Seri Astuti Hasibuan 1, Eddy Syahrial 2, Alam Bakti Keloko 3 ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

DAFTAR PUSTAKA. Anggraeni, D.S., Stop Demam Berdarah Dengue, Bogor: Bogor Publishing House.

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

HUBUNGAN SOSIODEMOGRAFI, SIKAP DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN UNMET NEED KELUARGA BERENCANA DI DESA AMPLAS KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

Eskalila Suryati 1 ; Asfriyati 2 ; Maya Fitria 2 ABSTRACT

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

Fajarina Lathu INTISARI

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

kematian, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi seperti bayi, balita dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin besar. Keadaan rumah yang bersih dapat mencegah penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG DEMAM BERDARAH DAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DI PUSKESMAS NGORESAN KECAMATAN JEBRES SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Alsagaff,H, 2006). Penyakit ini juga

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/Suistainable Development Goals (SDGs)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

13 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

TINGKAT PARTISIPASI MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Chikungunya DI KOTA PADANG. Mahaza, Awaluddin,Magzaiben Zainir (Poltekkes Kemenkes Padang )

SARANG NYAMUK DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DI DESA KLIWONAN MASARAN SRAGEN

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Ratna Sari Dewi STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis:

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman Online di

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PERILAKU PSN-DBD DI KELURAHAN SUNGAI JAWI PONTIANAK TAHUN 2013

Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax... (M. Arie Wuryanto) M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

Transkripsi:

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN TINDAKAN IBU RUMAH TANGGA DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA SORIK KECAMATAN BATANG ANGKOLA KABUPATEN TAPANULI SELATAN TAHUN 2012 Seri Astuti Hasibuan 1, Eddy Syahrial 2, Alam Bakti Keloko 3 1 Program Sarjana FKM USU Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku 2,3 Staf Pengajar FKM USU Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku ABSTRACT Malaria is one of transmitted diseases and as the problem for the society. The most effective prevention to malaria is by involving the society through the found is regarding lack of participation of the society in the implementation of malaria management activity. The objective of this research is to know the relationship of the characteristics with action of the mothers in the prevention of malaria in Sorik Village, Batang Angkol subdistrict, South Tapanuli regency. This research was analytic with cross sectional approach. The population was all household women residing in Sorik Village, Batang Angkol subdistrict for 77 persons. The data of the characteristis (age, education, accupation), knowledge, attitude and action were obtained through interview using questionnaire. The collected data was then analyzed with Chi-Square with α = 0.05. The results of research showed that statistically, the variable of education (p value = 0.032), knowledge (p value = 0.000) and attitude (p value = 0.000) had significant influence to age and status did not have significant influence to the action in the prevention of malaria disease. It is suggested for health providers in Community Health Centre to give information about malaria for the society. The information should not be given only through interview or leaflet distribution, but also in real action such as mutually working to get real advantages form the information. Key words : Characteristics, Action, Prevention of Malaria Disease PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria menjadi salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam keselamatan jiwa manusia. Penyebaran penyakit malaria di dunia sangat luas yakni meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis dan subtropis (Erdinal, 2006). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2010, penyakit malaria menyerang 108 negara dan kepulauan di dunia pada tahun 2008. Penduduk dunia yang berisiko terkena 1

penyakit malaria hampir setengah dari keseluruhan penduduk di dunia, terutama negara-negara berpenghasilan rendah. Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak 247 juta kasus malaria di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2008. Sebagian besar kasus dan kematian malaria ditemukan di Afrika dan beberapa negara di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah serta Eropa. Setiap 45 detik seorang anak di Afrika meninggal dunia akibat penyakit malaria. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendalian dan penurunan kasusnya merupakan komitmen internasional dalam Millenium Development Goals (MDGs) (Depkes RI, 2008). Target yang disepakati secara internasional oleh 189 negara adalah mengusahakan terkendalinya penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria pada tahun 2015 dengan indikator prevalensi malaria per 1.000 penduduk. Penyakit malaria juga dapat membawa dampak kerusakan ekonomi yang signifikan. Penyakit malaria dapat menghabiskan sekitar 40% biaya anggaran belanja kesehatan masyarakat dan menurunkan sebesar 1,3% Produk Domestik Bruto (PDB) khususnya di negara-negara dengan tingkat penularan tinggi (WHO, 2010). Indonesia juga merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap penyakit malaria. Daerah endemis malaria sebanyak 73,6% dari keseluruhan daerah di Indonesia. Kabupaten endemis malaria di Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 396 kabupaten dari 495 kabupaten yang ada. Penduduk Indonesia yang berdomisili di daerah berisiko tertular malaria sekitar 45%. Jumlah kasus malaria pada tahun 2006 sebanyak 2 juta kasus dan pada tahun 2007 menurun menjadi 1.774.845 kasus (Depkes RI, 2008). Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, dengan jumlah kasus malaria tersebut di atas, dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar mencapai sekitar 3 triliun rupiah lebih. Kerugian tersebut sangat berpengaruh terhadap pendapatan daerah (Depkes RI, 2008). Penyakit malaria sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia. Pada tahun 2006 terjadi KLB malaria di beberapa daerah di Indonesia. Beberapa KLB disebabkan terjadinya perubahan lingkungan oleh bencana alam, migrasi penduduk dan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan sehingga tempat perindukan potensial nyamuk malaria semakin meluas (Harijanto, 2010). Kasus malaria yang tinggi berdampak terhadap beban ekonomis yang besar baik bagi keluarga yang bersangkutan dan bagi pemerintah melalui hilangnya produktivitas kerja, hilangnya kesempatan rumah tangga untuk membiayai pendidikan serta beban biaya kesehatan yang tinggi. Dalam jangka panjang, akan menimbulkan efek menurunnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia (Trihono, 2009). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia (Riskesdas RI) tahun 2007, diketahui bahwa penyakit malaria tersebar merata di semua kelompok umur. Prevalensi malaria klinis di pedesaan dua kali lebih besar bila dibandingkan prevalensi di perkotaan. Prevalensi malaria klinis juga cenderung tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah, kelompok petani, nelayan, buruh dan kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita rendah (Depkes RI, 2007). Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas RI (2007) 2

adalah sebesar 2,85%. Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu dari 15 provinsi dengan prevalensi malaria di atas prevalensi nasional. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Dinkes Sumut) tahun 2008, beberapa kabupaten endemis malaria di Sumatera Utara di antaranya: Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandaling Natal, Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Nias dan Kabupaten Karo. Pada bulan Maret 1992 di Kecamatan Batang Angkola Tapanuli Selatan dilaporkan terjadi kejadian luar biasa karena ditemukan sebanyak 38 kasus malaria yang meninggal dalam waktu 1 minggu dari 3000 kasus malaria, artinya tingkat tingkat kematian penyakit malaria sebesar 1,27% (Dinkes Prop. Sumatera Utara, 2008). Di samping itu program pengobatan penderita klinis malaria juga belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kesembuhan penderita malaria masih rendah (45,7%). Permasalahan yang dihadapi pengelola program malaria, khususnya petugas lapangan adalah rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan malaria, padahal sebagian besar program tersebut sangat membutuhkan peran serta masyarakat untuk dapat terlaksana dengan baik. Pencegahan penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui perubahan perilaku yang berhubungan dengan pemberantasan malaria. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah semua aktifitas dari manusia itu sendiri dalam menghadapi stimulus baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari hasrat yang timbul dari apa yang dirasakan patut untuk dilakukan. Tingkat pengetahuan tentang pencegahan, cara penularan serta upaya pengobatan sesuatu terhadap penyakit, sangat berpengaruh terhadap perilaku yang selanjutnya terhadap terjadinya manifestasi malaria. Dasril (2005) menyatakan bahwa ada hubungan perilaku masyarakat terhadap angka kejadian malaria. Rumah dengan ventilasi yang tidak memakai kawat kasa memiliki resiko terkena malaria sebesar 5,2 kali dibandingkan dengan rumah yang berventilasi dengan kawat kasa. Selanjutnya diketahui bahwa orang yang tidak menggunakan obat nyamuk oles (repellent) memiliki resiko sebesar 3,2 kali untuk terkena malaria dibandingkan dengan orang yang memakai jika keluar rumah pada malam hari. Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan Kabupaten endemis malaria. Annual Malaria Insiden (AMI) dari tahun 2006 sebesar 5%, tahun 2008 sebesar 6,19%, dan tahun 2009 turun menjadi 4,55%. Kecamatan endemis malaria yang pada tahun 2009 mencakup wilayah kerja Puskesmas Batang Angkola, Sayurmatinggi, Batu Horpak, Simarpinggan, Sitinjak, Huta Raja, dan Batang Toru. Pada tahun 2009 jumlah klinis malaria mencapai 1.249 penderita mencakup 13 puskesmas, sementara pada tahun 2010 cakupan penderita malaria sebesar 7.381 orang, dimana Desa Sorik Kecamatan Batang Angkola memiliki jumlah penderita malaria tertinggi pada tahun 2010, yaitu sebanyak 42 orang. Oleh karena itu, program pemberantasan malaria harus lebih diintensifkan termasuk upaya dalam pengandalian vektor untuk memutuskan rantai penularan malaria. Mengingat bahwa malaria ditularkan melalui nyamuk, dan nyamuk erat kaitannya dengan faktor lingkungan sehingga sangat dibutuhkan peran serta masyarakat dalam memberantas perkembangbiakannya. 3

Pentingnya partisipasi dalam pembangunan kesehatan bukan sematamata karena ketidakmampuan pemerintah dalam upaya pembangunan, melainkan memang disadari bahwa masyarakat mempunyai hak dan potensi untuk mengenal dan memecahkan masalah kesehatan yang dihadapinya, mengingat sebagian besar masalah kesehatan disebabkan oleh perilaku masyarakat itu sendiri (Ndiye, dkk, 2001). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik dengan tindakan ibu dalam pencegahan penyakit malaria di Desa Sorik Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan/referensi bagi Petugas Kesehatan Puskesmas di Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan dalam menyusun rencana strategis dan kebijakan serta tindakan intervensi khususnya dalam program pemberantasan penyakit malaria, khususnya di Desa Sorik yang merupakan daerah endemis malaria, sehingga dapat menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Desa Sorik Kecamatan Batang Angkola yaitu berjumlah 390 orang, dan dijadikan sampel sebanyak 77 orang. Data karakteristik (umur, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan, sikap, dan tindakan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan uji Chi-Square, pada α=0.05. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan Umur dengan Tabel 1. Hubungan Umur dengan dalam Pencegahan Penyakit Malaria Umur Kurang Sedang Baik n % < 32 tahun 22 61,1 10 27,8 4 11,1 36 100.0 32 tahun 21 50,0 14 33,3 7 16,7 42 100.0 P value = 0,591 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 36 orang yang berumur < 32 tahun, tindakan baik sebanyak 4 (11,1%), sedangkan dari 42 orang yang berumur 42 tahun, tindakan baik sebanyak 7 (16,7%). Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p- value sebesar 0,591 (p-value >0.05), yang berarti bahwa variabel umur tidak berhubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Penelitian Dalimunthe (2008), juga menunjukkan bahwa persentase responden yang berusia muda maupun tua tidak berbeda partisipasinya dalam program pencegahan penyakit malaria. Hal ini menunjukkan faktor umur bukan merupakan variabel yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Secara statistik juga menunjukkan tidak ada pengaruh yang bermakna. Menurut Dasril (2005), bahwa sebagian besar penderita malaria adalah penduduk pada kelompok produktif, sehingga perlu dilakukan penanggulangan secara intensif sebagai bagian dari pembangunan kesehatan khususnya peningkatan detajat kesehatan pada kelompok usia produktif. 4

2. Hubungan Pendidikan dengan Tabel 2. Hubungan Pendidikan dengan dalam Pencegahan Penyakit Malaria Pendidikan Kurang Sedang Baik n % Rendah 30 65,2 13 28,3 3 6,5 46 100.0 Tinggi 13 40,6 11 34,4 8 25,0 32 100.0 P value = 0,032 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 46 orang yang berpendidikan rendah, tindakan baik sebanyak 3 orang (6,5%), sedangkan dari 32 orang yang berpendidikan tinggi, tindakan baik sebanyak 8 orang (25,0%). Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,032 (p-value >0.05), yang berarti bahwa variabel pendidikan berhubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Hasil senada juga diperoleh dari Montung dkk., (2011), bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan DBD (nilai p 0,039 dan OR sebesar 1,544), dan terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan DBD (nilai p 0,001 dan OR sebesar 2,263). Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan pengetahuan responden tentang pentingnya kesehatan di sekitar rumah. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin rendah juga pola pikirnya dalam menghadapi lingkungan rumah serta merasa enggan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit malaria. 3. Hubungan Status Pekerjaan dengan Tabel 3. Hubungan Status Pekerjaan dengan dalam Pencegahan Penyakit Malaria Status Pekerjaan Kurang Sedang Baik n % Tidak bekerja 20 54,1 13 35,1 4 10,8 37 100.0 Bekerja 23 56,1 11 26,8 7 17,1 41 100.0 P value = 0,609 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 37 orang yang tidak memiliki pekerjaan, tindakan baik sebanyak 4 orang (10,8%), sedangkan dari 41 orang yang memiliki pekerjaan, tindakan baik sebanyak 7 orang (17,1%). Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,609 (p-value >0.05), yang berarti bahwa variabel status pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Hasil senada juga diperoleh dari Montung dkk., (2011), bahwa tidak terdapat hubungan antara status pekerjaan dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan DBD (nilai p 0,315 dan OR sebesar 1,221). Masyarakat yang bekerja maupun yang tidak bekerja umumnya kurang merasakan pentingnya menjaga kesehatan individu maupun keluarga untuk tetap dapat hidup secara sehat dan dapat melaksanakan aktivitas sesuai pekerjaan yang dimilikinya. Dalam kondisi demikian kepedulian mereka terhadap program yang dikembangkan atau dilaksanakan pemerintah di lingkungan tempat tinggalnya tidak lebih baik dibandingkan kelompok masyarakat yang tidak bekerja 5

4. Hubungan Pengetahuan dengan Tabel 4. Hubungan Pengetahuan dengan dalam Pencegahan Penyakit Malaria Pengetahuan Kurang Sedang Baik n % Kurang 38 61,3 15 24,2 9 14,5 62 100,0 Sedang 5 35,7 9 64,3 0 0,0 14 100,0 Baik 0 0,0 0 0,0 2 100,0 2 100,0 P value = 0,000 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan kategori kurang yaitu sebanyak 62 orang (79,5%). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 62 orang yang memiliki pengetahuan kurang, tindakan baik sebanyak 9 orang (14,5%), sedangkan dari 2 orang yang memiliki pengetahuan baik, diperoleh semua responden memiliki tindakan baik. Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p-value sebesar 0,000 (p-value >0.05), yang berarti bahwa variabel pengetahuan berhubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Hasil penelitian Dalimunthe (2008), juga menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam program pencegahan penyakit malaria. Rendahnya tingkat pengetahuan responden juga dapat dilihat dari keadaan lingkungan responden yang kurang dibersihkan dengan baik. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas keluarga responden tinggal di daerah dengan keadaan lingkungan buruk, sehingga risiko terjadinya penyakit malaria tinggi. 5. Hubungan Sikap dengan Tabel 5. Hubungan Sikap dengan dalam Pencegahan Penyakit Malaria Sikap Kurang Sedang Baik n % Kurang 4 66,7 2 33,3 0 0,0 6 100,0 Sedang 34 73,9 10 21,7 2 4,3 46 100,0 Baik 5 19,2 12 46,2 9 34,6 26 100,0 P value = 0,000 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari 6 orang yang memiliki sikap kategori sedang, tindakan baik sebanyak 2 orang (4,3%), sedangkan dari 26 orang yang memiliki sikap baik, diperoleh sebanyak 9 orang (34,6%) memiliki tindakan baik. Hasil analisis menggunakan uji Chi-Square diperoleh p- value sebesar 0,000 (p-value >0.05), yang berarti bahwa variabel sikap berhubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Hasil senada juga diperoleh dari Montung dkk., (2008), bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan tindakan masyarakat dalam pencegahan DBD (nilai p 0,011 dan OR sebesar 3,093), dan sikap memiliki pengaruh yang paling besar terhadap tindakan masyarakat dalam pencegahan DBD dibandingkan dengan variabel yang lainnya. Kotler (2000), menjelaskan bahwa sikap merupakan hasil dari proses pembentukan persepsi seseorang. Mangkunegara dalam Arindita (2002), berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Ajzen (1994), berpendapat bahwa sikap tumbuh karena adanya suatu kecenderungan untuk merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek, orang lembaga, atau peristiwa tertentu. 6

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Usia responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan usia 32 tahun (53,8%). Dilihat dari sisi latar belakang pendidikan, bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden dengan latar belakang pendidikan rendah yaitu (59,0%), dan status pekerjaan adalah bekerja (52,6%). Mayoritas responden memiliki pengetahuan kategori kurang (79,5%), sikap kategori sedang (59,0%), dan tindakan kategori kurang (55,1%). 2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara statistik variable pendidikan (p value= 0,032), pengetahuan (p values = 0,000), dan sikap (p value = 0,000) memiliki hubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Sementara variable umur dan status pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan tindakan dalam pencegahan penyakit malaria. Saran 1. Disarankan untuk pemerintah daerah agar menyediakan dana untuk melakukan kegiatan penyuluhan dan tindakan lain kepada masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat yang lebih baik tentang malaria 2. Bagi petugas puskesmas : a. Agar sering dilakukan pemberian informasi kepada masyarakat. Informasi tersebut sebaiknya tidak hanya dilakukan melalui ceramah (penyuluhan) atau pembagian leaflet/ pamplet/ media lain tetapi juga dengan tindakan nyata/ praktek seperti kerja bakti bersama agar masyarakat semakin memahami informasi yang di dapat. b. Penyebaran informasi mengenai malaria melalui penyuluhan atau kegiatan lain sebaiknya disampaikan melalui petugas kesehatan dengan dukungan penuh dari tokoh masyarakat serta disesuaikan dengan tingkat pendidikan penduduk setempat. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F, 2003. Waspadai Penyakit Menular, Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI, Jakarta. Ajzen, Icek, 1994. Encyclopedia of psychology. John Wiley dan Sons. New York Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta. Arindita, S. 2003. Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan dan Citra Bank dengan Loyalitas Nasabah. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Balitbangkes, 2004. Hubungan Tingkat Risiko Kejadian Malaria dengn Perilaku Masyarakat di Indonesia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Budarja, I, 2001. Kajian terhadap Lingkungan dan Perilaku Agraris dan Non Agraris di Kecamatan Kupang Timur 7

Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur; Tesis Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dalimunthe Lernan, 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Pencegahan Penyakit Malaria di Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Dasril, 2005. Model Pengendalian Penyakit Malaria Melaluui Pendekatan Epidemiologi di Kecamatan Sei Kepayang Kabupaten Asahan; Thesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan Depkes RI, 2001. Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta., 2007. Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia 2007, Jakarta., 2008. Profil Kesehatan Republik Indonesia 2008, Jakarta. Dinkes Provinsi Sumatera Utara. 2008. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2008, Medan. Ditjen PPM & PLP, 2004. Identifikasi Editop pada Protein Permukaan Palsmodium Falciparum Isolat Daerah Endemik Malaria di Indonesia, Depkes RI, Jakarta. Erdinal, 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar, 2005/2006. Makara Kesehatan, Edisi Desember 2006, Volume 10, Nomor 2. Gunarsa S.,, 1991. Psikologi Praktis. Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Agung Harijanto, P.N, dkk, 2010. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hidayat, T, 2001. Perspektif Biologi Terhadap Nyamuk, Akademi Penilik Kesehatan Lingkungan, Bandung. Kotler, Philip. 2000. Marketing Manajemen: Analysis, Planning, implementation, and Control 9th Edition, Prentice Hall International, Int, New Yersey Lengeler C, 2002. Insecticide-Treated Bednets an Curtains for Preventing Malaria Cohrame Riview), in Cohrane Libtary, Oxford. Mitchell, B., B., Setiawan & Rahmi, D.H, 2000. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Montung Debby, Joy A.M. Rattu, Grace D. Kandou, Frans J.O. Pelealu, 2011. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Pengetahuan, Sikap dengan Masyarakat Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja 8

Puskesmas Kolongan Minahasa Utara dalam http://pascasarjanaunsrat.com/ home/wpcontent/uploads/2012/08/ diakses tanggal 7 Januari 2013 Ndiye, S.M, Quick, L., Sanda & Niandon, 2001. The Value of Community Participation in Disease Surveillance: A Case Study From Niger, Helath Promotion International. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta, 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni.. Jakarta : Rineka Cipta. Freeport Indonesia Community Development Program, Papua. Trihono, 2009. Hubungan antara Penyakit Menular dengan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Penyakit Menular Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Badan Litbangkes, Depkes RI, Jakarta World Health Organization-WHO. 2010. Fact_Sheet Malaria. http://whqlibdoc.who.int diakses 3 Pebruari 2012 Yoga, G. P. 1999. Penetapan Indikator Entomologis Penentu Penularan Malaria di Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Riduwan, 2008, Metode dan Tehnik Penyusunan Tesis, Bandung, Cetakan ke 5, Alfabeta. Saifuddin, 2004. Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian malaria di Kabupaten Bireuen Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Sudradjat, SB, 2000. Malaria, www.geocities.com/mitra_sejati _2000/malaria.html diakses Februari 2012 Suroso, T, 2003. Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Depkes RI, Jakarta. Taco, R, 2002. Seberapa Jauh Bisa Diturunkan di Papua?, PT. 9