Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 2. PENELUSURAN SUMBER PEMBENTUKAN INFLASI DI KOTA JAMBI: SUATU ANALISIS SISI TATA NIAGA DAN KOMODITAS

Boks 2. Ketahanan Pangan dan Tata Niaga Beras di Sulawesi Tengah

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

RINGKASAN HASIL PENELITIAN KOMODITAS-KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI PALEMBANG DAN PROSES PEMBENTUKAN HARGANYA

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

PERDAGANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

Boks 2 MANGENTE POLA PERDAGANGAN BAWANG MERAH DI MALUKU

Boks 2. KARAKTERISTIK KOMODITI PENYUMBANG INFLASI TERBESAR DI KOTA JAMBI

PERKEMBANGAN KOMODITAS STRATEGIS 2015

PROGRAM PENGEMBANGAN KELAPA BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

PERKEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT : TINJAUAN SECARA MAKRO

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

Tinjauan Spasial Produksi dan Konsumsi Beras

5. Pupuk dan benih belum enam tepat; 6. Lemahnya permodalan petani; 7. Fluktuatif harga komoditas Harus bisa

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V PENUTUP. diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Melalui penelitian dan pengamatan langsung di lokasi penelitian terdapat

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MARKETED SURPLUS PADI

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Ekonomi 2016 di Provinsi Jambi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI MUTIARA VIANI SINAGA

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut


BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

Boks.1 PENGARUH PERUBAHAN HARGA TERHADAP JUMLAH PERMINTAAN KOMODITI BAHAN MAKANAN DI KOTA JAMBI

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN A.

ANALISIS PENDAPATAN DAN PENGELUARAN PERKAPITA DI KABUPATEN BATANGHARI

BAB III METODE PENELITIAN

PRODUKSI PERTAMBANGAN MENURUT JENIS BARANG TAHUN

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

PERBEDAAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Oryza Sativa L) KULTIVAR PADI HITAM LOKAL CIBEUSI DENGAN PADI CIHERANG

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Boks 3 ANALISIS SURPLUS DEFISIT BAWANG MERAH DI MALUKU

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DISTRIBUSI PERDAGANGAN KOMODITAS BERAS INDONESIA 2015

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

Pola Inflasi Ramadhan. Risiko Inflasi s.d Akhir Tracking bulan Juni Respon Kebijakan

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Andalan Ketahanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

Transkripsi:

Boks.2 PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BERAS DI PROVINSI JAMBI Latar Belakang Produksi beras di Jambi mencapai 628.828 ton pada tahun 2010. Produksi beras dari tahun ke tahun memang menunjukkan peningkatan dalam hal volume namun dengan laju yang relatif kecil. Berdasarkan sebarannya, daerah penghasil beras terutama terletak di Kabupaten Kerinci dengan total produksi 27% dari produksi provinsi, diikuti dengan Tanjung Jabung Timur (16%) dan Tanjung Jabung Barat (12%). Grafik 1 Produksi Beras Jambi Grafik 2 Penyebaran Produksi Beras Jambi 700.000 600.000 500.000 Lainnya 18% Kerinci 27% 400.000 300.000 200.000 100.000-2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sarolang un 10% Bungo 6% Merangi n 11% Tanjabba r 12% Tanjabti m 16% Apabila kita bandingkan dengan jumlah konsumsi, maka Jambi termasuk wilayah yang surplus beras dimana produksi mencapai 628.828 ton sementara konsumsi beras 417.301 ton sehingga terdapat surplus beras sebesar 211.527 ton. Berdasarkan wilayahnya, 6 (enam) wilayah mengalami surplus beras yaitu Kerinci, Tanjabtim, Tanjabbar, Sarolangun, Merangin, dan Batanghari sementara 4 (empat) wilayah lainnya yaitu Bungo, Muaro Jambi, Tebo dan dan Kota Jambi mengalami defisit beras. Grafik 3 Penyebaran Produksi Beras Jambi Kota Jambi Tebo Muaro Jambi Bungo Batanghari Merangin Sarolangun Tanjung Jabung Barat Tanjung Jabung Timur Kerinci (100.000) (50.000) - 50.000 100.000 150.000

Karakteristik Petani Beras Untuk mengidentifikasi pola perdagangan antar daerah yang mencakup analisa, mengenai masalah transportasi, sistim logistik (pergudangan), pola konsumsi masyarakat, pola distribusi, dan rantai tata niaga, telah dilaksanakan survei kepada petani maupun pedagang beras. Jumlah responden petani padi yang disurvei sebanyak 19 orang yang tersebar di Kerinci (26%), Batanghari (21%), Merangin (21%), Tanjabbar (21%) dan Sarolangun (11%). Mayoritas petani bekerja pada lahan basah (95%) sementara hanya 5% yang bekerja pada lahan kering. Lahan tersebut sebagian besar sudah dimiliki oleh petani (53%), walaupun masih terdapat 37% petani yang bekerja pada lahan sewa dan 10% yang bekerja pada lahan garapan. Jenis padi yang ditanam adalah padi lokal (48%) diikuti dengan Ciherang (33%) dan IR-64 (14%) dan Inpari (5%). Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa dalam setahun rata-rata petani menanam sebanyak 2 (dua) kali yaitu awal tahun (Maret/April) serta akhir tahun (September) dengan rata-rata luas lahan yang digarap di relatif kecil yaitu 0,1 1 Ha/masa tanam. Masa panen yang terjadi juga cukup merata, dengan hasil panen terbesar pada bulan Januari dan Juni. Dari sisi komponen biayanya, proporsi biaya terbesar yang dikeluarkan selama masa pra panen adalah biaya tenaga kerja (25,88%), diikuti oleh biaya peralatan (24,24%) dan bibit (18,04%). Keseluruhan komponen input tersebut seperti bibit, pupuk, obat pengendalian hama maupun tenaga kerja berasal dari daerah setempat (satu lokasi dengan responden). Seperti halnya biaya pra panen, mayoritas biaya pasca panen adalah untuk biaya tenaga kerja (34,58%), diikuti oleh biaya penggilingan padi (16,40%) dan biaya peralatan panen (15,13%). Tabel 1 Ringkasan Hasil Survei Mengenai Produksi Padi Kategori Keterangan Beras Sebaran Daerah Kerinci, Merangin, Batanghari, Tanjab Jenis Lahan Lahan Basah Status Kepemilikan Milik Sendiri, Sewa Produksi Jenis yang ditanam Beras lokal Periode Tanam Maret/April, September Periode Panen Januari, Juni Pangsa Biaya Terbesar (Tanam) Tenaga Kerja, Peralatan Pangsa Biaya Terbesar (Panen) Tenaga Kerja Dari hasil survei hanya sedikit responden yang menjual hasil produksi sebelum berlangsungnya panen yaitu sebesar 11%, sementara 89% lainnya memilih untuk menjual setelah panen berlangsung. Pola distribusi padi/beras berdasarkan jawaban responden sebagian besar menjual di kota/kabupaten yang sama terutama melalui pengepul (54%), diikuti konsumen langsung (35%) dan koperasi (11%). Mengingat penjualan kepada konsumen untuk kebutuhan rumah tangga dalam volume yang relatif sedikit, maka dapat disimpulkan dari persepsi responden petani pola distribusi beras kepada konsumen secara luas hanya melalui satu jalur yaitu pengepul di Kab./Kota yang sama (setempat). Pengepul inilah yang nantinya akan membawa beras tersebut ke Kota, Kabupaten ataupun provinsi lainnya.

Tabel 2 Ringkasan Hasil Survei Mengenai Distribusi dan Stok Pergudangan Petani Padi Kategori Keterangan Beras Dijual Sebelum Panen 11% Distribusi Pola Distribusi Petani - Pengepul Lokasi Penjualan Kabupaten sama Stok dan Pegudangan Penggunaan Bahan Makanan Dijual (37%), Disimpan (32%) dan Dikonsumsi (31%) Menggunakan Gudang 1 Responden (5%) Lokasi Gudang Kelurahan Sama Lama Penyimpanan 6-12 bulan Hasil produksi tersebut sebagian besar (37%) langsung dijual, kemudian 32% hasil produksi disimpan untuk dijual sampai masa panen berikutnya sedangkan sisanya 31% dikonsumsi sendiri oleh petani. Mayoritas hasil panen yang langsung dijual tesebut menunjukkan bahwa petani membutuhkan cashflow yang cukup untuk digunakan sebagai modal penanaman berikutnya. Selanjutnya, hanya 1 (satu) orang responden (5%) mengunakan fasilitas penyimpanan/gudang untuk menyimpan hasil produksi dengan sebaran lokasi gudang hanya pada sekitaran kelurahan yang sama saja dengan jangka waktu penyimpanan selama 6-12 bulan. Distribusi Perdagangan Beras Penjualan beras dimulai dari petani kepada pengepul. Pengepul sebagian besar berada di kabupaten/kota yang sama dengan petani yang kemudian melakukan penjualan lintas daerah. Dari pedagang pengepul, beras kemudian mayoritas dijual ke pedagang besar kemudian ke pedagang pengecer dan konsumen. Untuk sumber pasokan beras di Jambi sebagian besar berasal dari pedagang pengepul di luar provinsi Jambi (89%) yang terdiri atas Sumatera Selatan (44%), Lampung (22%), Sumbar (22%) serta dari dalam provinsi Jambi yaitu Kerinci (11%). Selanjutnya, pedagang pengepul menjual beras kepada pedagang-pedagang besar yang mayoritas sudah berada di kota/kabupaten yang sama (59%). besar ini yang akan mendistribusikan beras kepada pedagang pengecer di pasar-pasar. Grafik 4 Jalur Distribusi Beras di Jambi 82,35% Petani Pengepul 7,15% 80,00% 13,33% 6,67% Grosir 17,65% Besar 26,32% 71,43% 21,05% Grosir 42,85% Pengecer 50% Konsumen

Tabel 3 Asal Pembelian Beras Asal Pembelian Kota/Kab Provinsi Provinsi Sama Sama beda Impor Total Petani/Produsen 50,00 0,00 50,00 0,00 100 Pengepul 0,00 11,11 88,89 0,00 100 Besar 59,26 22,22 18,52 0,00 100 Pengecer 100,00 0,00 0,00 0,00 100 Tabel 4 Sumber Pasokan Beras Petani % Padang 50 Sungai Penuh 50 Total 100 Pengepul % Palembang 44,44 Lampung 22,22 Solok, Sumbar 22,22 Kerinci 11,11 Total 100,00 Terkait dengan infrastruktur, sebagian besar responden mempunyai persepsi terhadap kualitas pelabuhan dan bandara relatif lebih baik dari pada jalan. Responden mempersepsikan bahwa 35% jalan masih dalam kondisi rusak. Berdasarkan kondisi aspal jalan, mayoritas responden (44%) mempersepsikan kondisi jalan aspal baru 50 80%, diikuti dengan 42% responden yang mempersepsikan kondisi jalan aspal sudah lebih dari 80% sementara sisanya berpendapat jalan aspal di Jambi masih kurang dari 50%. Kendala utama dalam perdagangan beras di Jambi adalah infrastruktur (55%). Hal ini terkait dengan produksi beras yang berasal dari daerah-daerah sehingga membutuhkan infrastruktur yang baik dalam distribusinya. Tabel 5 Hambatan Perdagangan Beras Hambatan % Bahan Baku 5 Alam 5 Infrastruktur 55 Biaya Angkut 10 Jumlah angkutan 0 Pungli 0 Lainnya 25 Total 100 Terkait dengan manajemen stok dan pergudangan, 6 (enam) responden pedagang (15%) menyatakan menggunakan fasilitas penyimpanan stok (gudang) khusus. Lokasi gudang tersebut berlokasi di wilayah sekitar Kabupaten. Margin responden dalam satu tahun terakhir relatif bervariasi (sebanyak 95% responden) dengan besarnya persentase margin sebagian besar pedagang berada dibawah 10% yang dinyatakan oleh 80% responden. Apabila terjadi kenaikan harga,

maka sebagian besar pedagang (92%) akan meningkatkan harga kepada pedagang selanjutnya/konsumen. Disparitas Harga Beras Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi variabilitas harga komoditas beras antar daerah dilakukan estimasi terhadap persamaan disparitas harga dengan model panel data dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 6. Dengan memasukkan variabel independen jarak (kepada kota referensi dalam hal ini Jakarta), Infrastruktur (Jalan), Biaya Input, Pendapatan per kapita, diharapkan dapat menjelaskan perilaku disparitas harga. Tabel 6 Hasil Estimasi Disparitas Harga Komoditas Beras Variabel R-squared - within Nilai 0.849 R-squared - between 0.4721 R-squared - overall 0.2161 Variable Produksi -0.0046 Pendapatan/Konsumsi 0.4709 *** Infrastruktur -0.1225 ** Input Cost 0.3053 *** Jarak 0.6463 *** Koefisien positif pada kenaikan biaya input menunjukkan bahwa kenaikan biaya input akan memperbesar disparitas harga. Kenaikan pendapatan per kapita riil masyarakat daerah penelitian akan meningkatkan disparitas harga dengan kota referensi karena kenaikan permintaan. Masyarakat dengan pendapatan yang lebih tinggi mengkonsumsi kualitas beras yang lebih baik (dengan harga yang lebih mahal). Selanjutnya, koefisien negatif pada variabel Infrastruktur (Jalan) dapat diintrepetasikan bahwa semakin baik kualitas infrastruktur akan berpengaruh pada semakin kecilnya variabilitas harga beras daerah dengan kota referensi. Variabel jarak ke sentra ekonomi yang merupakan proksi dari biaya transportasi mempunyai positif yang berarti bahwa semakin dekat jarak akan menurunkan tingkat disparitas harga daerah dengan kota referensi (Jakarta). Selanjutnya, koefisien negatif pada jumlah produksi menunjukkan bahwa meningkatnya produksi di Jambi akan mengurangi disparitas harga dengan kota referensi sesuai dengan hipotesa awal. Harga beras di seluruh kabupaten/kota di Jambi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah referensi dengan perbedaan relatif mencapai Rp308 Rp3.168 lebih tinggi per kg. Berdasarkan kabupatennya, disparitas harga di Kerinci dan Tanjabtim merupakan yang terkecil, hal ini sesuai dengan kondisi kedua wilayah tersebut yang menjadi produsen beras terbesar di Jambi. Namun yang menarik adalah kota Jambi yang bukan merupakan daerah penghasil beras memiliki disparitas harga yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan wilayah surplus beras lainnya seperti

Merangin. Pasokan yang cukup baik di wilayah ibukota provinsi menyebabkan aliran barang relatif lebih baik dan terjaga sehingga harga juga rendah. Sementara itu, Muaro Jambi sebagai kabupaten yang mengelilingi Kota Jambi juga mendapatkan manfaat dari aliran barang menuju kota. Dengan demikian, harga beras di kedua daerah tersebut cenderung lebih rendah meskipun bukan merupakan wilayah produsen. Grafik 5 Disparitas Harga Beras Per Kabupaten/Kota Tebo Sarolangun Muaro Jambi Bungo Merangin Kota Jambi Tanjabbar Batanghari Tanjabtim Kerinci 0 1000 2000 3000 4000 Kesimpulan Penelitian yang dilakukan baik berdasarkan yang berasal dari hasil estimasi model maupun survei lapangan telah menghasilkan beberapa temuan empiris antara lain : 1. Dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan, terjadi perdagangan antar wilayah di Kabupaten-Kota. Kondisi ini juga terlihat dari signifikansi koefisien spatial weight matrix yang menandakan terdapat hubungan spasial antar wilayah yang mempengaruhi pembentukan harga lima komoditas. Interaksi antar wilayah tersebut akan mempengaruhi harga di Provinsi Jambi. 2. Dari hasil survei, sebagian besar kebutuhan beras di Jambi didapatkan dari dalam provinsi. 3. Berdasarkan hasil estimasi model disparitas harga, diketahui bahwa faktor jarak ke sentra ekonomi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap disparitas harga. Namun yang menarik, meskipun Kota Jambi bukanlah kota produsen beras yang diteliti ini, namun memiliki disparitas harga yang relatif lebih kecil dibandingkan kabupaten lainnya. Saran dan Rekomendasi Kebijakan Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan, terapat beberapa hal implikasi kebijakan sebagai yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan defisit pangan di Provinsi Jambi di antaranya : 1. Optimalisasi kerjasama perdagangan antar daerah mengingat tingginya saling ketergantungan akan kabupaten/provinsi. Kerjasama tersebut meliputi koordinasi

linat instansi/kabuapten terkait jadwal tanam, panen, maupun stok serta kebutuhan masing-masing daerah. 2. Untuk menunjang kegiatan perdagangan antar daerah maka Provinsi Jambi diharapkan dapat memiliki data antara lain sebagai berikut: a. Neraca produksi dan konsumsi kebutuhan bahan makanan di Provinsi Jambi. b. Produksi bahan makanan dan komoditas unggulan termasuk jalur distribusi, waktu produksi, pembeli serta kebutuhan dalam Provinsi Jambi. c. Ketergantungan bahan makanan di Jambi terhadap daerah lain termasuk jalur distribusi, asal daerah produsen, serta kebutuhan di dalam Provinsi Jambi. d. Peta produksi, distribusi dan konsumsi bahan makanan se- Provinsi Jambi. 3. Perbaikan infrastruktur jalan produksi maupun distribusi. Para pedagang terutama komoditi pertanian cenderung mempersepsikan kondisi jalan dalam keadaan kurang baik. Di samping itu, kondisi infrastruktur mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disparitas harga antar daerah. Untuk itu, infrastruktur jalan yang baik hendaknya menjadi salah satu prioritas pemerintah daerah.