Correlation Between Bacteriology Quality of Well and Health Behavior with Waterborne Disease Incidence in Tambak Sumur Village, Waru, Sidoarjo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang berada di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo. Kelurahan ini memiliki luas

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Air dalam keadaan murni merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kebutuhan air kita menyangkut dua hal. Pertama, air untuk

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. selama hidupnya selalu memerlukan air. Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air.

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

RENCANA TINDAK LANJUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling penting. Air

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNA AIR SUMUR DENGAN KELUHAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN KUALITAS AIR SUMUR PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA DUMAI TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

ANALISIS KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR BERSIH PADA SISTEM AIR BERSIH DI DESA LANSA KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikarenakan agar mudah mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Seiring

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Bohulo. Desa Talumopatu memiliki batas-batas wilayah sebelah Utara berbatasan

PENGARUH JARAK ANTARA SUMUR DENGAN SUNGAI TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR GALI DI DESA TALUMOPATU KECAMATAN MOOTILANGO KABUPATEN GORONTALO

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UJI BAKTERIOLOGI AIR BAKU DAN AIR SIAP KONSUMSI DARI PDAM SURAKARTA DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

BAB 1 PENDAHULUAN. hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum

Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Diponegoro ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

UJI BAKTERIOLOGI AIR ES BATU BALOK DI DAERAH PABELAN. SUKOHARJO DITINJAU DARI JUMLAH BAKTERI Coliform

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh kali sehari, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN KEBIASAAN KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG DENGAN PENYAKIT DIARE

*Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci: Daerah Pesisir, Sumber Air Bersih, Total Koliform, Most Probable Number

HUBUNGAN SARANA SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN BAKTERI Escherichia coli PADA JAJANAN ES BUAH YANG DIJUAL DI SEKITAR PUSAT KOTA TEMANGGUNG

UJI MPN BAKTERI ESCHERICHIA COLI PADA AIR SUMUR BERDASARKAN PERBEDAAN KONSTRUKSI SUMUR DI WILAYAH NAGRAK KABUPATEN CIAMIS

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya mikroorganisme patogen pada makanan dan minuman sehingga bisa

Repository.Unimus.ac.id

DAMPAK PENCEMARAN TERHADAP KUALITAS BAKTERIOLOGI AIR SUMUR GALIDI DAERAH PANTAI DAN MUARA DI PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN ABSTRAK.

BAB I PENDAHULUAN.

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan:

Studi Sanitasi Dan Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan Peralatan Makan Di Rumah Makan Kompleks Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Lerep Kabupaten Semarang

ANALISIS COLIFORM PADA MINUMAN ES DAWET YANG DIJUAL DI MALIOBORO YOGYAKARTA

UJI KUALITAS FISIK DAN BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI BERDASARKAN KONSTRUKSI SUMUR DI DESA DILONIYOHU KECAMATAN BOLIYOHUTO KABUPATEN GORONTALO.

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Kerugian akibat water-borne diseaseterjadi pada manusia dan juga berdampak

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB 1 : PENDAHULUAN. oleh makhluk lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air diperlukan untuk

PENGARUH JARAK TPA DENGAN SUMUR TERHADAP CEMARAN BAKTERI COLIFORM PADA AIR SUMUR DI SEKITAR TPA DEGAYU KOTA PEKALONGAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media penularan penyakit misalnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan kualitas yang baik. Kehidupan tidak akan berlangsung tanpa air.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatannya sendiri, tapi harus dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Makanan merupakan salah satu dari tiga unsur kebutuhan pokok manusia,

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia berkisar antara % dengan rincian 55 % - 60% berat badan orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan. Tanpa air kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Untuk pemenuhan kebutuhan

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi. Disusun Oleh:

GAMBARAN KUALITAS FISIK DAN BAKTERIOLOGIS AIR SERTA KONDISI FISIK SUMUR GALI DI DESA TATELI WERU KECAMATAN MANDOLANG KABUPATEN MINAHASA TAHUN 2015

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. peningkatan pemanfaatan sumber daya alam (Soegianto, 2005). Salah satu komponen

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

GAMBARAN KONDISI FISIK SUMUR GALI DAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR GALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sebagai vector/ agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. rumah responden beralaskan tanah. Hasil wawancara awal, 364

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam faeces (Ngastiah, 1999). Menurut Suriadi (2001) yang encer atau cair. Sedangkan menurut Arief Mansjoer (2008) diare

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB 1 PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi mahkluk hidup. Air yang

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini:

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi air minum sehari-hari. Berkurangnya air bersih disebabkan karena

ANALISIS KUALITAS AIR PROGRAM PAMSIMAS DI DESA LOMULI KECAMATAN LEMITO KABUPATEN POHUWATO. Meiske M. Bulongkot, Lintje Boekoesoe, Lia Amalia 1)

BAB II CUCI TANGAN PAKAI SABUN UNTUK CEGAH PENYAKIT

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi pada

RIWAYAT HIDUP PENULIS

BAB I PENDAHULUAN. bertahan hidup tanpa air. Sebanyak 50 80% di dalam tubuh manusia terdiri

KETERSEDIAAN SUMBER AIR BERSIH DAN PERILAKU MENCUCI TANGAN PADA KELUARGA BAYI YANG MENGALAMI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) TERHADAP ANGKA KEJADIAN DIARE AKUT PADA SANTRI PONDOK TREMAS KABUPATEN PACITAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. disebabkan oleh protozoa, seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan

KANDUNGAN BAKTERI AIR SUNGAI MUSI SAAT PASANG DAN SURUT DI KOTA PALEMBANG. Dewi Novianti 1 dan Dama Agustria 2

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah penyakit yang paling banyak terjadi di Indonesia.

Transkripsi:

HUBUNGAN KUALITAS BAKTERIOLOGIS AIR SUMUR DAN PERILAKU SEHAT DENGAN KEJADIAN WATERBORNE DISEASE DI DESA TAMBAK SUMUR, KECAMATAN WARU, KABUPATEN SIDOARJO Correlation Between Bacteriology Quality of Well and Health Behavior with Incidence in Tambak Sumur Village, Waru, Sidoarjo Shinta Puspitasari dan J Mukono Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga mukono j@yahoo.com Abstract: Poor clean water system will cause in bacteriological water quality. The objective of this study was to analyze correlation between bacteriological water quality and health behavior with waterborne disease. This was an observational study with cross-sectional approach. The statistic test was chi-square (X 2 ) with significant level at (α) as 5%. The objects of this study were well water bacteriological quality which was used by 30 respondent for drinking and cooking, and also respondents health behavior. Clean water bacteriological quality test showed that almost all respondents well water didn t full fill the clean water prerequirement as Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. This study also showed that respondents health behavior was good. Analyzing data resulted p = 0.525 for bacteriological quality with waterborne disease, and p = 0.307 for health behavior with waterborne disease. So, it could be concluded that there was no correlation between bacteriological quality and health behavior with waterborne disease. Therefore, safety behavior for well water with chlorination and well water cooking were needed before consuming the water. Keywords: Waterborne disease, bacteriological quality, health behavior Abstrak: Sarana air bersih yang tidak baik dapat menimbulkan kualitas bakteriologis air yang tidak memenuhi syarat air bersih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas bakteriologis dan perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian observasional dengan pendekatan crosssectional dan uji statistik yang digunakan adalah chi-square pada tingkat signifikansi sebesar 5%. Pada penelitian ini, dianalisis kualitas bakteriologis air sumur milik 30 responden yang menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak, serta perilaku sehat responden. Hasil pemeriksaan kualitas bakteriologis air bersih menunjukkan bahwa hampir keseluruhan air sumur responden tidak memenuhi persyaratan air bersih yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sehat responden sudah termasuk dalam kategori baik. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data diperoleh nilai p = 0,525 untuk kualitas bakteriologis dengan kejadian waterborne disease, dan nilai p = 0,307 untuk perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas bakteriologis dan perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Saran yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa perlu dilakukan tindakan pengamanan terhadap air sumur dengan cara pemberian kaporit serta selalu memasak air dengan cara yang benar sebelum dikonsumsi. Kata kunci: waterborne disease, kualitas bakteriologi, perilaku sehat PENDAHULUAN Air merupakan salah satu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Air bersih dapat berasal dari air sumur, air pipa, air telaga, air sungai dan mata air. Penduduk di negara kita masih banyak yang menggunakan air sumur untuk keperluan sehari-hari antara lain untuk mandi, cuci dan memasak (Mukono, 2002). Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/ Menkes/Per/IX/1990). Ditinjau dari segi kualitas, air harus memenuhi beberapa syarat kesehatan baik fisik, bakteriologis, kimiawi maupun radioaktif (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/ SK/VII/2002). Air merupakan sarana utama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena merupakan salah satu media berbagai penularan penyakit, terutama penyakit saluran pencernaan. Penyakit saluran pencernaan dapat dikurangi melalui penyediaan air yang memenuhi syarat kualitas air bersih. Air merupakan salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja yang akhirnya akan sampai kepada manusia. 76

S Puspitasari dan J Mukono, Kualitas Bakteriologis Air Sumur, Perilaku Sehat dan 77 Sampai saat ini penduduk Indonesia sulit terbebas dari penyakit diare, kolera, disentri hingga tifus. Sebab, semua penyakit tersebut berhubungan erat dengan air (waterborne diseases). Kasus penyakit diare sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau. (Hiswani, 2003). Perhatian yang termasuk kategori penting adalah bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia, misalnya Salmonella typhosa, Shigella dysentriae dan Vibrio comma. Organisme tersebut tumbuh dalam usus manusia dan hewan berdarah panas. Namun bila tinja seseorang yang sakit mengandung bakteri tersebut masuk ke badan air, maka bakteri tersebut tetap hidup selama beberapa hari sebelum mati. Bila air tersebut terminum oleh manusia maka bakteri patogen yang masih hidup masuk sekali lagi ke usus dan akan berkembang hingga dapat menyebabkan penyakit. Air di sini berfungsi sebagai pemindah penyakit (Alaerts dan Santika, 1984). METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat observasional dengan rancang bangun cross-sectional. Dari segi analisis, bersifat deskriptif dengan jenis desain analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sumur dan penduduk yang ber tempat tinggal di Desa Tambak Sumur dan menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak. Sampel penelitian ini adalah: (1) Penduduk yang menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak dan bersedia menjadi responden selama penelitian di Desa Tambak Sumur; (2) Sampel air sumur yang digunakan oleh penduduk Desa Tambak Sumur. Besar sampel adalah: (1) 30 penduduk yang menggunakan air sumur untuk keperluan minum dan memasak; (2) 24 buah sampel air sumur. Hal ini dikarenakan ada 3 buah sumur yang digunakan untuk bersama. Data diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara responden dengan menggunakan kuesioner dan hasil pemeriksaan laboratorium. Data sekunder berupa data demografi dan geografi Desa Tambak Sumur di Kantor Desa Tambak Sumur. Pada karakteristik responden di Desa Tambak Sumur yang meliputi umur dan jenis kelamin akan dilakukan analisis deskriptif. Kemudian untuk perilaku sehat, waterborne disease, kualitas fisik dan kualitas bakteriologis akan dilakukan analisis deskriptif dan analitik menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat signifikasi 5% (α = 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Responden terbanyak di Desa Tambak Sumur adalah umur 46 55 tahun (40%). Responden yang terbanyak menderita waterborne disease juga pada kelompok umur 46 55 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Wallace (1998) bahwa dalam beberapa area infeksi baru, waterborne disease berupa kolera secara karakteristik menyerang lebih banyak orang dewasa daripada anak-anak. Responden pada kelompok umur 46 55 tahun lebih banyak terserang waterborne disease dapat terjadi karena usia mereka yang tidak produktif lagi, sehingga kondisi tubuh mereka sudah mulai menurun yang mengakibatkan mereka mudah terserang penyakit. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (86,67%). Perbedaan dominasi jenis kelamin pada responden ini tidak menjadi persoalan berarti pada penelitian sebab masingmasing responden ikut serta dalam menggunakan dan mengonsumsi air sumur mereka. Dengan demikian sebagai pengguna air sumur, mereka termasuk orang yang berisiko tertular waterborne disease. Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), secara teori belum pernah ada yang menyebutkan perbedaan risiko terkena diare di antara kedua jenis kelamin tersebut. Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Kejadian Waterborne Disease di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Jenis Waterborne Ada Tidak Ada Total Disease n % n % n % Diare 14 46,7 16 53,3 30 100,0 Kolera 0 0,0 30 100,0 30 100,0 Typus/ demam 0 0,0 30 100,0 30 100,0 typhoid Disentri 0 0,0 30 100,0 30 100,0

78 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 76 82 Kejadian waterborne disease dalam penelitian ini meliputi diare, kolera, tifus/demam typhoid dan disentri. Dari hasil penelitian, penyakit yang pernah di derita responden dalam 6 bulan terakhir ini hanya diare. Tidak ada responden yang pernah mengalami penyakit kolera, typus/demam typhoid dan disentri. Hal ini dapat terjadi karena dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium, hampir keseluruhan sumur responden tidak memenuhi syarat air bersih karena mengandung total koliform yang melebihi dari ambang batas yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Menurut Trisnawulan (2007), total koliform merupakan indikator bakteri pertama yang digunakan untuk menentukan aman tidaknya air untuk dikonsumsi. Pemeriksaan terhadap koliform sangat penting untuk dilakukan, karena bakteri ini menyerang langsung dinding saluran pencernaan atau menghasilkan suatu racun yang dapat mengiritasi saluran pencernaan, sehingga mengakibatkan terjadinya diare. Penyakit diare dapat dicegah dengan cara merebus air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Diperlukan cara memasak air yang benar, yaitu direbus hingga mendidih selama minimal lima menit sehingga dapat membunuh bakteri koliform dalam air tersebut. Dari hasil penelitian, tidak berbeda jauh antara jumlah responden yang pernah menderita waterborne disease dengan yang tidak pernah menderita waterborne disease. Hal ini dapat disebabkan karena hanya 13,33% responden yang melaksanakan perilaku memasak air dengan cara yang benar, sehingga kemungkinan bakteri patogen belum mati. Sedangkan untuk penyakit kolera, typus/ demam typhoid dan disentri, tidak ada responden yang pernah menderita penyakit tersebut dalam 6 bulan terakhir ini. Hal ini dapat terjadi karena setelah dilakukan uji laboratorium, didapatkan hasil laboratorium negatif untuk keseluruhan sumur responden, yakni tidak terdapat bakteri Vibrio cholera, Salmonella typhy dan Shigella dysentriae dalam air sumur mereka. Seseorang dapat terkena kolera bila minum air atau makan makanan yang telah terkontaminasi bak teri kolera. Dengan tidak terdapatnya bakteri tersebut, maka penyakitnya pun tidak akan terjadi. Kualitas Fisik Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, persyaratan kualitas air bersih secara fisik adalah air tidak boleh berbau, berasa dan berwarna. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar air sumur yang digunakan oleh responden tidak memenuhi syarat kualitas fisik air bersih, yaitu sebanyak 22 sumur (91,67%). Hanya 2 sumur saja (8,33%) yang memenuhi syarat kualitas fisik air bersih. Kualitas fisik air sumur responden yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena kondisi air sumur responden tidak jernih (87,5%) dan berbau (12,5%). Hasil observasi menunjukkan bahwa air sumur responden tidak berasa. Akan tetapi beberapa responden (6,67%) mengatakan bahwa air sumur mereka kadang berasa asin. Menurut beberapa responden, air sumur mereka kadang terlihat keruh atau tidak jernih ketika musim hujan tiba. Hal ini sesuai dengan pendapat Joeharno (2006), bahwa kualitas fisik air sumur gali yang tidak memenuhi syarat biasanya dipengaruhi oleh keadaan musim sehingga jika pengambilan sampel dilakukan pada musim penghujan, kemungkinan yang terjadi adalah kualitas fisiknya menurun seperti meningkatnya tingkat kekeruhan sebab banyaknya larutan tersuspensi dalam air. Menurut Yurman (2008), air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan organik yang sedang mengalami dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air. Dari hasil observasi, beberapa sumur responden (12,5%) berbau agak amis. Menurut Yurman (2008), secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukkan air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik. Dari hasil observasi, sumur responden tidak berasa. Akan tetapi beberapa responden (6,67%) mengatakan bahwa air sumur mereka kadang terasa asin. Kualitas Bakteriologis Berdasarkan hasil pemeriksaan, didapatkan hasil untuk MPN koliform sebanyak 13 buah sumur gali (92,86%) mempunyai angka kuman bakteri koliform > 50/100 ml air. Hal ini berarti air sumur gali tersebut tidak memenuhi syarat bakteriologis sebagai air bersih, karena melebihi dari ambang batas yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/ Per/IX/1990 di mana MPN koliform untuk air bersih yang non perpipaan tidak boleh > 50/100 ml air. Hanya 1 buah sumur gali (7,14%) yang

S Puspitasari dan J Mukono, Kualitas Bakteriologis Air Sumur, Perilaku Sehat dan 79 memenuhi syarat bakteriologis sebagai air bersih karena mempunyai angka kuman bakteri koliform < 50/100 ml air. Sedangkan untuk air sumur bor, didapatkan hasil MPN koliform keseluruhan sumur (100%) mempunyai angka kuman bakteri koliform > 10/100 ml air. Hal ini berarti keseluruhan air sumur bor yang digunakan responden tidak memenuhi syarat bakteriologis sebagai air bersih, karena melebihi dari ambang batas yang telah ditentukan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 di mana MPN koliform untuk air perpipaan tidak boleh > 10/100 ml air. Dalam pemanfaatannya sebagai air minum yang berhubungan dengan kualitas air tidak memenuhi syarat sebagai air bersih, air yang akan dikonsumsi perlu diolah terlebih dahulu dengan cara yang paling mudah yaitu merebus air sampai mendidih dan dibiarkan mendidih minimal selama 5 menit. Sesuai dengan pendapat Riadi (1984), di mana air yang direbus suhu 70 C akan mematikan kuman patogen khususnya Escherichia coli sehingga tidak mungkin air yang digunakan untuk minum dan memasak tersebut berpengaruh terhadap terjadinya diare. Notoatmodjo (1990), juga berpendapat bahwa pengolahan air dengan cara memanaskan sampai mendidih tujuannya adalah untuk membunuh kuman yang terdapat pada air, di mana bakteri patogen mati dengan pemanasan 57 C. Perilaku Sehat Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,3% responden memiliki perilaku sehat yang baik. Hanya 26,7% responden yang tidak memiliki perilaku yang sehat. Perilaku sehat responden dinilai dengan menggunakan pertanyaan sesuai dengan Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, perilaku responden berkaitan dengan pemanfaatan air bersih adalah sebanyak 13,33% responden telah melaksanakan perilaku memasak air dengan cara yang benar, yaitu memasak air hingga mendidih dan dibiarkan mendidih selama lebih dari 5 menit. Perilaku tersebut sangat baik, karena dapat membunuh kuman patogen yang terdapat di dalam air yang akan mereka konsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Aimyaya (2009), bahwa cara yang efektif dalam memasak air adalah memasak atau merebus air yang akan kita konsumsi hingga mendidih. Cara ini sangat efektif untuk mematikan semua patogen yang ada dalam air seperti virus, bakteri, spora, fungi dan protozoa. Lama waktu air mendidih yang dibutuhkan adalah berkisar 5 menit, namun lebih lama lagi waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit. Akan tetapi, karena responden yang melaksanakan perilaku memasak air dengan cara yang benar hanya 13,33%, maka jumlah penderita waterborne disease berupa diare, tidak berbeda jauh dengan jumlah responden yang tidak menderita penyakit tersebut. Selain itu perilaku mencuci tangan sudah baik. Sebagian besar responden (90%) selalu mencuci tangan sebelum makan, hanya 10% responden yang kadang-kadang tidak mencuci tangan sebelum makan. Sebagian besar responden (96,67%) juga selalu mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Hanya 3,33% responden yang kadang-kadang tidak Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Jenis Perilaku Sehat di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Jenis Perilaku Sehat Ya Tidak Kadang-kadang Total n % n % n % n % Mencuci tangan sebelum makan 27 90 0 0 3 10 30 100 Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar 29 96,67 0 0 1 3,33 30 100 Selalu buang air besar di jamban 30 100 0 0 0 0 30 100 Membersihkan tangan terlebih dahulu 23 76,67 2 6,66 5 16,67 30 100 sebelum mengambil air sumur Memasak air dengan cara yang benar 4 13,33 26 86,67 0 0 30 100 Tidak menggunakan air yang berwarna, berasa dan berbau untuk minum 30 100 0 0 0 0 30 100

80 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 76 82 mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Tangan merupakan bagian tubuh yang lembab yang paling sering berkontak dengan kuman yang menyebabkan penyakit dan menyebarkannya. Tangan juga bagian dari tubuh manusia yang paling sering berhubungan dengan mulut dan hidung secara langsung, sehingga tangan menjadi salah satu penghantar utama masuknya kuman atau mikroorganisme penyebab penyakit ke dalam tubuh manusia. Apalagi mulut menjadi pintu masuk kuman ke dalam saluran pencernaan, sehingga perilaku mencuci tangan sangat penting dan bermanfaat dalam mencegah penyebaran penyakit diare. Akan tetapi, dibutuhkan cara mencuci tangan yang benar untuk dapat menghilangkan bakteri yang terdapat pada tangan. Setelah dilakukan penelitian, ternyata walaupun hampir keseluruhan responden telah melaksanakan kegiatan mencuci tangan, akan tetapi cara mencuci tangan mereka belum sesuai dengan cara mencuci tangan yang benar. Sama halnya menurut Taufik (2008), bahwa perilaku mencuci tangan sangat penting untuk mencegah penyakit. Infeksi saluran pencernaan, seperti diare, merupakan salah satu penyakit akibat tidak mencuci tangan dengan benar. Cara mencuci tangan yang belum benar, memungkinkan bakteri penyebab diare masih tetap berada pada tangan mereka. Oleh karena itu, tidak berbeda jauh antara jumlah penderita diare dengan yang tidak diare. Hubungan Antara Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian Berdasarkan hasil uji statistik chi-square, tidak ada hubungan antara kualitas bakteriologis air sumur dengan kejadian waterborne disease, berarti belum tentu air sumur yang kualitas bakteriologisnya tidak memenuhi syarat air bersih dapat menyebabkan waterborne disease berupa diare, terbukti dengan adanya responden yang tidak pernah menderita diare dalam 6 bulan terakhir padahal kualitas bakteriologis airnya tidak baik. Hal ini dapat disebabkan karena kebiasaan mereka yang selalu memasak air sampai mendidih sebelum dikonsumsi. Mendidihkan air sebelum dikonsumsi dapat membunuh bakteri patogen yang ada dalam air, sehingga air sumur yang akan digunakan untuk minum akan memenuhi syarat air minum yang terdapat dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/SK/VII/2002 bahwa total koliform dalam air minum adalah 0/100 ml air. Hal ini sesuai dengan pendapat Riadi (1984), bahwa air yang direbus suhu 70 C akan mematikan kuman patogen khususnya Escherichia coli sehingga tidak mungkin air yang digunakan untuk minum dan memasak tersebut berpengaruh terhadap terjadinya diare. Jadi masyarakat harus memperhatikan dan melaksanakan cara memasak air yang benar agar seluruh bakteri dalam air bersih tersebut mati sehingga layak untuk dikonsumsi. Tidak adanya hubungan dapat juga disebabkan karena mereka memiliki kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat baik untuk mengatasi dan mengalahkan kuman penyakit. Menurut Arrheeva (2009), sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan, dan organ yang terdiri atas: (1) Pertahanan lini pertama tubuh, merupakan bagian yang dapat dilihat oleh tubuh dan berada pada permukaan tubuh manusia seperti kulit, air mata, air liur, bulu hidung, keringat, cairan mukosa, rambut. (2) Pertahanan lini kedua tubuh, merupakan bagian yang tidak dapat dilihat seperti timus, limpa, sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah putih/leukosit, antibodi, dan hormon. Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya virus, bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui kulit, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain. Sistem imun sering diartikan sebagai suatu efektor dalam menghalau musuh yang terdiri atas zat asing yang akan memasuki tubuh. Sehingga bakteri patogen yang berasal dari air sumur responden dapat dikalahkan oleh sistem imun yang ada pada tubuh mereka. Hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik responden ketika penelitian berlangsung. Sebagian besar responden dan keluarga responden memiliki kondisi tubuh yang sehat. Tidak adanya hubungan juga menunjukkan bahwa penyakit diare yang pernah dialami oleh responden, tidak selalu disebabkan oleh air Tabel 3. Hubungan Antara Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Kualitas Bakteriologis Ada Tidak Ada n % n % Memenuhi syarat 0 0 2 12,5 Tidak memenuhi syarat 14 100 14 87,5 Total 14 100 16 100

S Puspitasari dan J Mukono, Kualitas Bakteriologis Air Sumur, Perilaku Sehat dan 81 yang digunakan untuk dikonsumsi sehari-hari, tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain, misalnya oleh makanan yang terkontaminasi (foodborne disease). Hal ini senada dengan pendapat Nainggolan (2009), bahwa diare akut merupakan gejala paling umum dari penyakit akibat makanan. Sama halnya dengan air, makanan dapat menyebabkan diare diakibatkan tercemar oleh bakteri E. coli. Untuk mencegah terjadinya diare tersebut, dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan menyimpan makanan yang belum dikonsumsi, dalam kulkas dengan suhu yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Zaenab (2008), bahwa E. Coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap panas, maka untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini pada makanan disimpan pada suhu yang rendah. Hubungan Antara Perilaku Sehat dengan Kejadian Berdasarkan hasil uji statistik chi-square mengenai hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease, memperlihatkan tidak ada hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Hal ini terjadi karena perilaku sehat responden sudah baik. Tidak adanya hubungan tersebut menunjukkan Tabel 4. Hubungan Antara Perilaku Sehat dengan Kejadian di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Perilaku Sehat Ada Tidak Ada n % n % Baik 12 85,71 10 62,5 Kurang baik 2 14,29 6 37,5 Total 14 100 16 100 bahwa kejadian waterborne disease tidak selalu disebabkan oleh perilaku sehat, tetapi dapat juga disebabkan oleh hal lain, misalnya oleh keadaan lingkungan yang kurang bersih. Pada saat penelitian berlangsung, beberapa rumah responden terlihat kurang memenuhi syarat kebersihan, dengan terdapatnya beberapa sampah yang dibuang sembarangan sekitar rumah penduduk. Dengan keadaan lingkungan ya ng kurang memenuhi syarat kesehatan tersebut, maka kuman-kuman berupa bakteri dapat dengan mudah menyebarkan penyakit. Hal ini senada dengan pendapat Anonim (2009), bahwa ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan diare atau muntaber, yang pertama adalah faktor lingkungan yang kurang bersih Selain itu, keadaan musim juga dapat berpengaruh terhadap terjadinya diare. Misalnya pada saat musim kemarau saat ini, sumber air menjadi berkurang, kering, dan sumber air yang ada mudah tercemar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hiswani (2003), bahwa kasus penyakit diare sangat berkaitan dengan perilaku manusia, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah dan kesehatan lingkungan pada musim kemarau. Hubungan Antara Perilaku Sehat dan Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian Berdasarkan hasil penelitian, pada perilaku sehat baik dengan kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat, ada 2 responden yang tidak menderita waterborne disease. Hal ini terjadi karena kedua responden tersebut menggunakan air sumur yang memenuhi syarat air bersih berdasarkan hasil laboratorium pada lampiran 6. Sedangkan pada perilaku sehat baik dengan kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat, ada 12 responden yang menderita waterborne Tabel 5. Hubungan antara Perilaku Sehat dan Kualitas Bakteriologis Air Sumur dengan Kejadian di Desa Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 Perilaku Sehat Kualitas Bakteriologis Ada Tidak Ada Total n % n % n % Baik Memenuhi syarat 0 0 2 100 2 100,00 Tidak memenuhi syarat 12 54,55 10 45,45 22 100,00 Kurang baik Memenuhi syarat 0 0 0 0 0 0,00 Tidak memenuhi syarat 2 33,33 4 66,67 6 100,00

82 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 76 82 disease dan 10 responden yang tidak menderita waterborne disease. Lebih banyak yang menderita waterborne disease disebabkan karena walaupun perilaku mereka sudah baik, yaitu mayoritas sudah melaksanakan perilaku hidup yang sehat, akan tetapi dalam praktiknya mereka belum melaksanakan perilaku tersebut dengan cara yang benar. Pada perilaku sehat yang kurang baik dengan kualitas bakteriologis yang memenuhi syarat, tidak ada responden yang menderita waterborne disease. Hal ini terjadi karena pada responden yang perilaku sehatnya kurang baik, keseluruhan air sumurnya tidak memenuhi syarat. Kemudian pada perilaku sehat kurang baik dengan kualitas bakteriologis yang tidak memenuhi syarat, ada 2 responden yang menderita waterborne disease dan 4 responden yang tidak menderita waterborne disease. KESIMPULAN DAN SARAN Kualitas bakteriologis air sumur gali yang dikonsumsi responden, hampir keseluruhan tidak memenuhi syarat sebagai air bersih karena ratarata memiliki nilai total koliform melebihi batas maksimal yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/ Per/IX/1990. Berdasarkan hasil penelitian, perilaku sehat responden sudah cukup baik, di mana responden selalu memasak/merebus air yang akan dikonsumsi. Hampir keseluruhan responden selalu mencuci tangan sebelum makan dan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa tidak terdapat hubungan antara kualitas bakteriologis air sumur dengan kejadian waterborne disease. Tidak terdapat hubungan antara perilaku sehat dengan kejadian waterborne disease. Pemanfaatan air sumur sebagai air minum perlu didahului proses pengolahan dengan cara merebus air tersebut sampai mendidih kemudian dibiarkan selama 5 menit, namun lebih lama lagi waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit. Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk perbaikan kualitas bakteriologis, dapat dilakukan melalui kegiatan kaporitisasi sarana air bersih. Selain itu perlu dilakukan penyuluhanpenyuluhan yang intensif mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kejadian waterborne disease, terutama faktor penyebab waterborne disease yang disebabkan oleh air yang kurang baik. DAFTAR PUSTAKA Aimyaya. 2009. Disinfeksi: Cara Sederhana Menghilangkan Kuman dari Air Minum. Diakses dari http://saringan-airsederhana.blogspot.com/2009/05/cara-sederhanamenghilangkan-kuman-dari.html (Sitasi 30 Juli 2009). Alaerts dan Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya; Usaha Nasional. Arrheeva. 2009. Info Kesehatan: Sistem Kekebalan Tubuh (Sistem Imun). Diakses dari http://arrheeva. wordpress. com/2009/06/ (Sitasi 30 Juli 2009). Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta; Ditjen PPM dan PLP. Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat yang Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. Diakses dari http://74.125.45.132/search?q=cache:zsj5krn_ psgj:library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani7. pdf+keadaan+sumur+penyebab+bakteri&hl=id&c t=clnk&cd=17&gl=id (Sitasi 06 Januari 2009). Joeharno. 2006. Kualitas Air Berdasarkan Konstruksi Sumur Gali (SGL) di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar Tahun 2006. Diakses dari http://blogjoeharno. blogspot.com/2008/05/kualitasair-sumur-gali-sgl. html (Sitasi 25 September 2008). Mukono, J. 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya; Airlangga University Press. Nainggolan, J.F. 2009. Masalah Kesehatan Akibat Foodborne Disease. Diakses dari http://mdopost. com/news2009/ index.php?option=com_content& view=article&id=1329:masalah-kesehatan-akibatfoodborne-disease-&catid=36:opini&itemid=66 (Sitasi 27 Agustus 2009). Notoatmodjo, S. 1990. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta; Andi Offset. Riadi. 1984. Pencemaran Air. Surabaya. Karya Anda. Wallace, R.B. 1998. Maxcy-Rosenau-Last Public Health and Preventive Medicine. London. Prentice-Hall International. Taufik. 2008. Cuci Tangan Demi Sehat. Diakses dari http://74.125.153.132/search?q=cache:8kdfv3dyc MMJ:digilib-ampl.net/file/pdf/newsletter_oktober_08.pdf+jurnal+hubungan+perilaku+sehat+dengan+ waterborne+disease&cd=5&hl=id&ct=clnk&gl=id (Sitasi 26 Agustus 2009). Trisnawulan. 2007. Analisis Kualitas Air Sumur Gali di Kawasan Pariwisata Sanur. Ecotrophic, 2: 5. Yurman. 2008. Pengaruh Kadar Klorida pada Air Sumur Gali. Skripsi. Universitas Bengkulu, Bengkulu. Zaenab. 2008. Kasus Keracunan Makanan. Diakses dari http:// keslingmks.wordpress.com/2008/12/26/ makalah- tentang-kasus-keracunan-makanan/ (Sitasi 29 Agustus 2009).