamaan linear satu variable dan terdapat satu kelompok yang langsung menyelesaikan masalah konstektual tanpa membuat matematika sehingga kesulitan untuk mendefinisikan pengertian persamaan linier satu variabel dan menuliskan secara umum langkah-langkah penyelesaiannya. Kata kunci: Pembelajaran Matematika Realistik, Kooperatif Mathematical objects is abstract, therefore, mathematics teacher must be able to concrete the mathematical objects to make it easy to be learnt by students. To overcome this problem, researcher created a design of learning approach that makes students actively engaged with mathematics closer to its environment, e.g. with Realistic Mathematics Learning Approach (PMR) with the cooperative model. PMR prioritize to the introduction of the concept of learning through contextual issues, things that are concrete or from the students environment through mathematical process by constructing the students ideas. The purpose of this study is to describe the implementation and as an example of the implementation of realistic mathematics learning with cooperative models on the subject of linear equations in one variable at SMP/MTs. The approach in this study uses a qualitative approach. Qualitative approach was chosen in this research because of several considerations, such as: (1) research is an attempt to describe the issues involved in the process of mathematical learning at SMP/MTs (2) This study is inductive means researcher tried to describe the problem on open data for further research. From the results of research conducted on the implementation of learning, researcher can reveal that the overall learning activities are in accordance with the lesson plan, students can construct their own concept of a linear equation variable and there is one group that directly solve contextual problems without making math too difficult to define the notion of linear equality on one variable and generally write the solution steps. PENDAHULUAN Pembelajaran matematika merupakan usaha untuk membantu siswa mengonstruksi pengetahuan melalui proses. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Soedjadi, 2000) bahwa mengetahui adalah suatu proses bukan produk. Proses tersebut dimulai dengan pengalaman, sedangkan pengetahuan dibangun dari pengalaman. Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan. Untuk itu siswa diberi kesempatan untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki. Namun dalam kenyataannya, berdasarkan hasil observasi kegiatan pembelajaran di MTs Darul Ulum Sukosewu-Bojonegoro di kelas VII, dapat dikatakan bahwa pembelajaran masih berpusat kepada guru sehingga siswa masih pasif dalam pembelajaran di

kelas. Selain itu dalam penyampaiannya, guru langsung memberikan rumus-rumus terlebih dahulu sehingga siswa mengetahui rumusnya tetapi kurang paham dalam penggunaanya (menyelesaikan masalah). Objek kajian matematika merupakan sesuatu yang abstrak sehingga Soedjadi (2000: 49) menyatakan guru matematika harus mampu mengkongkritkan atau menyederhanakan objek matematika yang abstrak agar mudah dipelajari siswa.untuk mengatasi hal tersebut, peneliti membuat rancangan pendekatan pembelajaran yang menjadikan siswa terlibat aktif dengan mendekatkan matematika dengan lingkungannya, salah satu alternatifnya yaitu dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dengan model kooperatif. Pembelajaran yang berorientasi PMR lebih mengutamakan pengenalan konsep melalui masalah kontekstual, hal-hal yang konkrit atau dari lingkungan siswa dengan proses matematisasi oleh siswa dengan mengkonstruksikan idenya sendiri dengan mendiskusikan dalam kelompoknya.soedjadi (2001a: 2-3), mengemukakan bahwa PMR pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan lingkungan yang telah dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, dengan harapan agar tujuan pembelajaran matematika dapat dicapai lebih baik dari pada masa yang lalu. PMR pembelajarannya tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifat-sifat, definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran. Dengan demikian dalam PMR dengan model kooperatif siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya. Jadi Pembelajaran matematika realistik (PMR) adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual problems) sebagai langkah awal dalam proses pembelajaran. Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam PMR, yaitu: (1) Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali dengan bimbingan/proses matematisasi secara progresif), (2) Didactical phenomenology (fenomena didaktik), (3) Self - developed models (model-model dibangun sendiri oleh siswa). Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, menurut Panhuizen (dalam Gravemeijer, 1994: 114-115), PMR memiliki lima karakteristik, yaitu: (1) The use of context (menggunakan masalah kontekstual), (2) The use models (menggunakan berbagai model), (3) Student contributions (kontribusi siswa), (4) Interactivity (interaktivitas), (5) Intertwining (keterkaitan). Berdasarkan pengertian, prinsip dan karakteristikkarakteristik PMR sebagaimana telah diuraikan, maka dapat dirancang langkah-langkah inti dalam pembelajaran matematika realistik, yaitu: (1) memahami masalah kontekstual, (2) mendeskrepsikan dan menyelesaikan masalah kontekstual, (3) membandingkan dan mendiskusikan jawaban, dan (4) menarik kesimpulan. Salah satu materi yang akan dijelaskan dengan PMR ini adalah persamaan linier satu variabel. Diharapkan dengan kegiatan ini siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep pada materi persamaan linear satu variable dan dapat menggunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah memberikan contoh implementasi pembelajaran matematika realistik dengan model kooperatif pada topik persamaan linier satu variabel ditingkat SMP/MTs kelas VII. KAJIAN TEORI 1. Latar Belakang Pembelajaran Matematika Realistik PMR pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Lebih lanjut Soedjadi menjelaskan bahwa yang dimaksud realitas yaitu hal-hal yang nyata atau konkret yang dapat dipahami atau diamati peserta didik lewat membayangkan. Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan tempat peserta didik berada baik lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat yang dapat dipahami peserta didik. Lingkungan ini disebut juga kehidupan sehari-hari peserta didik. Menurut Marpaung (2001: 3), PMR dilandasi oleh pandangan bahwa siswa harus aktif, tidak boleh pasif. Siswa harus aktif mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematika. Siswa didorong dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan jalan pikirannya, menyelesaikan masalah menurut idenya, mengkomunikasikannya, dan pada saatnya belajar dari temannya sendiri. Dari uraian di atas, jelas bahwa dalam PMR pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan di berbagai sekolah. Namun sifatsifat, definisi dan teorema itu diharapkan seolaholah ditemukan kembali oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran. Jadi dalam PMR siswa didorong atau ditantang untuk aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang diperolehnya.

Prinsip pembelajaran matematika realistik Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci (utama) dalam PMR. Ketiga prinsip tersebut dijelaskan secara singkat sebagai berikut: a. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive mathematizing) Prinsip ini menghendaki bahwa, dalam PMR melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakan-akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Prinsip ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar. b. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology) Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu materi matematika untuk diajarkan dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan materimateri matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) materi-materi matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran. c. Mengembangkan sendiri model-model (self developed models) Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip atau jelas terkait dengan masalah kontekstualnya.ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju ke arah pengetahuan matematika formal. Dalam PMR diharapkan terjadi urutan belajar yang bottom up, dengan urutan: dari situasi nyata model dari situasi itu model ke arah formal pengetahuan formal (Soedjadi, 2001 b: 4). Karakteristik pembelajaran matematika realistik Sebagai operasionalisasi ketiga prinsip utama PMR di atas, menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994: 114-115), PMR memiliki lima karakteristik, diuraikan sebagai berikut: a. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context) Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal.masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree (dalam Suherman, dkk., 2003: 149-150), masalah kontekstual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan kontekstual. b. Menggunakan instrumen vertikal seperti model, skema, diagram dan simbol-simbol (use models, bridging by vertical instrument) Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal.artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Sehingga dari proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertikal. c. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution) Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal

yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai. d. Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity) Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam PMR. Bentukbentuk interaksi seperti: negosiasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentukbentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif. e. Terkait dengan topik lainnya (intertwining) Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam PMR pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esenstial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu, dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan. 2. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik Fauzi (2002) mengemukakan langkah-langkah didalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai berikut: a. Langkah pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. b. Langkah kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami. c. Langkah ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. d. Langkah keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran. e. Langkah kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Menggunakan model pembelajaran kooperatif mengubah peran guru dari peran yang berpusat pada gurunya ke pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Menurut teori konstruktivis, tugas guru (pendidik) adalah memfasilitasi agar proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan pada diri tiap-tiap siswa terjadi secara optimal. Sebagai contoh, jika seorang siswa membuat suatu kesalahan dalam mengerjakan sebuah soal, maka guru tidak langsung memberitahukan di mana letak kesalahannya. Sebaiknya guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk menuntun siswa supaya pada akhirnya siswa menemukan sendiri letak kesalahan tersebut (Suwarsono, 2002: 37). Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi (Slavin, 1995: 5). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri secara aktif melalui tugastugas atau masalah yang diajukan oleh guru. Siswa menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah tersebut berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki kemudian mendiskusikannya dalam kelompok kooperatif. Belajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat dikategorikan sesuai dengan sifat berikut (1) tujuan kelompok, (2) tanggung jawab individual, (3) kesempatan yang sama untuk sukses, (4) kompetisi kelompok, (5) spesialisasi tugas, dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (Slavin, 1995:12-13). Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. 4. Ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim (2005: 2), ciri dari pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya: a. Struktur Tugas Struktur tugas mengacu kepada dua hal yaitu pada cara pembelajaran itu diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas. Hal ini berlaku pada pengajaran klasikal maupun dengan pengajaran kelompok belajar kecil. b. Struktur Tujuan Struktur tujuan suatu pelajaran adalah jumlah saling ketergantungan yang dibutuhkan siswa pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Terdapat tiga macam struktur tujuan yang telah berhasil diidentifikasi. Struktur tujuan disebut individualistik jika pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada baik buruknya pencapaian orang lain. Struktur tujuan kompetitif terjadi bila seorang siswa dapat mencapai suatu tujuan jika dan hanya jika siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian setiap usaha yang dilakukan setiap individu untuk mencapai tujuan merupakan saingan bagi individu lainnya. Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap individu mempunyai andil menyumbang pencapaian tujuan itu. c. Struktur Penghargaan (Reward) Struktur penghargaan terhadap berbagai model pembelajaran juga bervariasi. Seperti halnya dengan struktur tujuan yang dapat diklasifikasi menjadi individualistik, kompetitif, dan kooperatif, begitu pula halnya dengan struktur penghargaan. Struktur penghargaan individualistik terjadi jika suatu penghargaan itu bisa dicapai oleh siswa manapun tidak bergantung pada pencapaian individu lain. Struktur penghargaan kompetitif terjadi bila penghargaan diperoleh sebagai upaya individu melalui persaingan dengan orang lain. Struktur penghargaan kooperatif terjadi jika situasi dimana upaya individu membantu individu lain mendapat penghargaan. 5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Ibrahim (2005: 7) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu: a.hasil belajar akademik Pembelajaran kooperatif juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerjasama menyelesaikan tugastugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi siswa kelompok bawah ini memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat dalam materi tertentu. b. Penerimaan terhadap individupembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. c. Pengembangan keterampilan sosial Keterampilan bekerjasama dan kolaborasi amat penting untuk dimiliki dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan dimana masyarakat secara budaya semakin beragam. PEMBAHASAN a. Pelaksanaan Pembelajaran PMR Dengan Model Kooperatif Sebelum pelaksanaan pembelajaran, guru membuat rancangan pengelompokan siswa dengan mengambil populasi sekolah MTs Darul Ulum Sukosewu Bojonegoro dengan sampel kelas VIIB dan kemudian masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa sehingga terbentuk 7 kelompok. Dalam setiap kelompok terdiri dari laki-laki dan perempuan, serta memiliki kemampuan yang heterogen. Tabel Pelaksanaan PMR Dengan Model Kooperatif Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Guru Kegiatan Pembelajaran Siswa Keterangan

(1) (2) (3) PENDAHULUAN 1. Guru membuka pelajaran dan mengingatkan materi yang dipelajari sebelumnya, yaitu dengan menunjuk beberapa siswa untuk memberikan contoh kalimat terbuka, kalimat tertutup dan persamaan serta variabel. 2. Guru mengecek dan membahas tentang pekerjaan rumah yang diberikan pada pertemuan sebelumnya. Siswa mengajukan beberapa buah soal yang sulit, dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Siswa telah dikelompokkan 4 atau 5 siswa. Masing-masing kelompok duduk sesuai dengan tempat duduknya. 3. Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Siswa memperhatikan penjelasan guru. KEGIATAN INTI 1. Guru membagi LKS di setiap kelompok dan memberi kesempatan pada siswa membaca dan memahami masalah 1-4 di LKS (Guru meminta salah satu siswa untuk membacakan masalah kontekstual) Siswa memahami masalah 1-4 LKS. Langkah ke 1 Memahami masalah Karakteristik ke 1 Masalah kontekstual 2. Guru memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya bagi yang belum memahami masalah 1-4 3. Guru memberi kesempatan pada siswa secara individu untukmenyelesaikan masalah 1-4 dengan menjawab pertanyaan yang ada di bagian A dengan cara mereka sendiri (pekerjaan siswa satu dengan lainya tidak harus sama). Jika siswa mengalami kesulitan, guru membimbing seperlunya. 4. Guru memberi kesempatan pada siswa untuk mendiskusikan/ membandingkan (memeriksa, memperbaiki dan menyeleksi) jawabannya dengan teman-teman dalam kelompoknya. 5. Guru berjalan keliling kelas untuk melihat hasil kerja kelompok dan memilih beberapa kelompok untuk menampilkan hasilnya di depan kelas. Beberapa anggota kelompok yang belum memahami masalah 1-4 bertanya kepada guru. Siswa menyelesaikan masalah 1-4 dengan cara sendiri pada Siswa mendiskusikan/ membandingkan jawaban dengan jawaban teman lainnya. Langkah ke 2 Menjelaskan Langkah ke - 3 Menyelesaikan masalah kontekstual Prinsip 1. Guided reinvention/ progresive mathematizing. Prinsip 2. Didactical phenomenologi Prinsip 3. Self developed models. Karakteristik ke 2 Memunculkan/menggunakan model. Langkah ke 4 Membandingkan dan mendiskusikan. Karakteristik ke 3 Menggunakan kontribusi siswa Karakteristik ke 4 Interaksi

6. Guru memberi kesempatan pada seorang siswa dari kelompok yang dipilih untuk menampilkan hasil pekerjaan kelompoknya. 7. Melalui diskusi kelas jawaban para siswa dibahas/ dibandingkan. 8. Dari hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa untuk menarik sebuah kesimpulan tentang definisi dan langkah-langkah menyelesaikan persamaan linear satu variabel. 9. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya bagi yang belum mengerti. Beberapa siswa menampilkan hasil pekerjaan kelompoknya. Siswa mengikuti diskusi dan memberi tanggapan terhadap hasil pekerjaan kelompok lain, serta menjawab pertanyaan guru. Siswa menarik kesimpulan tentang definisi penyelesaian kalimat terbuka. Siswa yang belum mengerti bertanya kepada guru. Langkah ke 4 Membandingkan dan mendiskusikan. Karakteristik ke 3 Menggunakan kontribusi siswa. Langkah ke 5 Menyimpulkan. PENUTUP 1. Guru menegaskan kembali materi pelajaran tentang definisi penyelesaian persamaan linear satu variabel. 2. Guru memberikan tugas rumah masalah 5-8 yang ada Buku Siswa. Siswa memperhatikan penjelasan guru. Berdasarkan tabel di atas, pelaksanaan pembelajaran di kelas yang telah dilakukan oleh peneliti sudah memenuhi karakteristik dari pembelajaran yang mengggunakan Pendekatan Matematika Realistik. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas atau kegiatan yang di lakukan oleh siswa dan guru pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok, dan ada beberapa anggota kelompok yang berdiskusi dengan kelompok lain untuk membandingkan hasil pekerjaannya. Guru hanya sebagai fasilitator, yang mana hanya menjelaskan seperlunya hal-hal yang kurang dimengerti oleh siswa dalam menyelesaikan LKS. Selain itu pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. b.deskripsi Hasil Pekerjaan Siswa Dalam penerapan pendekatan matematika realistik dengan model kooperatif ini, setiap kelompok diberi lembar kerja siswa (LKS) yang didiskusikan dalam kelompoknya masing-masing. Dalam hal ini, guru memberi kesempatan pada setiap kelompok untuk menyelesaikan LKS dengan cara mereka sendiri berdasarkan petunjuk yang ada. Berikut ini adalah deskripsi dari hasil pekerjaan LKS dari masing-masing kelompok: Masalah 1 Andri mendapat (PR) pelajaran matematika sebanyak 35 soal. Pada saat ia mengerjakan PR, lampu listirk mati. Ia telah mengerjakan beberapa buah soal dan yang belum dikerjakan sebanyak 12 soal. Berapa banyak soal PR yang telah dikerjakan Andri? Berdasarkan hasil jawaban LKS dari tujuh kelompok, maka peneliti dapat mengelompokkan bentuk atau tipe jawaban dari masalah 1 menjadi 3 bentuk yaitu: 1. Memisalkan: soal yang dikerjakan = x soal yang belum dikerjakan = y = 12 diperoleh persamaan: x + 12 = 35 x + 12-12 = 35-12 x = 23

Jadi PR yang telah dikerjakan Andri adalah 23 soal 2. Tanpa pemodelan. 35 12 = 23 3. Dengan pemodelan, tetapi tanpa keterangan. a - b = 35-12 = 23 Dari ketiga bentuk atau tipe jawaban LKS dari masing-masing kelompok terdapat 5 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk pertama, 1 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk kedua dan 1 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk ketiga. Masalah 2 Setiap tanggal 15 Posyandu Desa Kedungdowo melakukan penimbangan balita.karena Aripin anak bu Sutini sedang sakit, maka Aripin tidak bisa ditimbang sendirian.untuk dapat menentukan berat badan Aripin petugas Posyandu meminta bu Sutini ditimbang sambil mengendong anaknya dan diperoleh berat mereka 72 kg.kemudian bu Sutini ditimbang sendirian dan ternyata berat bu Sutini63 kg.berapa berat badan Aripin? Berdasarkan hasil jawaban LKS pada masalah 1 dari tujuh kelompok tersebut, maka peneliti dapat mengelompokkan bentuk atau tipe jawaban dari masalah 1 menjadi 3 yaitu: 1. Memisalkan: berat Aripin = x berat bu Sutini = y = 63 diperoleh persamaan: x + 63 = 72 x = 72-63 = 9 2. Tanpa pemodelan. Berat Badria = berat badria dan bu Sutriani berat bu Sutriani = 72-63 = 9 3. Dengan pemodelan, tetapi tanpa keterangan. b s = 72-63 = 9 Dari ketiga bentuk atau tipe jawaban LKS pada masalah 2 dari masing-masing kelompok terdapat 4 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk pertama, 2 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk kedua dan 1 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk ketiga. Masalah 3 Pada suatu hari Supandri berbelanja di Alfamart.Supandri membayar sebesar Rp. 70.000,- dan menerima 4 kg jeruk. Berapakah harga satu kg jeruk? Berdasarkan hasil jawaban LKS dari tujuh kelompok tersebut, maka peneliti dapat mengelompokkan bentuk atau tipe jawaban dari masalah 3 menjadi 3 bentuk yaitu: 1. Memisalkan: jumlah uang= Rp 70.000,00 harga 1 kg jeruk = a diperoleh persamaan: 4 x a = 70.000 a = 70.000 : 4 a = 17.500 Tanpa pemodelan 2. Harga 1 kg jeruk = 70.000 : 4 = 17.500 3. Salah memodelkan tetapi hasilnya benar. Buah jeruk = x Buah jeruk = 4 kg Diperoleh: x + 4 = 70.000 x = 70.000 : 4 x = 17.500 Dari ketiga bentuk atau tipe jawaban LKS pada masalah 3 dari masing-masing kelompok terdapat 3 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk pertama, 3 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk kedua dan 1 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk ketiga. Masalah 4 Dina membeli 6 buah buku tulis dengan harga setiap buku sama. Dina membayar dengan uang Rp. 10.000,- dan menerima pengembalian uang sebesar Rp.1.000,-. Berapakah harga sebuah buku tulis? Berdasarkan hasil jawaban LKS pada masalah 4 dari tujuh kelompok tersebut, maka peneliti dapat mengelompokkan bentuk atau tipe jawaban dari masalah 1 menjadi 3 yaitu: 1. Memisalkan: jumlah harga buku = 10.000-1.000 = 9.000 1 buku = b diperoleh persamaan: 6 x b = 9.000 b = 9.000 : 6 b = 1.500 2. Tanpa pemodelan 10.000-1.000 = 9.000 : 6 = 1500 3. Memodelkan tetapi tidak memberikan keterangan. K S : B = 10.000-1.000 : 6 = 9.000 : 6 = 1.500 Dari ketiga bentuk atau tipe jawaban LKS pada masalah 4 dari masing-masing kelompok terdapat 5 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk pertama, 1 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk kedua dan 1 kelompok yang mengerjakan seperti bentuk ketiga. c. Jawaban Pertanyaan Siswa Setelah Menyelesaikan Masalah 1-4 Setelah menjawab pertayaan (A) dan (B), masingmasing kelompok dengan menggunakan kata-

katanya sendiri menyimpulkan pengertian dari persamaan linear satu variabel. Berikut ini adalah hasil jawaban dari masing-masing kelompok dalam menjawab pertanyaan (A) dan (B). Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 Persamaan yang diperoleh (A) 1. x = 35-12 2. x = 72-63 3. 4a = 70000 4 4 4. 6b = 9000 6 6 1. x + 12 = 35 2. x + 63 = 72 3. 4x= 70.000 4. 6x = 9000 1. z + 12 = 35 2. m + 63 = 72 3. 4x = 70000 4 4 1. 9000 = 6x 2. x + 12 = 35 Variabel dan pangkatnya (B) Masalah 1,2 variabelnya x pangkat1. Masalah 3, 4 variabelnya a dan b pangkat 1 Masalah 1,2,3,4 variabelnya adalah x pangkat 1 z berpangkat 1 m berpangkat 1 x berpangkat 1 x berpangkat 1 Pengertian persamaan linear satu variabel (kesimpulan) Suatu persamaan yang variabelnya 1 dan pangkatnya 1. Suatu persamaan yang mempunyai variabel 1 dan pangkat tertingginya adalah 1. Kalimat matematika yang dihubungkan dengan tanda sama dengan dan mempunyai satu variabel yang berpangkat satu. Kalimat terbuka yang ditandai dengan sama dengan yang mempunyai satu variabel yang berpangkat satu. 1. 6x = 9.000 Variabel x berpangkat 1 Suatu persamaan yang mempunyai satu variabel yang memiliki pangkat satu. Jawabannya adalah sama-sama mencari hasil. 1. 35 = x + 12 2. 72 = x + 63 3. 4x = 70.000 4. 6x = 9.000 R, B, S, K Mempunyai variabel yang berpangkat satu. x berpangkat 1 Kalimat matematika yang dihubungkan dengan sama dengan dan mempunyai variabel yang berpangkat satu Pertanyaan selanjutnya (C) yaitu menuliskan langkah-langkah dalam menyelesaiakan masalah 1-4. Di bawah ini adalah hasil jawaban dari masing-masing kelompok dalam menjawab pertanyaan (C), Kelompok 1 Langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah 1-4 1. kedua ruas 12. 2. Kedua ruas - 63 3. kedua ruas : 4 4. kedua ruas : 6 Kesimpulan Jadi kedua ruas dari persamaan linear satu variabel di bagi dan dikurangi dengan bilangan yang sama. Keterangan Kelompok yang mengerjakan dengan cara mereka sendiri tanpa melihat dari pekerjaan kelompok lain. 2 1 x + 12 = 35 (kedua ruas dikurangi 12) 2 x + 63 = 72 (kedua ruas dikurangi 63) 3 4x = 70.000 (kedua ruas dibagi 4) 4 6x = 9000 (kedua ruas dibagi 6) 1. Menambah atau mengurangi kedua ruas dengan bilangna yang sama. 2. Membagi atau mengalikan kedua ruas dengan bilangan yang sama. Ada seorang siswa anggota kelompok yang bertanya maksud dari pertanyaan (C) 3 - Menggunakan misal. - Menggunakan jumlah. - Melambangkan hurufyang diketahui. Membagi dan mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama. Guru mengamati terjadi diskusi yang ramai karena pendapat siswa yang satu dengan yang lain berbeda.

- Mengurangi kedua ruas. - Membagi kedua ruas. 4 5 Membagi kedua ruas dengan 6 dan mengurangi kedua ruas dengan 12. Masalah 4 membagi kedua ruas dengan 6 Membagi dan mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama. Membagi kedua ruas dengan bilangan yang sama. Dua anggota kelompok yang bertanya kepada kelompok lain maksud cara menjawab pertanyaan (C) Kelompok yang hanya sekali bertanya kepada guru. 6 Misal,cara, hasil Sama Tidak paham dengan maksud pertanyaan dan tidak ada anggota kelompok yang bertanya kepada guru maupun ke kelompok lain. 7 Dengan menambah/ membagi Dengan menambah/ membagi Merupakan jawaban hanya dari seorang siswa, karena yang lain tidak berpendapat. d. Analisis Dari Deskripsi Hasil Pekerjaan Siswa Dari masalah 1 sampai 4 siswa bekerja dalam kelompoknya masing-masing yang lebih dominan menyelesaikan masalah kontekstual dengan memulai memisalkan yang diketahui dengan melambangkan huruf, yang selanjutnya diperoleh suatu persamaan dengan menggunakan variable atau yang biasa disebut dengan memodelkan matematika. Beberapa kelompok banyak yang menggunakan variabel x dan y meskipun ada yang menggunakan variabel lain, seperti a dan b. Akan tetapi terdapat satu kelompok yaitu kelompok 6 yang tidak menggunakan langkah-langkah seperti menyelesaikan soal cerita dan tanpa memodelkan terlebih dahulu jadi langsung hasil akhirnya. Sehingga pada kelompok 6 tidak bisa menemukan atau memperoleh persamaan linear satu variabel sedangkan untuk kelompok yang lain bisa memperoleh minimal 1 persamaan. Dengan menjawab pertanyaan (A), (B) dan (C) siswa dapat mendefinisikan pengertian persamaan linear satu variabel dan menuliskan langkahlangkah penyelesaian persamaan linear satu variable dengan cara mereka sendiri berdasarkan dari hasil penyelesaian masalah 1 sampai masalah 4. Dalam menyelesaikan masalah yang ada di LKS, dua kelompok yang kurang memahami maksud dari pertanyaan yang (C) yaitu pada waktu mereka menjawab pertanyaan tentang langkah-langkah menyelesaikan dari masalah 1 sampai 4. Menurut mereka langkah-langkah yang dimaksud adalah urutan menyelesaikan masalah konstekstual bukan langkah-langkah menyelesaikan persamaan yang mereka peroleh. Ini merupakan kelemahan dari pelaksanaan pembelajaran, karena mungkin pertanyaannya kurang jelas dan guru tidak menjelaskan maksud dari pertanyaan tersebut di depan kelas, tetapi hanya menjelaskan kepada kelompok yang bertanya saja. Hal itu terjadi, karena guru berpikir jika siswa tidak bertanya maka dianggap sudah mengerti semua. Berdasarkan uraian di atas, bahwa dalam pembelajaran telah dilakukan oleh peneliti yang menggunakan Pendekatan Matematika Realistik, masing-masing kelompok dapat mengonstruksi sendiri bagaimana menyelesaikan masalah seharihari yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel dan dapat mendefinisikan pengertian persamaan linear satu variable serta dapat menjelaskan langkah-langkah dalam menyelesaikan persamaan linear satu variable.selain itu, dari deskripsi hasil pekerjaan siswa dapat ditemukan bahwa dari beberapa kelompok lebih dominan menyelesaikan soal cerita, dengan memulai menuliskan dari apa yang diketahui, memisalkan, menuliskan apa yang akan dicari, penyelesaian kemudian yang terakhir adalah menyimpulkan apa yang ditanya. PENUTUP Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan, peneliti dapat mengungkapkan beberapa hal yaitu: 1. Dengan menerapkan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR), siswa dapat mengkonstruksi sendiri konsep persamaan linear satu variable. 2. Terdapat satu kelompok yang langsung menyelesaikan masalah konstektual tanpa membuat matematika terlebih dahulu sehingga kesulitan untuk mendefinisikan pengertian dan menuliskan secara umum bagaimana langkahlangkah penyelesaiannya.

DAFTAR RUJUKAN Freudenthal, H. 1973. Mathematics as an Educational Task. Dordrecht: Reidel Publishing. Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistik Mathematics. Utrecht: Freudenthal Institute. Marpaung, Y. 2001a. Prospek RME untuk Pembelajaran Matematika di Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Realistic Mathematic Education di FMIPA UNESA. Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning, second edition. Allyn & Bacon: Massachusets. Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Dirjen Dikti. Jakarta Depdikbud. Suwarsono, St. 2001. Beberapa permasalahan yang terkait dengan upaya implementasi PMR di Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Nasional RME di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tanggal 14 15 November 2001. Van den Heuvel Panhuizen, M. 1985. Assesment and Realistik Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute: Utrecht University.