Konfirmasi Pemeriksaan Mikroskopik terhadap Diagnosis Klinis Malaria

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DI PUSKESMAS BUNTA KABUPATEN BANGGAI. Staf Dinas Kesehatan Kab. Banggai Propinsi Sulawesi Tengah 3

SKRINING MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUASIN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO PROPINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

Lambok Siahaan* Titik Yuniarti**

ABSTRAK. Helendra Taribuka, Pembimbing I : Dr. Felix Kasim, dr., M.Kes Pembimbing II : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

DEFINISI KASUS MALARIA

KESESUAIAN GEJALA KLINIS MALARIA DENGAN PARASITEMIA POSITIF DI WILAYAH PUSKESMAS WAIRASA KABUPATEN SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN KEPUALAUAN MENTAWAI SELAMA JANUARI-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

ANALISIS MODEL PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI PULAU KAPOPOSANG TAHUN Mulawarman, Arsunan Arsin, Rasdi Nawi. Abstrak


Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax... (M. Arie Wuryanto) M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

Diagnostik Klinis Malaria Di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan. Malaria Clinical Diagnostics in Musi Rawas, South Sumatera Province

Gejala dan Tanda Klinis Malaria di Daerah Endemis

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Gambaran Diagnosis Malaria pada Dua Laboratorium Swasta di Kota Padang Periode Desember 2013 Februari 2014

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang. masih menjadi masalah di negara tropis dan subtropis

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

ABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN SUKABUMI PERIODE JANUARI-DESEMBER 2011

STATUS HEMATOLOGI PENDERITA MALARIA SEREBRAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

Relationship between Consumption of Iron Supplements and Malaria Infection with Anaemia among Pregnant Mothers, in Ambon City

Distribution Distribution

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

HUBUNGAN PAPARAN MEDIA INFORMASI DENGAN PENGETAHUAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE PADA IBU-IBU DI KELURAHAN SAMBIROTO SEMARANG

ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DALAM KAITANNYA DENGAN MALARIA, POLA KONSUMSI PANGAN DAN STATUS SOSIAL EKONOMI DI DAERAH ENDEMIK MALARIA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

ABSTRAK HUBUNGAN JUMLAH HEMATOKRIT DAN TROMBOSIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT SANGLAH TAHUN

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : ISSN KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH

GAMBARAN GEJALA KLINIK, HEMOGLOBIN, LEUKOSIT, TROMBOSIT DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DENGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Perdarahan Post Partum Akibat Anemia pada Ibu Hamil di RSUD Tugurejo Semarang

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI MALARIA DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT UMUM PANGLIMA SEBAYA TANAH GROGOT KALIMANTAN TIMUR PERIODE

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

BAB I P E N D A H U L U A N. A. Latar Belakang

UJI RELIABILITAS DIAGNOSIS MIKROSKOPIS MALARIA TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS DI DAERAH ENDEMIK KOTA SAWAHLUNTO SUMATERA BARAT

VALIDITAS GEJALA KLINIS SEBAGAI INDIKATOR UNTUK MEMPREDIKSI KASUS MALARIA DI INDONESIA (ANALISIS DATA RISKESDAS 2010)

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR RET HE, FE, DAN TIBC PADA PENDERITA ANEMIA DEFISIENSI FE DENGAN ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

Situasi Malaria di Kabupaten Lebak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan

HUBUNGAN PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH TROMBOSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN PADA INFEKSI MALARIA

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

¹STIKES Nani Hasanuddin Makassar ²STIKES Nani Hasanuddin Makassar ³STIKES Nani Hasanuddin Makassar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

Studi Korelasi Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Perdarahan Post Partum pada Persalinan Spontan

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN KEJADIAN ANEMIA GIZI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KASSI-KASSI

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Medan Diduga Daerah Endemik Malaria. Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 90 % dan biasanya menyerang anak di bawah 15 tahun. 2. Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

Transkripsi:

Artikel Penelitian Konfirmasi Pemeriksaan Mikroskopik terhadap Diagnosis Klinis Malaria Confirmation of Microscopic Examination towards Clinical Diagnosis in Malaria A. Arsunan Arsin* Heri Paerunan** Sri Syatriani*** *Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, **Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah, ***Peminatan Epidemiologi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar Abstrak Penyakit malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Di Indonesia, terutama di luar daerah Jawa dan Bali, sampai kini angka kesakitan malaria masih tergolong tinggi. Di Puskesmas Bunta Kabupaten Banggai, pada tahun 2008 Annual Malaria Incidence (AMI) dilaporkan mencapai 109,9. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan serta mengetahui hubungan gejala, tanda klinis, dan hasil pemeriksaan mikroskopik malaria. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data wawancara dan mengambil sediaan darah dilakukan pada 150 penderita suspect malaria di puskesmas dan rumah penduduk. Penderita malaria klinis dengan pemeriksaan mikroskopik malaria positif ditemukan sekitar 52%. Gejala dan tanda klinis malaria yang berhubungan bermakna dengan pemeriksaan mikroskopik meliputi menggigil (nilai p = 0,000); sakit kepala (nilai p = 0,007); nyeri otot/ tulang (nilai p = 0,001); pusing (nilai p = 0,000); demam (nilai p = 0,003); anemia (nilai p = 0,000); dan splenomegali (nilai p = 0,000). Berdasarkan analisis multivariat ditemukan gejala dan tanda klinis yang paling dominan berhubungan dengan pemeriksaan mikroskopik adalah menggigil (nilai p = 0,002; CI 95% = 1,593 _ 7,797) dan anemia (nilai p = 0,000; CI 95% = 2,265 _ 11,191) yang merupakan faktor prediksi terbaik untuk diagnosis dini, skrining, dan surveilans malaria. Kata kunci: Malaria klinis, pemeriksaan mikroskopik, gejala dan tanda klinis malaria Abstract Malaria which morbidity still high is one of health problems in the world including in Indonesia, mainly in outside Java and Bali island. In Bunta Public Health Center Banggai Regency in 2008, the AMI was 109,9 still high. The objective of this research is to compare and to know the relationship between clinical malaria diagnosis and microscophic examination. The methods used in research were observasional study with cross sectional study by interviewing and taking blood stoke of malaria suspected among 150 respondents in Public Health Center and people residents. The data was analyzed by SPSS program according to univariate, bivariat, and multivariate. The result showed that positive mycroscopic cases among clinical malaria cases is 52%. The sign and symptomps of malaria is corelated to positif microscophic examinated cases such as shiver (p value = 0,000); headache (p value = 0,007); muscle/bones pain (p value = 0,001); dizzyness (p value = 0,000); fever >37,5 C (p value = 0,003); anemia (p value = 0,000); and splenomegaly (p value = 0,000). Based on the multivariate test, indicated that the sign and symptoms that related dominantly to microscophic examination includes shiver symptom (p value = 0,002; CI 95% = 1,593 _ 7,797) and anemia (p value = 0,000; CI 95% = 2,265 _ 11,191). Malaria clinical signs and symtomps is the alternative diagnosis of malaria in endemic areas that have microscophic examination restictiveness. Key words: Clinical malaria, microscophic examination, clinical sign and symptoms Pendahuluan Penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan dunia terutama di kawasan tropis dan subtropis negara sedang berkembang. Sekitar 40% penduduk dunia tinggal di daerah endemis malaria. 1 Angka kesakitan penyakit malaria di Indonesia masih cukup tinggi terutama di luar daerah Jawa dan Bali, diperkirakan 35% penduduk di Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria, salah satunya di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Selatan. Insiden malaria yang diukur dengan Annual Malaria Incidence (AMI) masih tergolong tinggi pada tahun 2006 sebesar 47,85 ; tahun Alamat Korespondensi: A. Arsunan Arsin, Bagian Epidemiologi FKM Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemeredekaan Km. 10 Tamalanrea Makassar 90245, Hp. 0811443394, e-mail: arsunan_arsin@yahoo.co.id 277

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 6, Juni 2012 2007 sebesar 47,36 ; dan tahun 2008 sebesar 45,97. 2 Secara khusus di Puskesmas Bunta, kejadian malaria memperlihatkan kecenderungan yang meningkat, AMI berturut-turut pada tahun 2006 (86,9 ), tahun 2007 (91,6 ), dan tahun 2008 (109,9 ). 3 Kabupaten Banggai yang memiliki keterbatasan pemeriksaan mikroskopik, upaya penanggulangan penyakit malaria di daerah endemis tinggi terus dilakukan, tetapi hasil yang diperoleh masih belum optimal menurunkan angka kesakitan dan kematian. Upaya penatalaksanaan penyakit malaria memerlukan informasi berdasarkan eviden yang akurat dari lapangan. Gejala dan tanda klinis menjadi alternatif diagnosis malaria bagi daerah endemis yang memiliki keterbatasan pemeriksaan mikroskopik dalam mencegah penularan dan komplikasi penyakit malaria. Menyadari akan hal itu maka penelitian ini diharapkan dapat memperoleh besarnya perbedaan hasil diagnosis malaria secara klinis dengan diagnosis mikroskopik dan mengetahui hubungan antara gejala dan tanda klinis malaria dengan hasil pemeriksaan mikroskopik sehingga didapatkan gejala dan tanda klinis yang dapat dijadikan alat deteksi dini, pengobatan, dan peningkatan sistem surveilans malaria di Puskesmas Bunta Kabupaten Banggai tahun 2009. Metode Penelitian ini menggunakan desain studi epidemiologi observasional cross sectional yang mengamati gejala/ tanda klinis malaria dan pemeriksaan mikroskopik secara serentak. Penelitian dilaksanakan di wilayah Puskesmas Bunta Kabupaten Banggai yang merupakan daerah endemis malaria. Populasi dalam penelitian adalah penderita suspect malaria yang ada di wilayah penelitian. Sampel adalah 150 penderita suspect malaria yang ditemukan dalam wilayah penelitian di puskesmas (PCD) dan rumah (ACD). Data yang dikumpulkan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder diperoleh di lokasi penelitian. Sehubungan dengan pengobatan penyakit malaria, diagnosis perlu ditegakkan dengan melihat gejala dan tanda klinis yang muncul secara umum menggambarkan keadaan penderita penyakit malaria. Meskipun diagnosis klinis mempunyai kelemahan yakni gejala klinis yang muncul tidak selalu khas malaria seperti akibat infeksi virus, namun diagnosis malaria secara klinis terutama pada daerah endemis dan wilayah yang mempunyai keterbatasan pemeriksaan mikroskopik sangat diperlukan secara cepat ditegakkan agar dapat dilakukan penatalaksanaan/pengobatan penderita sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi/malaria berat dan mengurangi angka kematian. 4 Variabel gejala dan tanda klinis yang akan diteliti yaitu: 1) demam, timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam antigen dan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin antara lain tumor nekrosis faktor (TNF) α. TNF α akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam; 2) menggigil merupakan tanda khas demam yang dialami penderita malaria yakni panas tinggi yang timbul dikompensasi oleh tubuh sehingga penderita menggigil; 3) sakit kepala merupakan akibat dari lepasnya mastosit dan TNF α, selain menimbulkan demam juga menimbulkan sakit kepala; 4) nyeri otot/tulang juga diakibatkan lepasnya mastosit dan TNF α yang bermanifestasi pada nyeri otot/tulang; 5) mual merupakan gejala yang timbul sebagai reaksi gastrointestinal akibat infeksi plasmodium; 6) muntah merupakan kelanjutan dari kondisi mual yang meningkat menjadi rangsangan terhadap lambung untuk mengeluarkan isinya; 7) pusing merupakan gejala lain yang muncul pada penderita suspect malaria; 8) suhu tubuh tinggi/demam merupakan tanda klinis akibat reaksi tubuh terhadap adanya benda asing karena adanya pelepasan histamin dan TNF α yang menimbulkan peningkatan suhu tubuh diatas 37,5 C; 9) anemia merupakan tanda klinis akibat pecahnya sel darah merah (eritrosit) selama terjadinya segmentasi parasit yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin (Hb) darah di bawah 11,5 g/dl; 10) pembesaran limfa (splenomegali) karena adanya invasi parasit dan pembentukan jaringan ikat pada limfa. 5 Penentuan diagnosis malaria perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskopik untuk meningkatkan validitas diagnosis sehingga penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan tepat. Hal ini dimaksudkan untuk pemberian obat yang rasional sehingga dapat mengurangi kejadian resistensi obat anti malaria dan mencegah penularan. 6 Hasil Gejala dan tanda klinis yang paling banyak dikeluhkan oleh penderita suspect malaria adalah demam (100,0%) dan sakit kepala (84,7%) sedangkan paling sedikit adalah muntah (24,0%) dan splenomegali (16,7%) (Tabel 1). Pada penelitian ini, penderita suspect malaria yang positif berdasarkan pemeriksaan mikroskopik sebesar 52%. Gejala klinis yang berhubungan dengan pemeriksaan mikroskopik adalah menggigil (nilai p = 0,000; X 2 = 15,205); sakit kepala (nilai p = 0,007; X 2 = 7,308), nyeri otot/tulang (nilai p = 0,001; X 2 = 11,579), dan pusing (nilai p = 0,001; X 2 = 11,607) (Tabel 2). Tanda klinis yang berhubungan dengan pemeriksaan mikroskopik adalah demam > 37,5 C (nilai p = 0,003; X 2 = 8,565), anemia (nilai p = 0,000; X 2 = 20,837), dan splenomegali (nilai p = 0,000; X 2 = 19,231) (Tabel 3). Gejala klinis yang berhubungan positif dengan pe- 278

Arsin, Paerunan & Syatriani, Konfirmasi Pemeriksaan Mikroskopik terhadap Diagnosis Klinis Malaria Tabel 1. Distribusi Gejala dan Tanda Klinis yang Dialami Penderita Suspect Malaria Gejala dan Tanda Klinis Jumlah % Demam 150 100,0 Menggigil 89 59,3 Sakit kepala 127 84,7 Nyeri otot/tulang 90 60,0 Mual 68 45,3 Muntah 36 24,0 Pusing 70 46,7 Demam > 37,5 C 53 35,3 Anemia 89 59,3 Pembesaran limfa 25 16,7 Tabel 2. Hubungan antara Gejala Klinis pada Penderita Suspect Malaria dengan Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Gejala Klinis X 2 Nilai p Menggigil 15,205 0,000 Sakit kepala 7,308 0,007 Nyeri otot/tulang 11,579 0,001 Mual 0,751 0,386 Muntah 0,076 0,783 Pusing 11,607 0,001 Tabel 3. Hubungan antara Tanda Klinis pada Penderita Suspect Malaria dengan Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Gejala Klinis X 2 Nilai p Demam > 37,5 C 8,565 0,003 Anemia 20,837 0,000 Splenomegali 19,231 0,000 meriksaan mikroskopik adalah menggigil (nilai p = 0,003; wald = 9,662; CI 95% = 1,593 _ 7,797); sakit kepala (nilai p = 0,011; wald = 6,472; CI 95% = 1,420 _ 14,957), dan nyeri otot (nilai p = 0,006; wald = 7,619; CI 95% = 1,443 _ 8,688) (Tabel 4). Tanda klinis yang berhubungan positif dengan pemeriksaan mikroskopik adalah anemia (nilai p = 0,000; wald = 15,731; CI 95% = 2,265 _ 11,191) dan splenomegali (nilai p = 0,001; wald = 10,997; CI 95% = 2,874 _ 60,808) (Tabel 5). Pembahasan Menggigil yang timbul karena kompensasi tubuh terhadap demam terjadi dengan ciri suhu tubuh relatif lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sehingga penderita merasa kedinginan hebat. Menggigil terjadi setelah skizon dalam eritrosit pecah dan keluar zat-zat antigenik yang menimbulkan menggigil. Gejala ini merupakan stadium awal penyakit malaria yang ditandai dengan perasaan kedinginan sehingga penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung yang berlangsung sekitar 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. 5 Penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa gejala menggigil dapat digunakan untuk skrining awal malaria karena berhubungan bermakna dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Gejala ini mempunyai nilai sensitivitas yang paling tinggi yaitu 74,4% dan akurasi sebesar 66,0%. Selanjutnya dengan uji multivariat diperoleh gejala menggigil adalah gejala paling bermakna sehingga dapat dijadikan sebagai prediktor dalam mendiagnosis klinis malaria. Hasil penelitian lainnya juga mengemukakan bahwa gejala menggigil merupakan gejala yang dapat digunakan untuk skrining awal malaria karena gejala ini bermakna dengan hasil pemeriksaan mikroskopik yang memiliki nilai sensitivitas lebih rendah 68,14% sehingga jumlah penderita suspect malaria yang tidak menggigil tetapi dengan hasil mikroskopik positif lebih tinggi (31,86%). Gejala ini merupakan faktor prediksi yang baik dalam menetapkan malaria karena mempunyai nilai kemaknaan yang cukup baik pada uji multivariat dan ditemukan nilai duga positif yang cukup tinggi (85,80%). 7 Sakit kepala merupakan manifestasi klinis pelepasan berbagai faktor pemicu nyeri dari dalam eritrosit yang keluar karena merozoit yang lepas. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil yang signifikan antara gejala sakit kepala dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Gejala ini mempunyai nilai sensitivitas 92,3% dan akurasi 59,3%, tetapi nilai spesifisitasnya 23,6% sehingga nilai positif palsu menjadi tinggi (76,4%). Hal ini berarti bahwa banyak yang bukan penderita malaria menunjukkan gejala sakit kepala karena gejala sakit kepala dapat disebabkan oleh faktor lain. Penelitian sebelumnya tentang gejala sakit kepala menemukan nilai sensitivitas yang lebih rendah (75,98%) sehingga penderita suspect malaria yang tidak mengalami sakit kepala tetapi dengan hasil positif secara mikroskopik lebih tinggi (24,02%). Gejala ini bermakna secara bivariat dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. 7 Nyeri otot/tulang merupakan manifestasi klinis pengeluaran zat pemicu sakit yang keluar bersama merozoit ketika eritrosit pecah. Nyeri otot/tulang disebabkan oleh pelepasan histamin dan TNF α yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan berakibat sensasi nyeri otot/tulang. TNF dan IL-1 bersifat fisiologis dan metabolis yang bersamaan dengan nyeri tubuh dan gejala klinis yang lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa hasil yang signifikan antara nyeri otot/tulang dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Nilai sensitivitas gejala nyeri otot/tulang adalah 73,1% sehingga diperoleh penderita suspect malaria yang tidak mengalami nyeri otot/tulang tetapi hasil secara mikroskopik positif adalah 26,9%. Nilai spesifisitas yang diperoleh adalah 54,2% sehingga penderita suspect malaria yang mengalami nyeri otot/tulang tetapi dengan hasil mikroskopik negatif adalah 45,8%. Penelitian tahun 2006 di Pulau Ambon memper- 279

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 6, Juni 2012 Tabel 4. Analisis Hubungan antara Gejala Klinis Menggigil, Sakit Kepala, Nyeri Otot/Sendi, dan Pusing dengan Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Positif Gejala Klinis B Wald df Sig. Exp (B) 95% CI for Exp (B) Lower Upper Menggigil 1,260 9,662 1 0,002 3,524 1,593 7,797 Sakit kepala 1,528 6,472 1 0,011 4,609 1,420 14,957 Nyeri otot/tulang 1,264 7,619 1 0,006 3,540 1,443 8,688 Pusing -1,931 18,632 1 0,000 0,140 0,060 0,348 Constant -2,469 6,514 1 0,011 0,085 Tabel 5. Analisis Hubungan antara Tanda Klinis Suhu Tubuh Tinggi/Demam, Anemia, dan Pembesaran Limfa dengan Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Positif Tanda klinis B Wald df Sig. Exp (B) 95% CI for Exp (B) Lower Upper Demam > 37,5 C -1,383 10,342 1 0,001 0,251 0,108 0,583 Anemia 1,616 15,731 1 0,000 5,035 2,265 11,191 Splenomegali 2,582 10,997 1 0,001 13,221 2,874 60,808 Constant -4,904 8,769 1 0,003 0,007 oleh nilai sensitivitas yang lebih rendah 62,8% sehingga penderita suspect malaria yang tidak mengalami nyeri otot/tulang dengan hasil mikroskopik yang positif lebih tinggi 37,2%. 7 Pusing adalah salah satu gejala lain yang sering dikeluhkan penderita malaria dengan stadium demam. Rasa pusing yang sering digolongkan sebagai sakit kepala ringan karena gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan posisi yang dipersepsikan oleh susunan saraf pusat akibat rangsangan yang berlebihan. Penelitian yang dilakukan di wilayah Puskesmas Bunta mendapatkan hasil yang signifikan antara gejala pusing dengan hasil pemeriksaan mikroskopik (nilai p = 0,001; X 2 = 11,607). Nilai sensitivitas gejala pusing adalah 33,3% sehingga penderita suspect malaria yang tidak mengalami pusing tetapi hasil pemeriksaan mikroskopik positif adalah 66,7% dan nilai spesifisitas adalah 38,9%. Hal ini berarti penderita suspect malaria yang mengalami pusing tetapi hasil pemeriksaan mikroskopik negatif adalah 61,1%. Hal ini dimungkinkan karena gejala pusing dapat disebabkan oleh faktor lain. Pada penelitian sebelumnya diperoleh nilai sensitivitas yang lebih rendah (30,4%) sehingga penderita suspect malaria yang tidak mengalami pusing dengan hasil mikroskopik positif lebih tinggi (69,6%) dan ditemukan bahwa gejala lain termasuk gejala pusing berhubungan bermakna dengan pemeriksaan mikroskopik tetapi tidak bermakna pada uji multivariat. 7 Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen yang akan merangsang sel-sel makrofag, manosit, atau limfosit mengeluarkan berbagai macam sitokin antara lain TNF. TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu sehingga terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda. 4 Penelitian ini menunjukkan hasil yang signifikan antara tanda klinis demam dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Nilai sensitivitas tanda klinis demam diperoleh sebesar 24,4%, dengan demikian penderita suspect malaria yang tidak mengalami demam tetapi hasil pemeriksaan mikroskopik positif adalah 75,6%, mungkin pada saat penderita berobat suhu badan sudah turun. Nilai spesifisitas adalah 52,8%, yang berarti penderita suspect malaria yang mengalami demam tetapi hasil pemeriksaan mikroskopik negatif adalah 47,2%. Selanjutnya dengan uji multivariat diperoleh demam berhubungan secara negatif dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Penelitian sebelumnya diperoleh nilai sensitivitas yang lebih tinggi (86,6%) sehingga penderita suspect malaria yang tidak mengalami demam dengan hasil mikroskopik positif lebih rendah (13,4%) dan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara tanda klinis demam berdasarkan pengukuran suhu tubuh dengan pemeriksaan mikroskopik sehingga dapat dijadikan sebagai penyusun algorit- 280

Arsin, Paerunan & Syatriani, Konfirmasi Pemeriksaan Mikroskopik terhadap Diagnosis Klinis Malaria ma malaria. 8 Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar zat warna merah dalam eritrosit yang disebut sebagai hemoglobin. Anemia terjadi karena sporulasi dan destruksi eritrosit sehingga infeksi parasit yang berlangsung berulang atau bahkan berlangsung terusmenerus dalam waktu lama dapat menimbulkan kehilangan hemoglobin. Tanda klinis ini terjadi terutama karena eritrosit yang terinfeksi pecah. Plasmodium falcifarum menginfeksi seluruh stadium eritrosit sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis, sedangkan Plasmodium vivax hanya menginfeksi eritrosit muda yang berjumlah 2% dari seluruh jumlah eritrosit sehingga anemia terjadi hanya pada infeksi kronis. Penderita akan mengalami anemia yang dapat berbentuk anemia hipokromik mikrositik atau anemia hipokromik normositik. 9 Berdasarkan uji chi square didapatkan hasil yang signifikan antara anemia dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Nilai sensitivitas tanda klinis anemia adalah 76,9% sehingga diperoleh penderita suspect malaria yang tidak mengalami anemia tetapi hasil pemeriksaan mikroskopik positif adalah 23,1%. Nilai spesifisitas yang ditemukan adalah 59,7% sehingga penderita suspect malaria yang mengalami anemia tetapi dengan hasil pemeriksaan mikroskopik negatif adalah 40,3% sedangkan nilai akurasi cukup tinggi yaitu sebesar 68,7%. Selain itu, uji multivariat diperoleh bahwa anemia merupakan tanda klinis yang paling berhubungan dengan hasil pemeriksaan mikroskopik sehingga dapat dijadikan sebagai prediktor dalam mendiagnosis klinis malaria. Penelitian sebelumnya diperoleh nilai sensitivitas yang lebih rendah (58,8%) sehingga penderita suspect malaria yang anemia dengan hasil mikroskopik positif lebih tinggi (41,2%) dan ditemukan bahwa tanda klinis anemia berhubungan bermakna dengan pemeriksaan mikroskopik. Pembesaran limfa atau splenomegali adalah satu dari tiga tanda karakteristik utama infeksi malaria (demam, anemia, dan splenomegali). Akibat hiperaktivitas limfa terhadap adanya infeksi parasit malaria maka terjadi splenomegali. Splenomegali sering ditemukan pada kasus malaria akut dan kronis terutama terlihat pada anak-anak umur 2 sampai 9 tahun yang menunjukkan infeksi kronis dan berulang. Splenomegali jarang terjadi pada orang dewasa di daerah endemik seiring terbentuk imunitas. Splenomegali juga merupakan petunjuk endemisitas yang dihitung dengan Spleen Rate. Berdasarkan uji chi square didapatkan hasil yang signifikan antara splenomegali dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Nilai spesifisitas splenomegali cukup tinggi yaitu 97,2% yang akan menekan angka sensitivitas menjadi rendah sehingga angka negatif palsu menjadi tinggi. 10 Hal ini berarti bahwa banyak penderita malaria yang tidak ada splenomegali. Hal ini dimungkinkan karena pada penelitian ini lebih banyak penderita suspect malaria yang berada pada kelompok umur 15 tahun (61,3%). Penelitian ini juga menemukan tanda splenomegali mempunyai nilai duga positif tinggi (92,0%) sehingga penderita yang mempunyai tanda klinis splenomegali kemungkinan besar akan menderita penyakit malaria. Uji multivariat menunjukkan bahwa splenomegali berhubungan dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. Penelitian sebelumnya diperoleh tanda klinis ini berhubungan secara bermakna dengan hasil pemeriksaan mikroskopik. 7 Kesimpulan Diagnosis klinis malaria merupakan alternatif diagnosis penyakit malaria yang cenderung menduga parasit malaria secara mikroskopik dengan diperolehnya hasil malaria klinis yang positif menderita sebanyak 52%. Gejala klinis malaria yang berhubungan dengan hasil pemeriksaan mikroskopik adalah menggigil, sakit kepala, dan nyeri otot. Tanda klinis malaria yang berhubungan dengan hasil pemeriksaan mikroskopik adalah anemia dan splenomegali. Gejala menggigil merupakan gejala yang berhubungan paling bermakna dengan hasil pemeriksaan mikroskopik dan tanda klinis yang paling bermakna berhubungan dengan hasil pemeriksaan mikroskopik adalah anemia. Dalam mendiagnosis malaria secara klinis, gejala menggigil dan tanda klinis anemia merupakan faktor prediksi penyakit malaria yang baik. Saran Diagnosis malaria secara klinis dapat dijadikan alternatif penegakan diagnosis malaria di daerah yang memang tidak terjangkau atau mempunyai keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan mikroskopik. Dalam penegakan diagnosis malaria secara klinis, gejala menggigil dan tanda klinis anemia merupakan faktor prediksi penyakit malaria yang baik. Daftar Pustaka 1. Arwati H. Vaksin malaria. Surabaya: Universitas Airlangga; 2005 [diakses tanggal 12 September 2008]. Diunduh dari: http://www.diglib.unair. com. 2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Manajemen program pemberantasan malaria. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2003. 3. Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai. Profil kesehatan Puskesmas Bunta Kabupaten Banggai. Luwuk: Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai; 2008. 4. Idro R, Bitarakwate E, Tumwesigire S, John CC. Clinical manifestation severe malaria in the higlands of Southwestern Uganda [homepage on the Internet]. The American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 2005; 72 (5): 561-7. Available from: http://www.ajtmh.org 5. Harijanto PN. Malaria: epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, dan penanganan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000. 281

Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 6, Juni 2012 6. Chadijah S, Labatjo Y, Garjito TA, Wijaya Y, Udin Y. Efektivitas diagnosis mikroskopis malaria di Puskesmas Donggala, Puskesmas Kulawi, dan Puskesmas Lembasada, Provinsi Sulawesi Tengah [homepage on the Internet]. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2006; 5 (1): 385-94. 7. Arsin AA, Hidayat DA, Amiruddin R. Analisis perbandingan malaria klinis dan pemeriksaan mikroskopis dalam diagnosis malaria. Medika, Jurnal Kedokteran Indonesia. 2007; XXXIII (10): 658. 8. Hasmar M. Algoritma diagnosis malaria sebagai hasil komparasi gejala klinis dan uji mikroskopis [tesis]. Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin; 2007. 9. Chandramohan D, Carneiro I, Kavishwar A, Brugha R, Desai V, Greenwood B. A clinical algorithm for the diagnosis of malaria: result of an evaluation in area of low endemicity [homepage on the Internet]. Tropical Medicine and International Health. 2001; 6 (7): 505-10 10. Lule M. Algorithm for malaria during low and high transmission sessions [homepage on the Internet]. ADC; 2006. 282